INDONESIA
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
STUDI PASCASARJANA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Kerajaan Peureulak
Kerajaan Peureulak terletak di wilayah Perlak atau (Ferlec) dalam versi
Suma Orietal,Kab. Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam. Dikenal sebagai
kerajaan Islam pada tahun 840 M. Pada awal berdirinya kerajaan ini menganut
sistem pemeribtahan dan memeluk Buddha yang rajanya merupakan garis
keturunan dari Maharaja Pho Hela salah seorang putra raja Siam. Pada tahun
173 H (800 M) dimulai lah perubahan sistem pemerintahan yang memeluk
agama Islam, pada saat itu sebuah kapal dagang saudagar Islam dari Teluk
Kembey (Gujarat) merapat di Bandar Perlak.
Rombongan dagang tersebut dipimpin oleh nahkoda Khalifah. Tujuan
utama dari rombongan ini adalah berniaga sekaligus menyebarkan berita
islam. Dalam perkembangan selanjutnya dalam kurun waktu kurang dari
setengah abad raja dan rakyatnya telah memeluk agama Islam. Disebutkan
bahwa nahkoda Khalifah menikah kan salah satu anak buah kepercayaanya yg
bernama Ali bin Muhammad Ja’far Shadiq dengan Tanyir Dewi adik
perempuan dari syahir Wuwi yang kala itu menjabat sebagai pemimpin
pemerintahan Perlak.
Dari pernikahan tersebut dikaruniai seorang putra bernama Saiyid
Maulana Abdul Aziz Syah yang kelak akan menjadi sultan pertama Kerajaan
Perlak. Gelar Alaiddin disematkan kepadanya ketika diangkat menjadi sultan
pada tahun 840M dan memperkenalkan Perlak sebagai kesultanan islam
pertama di bumi nusantara, salah satu literatur yg disebutkan memuat
informasi sejarah peradaban kerajaan ini adalah kitab Idzharul-Haqq yang
masih menuai kontroversi tentang keabsahan catatan sejarah serta keotentikan
karangannya. Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul Azis Syah memerintah
hingga tahun 864 M.
Selepas pemeritahan Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Azis Syah, tabuk
kepemimpinan diteruskan oleh Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul Rahim
Syah, yang memerintah sejak 864 M hingga tahun 888 M. Lalu di teruskan
oleh Sultan Alaiddin syed Maulana Abbas syah muali dari tahun 888 M
hingga 913 M.
Setelah wafatnya Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah tidak
ada pelantikan sultan Perlak yg baru. Hal ini didasari oleh pertentangan dan
perang rakyat antara pengikuat Ahlisunnah Wal jamaah (Sunni) dengan
pengikut Syi’ah. Dua tahun setelah itu maka dilantiklah Sayid Maulana Ali
Mughayat Syah sebagai sultan Perlak selanjutnya, namun hanya berkuasa
selama 3 tahun yakni 915-918M. Pada akhir masa pemeritahan Sultan Ali
Mughayat Syah terjadi lagi pertikaian antara sunni dan syiah. Dalam
pertikaian tersebut kaum Sunni memperoleh kemenangan, sehingga
diangkatlah sultan dari kaum Sunni antara lain:
1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat,
memerintah tahun 928 – 932 M.
2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat,
memerintah tahun 932 – 956 M.
3. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 956 – 983 M.
Konflik antara kaum Sunni dan syiah pun kembali terjadi pada akhir
masa pemerintahan Sultan Abdul Malik Syah. Yang diakhiri dengan
persetujuan pembagian wilayah kerajaan Perlak menjadi dua yaitu;
1. Perlak bagian pesisir dikuasai oleh kaum Syi’ah. Dipimpin oleh Alaiddin
Saiyid Maulana Syah (976-988)
2. Perlak bagian pedalaman dikuasai oleh kaum Sunni. Dipimpin Oleh Makhdum
Alaiddin Malik Ibrahim syah Johan Berdaulat, (986-1023)
Kerajaan Perlak kembali bersatu sebagai sebuah kerajaan yang utuh,
setelah terjadinya peristiwa penyerangan kerajaan Sriwijaya Buddha kepada
Perlak pesisir (Syiah). Perang ini berlangsung hebat. Dalam perang ini, Sultan
perlak pesisir wafat sehingga secara keseluruhan pusat pemerintahan Kerajaan
perlak di pegang oleh Sultan Perlak pedalaman. Perang antara Kesultanan
Perlak berakhir pada tahun 1006, ketika riwijaya mengundurkan diri untuk
menghadapi kerajaan Darma Wangsa di pulau Jawa.
Setelah berakhirnya perang tersebut Kerajaan Perlak di pimpin oleh
keturunan Sultan Malik Ibrahim Syah yang berasal dri kaum Sunni. Sebagai
berikut;
1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1023-1059.
2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1059-1078.
3. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1078-1109.
4. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1109-1135.
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1135-1160.
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1160-1173.
7. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat,
memerintah tahun 1173-1200.
8. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat, memerintah
tahun 1200-1230
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat,
memerintah tahun 1230-1267
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat,
memerintah tahun 1267-1292.
Setelah Sultan terakhir dari kerajaan Perlak wafat, Kesultanan Perlak
digabungkan dengan Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan
sultan Muhammad Malik Al-Zahir, putra Al-Malik Al-Saleh.1
2
https://www.acehprov.go.id/jelajah/read/2018/01/22/64/kerajaan-samudera-pasai.html
3. Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumatera dengan ibu kota
Bandar Aceh Darussalam. Sultan yang pertama memerintah kesultanan aceh
sekaligus pendirinya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada
pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam
sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh mengembangkan pola dan
sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme
bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik,
mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin
hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika
Kerajaan Samudera Pasai sedang dalam masa keruntuhan. Samudera Pasai
diserang oleh Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar
abad ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam
pertama di nusantara itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai
lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-
kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan
Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan
Indrapura (Indrapuri).
