KELOMPOK 3
“Kerajaan – Kerajaan Islam di Indonesia”
ANGGOTA KELOMPOK
1|Page
A. Kerajaan – Kerajaan Islam di Sumatra
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, sultan pertama kerajaan tersebut. Sultan
Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh sebagai pengganti kerajaan-kerajaan Islam
sebelumnya, seperti Samudera Pasai dan Malaka yang jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M.
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah dari tahun 1514-1530 M. Kesultanan Aceh Darussalam
berlangsung sampai tahun 1903 M dan dipimpin oleh 36 orang sultan. Pada masa Sultan Mughayat
Syah, kerajaan Islam Samudera Pasai dapat ditaklukkan tahun 1524 dan berada di bawah kontrol
kesultanan Aceh.
2|Page
Setelah Johor dan Malaka jatuh ke tangan Portugis, pelabuhan Banda Aceh mulai banyak dikunjungi
oleh para pedagang Muslim. Selain itu, banyak juga pedagang asing selain pedagang Portugis yang
meramaikan pelabuhan Banda Aceh. Oleh karena itu, Portugis menyerang Kesultanan Aceh pada tahun
1521 M. Akan tetapi, Sultan Ali Mughayat Syah dapat menangkal serangan tersebut dan mengusir
Portugis dari Kesultanan Aceh.
Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaan dan kemakmurannya pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1636 M. Pada masanya, wilayah kekuasaan Kesultanan
Aceh meliputi Batu Sawar dan Johor (sekarang masuk wilayah Malaysia). Armada tempurnya sangat
kuat karena menjalin kerjasama dengan kerajaan Islam Turki Utsmani (Ottoman), terutama di bidang
militer. Peranan Kesultanan Aceh dalam pengembangan dan penyebaran agama Islam di antaranya
sebagai berikut.
a). Pada masa Sultan Alauddin Al Qahhar (1538-1571 M), sultan ketiga, pernah mendatangkan para
ulama dari India dan Persia untuk mengajarkan Islam, membawa para pendakwah ke pedalaman
Sumatra, mendirikan pusat Islam di Ulakan, dan menyebarkan Islam ke Minangkabau dan Indrapura.
b). Pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), dibangun masjid masjid dan tempat-tempat
pengajaran agama Islam. Di antara peninggalannya yang masih kokoh berdiri sampai saat ini adalah
masjid kebanggaan rakyat Aceh, yaitu Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Selain itu, sultan
memberlakukan hukum Islam dengan tegas.
c). Pada masa Sultanah (sultan perempuan) Safiatuddin Tajul Alam memerintah (1641-1675 M),
pendidikan agama Islam sangat diperhatikan di Jamiah Baiturrahman. Sultanah pun mengirimkan kitab-
kitab karya ulama Aceh dan Al-Qur'an ke raja-raja Ternate, Tidore, dan Bacan di Maluku.
Kesultanan Aceh berakhir setelah Belanda berhasil merebut istana Kesultanan Aceh tahun 1874 M.
Sultan Aceh yang terakhir, yaitu Muhammad Daud Syah (1878-1903 M) ditangkap dan dibuang ke
Ambon tahun 1878 M dan wafat pada tahun 1903 M.
3. Kesultanan Perlak
kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang berada
di wilayah Aceh Timur, Istilah Peureulak atau Perlak berasal dari nama pohon kayu yang digunakan
untuk perahu oleh para nelayan. Kemudian orang-orang Aceh menyebutnya sebagai Bak Peureulak.
Seorang ahli sejarah yang mendukung bahwasanya Perlak sebagai kesultanan Islam pertama di
Indonesia yaitu Ali Hasjmy. Hasjmy menyimpulkan bahwa Kesultanan Perlak sebagai kesultanan Islam
3|Page
pertama di Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 1 Muharram 225 H/840 M, dengan sultan
pertamanya yaitu Sultan Alauddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah. Pada hari berdirinya kesultanan
Perlak, ibukota Bandar Perlak diganti dengan nama Bandar Khalifah.
Raja Abdul Aziz syah diperkirakan memimpin pada tahun 225 - 249 H atau pada 840 hingga 964 M.
Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Alauddin Sayyid Maulana Abdurrahim Syah.
Selanjutnya kepemimpinan diisi oleh Sultan Alauddin Sayyid Maulana Abbas Syah di tahun 285-300 H.
