Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERBAIKAN PERINIUM

Oleh :
Kelompok 4
Nabila Tsurayya
Putri Tamara Handayani
Yeni Putri

DOSEN PENGAMPU
MUTIA FELINA, S.ST,M.Keb

FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhana Waataala yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul Perbaikan Perinium.
Makalah ini sudah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, penulis sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
penulis dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuan dari pihak yang
terlibat dalam penelitian ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Bukittinggi, Juni 2021

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perineum merupakan bagian yang sangat  penting dalam fisiologi.
Keutuhan perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari
proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang air
besar dan buang air kecil, menjaga aktifitas peristaltik normal (dengan menjaga
tekanan intra abdomen) dan fungsi seksual yang sehat. Robekan perineum
terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga tidak
sampai dasar panggul dilalui kepala janin dengan cepat.  Sebaliknya kepala
janin yang akan lahir tidak ditahan terlampau kuat dan lama karena
menyebabkan asfiksia perdarahan dalam tengkorak janin dan melemahkan otot-
otot dan pada dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama.
Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka
biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan
berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan
perinium. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan
setelah pembedahan pervaginam. Sebagai akibat persalinan, terutama pada
seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang
biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan
banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah “bagaimana tinjauan
mengenai robekan jalan lahir baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, penatalaksanaan dalam asuhan kebidanan.

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengenai tinjauan mengenai robekan
jalan lahir baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
penatalaksanaan, dalam asuhan kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN

2 Landasan Teori
2.1 Pengertian
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :

2.2 Robekan Perinium


Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-
kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium
adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus
levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari
otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula
dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina
ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina
dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan
garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah
rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis
phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis
profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna
(Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan
vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani
eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan
pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan
episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka
episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan
pada genetalia eksterna. Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo
S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
a. Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium.
b. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani.
c. Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani.
d. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum.

2.3 Robekan Serviks


Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan
bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks
ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung untuk
menghentikan perdarahan.

2.4 Rupture Uteri


Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang
kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang
terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum
abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan
masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun sebagian besar belum mengetahui
mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan
dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat
terjadinya rupturauteri. Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura
uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya
regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan
panggul, partus macet atau traumatik.
Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita
dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan
syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung
kemih dan organ vital di sekitarnya. Resiko infeksi sangat tinggi dan angka
kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang
menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk
segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan
kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar
karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-
keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal ). Rupture uteri adalah robeknya dinding
uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi ). Ruptur uteri dapat dibagi
menurut beberapa cara :
a. Menurut waktu terjadinya
1. Rupure uteri Gravidarum terjadi Waktu sedang hamil, Sering
lokasinya pada korpus
2. Rupture uteri Durante Partum terjadi Waktu melahirkan anak, Ini yang
terbanyak
b. Menurut lokasinya:
1. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),
miemoktomi.
2. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang
sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis
dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya.
3. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi
forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
4. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina

c. Menurut robeknya peritoneum


1. Ruptur uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis
2. Ruptur uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke
liglatum.

d. Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :


1. Ruptur uteri kompleta
2. Jaringan peritoneum ikut robek
3. Janin terlempar ke ruangan abdomen
4. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
5. Mudah terjadi infeksi
6. Ruptura uteri inkompleta
7. Jaringan peritoneum tidak ikut robek
8. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
9. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
10. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

2.5 Etiologi
Robekan perinium umumnya terjadi pada persalinan kepala janin terlalu
cepat lahir persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya jaringan parut pada
perinium distosia bahu. Robekan serviks partus presipitatus trauma karena
pemakaian alat-alat operasi melahirkan kepala pada letak sungsang secara
paksa, pembukaan belum lengkap partus lama ruptur uteri riwayat pembedahan
terhadap fundus atau korpus uterus induksi dengan oksitosin yang sembarangan
atau persalinan yang lama presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada
segmen bawah uterus ). ( helen, 2001 ) panggul sempit letak lintang
hydrosephalus tumor yg menghalangi jalan lahir presentasi dahi atau muka.

2.6 Patofisiologi
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan
terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia
pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
dari pada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau
anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
b. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah melahirkan per
vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi
baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks
uteri.
c. Rupture Uteri
Ruptura uteri spontan terjadi spontan pada sebagian besar pada
persalinan terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan. Ruptur uteri trumatik
terjadi pada persalinan timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti
ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll. Rupture uteri pada bekas luka uterus
terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

2.7 Tanda dan Gejala


1. Robekan jalan lahir tanda dan gejala yang selalu ada :
a. Pendarahan segera
b. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta baik

2. Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada


1. Pucat
2. Lemah
3. Menggigil
4. Rupture Uteri
2.8 Penjahitan Robekan Vagina Dan Perinium
Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :
a. Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan ikat
b. Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot
dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani
c. Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani
d. Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum.