Sultan Ali Mughayat mendirikan Kesultanan Aceh pada tahun 1496
yang pada mulanya kerajaan ini berdiri atas wilayah kerajaan lamuri.
Pemerintahaan kesultanan Aceh kemudian menundukan dan menyatukan
beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur.
Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari
kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru. ari penemuan yang dilacak
berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang berhasil ditemukan, yaitu dari
batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah
Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di
Kutaraja (Banda Aceh). Keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh
Darussalam semakin terkuak dengan ditemukannya batu nisan yang ternyata
adalah makam Sultan Ali Mughayat Syah. Di batu nisan pendiri Kesultanan
Aceh Darussalam yang berada di Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan
bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun
936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530.
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah Kesultanan Aceh Darussalam
hanya selama 10 tahun. Menurut prasasti yang ditemukan dari batu nisan
Sultan Ali Mughayat Syah, pemimpin pertama Aceh Darussalam ini
meninggal dunia pada 12 Dzulhijah Tahun 936 Hijriah atau bertepatan dengan
tanggal 7 Agustus 1530 Masehi.3 Kendati masa pemerintahan Sultan
Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh
3
H.Mohammad Said a., Aceh Sepanjang Abad (Medan: Waspada,1981) hlm. 157
yang besar dan kokoh. Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar
politik luar negeri Kesultanan Aceh Darussalam, antara lain :
1. Mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak tergantung pada pihak lain.
2. Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam lain di
nusantara.
3. Bersikap waspada terhadap kolonialisme Barat. - Menerima bantuan tenaga
ahli dari pihak luar.
4. Menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara.
Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah
makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka,
ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli,
Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan
Belanda. Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar
dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar
Alamsyah (1795-1824). Kesultanan Aceh Darussalam tercatat telah berganti
sultan hingga tiga puluh kali lebih. Berikut ini silsilah para sultan/sultanah
yang pernah berkuasa di Kesultanan Aceh Darussalam :
Sulthan Ali Mughayat Syah (1496-1528)
Sulthan Salah ad-Din (1528-1537)
Sulthan Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahar (1537-1568)
Sulthan Husin Ibnu Sultan Alauddin Ri`ayat Syah (1568-1575)
Sulthan Muda (1575)
Sulthan Sri Alam (1575-1576)
Sulthan Zain Al-Abidin (1576-1577)
Sulthan Ala al-din mansyur syah (1576-1577)
Sulthan Buyong atau Sultan Ali Ri`ayat Syah Putra (1589-1596)
Sulthan Ala`udin Ri`ayat Syah Said Al-Mukammal Ibnu (1596-1604)
Sulthan Ali Riayat Syah (1604-1607)
Sulthan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636)
Sulthan Iskandar Tsani (1636-1641)
Sulthanah (Ratu) Tsafiatu' ddin Taj 'Al-Alam / Puteri Sri Alam (1641-1675)
Sulthanah (Ratu) Naqi al-Din Nur Alam (1675-1678)
Sulthanah (Ratu) Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
Sulthanah (Ratu) Kamalat Sayah Zinat al-Din (1688-1699)
Sulthan Badr al-Alam Syarif Hasyim Jamal al-Din (1699-1702)
Sulthan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
Sulthan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
Sulthan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
Sulthan Syams al-Alam (1726-1727)
Sulthan Ala al-Din Ahmad Syah (1723-1735)
Sulthan Ala al-Din Johan Syah (1735-1760)
Sulthan Mahmud Syah (1760-1781)
Sulthan Badr al-Din (1781-1785)
Sulthan Sulaiman Syah (1785-1791)
Sulthan Alauddin Muhammad Daud Syah (1791-1795)
Sulthan Ala al-Din Jauhar Alam Syah (1795-1815)
Sulthan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
Sulthan Ala al-Din Jauhar Alam Syah (1818-1824)
Sulthan Muhammad Syah (1824-1838)
Sulthan Sulaiman Syah (1838-1857)
Sulthan Mansyur Syah (1857-1870)
Sulthan Mahmud Syah (1870-1874)
Sulthan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
( Catatan : Sulthan Aceh Ke-29 dan 31 adalah orang yang sama )
Perangkat pemerintahan Sultan kadang mengalami perbedaan tiap
masanya. Berikut adalah badan pemerintahan masa Sultanah di Aceh :
- Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Sultan sendiri, yang
anggota-anggotanya terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh.
Lembaga ini bertugas membuat rencana dan penelitian.
- Balai Majlis Mahkamah Rakyat, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Kadli
Maiikul Adil, yang beranggotakan tujuh puluh tiga orang, semacam Dewan
Perwakilan Rakyat sekarang.
- Balai Gading, yaitu Lembaga yang dipimpin Wazir Mu'adhdham Orang Kaya
Laksamana Seri Perdana Menteri, seperti Dewan Menteri atau Kabinet kalau
sekarang, termasuk sembilan anggota Majlis Mahkamah Rakyat yang
diangkat.
- Balai Furdhah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal ekonomi, yang
dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka, seperti
Departemen Perdagangan.
- Balai Laksamana, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang,
yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Laksamana Amirul Harb,
kira-kira Departemen Pertahanan.
-Balai Majlis Mahkamah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal
kehakiman/pengadilan, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Seri
Raja Panglima Wazir Mizan, seperti Departemen Kehakiman.
- Balai Baitul Mal, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan
perbendaharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar
Orang Kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Dirham, seperti
Departemen Keuangan. Selain itu terdapat berbagai pejabat tinggi Kesultanan
diantaranya
- Syahbandar, mengurus masalah perdagangan di pelabuhan
- Teuku Kadhi Malikul Adil, semacam hakim tinggi.
- Wazir Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu pejabat yang mengurus segala
Hulubalang; seperti tugas Menteri Dalam Negeri.
- Wazir Seri Maharaja Gurah, yaitu pejabat yang mengurus urusan hasil-hasil
dan pengembangan hutan; seperti tugas Menteri Kehutanan.