Kemudian, di tahun 302 H kepemimpinan
dipegang oleh Sultan Alauddin Sayyid
Maulana Ali Mughayar Syah. Pergantian
kepemimpinan sering terjadi di
kesultanan Perlak hingga 18 kali dan
terakhir dipimpin oleh Sultan Makhdum
Alauddin Malik Abdul Aziz Syah Johan
Berdaulat di tahun 662 - 692 H atau 1263
- 1292 M dan akhirnya Kerajaan Perlak
runtuh.
Kesultanan Perlak mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan
Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat
II. Kerajaan ini mampu berkembang terutama di bidang pendidikan dan dakwah islamiyah.
Kesultanan Perlak berakhir pada tahun 1292 M. Kesultanan Perlak runtuh karena mengalami
kemunduran. Diketahui, anggota keluarga kerajaan saling berebut kekuasaan pemerintahan sehingga
membuat ketidakstabilan. Para pedagang yang melihat hal itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke
tempat lain, yakni Pasai. Akhirnya kerajaan runtuh dan berganti menjadi Kerajaan Samudera Pasai.
1. Kerajaan Demak
Demak adalah kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Pusat pemerintahannya terletak di Kota
Demak, 22 KM dari Semarang, Jawa Tengah. Berdiri sekitar tahun 1500 M menggeser kerajaan Hindu
Majapahit. Raja pertama Kesultanan Demak adalah Raden Patah yang memerintah antara tahun 1500-
1518 M. Raden Patah adalah seorang bangsawan kerajaan, putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit
yang terakhir dan menjabat adipati kerajaan besar Hindu tersebut di wilayah Bintoro, sebelum berganti
nama menjadi Demak. Atas bantuan Wali Songo di bawah pimpinan Sunan Ampel dan wilayah-wilayah
yang lebih dahulu menganut Islam, Raden Patah sebagai adipati Demak, secara terang-terangan
memisahkan diri dari Majapahit yang berada di ujung keruntuhan. Ia mendirikan kerajaan Islam
pertama di Jawa dengan Demak sebagai ibu kota. Para wali mengangkatnya sebagai sultan pertama
Demak dengan gelar “Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin
Panotogomo”.
Sultan Demak yang ke-2 adalah Pati Unus atau Pati Yunus, putra Raden Patah la menggantikan
posisi ayahnya yang wafat tahun 1518 M. Ketika naik takhta, Pai Unus baru berusia 17 tahun. Salah
4|Page
satu gelar yang melekat dengan dirinya adalah "Pangeran Sabrang Lor", artinya seorang pangeran yang
menyeberang ke sebelah utara. Peristiwa itu terjadi ketika pasukan Demak yang dipimpinnya
menyerang Portugis yang sudah menguasai Malaka.
Sultan Trenggono, saudara Pati Unus adalah Raja Demak ke-3. la memerintah Demak dari tahun
1524-1546 M. Oleh Sultan Sunan Gunung Jati Cirebon, ia dianugerahi gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
Pada masa pemerintahannya. Kerajaan Islam Demak mencapai puncak kejayaannya. Daerah
kekuasaannya sangat luas, meliputi seluruh Jawa dan bagian bagian besar pulau yang lainnya,
termasuk Selat Sunda dan Lampung, demikian juga sebagian Kalimantan. Kemenangan besarnya atas
tentara Portugis terjadi ketika pasukan Demak dan Cirebon bergabung di bawah pimpinan Fadilah Khan
(Fatahillah), menantu Sunan Gunung Jati, berhasil mengusir pasukan Portugis dari Sunda Kelapa tahun
1527 M. Lalu, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta yang diresmikan oleh Sunan Gunung Jati.
Sebagai kerajaan Islam pertama di tanah Jawa, Demak mempunyai peranan besar menyebarkan
Islam di Jawa. Wali Songo yang menjadi penguat utama berdirinya Kerajaan Demak adalah tokoh-tokoh
utama yang mengislamkan penduduk Pulau Jawa. Hal yang tidak dapat dipisahkan dari peranan
Kerajaan Demak dalam islamisasi Pulau Jawa adalah Masjid Agung Demak. Masjid yang didirikan oleh
empat Wali Songo tersebut berada di tengah alun-alun Kota Demak. Masjid tersebut telah lebih dahulu
ada sebelum berdirinya Kerajaan Islam Demak. Di masjid itulah para wali sering berkumpul dan
memberikan pengajaran Islam kepada masyarakat.
2. Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang dipandang sebagai penerus Kesultanan Demak. Pendiri kerajaan ini adalah Jaka
Tingkir (Sultan Adiwijaya, menantu Sultan Trenggono, raja Demak ke-3). Sebelum mendirikan
kesultanan, Jaka Tingkir diangkat oleh Sultan Trenggono menjadi penguasa (adipati) wilayah Pajang.