2.9 Penjahitan Robekan Derajat I Dan II


Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit. Berikan
dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan
lignokain. Gunakan blok pedendal, jika perlu. Memeriksa uterus dan
memastikan bahwa uterus berkontraksi. Periksa vagina, perinium, dan serviks
secara cermat. Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk
memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV. Masukkan jari
yang memakai sarung tangan kedalam anus. Angkat jari dengan hati-hati dan
identifikasi sfingter. Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter Ganti sarung
tangan yang bersih, steril atau DTT Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan
robekan derajat III dan IV. Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan
penjahitan
2.10 Penjahitan Robekan Perineum Derajat III Dan IV
Jahit robekan diruang operasi tinjau kembali prinsip perawatan umum.
Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan
lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan
dapat dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta
diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit yang
sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
Memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi. Periksa vagina,
perinium, dan serviks secara cermat. Untuk melihat apakah spingter ani robek.
Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus Angkat jari dengan
hati-hati dan identifikasi sfingter. Periksa permukaan rektum dan perhatikan
robekan dengan cermat. Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kebah
kulit perineum dan ke otot perinatal yang dalam. Pada Pegang setiap ujung
sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek ). Selubung
fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit
sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
Akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area
robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit
algi kemudian lakukan tes ulang. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus
mengguanakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan
mukosa. Jika spingter robek Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang
dijahit. Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk
memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar.
Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT. Jahit
mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

2.11 Proses Manajemen Asuhan Kebidanan


a. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang di gunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisa data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
b. Tahapan dalam Manajemen Kebidanan
Menurut Varney (2008) proses manajemen kebidanan dalam tujuh
langkah yang pada waktu tertentu dapat diperluas dan diperbaharui. Hal ini
mulai dengan pengumpulan data dasar dan di akhiri dengan evaluasi. Tujuh
langkah itu adalah :
1. Langkah I : Identifikasi dan analisa Data
Identifikasi dan analisa data (pengkajian) pengumpulan data untuk
menialai kondisi klien. Yang termasuk data dasar adalah riwayat
kesehatan klien, pemeriksaan panggul, pemeriksaan fisik, serta catatan
tentang kesehatan yang lalu dan sekarang serta hasil pemeriksaan
laboratorium.
2. Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Mengidentifikasi data secara spesifik ke dalam suatu rumusan diagnosa
kebidanan dan masalah. Kata diagnosa dan masalah digunakan kedua-
duanya dan mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Problem klien
menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih sering di
definisikan oleh bidan yang di fokuskan pada apa yang di alami oleh klien.
3. Langkah III : Identifikasi Diagnosa/ Masalah potensial
Dari kumpulan masalah dan diagnosa, identifikasi faktor-faktor potensial
yang memerlukan antisipasi segera tindakan pencegahan jika
memungkinkan atau waspada sambil menunggu dan mempersiapkan
pelayanan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi..
4. Langkah IV : Perlunya Tindakan Segera/ Kolaborasi
Proses manajemen kebidanan dilakukan secara terus menerus selama klien
dalam perawatan bidan. Proses terus menerus ini menghasilkan data baru
segera di nilai. Data yang muncul dapat menggambarkan suatu keadaan
darurat di mana bidan harus segera bertindak untuk menyelamatkan klien.
5. Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan
Dikembangkan berdasarkan intervensi saat sekarang dan antisipasi
diagnosa dan problem serta meliputi data-data tambahan setelah data
dasar. Rencana tindakan komprehensif bukan hanya meliputi kondisi klien
serta konseling, bila perlu mengenai ekonomi, agama, budya, ataupun
masalah psikologis.

6. Langkah IV: Implementasi Asuhan Kebidanan


Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja
sama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi
yang efisien dan akan mengurabgi waktu perawatn dan biaya perwatan
serta akan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan klien.
7. Langkah VII: Evaluasi
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan
kepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan
dan obsevasi terhadap masalah di atasi seluruhnya, sebagian
telahdipecahkan atau mungkin timbul masalah baru.Pada prinsipnya
tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk
menjawabpertanyaan seberapa jauh tercapainya rencana yang dilakukan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa perlukaan pada jalan lahir, sebagai
akibat persalinan, terutama pada seorang primipara. Baik itu berupa robekan
perinium, robekan serviks atau rupture uteri. Hal ini dapat diatasi apabila
seorang tenaga kesehatan dapat mengelolanya dengan baik.
3.2 Saran
Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan
asuhan secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
http://aznhysoppenk.blogspot.com/2012/05/askeb-luka-perineum-derajat-iii-
akbid.html

Manuaba I.B.G, 2010, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta

Mochtar,Rustam. 2005. SinopsisObstetri Fisiologi dan Patologi. EGC: Jakarta.

Salmah.2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC: Jakarta

Sumarah. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Fitramaya: Yogyakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka-


Sarwono Prawirohardjo

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi I. EGC : Jakarta.

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Diposkan


oleh Harlinda linda di 03.42

Anda mungkin juga menyukai