- Teuku Keurukon Katibul Muluk, yaitu pejabat yang mengurus urusan
sekretariat negara termasuk penulis resmi surat kesultanan, dengan gelar
lengkapnya Wazir Rama Setia Kerukoen Katibul Muluk, seperti tugas
Sekretaris Negara.
4. Kerajaan Inderagiri
Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja
pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Demikian pula
dengan penggantinya Raja Narasinga I dan Raja Merlang II, tetap
berkedudukan di Malaka. Sedangkan untuk urusan sehari-hari dilaksanakan
oleh Datuk Patih atau Perdana Menteri. pada tahun 1473, waktu Raja
Narasinga II yang bergelar Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah
Johan Zirullah Fil Alam ( Sultan Indragiri IV ), beliau menetap di ibu kota
kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang.
Indragiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “Indra” yang berarti
mahligai dan “Giri” yang berarti kedudukan yang tinggi atau negeri, sehingga
kata Indragiri diartikan sebagai Kerajaan Negeri Mahligai Kerajaan Indragiri
diperintah langsung dari Kerajaan Malaka pada masa Raja Iskandar yang
bergelar Narasinga I.
4
https://kampungrison.wordpress.com/2008/08/04/kerajaan-indragiri/
2. Raja Iskandar alias Nara Singa I. Memerintah pada tahun 1337 – 1400 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke dua.
3. Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya. Memerintah pada
tahun 1400 – 1473 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tiga.
4. Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin
bergelar Nara Singa II. Memerintah pada tahun 1473 – 1452 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke empat, dimakamkan di Pekan Tua / Kota
Lama.
5. Sultan Usulluddin Hasansyah. Memerintah pada tahun 1532 – 1557 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke lima.
6. Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah. Memerintah pada tahun 1557 –
1599 M dan merupakan Sultan Indragiri ke enam.
7. Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah. Memerintah
pada tahun 1559 – 1658 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh.
8. Sultan Jamalluddin Suleimansyah. Memerintah pada tahun 1658 – 1669 M
dan merupakan Sultan Indragiri ke delapan.
9. Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah. Memerintah pada tahun 1669 – 1676 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke Sembilan.
10. Sultan Usulluddin Ahmadsyah. Memerintah pada tahun 1676 – 1687 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke sepuluh.
11. Sultan Abdul Jalilsyah. Memerintah pada tahun 1687 – 1700 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke sebelas.
12. Sultan Mansyursyah. Memerintah pada tahun 1700 – 1704 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke dua belas.
13. Sultan Modamadsyah. Memerintah pada tahun 1704 – 1707 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke tiga belas.
14. Sultan Musafarsyah. Memerintah pada tahun 1707 – 1715 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke empat belas.
15. Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin Indragiri. Pada awalnya beliau
merupakan Mangkubumi Indragiri kemudian menjadi Sultan Indragiri ke lima
belas yang memerintah pada tahun 1715 – 1735 M dan dimakamkan di Kota
Lama.
16. Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah. Memerintah pada tahun
1735 – 1765 M dan merupakan Sultan Indragiri enam belas. Dimakamkan di
Kampung Tambak sebelah hilir Kota Rengat.
17. Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan. Memerintah pada tahun 1765 – 1784
M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh belas. Dimakamkan di Mesjid
Daik Riau.
18. Sultan Ibrahim. Memerintah pada tahun 1784 – 1815 M dan merupakan Sultan
Indragiri ke delapan belas. Beliau adalah yang mendirikan kota Rengat dan
pernah ikut dalam perang Teluk Ketapang untuk merebut kota melaka dari
tangan Belanda pada tanggal 18 Juni 1784. Dimakamkan di Mesjid Raya
Rengat.
19. Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu. Memerintah pada tahun 1815 – 1827
M dan merupakan Sultan Indragiri ke sembilan belas, beliau pernah bertapa di
puncak Gunung Daik.
20. Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal. Memerintah pada
tahun 1827 – 1838 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh.
21. Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah. Memerintah pada tahun 1838 –
1876 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh satu.
22. Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah. Memerintah pada tahun 1876 M –
hanya seminggu naik tahta kerajaan kemudian meninggal dunia karena sakit
dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh dua.
23. Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah. Memerintah
pada tahun 1877 – 1883M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua tiga.
Dimakamkan di Raja Pura ( Japura).
24. Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah. Memerintah pada tahun 1887 –
1902 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh empat. Dimakamkan di
Mesjid Raya Rengat.
25. Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri, memangku pada tahun 1902 – 1912
M.
26. Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah. Memerintah pada tahun 1912
– 1963 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh lima. Oleh T.N.I
diberikan pangkat Mayor Honorair TNI dengan surat penetapan Panglima
T.N.I No. 228/PLM/Pers/1947 tanggal 11 Desember 1947.
5
Sejarah Kerajaan Siak Sri Indraputra, Situs resmi pemerintah kabupaten Siak
(https://siakkab.go.id/sejarah-siak)
Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri akibat konflik yang terjadi dan
campur tangan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19.6
7. Kesultanan Palembang
pada awalnya Palembang merupakan pusat kerajaan budha sriwijaya.