Kemudian, Jaka Tingkir memindahkan pusat pemerintahan kesultanan Islam itu ke pedalaman Pulau
Jawa di daerah Pajang dengan nama Kesultanan Pajang.
Setelah menjadi raja, Jaka Tingkir mengubah namanya menjadi Sultan Hadiwijaya. la
memerintahkan agar benda-benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Pemindahan pusat
kekuasaan Islam dari pesisir Jawa (Demak) ke daerah pedalaman (Pajang), berdampak besar terhadap
penyebaran Agama Islam ke wilayah pedalaman Jawa Agama Islam yang sebelumnya banyak dianut
oleh penduduk sekitar pesisir Jawa, dan semakin menyebar kepada penduduk wilayah pedalaman.
Pemindahan benda-benda pusaka Demak ke Pajang membawa perubahan baru terhadap peradaban
Islam di Jawa. Demikian juga dengan kesenian dan kesusastraan yang sudah maju di Demak dan Jepara
dikenal di pedalaman Jawa.
Sultan Adiwijaya dan Kesultanan Pajang berhasil menyebarkan Islam sampai Madiun, Blora, bahkan
Kediri yang berhasil ditundukkannya tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M Sultan Adiwijaya memperoleh
pengakuan sebagai sultan Islam dari raja-raja di daerah Jawa Timur setelah terjadi musyawarah yang
melibatkan raja-raja tersebut di Keraton Sunan Giri yang dipimpin oleh Sunan Giri yang sudah lanjut
usia.
Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1587. Ia digantikan oleh menantunya, Arya Pangiri. Sementara
itu anak sultan Adiwijaya, Pangeran Benawa (Benowo) dijadikan pemimpin di Jipang. Saat itu, Mataram
sedang dalam proses untuk menjadi sebuah kerajaan yang besar. Akhirnya Pangeran Benowo menjadi
penguasa Pajang, namun di bawah perlindungan Mataram. Mulai saat itu, Pajang sepenuhnya berada
di bawah kekuasaan Mataram.
5|Page
Riwayat kerajaan Pajang berakhir, setelah penguasa Pajang berikutnya memberontak kepada
Mataram yang berada di bawah pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pemberontakan Pajang
dapat dipadamkan, penguasa Pajang melarikan diri ke Surabaya dan penduduknya digiring ke Mataram
untuk melaksanakan kerja paksa membangun Kota Mataram.
3. Kerajaan Mataram
Kerajaan Islam Mataram merupakan salah satu kerajaan Islam yang penting di Nusantara karena
peranannya sejak abad ke-16 M sampai datangnya tekanan penjajah Belanda di Jawa Tengah. Hal ini
terlihat dari semangat para rajanya untuk mem perluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para
penduduknya, keterlibatan para pemuka agama hingga perkembangan kebudayaan yang bercorak
Islam di Jawa, serta perjuangannya untuk menentang penjajah Belanda.
Perjalanan Kerajaan Islam Mataram berlangsung mulai tahun 1582-1749 M, sebelum kerajaan ini
pecah menjadi Mataram Surakarta dan Mataram Yogyakarta. Sampai tahun 1749 M, kerajaan ini
dipimpin secara berturut-turut oleh sembilan orang sultan/raja, yaitu sebagai berikut.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raden Mas Rangsang yang
bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alogo Ngabdurrahman yang memerintah tahun
1613-1645 M. Pada masanya, Kerajaan Islam Mataram Jawa mencapai kemajuan yang berarti di bidang
agama, kebudayaan, dan ekspansi wilayah kekuasaan.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram berusaha untuk menyerang Kompeni Belanda di
Batavia pada tahun 1627 M dan tahun 1629 M. Akan tetapi, karena kuatnya persenjataan dan
pertahanan Belanda, usahanya belum memperoleh kemenangan. Sultan Agung wafat tahun 1645 M.
Sepeninggal Sultan Agung, Mataram diperintah oleh pemimpin-pemimpin yang lemah terhadap
tekanan Kompeni Belanda. Sehingga daerah kekuasaannya berangsur-angsur menyempit. Wilayah
kekuasaan Mataram semakin menyempit setelah perjanjian Giyanti tahun 1755 M, yang berisi bahwa
Mataram terpecah menjadi dua, yaitu Mataram Yogya dan Mataram Surakarta. Pada tahun 1757 dan
6|Page
1813, terjadi lagi perpecahan yang memunculkan Mangkunegara dan Paku Alam. Keempat pecahan
Mataram itu, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, luasnya hanya meliputi Surakarta (Solo) dan
Daerah Istimewa Yogyakarta.
7|Page