yang Pertama
Juli 30, 2010Adisuseno
Ada banyak kerajaan Islam di Indonesia. Tentu ini adalah salah satu faktor yang
menjadikan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Dari sekian banyak kerajaan,
kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak yang berlokasi di
Aceh Timur, daerah Perlak di Aceh sekarang. Ada sedikit yang ganjal di sini. Dalam
buku-buku teks pelajaran di sekolah, disebutkan kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah Kerajaan Samudera Pasai. Namun, fakta menyebutkan Perlak lebih dulu ada
daripada Samudera Pasai. Kerajaan Perlak muncul mulai tahu 840 M sampai tahun
1292 M. Bandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai yang sama-sama mengambil
lokasi di Aceh. Berdiri tahun 1267, Kerajaan ini akhirnya lenyap tahun 1521. Entah
mengapa dalam buku-buku pelajaran, tertulis secara jelas kerajaan Samudera Pasai-
lah kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Sebuah kesengajaan atau sebuah
kebetulan ? Berbeda dengan kesepakatan yang pasti tentang daerah yang pertama kali
dimasuki Islam ataupun kerajaan Islam pertama di Jawa, kerajaan Islam pertama di
Indonesia masih simpang siur kepastiannya.
Kerajaan Perlak berdiri tahun 840 M dengan rajanya yang pertama, Sultan Alaidin
Syed Maulana Abdul Aziz Syah. Sebelumnya, memang sudah ada Negeri Perlak yang
pemimpinnya merupakan keturunan dari Meurah Perlak Syahir Nuwi atau Maharaja
Pho He La. Pada tahun 840 ini, datanglah rombongan berjumlah 100 orang yang
dipimpin oleh Nakhoda Khalifah. Tujuan mereka adalah berdagang sekaligus
berdakwah menyebarkan agama Islam di Perlak. Pemimpin dan para penduduk Negeri
Perlak pun akhirnya meninggalkan agama lama mereka untuk berpindah ke agama
Islam. Selanjutnya, salah satu anak buah Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin
Ja`far Shadiq dinikahkan dengan Makhdum Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi. Dari
perkawinan mereka inilah lahir kemudian Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah,
Sultan pertama Kerjaan Perlak. Sultan kemudian mengubah ibukota Kerajaan, yang
semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai penghargaan atas
Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, dimakamkan di
Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur.
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan yang beralirah paham
Syiah. Aliran Syi’ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan
Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh
dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan
antara kelompok Syi’ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi’ah di Mesir mulai
terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti
Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke
pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi’ah di
Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai. (AcehPedia.com)
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah,
aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913
M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun
berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H
(915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta.
Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang
kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari
golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum
Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih
empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian
kerajaan menjadi dua bagian. Bagian pertama, Perlak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh
Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Bagian kedua, Perlak Pedalaman
(Sunni), dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat
(986 – 1023). (Wikipedia.com)
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua
wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal
ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang
membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan
Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya
hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada
Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia
menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin kerajaan tetangga. Putri
Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah
(Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera
Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292.
Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah
kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad
Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, yaitu
kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran kalau para pedagang dari Gujarat,
Arab dan India tertarik untuk datang ke sini. Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak
berkembang sebagai bandar niaga yang amat maju. Kondisi ini membuat maraknya
perkawinan campuran antara para saudagar muslim dengan penduduk setempat.
Efeknya adalah perkembangan Islam yang pesat dan pada akhirnya munculnya
Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Daftar isi
1Hikayat Aceh
2Perkembangan dan pergolakan
3Penggabungan dengan Samudera Pasai
4Daftar Sultan Perlak
5Referensi
o 5.1Catatan kaki
o 5.2Referensi
6Pranala luar
Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988)
Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan
Berdaulat (986 – 1023)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan
seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah
Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 – 983)[butuh rujukan]
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat [5] (986 – 1023)[butuh rujukan]
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023 – 1059)[butuh rujukan]
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059 – 1078)[butuh rujukan]
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078 – 1109)[butuh rujukan]
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109 – 1135)[butuh rujukan]
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135 – 1160)[butuh rujukan]
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160 – 1173)[butuh rujukan]
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173 – 1200)[butuh rujukan]
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 – 1230)[butuh rujukan]
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230 – 1267)
[butuh rujukan]
18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292)[butuh rujukan]
Referensi[sunting | sunting sumber]
Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
1. ^ Teuku Iskandar, Hikayat Aceh, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1958. Suwedi Montana, “Nouvelles
donees sur les royaumes de Aceh”, Archipel, 53, 1997, hh. 85-95.
2. ^ F. Hirth dan W. W. Rockhill, h. 76.
3. ^ Sir Henry Yule, The Book of Marco Polo, II, London, 1903, h. 284.
4. ^ Siti Rahmah. Perempuanku Sayang, Perempuanku Malang.
5. ^ Perlak sempat memiliki dua sultan pada masa ini dengan Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah
berkuasa di Perlak Pesisir hingga 988.
Referensi[sunting | sunting sumber]