Setelah sriwijaya jatuh, maka Palembang menjadi protektorat dari kerajaan-
kerajaan jawa,kerajaan Palembang ketika dilindung oleh kerajaan mataram
sudah dipimpin oleh seorang sultan yang beragama islam yaitu ario damar
yang dikenal dengan Ario dillah (abdillah) 1455-1486 yang beristrikan
muslimah china, janda dari prabu brawijaya. Lalu ario darma digantikan oleh
raden suhu dan pangeran surodirjo. Setelah runtuhnya majapahit kesultan
Palembang dipimpin oleh para bangsawan dari Demak dan panjang, mereka
adalah:
1. Pangeran sedo ing lautan (1547-1552)
2. Kyai gadeh ing suro tuo (1552-1573)
3. Kyai gadeh ing suro mudo (1573-1590)
4. Kyai mas adipati (1590-1995)
Setelah runtuhnya kerajaan panjang, maka kerajaan Palembang
dibawah kekuasan kerajaan mataram, yang memerintah antara lain:
1. Pangeran madi ing angsoko (1595-1630)
2. Pangeran madi alit (1630-1633)
3. Pangeran sedo ing puro (1633-1639)
4. Pangeran sedo ing pesarean (1651-1652)
5. Pangeran sedo ing rajek (1652-1659)
Terus berganti sampai akhirnya sultan susuhan Mahmud baharuddin II
memerintah tahun (1803-1825). Dimna dimasa pemerintahannya ini, terjadi
perperangan diantara Palembang dengan inggris, seelah inggris meninggalkan
Palembang pada tahun 1816 barulah Palembang kembali berperang dengan
belanda 1819-1821. Dalam perang ini sultan Mahmud baharuddin II beserta
keluarganya ditangkap oleh belanda, dan perang dilanjutkan oleh sultan
Ahmad najamuddin prabu anom beserta rakya Palembang, yang akhirnya
kerajaan Palembang dihapauskan oleh belanda.7
8. Kesultanan Deli
9. Kesultanan Serdang
10. Kerajaan Islam Jambi
11. Kerajaan Tulang Bawang
(untuk penulisan sub tema diatas belum sempurna dikarenakan
keterbatasan literatur yang mendukung, untuk membuka tabir sejarah
kerajaan islam tersebut, namun secara kultural banyak dari masyarakat
sumatera sendiri yang mengatahui bahkan beberapa ada yang menjadi
juru kunci hikayah dari bebetrapa kerajaan diatas... semoga kedepannya
6
Fahrul-raziy,Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra
7
Darmawijaya, Kesultanan Islam di Nusantara,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010) hlm. 44
pengungkapan tabir sejarah tentang kerajaan diatas segera rampung..
Allahumma amiin Wallahu A’lam)
1. Kesultanan Banjar
Menurut Hikayat Banjar, Kesultanan Banjar bermula dari konflik Istana
yang terjadi di kerajaan Daha-Hindu, antara Pangeran Tumenggung dan
Pangeran Samudera. Dalam pertikaian ini, Pangeran Samudra dapat dikalahkan
oleh Pangeran Tumenggung. Karena itu Pangeran Samudra pergi berkelana
menelusuri ke Tamban, Muhur, Baladen, Belitung dan akhirnya sampai di
Pulau Jawa dan meminta bantuan pada Kesultanan Demak, yang ketika itu
dipimpin oleh Raden Fatah. Kesultanan Demak bersedia membantunya, tapi
dengan syarat Pangeran Samudera bersedia masuk Islam.Syarat tersebut
disetujui oleh Pangeran Samudera.Dengan bantuan balatentara Demak lengkap
dengan persenjataannya, kekuatan Pangeran Samudera begitu besar.Sehingga
Pangeran Tumenggung mengurungkan niatnya untuk berperang dan memilih
jalan damai.Akhirnya, Pangeran Samudera berhasil menjadi sultan pertama di
Kesultanan Banjar.Ia diberi gelar dengan Sultan Suriansyah. Rakyat setempat
menyebutnya dengan Panembahan Habang.
Sultan Suriansyah memerintah pada tahun 1526-1550. Pada masa
pemerintahannya wilayah Kesultanan Banjar meliputi Tabalong, Barito, Alai,
Hamandit, Balangan, Kintap, Biaju Besar, Biaju Kecil, Sebagau, dll. Secara
keseluruhan daerah-daerah ini terletak di di Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Tengah.Sedangkan pusat pemerintahannya berada di
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Sultan Suriansyah juga berusaha mengembangkan ajaran Islam di
Kalimantan. Adapun Sultan yang pernah menduduki Kesultanan Banjar adalah:
1. Sultan Suriansyah (1526-1550)
2. Sultan Rahmatullah (1550-1570)
3. Sultan Hidayatullah (1570-1595)
4. Sultan Mustain Billah (1595-1620)
5. Sultan Inayatullah (1620-1637)
6. Sultan Saidullah
7. Pangeran Tamjidillah gelar Sultan Sulaiman Muda (1852-1859)
8. Pangeran Antasari gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin (1859-1862)
9. Muhammad Seman (1862-1905)
Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaannya pada masa
pemerintahan Sultan Mustain Billah, sultan Inayatullah, dan Sultan
Saidullah.Sekitar pertengahan abad ke 18 hidup seorang ulama yaitu Syaikh
Muhammad Arsyad Al-Banjari (1710-1812), yang diangkat sebagai penasehat
kesultanan. Pada saat itu pula hidup seorang ulama sufi dia adalah Syaikh
Muhammad Nafis Al-Banjari. Hadirnya ulama-ulama tersebut telah banyak
mempengaruhi Kesultanan Banjar dalam masalah hukum.Dengan bantuan para
ulama, Kesultanan Banjar berusaha menegakkan hukum Islam dalam masalah
keluarga, perkawinan, dan pidana.Secara hukum, sultan Banjar tak hanya
sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga “Ulil Amri” bagi seluruh rakyat
Banjar.Kedudukan semacam ini sesuai dengan hukum Islam.8
2. Kesultanan Kutai
Kesultanan Kutai adalah kelanjutan dari Kerajaan Hindu Kutai
Kertanegara yang sudah berdiri sejak 1300. Islam masuk ke Kalimantan Timur
pada abad ke 17 melalui dua arah, yaitu dari Kalimantan selatan, yang berasal
dari Kesultanan Banjar, dan dari arah Timur yang dibawa oleh para pedagang
Bugis-Makasar. Islam yang datang diterima baik oleh Kerajaan Kutai
kemudian berubah menjadi kesultanan pada abad ke-18.Sultan pertama yang
memerintah di Kesultanan Kutai adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1732-
8
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 158-
163
1739).Beliau syahid dalam berperang melawan penjajah Belanda. Sepeninggal
Sultan Aji Muhammad, tahta Kesultanan Kutai direbut oleh Aji Kado, yang
sebenarnya tidak berhak atas tahta kesultanan. Sejak itu Aji Kado resmi
menjadi Sultan Kutai dengan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin.Sultan ini
memerintah pada tahun 1739-1780.
Perlu diketahui bahwa di sana semula terdapat dua Kerajaan Kutai,
masing-masing adalah Kutai Martapura yang telah berdiri sejak abad ke empat
Masehi dan Kutai Kertanegara yang berdiri sekitar abad ke 13M. Pada abad ke
17 keduanya terlibat pertempuran sengit yang menyebabkan hancurnya Kutai
Martapura Hindu.Akhirnya kedua Kutai tersebut diintegrasikan menjadi satu
yang bernama Kutai Kertanegara Ing Martadipura.
Pertempuran antara keduanya tersebut terjadi di sekitar sungai Muara
Kaman.Dan pada saat terjadinya pertempuran, raja Kutai Kertanegara sudah
beragama Islam dengan rajanya yang bernama Pangeran Sinum Panji Mendapa
yang memerintah Kutai Kertanegara pada 1605-635 M.
Agama Islam masuk ke daerah Kalimantan Timur diperkirakan sejak
abad ke 13 atau 14 M. yakni pada masa pemerintahan Aji Wirabayan pada
tahun 1360-1420 M. Proses islamisasi ini terjadi seiring dengan
terbukanyahubungan antara kerajaan ini dengan wilayah lain atau kerajaan
Islam lain, dalam hal ini Makassar.
Kesultanan Kutai Kertanegara kemudian menjadi pusat islamisasi di
daerah Kalimantan Timur setelah rajanya masuk Islam. Sebagaimana di daerah-
daerah lain, ketika rajanya masuk Islam, maka rakyatpun segera masuk Islam.
Artinya kekuatan politik merupakan faktor penyebab bagi mudahnya proses
islamisasi di daerah tersebut.
Pengaruh agama Islam mulai menonjol di Kesultanan Kutai pada masa
pemerintahan Sultan Aji Raja Mahkota Mulia Islam yang memerintah Kutai
pada 1525-1600 M dan diteruskan oleh puteranya, Sultan Aji Dilanggar yang
memerintah pada 1600-1605.
Kesultanan Islam Kutai Kertanegara mulai menampakkan tanda-tanda
kemundurannya setelah ditinggalkan Aji Sultan Muhammad Salehuddin yang
memerintah pada 1780-1850 M. Sebagaimana halnya dengan kasus yang lain
terjadinya kemunduran adalah karena adanya faktor intern, khususnya tentang
kapasitas kepemimpinan yang lemah dan juga adanya faktor ekstern yaitu
intervensi dan dominasi pemerintah kolonial Belanda. Di bawah ini disebutkan
daftar sultan-sultan Kutai Kertanegera:
1. 1732 – 1739 : Aji Sultan Muhammad Idris
2. 1739 – 1780 : Aji Sultan Muhammad Muslihuddin
3. 1780 – 1850 : Aji Sultan Muhammad Solehuddin
Kesultanan Kutai di Tenggarong, akhirnya dapat dikuasai oleh bangsa
Eropa, ketika Belanda datang dari Makassar dan menyerang Tenggarong
sebagai puat Kesultanan. Tenggarong berhasil dihancurkan Belanda pada
tanggal 14 April 1844.Setelah Tenggarong jatuh ke tangan Belanda, Sultan
Muhammad Salihuddin terpaksa menandatangani perjanjian damai, yang lebih
dikenal dengan “Tepian Pandan Traktat”.Perjanjian ini adalah akhir dari
kemerdekaan Kesultanan Kutai, karena setelahnya Kesultanan Kutai tunduk
pada residen Belanda di Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.9
3. Kesultanan Brunei
Kerajaan Brunei berdiri pada awal abad ke 16.Kerajaan ini terletak di
Pesisir Barat Kalimantan Utara.Pengaruh Islam kerajaan ini terasa sampai di
Filipina.Banyak mubalig-mubalignya yang dikirim ke pulau-pulau di Filipina
Selatan.
Peranan Brunei dalam perdagangan cukup penting.Itulah sebabnya
maka Pada 1530 Portugis datang ke Sultan Brunei untuk memohon
perkenankan membuka kembali hubungan dagang dengan Malaka setelah
putus akibat Malaka direbutnya pada 1511. Kapal-kapal Portugis agar diizinkan
pulamengunjungi Brunei.Rupanya permononan itu diperkenankan oleh Sultan
Brunei, yang memang menyebabkan semakin ramainya lalu lintas perdagangan
di pelabunan Brunei.
Perdagangan dengan Filipina cukup ramai. Legaspi, pelaut Spanyol
yang mendarat di Filipina pada 1565, menjumpai banyak agen Sultan Brunei di
9
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 166-
168
sana. Barang-barang perdagangan yang diperjual-belikan di sana antara lain
tembaga, timah, porselen dari Cina, kemenyan, katun dari India, dan besi. Ke
Filipina, Brunei sendiri banyak mengekspor baja.Diketahui juga bahwa
kekuasaan Sultan Brunei meluas sampai ke Serawak, Mindanao dan Luzon.
Melihat perkembangan kekuasaan Brunei itu Spanyol berusaha untuk
membendungnya.Raja Spanyol Filip V memerintahkan De Sande, raja
mudanya di Filipina, untuk menuntut kepada Sultan Reksar dari Brunei agar
menghentikan kegiatannya dalam menyebarkan agama Islam di Filipina.Untuk
menuntut kepada Sultan Reksar dari Brunei agar menghentikan kegiatannya
dalam menyebarkan agama Islam di Filiphina.Jelas tuntutan itu akan ditolak
oleh Sultan Brunei dengan angkatan lautnya yang cukup kuat De Sande berhasil
mengusir Sultan Reksar. Sultan ini mengundurkan diri ke pengunungan.Maka
pada 20 April 1578 De Sande menyatakan bahwa sejak saat itu Kalimantan
menjadi milik Spanyol.Kemudian angkatan perang Portugis datang membantu
Sultan Brunei.Sultan Reksar berhasil mengusir Spanyol dari Brunei dan
merebut kembali kekuasaannya.Tetapi.tak lama kemudian Spanyol dapat
mengalahkannya lagi. Reksar digantikan oleh Sirela yang memegang
kekuasaan Brunei atas nama Spanyol. Sejak saat pengaruh asing di kesultanan
Brunei semakin bertambah kuat.Kekuasaan Spanyol di daerah ini berakhir
ketika Belanda datang di Indonesia.Kelalaian Belanda dalam memelihara
kedaulatannya di daerah luar Jawa akhirnya menyebabkan Brunei pada 1841
jatuh ke tangan Inggris.10
4. Kerajaan Sukadana
Seperti kerajaan-kerajaan lainnya maka nama Kerajaan Sukadana
diambil dari nama ibu kota kerajaan itu, yaitu Kota Sukadana. Hampir semua
kerajaan kuno menggunakan nama ibukotanya. Ingat nama-nama Kerajaan
Singhasari, Majapahit, Kutai, Demak, Pajang dan Yogyakarta serta
Surakarta.Warna Kerajaan Sukadana sendiri semula adalah Kerajaan
Matan.Dari nama Matan inilah rupanya nama Pulau Kalimantan berasal. Sejak
abad ke-16 orang Dawa juga telah mengenai dan menggunakan nama Matan,
10
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 194-195
namun lebih luas lagi dipergunakan untuk menamakan seluruh Pulau
Kalimantan.
Kerajaan Sukadana terletak di bagian barat daya Pulau Kalimantan.Ibu
Kota Sukadana merupakan pusat perdagangan intan di Kalimantan Barat, di
samping Tanjunngpura.Intan ini berasal dari Landak, yang letaknya lebih ke
pedalaman.Semua nama-nama itu terdapat dalam Kitab Negarakertagama,
sebab daerah-daerah itu juga menjadi daerah pengaruh Majapahit.
Pada 1550 agama Islam mulai memasuki Kerajaan Sukadana.Penyiaran
Islam ke daerah kerajaan ini banyak dilakukan olen guru-guru agama Islam
(mubalig) yang berasal dari Jawa, di samping dari Malaka atau dari Palembang.
Rupanya pedagang-pedagang Islam ikut mengambil peranan dalam penyiaran
agama tersebut, mengingat kedudukan Ibu kota Sukadana sebagai pusat
perdagangan intan yang mewah itu. Pada Sekitar 1600 daerah sepanjang pantai
telah dapat diislamkan seluruhnya.Perkembangan Islam yang berkembang pesat
itu berkat jasa seorang mubalig yang bernama Syekh Syamsuddin.Raja
Sukadana pada saat itu adalah Sultan Muhammad Safiuddin yang wafat pada
1677.Semula Kerajaan Sukadana berkedudukan sebagai bagian dari Kerajaan
Majapahit.Setelah Majapahit jatuh dan digantikan oleh Kerajaan Demak, maka
Kerajaan Sukadana dengan sendirinya secara sah pula menjadi bagian dari
Kerajaan Islam Demak.Pada masa kekuasaan Demak inilah agama Islam mulai
memasuki Sukadana dan dipeluk oleh penduduknya.
Pada awal abad Ke-17 Sukadana berada di bawah kekuasaan
Surabaya.Setiap tahun Sukadana harus menyerahkan upeti kepada Surabaya
sampai Surabaya ditaklukkan oleh Mataram pada 1622.Pada perjalanan abad
ke-17, secara ekonomi Sukadana makin lama makin bebas dari Jawa, sehingga
sebenarnya Mataram tidak dapat menariklagikeuntungan atas penaklukannya
pada 1622.Maka apabila kemudian Kerajaan Banjarmasin menggantikan
kedudukan Mataram di sana sebagai penguasa, Mataram tidaklah merasa
kehilangan. Sukadana sebagai bawahan Banjarmasin berlangsung hingga 1787
hingga saat datangnya kekuasaan Belanda di sana.11
11
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 195-197
C. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
1. Kesultanan Demak
Babad Tanah Jawi mengkisahkan bahwa Raden Patah atas petunjuk Sunan
Ampel membuka hutan di Glagah Wangi dan kota baru di Glagah Wangi itu
diberi nama Bintara. 12
Ketika Prabu Brawijaya mengetahui bahwa sebenarnya Raden Patah adalah
putranya sendiri dari selir putri Cina yang dihadiahkan kepada Arya Damar,
Adipati Palembang, Raden Patah tumbuh dan dibesarkan di Palembang, kemudian
Raden Patah diangkat sebagai Adipati di Bintara tersebut dan sebagai bawahan
Majapahit berkewajiban menghadap Sang Prabu setahun sekali di Istana
Majapahit. Sejak saat itu nama Bintara diganti dengan Demak.Raden Patah
mendirikan Kesultanan Demak pada tahun 1478.13
Setelah diangkat menjadi Sultan Demak, Raden Fatah diberi gelar Sultan Al-
Fattah Alamsyah Akbar. Sedangkan menurut sumber lain, setelah Raden Fatah
menjadi Sultan Demak, maka diberi gelar oleh Sunan Ampel dengan nama
Senapati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata
Gama.14
Raden Fatah adalah salah satu murid Sunan Kudus yang ulung, karena itu,
ketika ia diangkat menjadi Sultan Demak, maka Sunan Kuduslah yang selalu
mendampinginya. Untuk menjaga kewibawaan Negara, maka dibangunlah
angkatan perang Kesultanan Demak.Angkatan perang ini bukan saja sebagai
penjaga dan pengayom Negara, tetapi juga untuk mewujudkan cita-cita agama
Islam sebagaimana yang telah dirintis oleh Walisongo.Atas nasehat Sunan Kudus,
maka raden Fatah membuat strategi sebagai berikut:15
1. Mengahncurkan kekuatan Portugis di Luar Indonesia,
2. Membuat pertahanan yang kuat di Indonesia.
Pada tahun 1513, Raden Fatah mengirimkan putranya sendiri, Adipati Unus
untuk memimpin pasukan Islam dari Demak dengan bantuan dari Palembang guna
menghancurkan kedudukan Portugis di Malaka.Dalam serangan ini, Adipati Unus
dilengkapi dengan 90 kapal dan 1200 orang prajurit.Tetapi, serangan yang
dipimpin oleh Adipati Unus mengalami kegagalan.Atas keberanian Adipati Unus
dalam memimpin pasukan Demak dan mengarungi laut Jawa untuk menyerang
Portugis di Malaka, maka diberi gelar Pangeran Sebrang Lor, Pangeran dari
Utara.16
Setelah Adipati Unus gagal, maka Raden Fatah kembali mengutus cucunya
sendiri, Ratu Kalimayat, untuk memimpin pasukan Islam dari Demak guna
menghancurkan kedudukan Portugis di Malaka, tetapi serangan ini kembali gagal.
12
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 123
13
Ibid, Hlm 123
14
Ibid, Hlm 64
15
Ibid, Hlm 65
16
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 65
Ketika keinginan Raden Fatah untuk melumpuhkan kedudukan Portugis di
Malaka belum terwujud, Raden Fatah keburu meninggal pada tahun 1518.Setelah
Raden Fatah wafat, maka jabatannya digantikan oleh Adipati Unus, namun
Adipati Unus hanya berkuasa selama 3 tahun.Sebagai penggantinya, maka
diangkatlah Sultan Trenggana, saudara Adipati Unus.Sultan Trenggono berkuasa
pada tahun 1521-1564.Sultan Trenggono bercita-cita untuk mengislamkan seluruh
Tanah Jawa.17
Nasib tragis yang diderita kerajaan Islam Demak, tak ubahnya sebagiamana
kerajaan sebelumnya, Majapahit, di mana intrik intern keluarga kerajaan menjadi
faktor penyebab yang paling besar.Dengan demikian Pendiri kerajaan ini memiliki
citra negatif berupa cacat moral karena melawan orang tuanya, bahkan merebut
tahta kerajaan tersebut.
Sebagaimana dimaklumi bahwa Adipati Yunus tidak memiliki putera untuk
meneruskan pemerintahan Islam Demak.Putera Pangeran Trenggono yang
bernama Sunan Prawoto (Pangeran Mukmin) berupaya keras bagaimana ayahnya
bisa menduduki tahta kerajaan. Untuk tujuan itu ia melakukan tindakan tercela,
membunuh saudara ayahnya (kakak ayahnya) yakni Pangeran Seda Lepen, ayah
Arya Penangsang. Maka dengan mangkatnya Pangeran Seda Lepen, sudah tidak
ada lagi menurut anggapannya, orang yang akan menjadi rival ayahnya, Raden
Trengono.
Baru beberapa saat Sultan Trenggono menduduki tahta kerajaan Islam Demak,
datang seorang muballigh dari Pasai yang baru saja menyelesaikan studi agama di
Makkah al Mukarramah.Pemuda ini pergi ke Demak karena Malaka dan Pasai,
daerah asalnya sudah berada di bawah kekuasaan Portugis.Karena kepribadian
dan kapasitas ilmunya, maka Sultan Trenggono kemudian berkenan
mengawinkannya dengan adik perempuan Sultan sendiri.Pemuda tersebut adalah
Syarif Hidayatullah.Di samping menjadi adik Sultan, Syarif Hdayatullah diutus
oleh Sultan Trenggono untuk mengislamkan Jawa Barat.Pada tahun 1527, Syarif
Hidayatullah berhasil menguasai Sunda Kelapa dari tangan Portugis. Setelah
kemenangan itu, maka nama Sunda Kelapa diganti dengan Jayakarta.18
Pada tahun 1546, Sultan Trenggono berusaha menguasai pelabuhan
Panarukan.Tiga bulan lamanya, Sultan Trenggono memimpin pasukan Islam dari
Demak berperang melawan penarukan yang mendapat bantuan dari Bali. Dalam
perang ini Sultan Trenggono tidak berhasik merebut penarukan, bahkan ia sendiri
wafat di penarukan. Setelah wafatnya Sultan Trenggono, kondisi kesultanan
Demak jatuh dalam konflik istana dalam merebutkan jabatan Sultan.Akhirnya
kesultanan Demak mengalami kemunduran dan sebagai gantinya, maka lahirlah
kesultanan pajang dibawah kepemimpinan Sultan Adiwijaya alias Jaka Tingkir.19
17
Ibid, Hlm 65
18
Harun Nasution, dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 2002) Hlm 240-241
19
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 65
Adapun raja-raja yang pernah menduduki tahta kerajaan Islam Demak adalah
sebagai berikut :20
1. 1478 s/d 1518 Raden Fatah
2. 1518 s/d 1521 Adipati Yunus
3. 1521 s/d 1546 Raden Trenggono
4. 1546 s/d 1549 Sunan Prawoto
2. Kesultanan Pengging
Pengging terletak di lereng Tenggara Gunung Merapi, antara Bayalali
(Boyolali), Klaten dan Kartasura sekarang. Kelak daerah Pengging ini akan tetap
menjadi inti daerah wilayah Kerajaan Pajang. Kerajaan pajang sendiri adalah
sebagai kelanjutan dari dari Pengging.
Raja pertama Pengging bernama Andayaningrat.Wilayah kekuasaannya
meliputi daerah Bayalali Selatan ditambah daerah Kabupaten Klaten
sekarang.Kapan Islam mulai memasuki pedalaman tidak dapat dipastikan, namun
yang jelas sesudah abad ke-15, itupun belum dapat dikatakan berjalan lancar
dikarnakan kuatnya agama peraddaban Hindu-Indonesia dalam masyarakat
pedalaman.
Bahasa yang dipergunakan dalam pengantar menyiarkan agama dan cita-cita
Islam adalah Bahasa Jawa, yang berarti tidak bergantung lagi pada Bahasa
Arab.Proses pendidikan agama kuno yang berpusat pada mandala tetap
dipergunakan, hanya namanya saja dirubah menjadi pondok pesantren. Ajaran-
ajaran itu dirumuskan dalam himpunan syair-syair (tembang) macapat yang
kemudian dikenal sebagai buku-buku suluk dan primbon.
Agama Islam pedalaman ini sering disebut pula Islam Jawi (Kejawen)atau
agama Jawi mengingat semakin padunya Islam dengan unsur—unsur asli Jawa
dan mengingat pula lingkup penyebarannya di daerah yang berkebudayaan Jawa
(daerah Kejawen).
Ki Kebo Kenanga, setelah masuk Islam benar-benar dipasang dalam
kesibukan-kesibukan agama, sehingga tidak pernah ditangani kedudukan yang
diatur sebagai pemerintahan Pengging. Sudah lama Ki Kebo Kenanga tidak
menghadap Demak. Setelah Majapahit jatuh, dengan sendirinya Pengging berada
di hawah Demak, karena lebih menyibukkan diri dalam kegiatan keagamaan,
maka sekarang Ki Kebo Kenanga lebih dikenal dengan nama Ki Ageng Pengging.
la adalah murid Syekh Siti Jenar. Bersama dengan tiga teman seperguruannya
adalahKi Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh dan KI Ageng Ngerang ia membentuk
dan mengikrarkan ikatan persaudaraan rohani di bawah Syekh Siti Jenar.
Sultan Demak mencurigai dan memandang berbahaya terhadap kegiatan yang
dilakukan oleh penguasa Pengging ini. Kecurigaan ini tidak hanya terkait dengan
masalah religius, tetapi juga terkait dengan konflik, baik Konflik intern keluarga
20
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 138
raja, konflik kepentingan politik dan ekonomi maupun konflik antarpemerintah
pusat dan daerah serta antardaerah pesisiran dan daerah pedalaman.
Konflik antardaerah pesisiran dan daerah pedalaman sampai pada masa-masa
kerajaan berikutnya. Konflik ini pada dasarnya bersumber pada perbedaan sikap
hidup. Daerah pesisiran yang mengutamakan kepentingan pekerjaan (sebagai
pedagang) lebih dinamis menentang menyukai ajaran Islam yang puritan,
sebaliknya pedalaman yang agraris dan senantiasa akrab dengan alam
lingkungannya lebih memilih agama Islam yang mengutamakan mistik.Ajaran
mistik (tasaswuf) Syekh Siti Jenar, Kawula-Gusti, dianggap berbahaya karena
dapat meniadakan hukum syariat.Masjid, langgar tidak dapat didatangi orang lagi,
salat tidak perlu lagi dan salat Jumat kembali tidak ada gunanya lagi.Ajaran mistik
(tasawuf) -nya kamu berpangkal pada ana al haq.
Ajaran ini dapat mendorong seseorang untuk menolak kekuasaan atau
kewibawaan orang lain sekalipun ia raja, atau wali, dan ajarannya dipandang
menyimpang dari Islam (bidah). Kedua orang guru dan murid, Syekh Siti Jenar
dan Ki Kebo Kenanga, dianggap sebagai penghujat Allah.Untuk mematahkan
Pengging mula-mula Sultan Demak mengutus orang kepercayaannya, Ki
Wanapala, dan karena tidak berhasil kemudian mengutus Sunan Kudus.
Sementara para penguasa di Tingkir, Butuh dan Ngerang telah bersedia menyerah,
Ki Kebo Kenanga (Ki Ageng Pengging) tetap mempertahankan pendiriannya
dalam perang lidah tentang “ilmu kebatinan”. Untuk tidak menghadap ke Demak.
Akhirnya ia dibunuh oleh Sunan Kudus. Karena anak laki-lakinya, Mas Krebet,
satu-satunya pewaris, masih terlalu muda, yang kelak menetap di Pajang, maka
sesudah Ki Kebo Kenanga tidak ada penguasa lagi di Pengging.Ki Kebo Kenanga
adalah Raja Pengging terakhir.21
3. Kesultanan Pajang.
Setelah Wafatnya Sultan Trenggana, maka terjadilah kekacauan akibat
perebutan tahta antara calon pengganti Sultan Trenggana. Para pengganti Sultan
Trenggana adalah Pangeran Prawoto (anak Sultan Trenggana) dan Pangeran Sedo
ing Lepen (Adik Sultan Trenggana).Dalam pertikaian ini Pangeran Sedo Ing
Lepen mati terbunuh dan Pangeran Prawoto beserta keluarganya mati dibunuh
oleh anak Pangeran Sedo ing Lepen, Aryo penangsang.Aryo Penangsang terkenal
sebagai seorang yang sangat kejam. Untuk dapat merebut tahta kesultanan
Demak, maka ia harus mengalahkan menantu sultan Trenggana (Adiwijaya). Pada
masa ini, Adiwijaya kedududkannya adalah sebagai Adipati Pajang.Akhirnya atas
bantuan beberapa Adipati, Adi Wijaya berhasil membunuh Aryo Penangsang.22
Joko Tingkir yang bergelar Sultan Adiwijoyo di kerajaan Pajang adalah
raja pertama di Kesultanan Pajang.Ia adalah putera Ki Ageng Pengging, murid
21
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 165
22
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 67
tokoh antagonis Syeh Siti Jenar. Ki Ageng Pengging adalah putera Kebo
Kanigara, putera Pangeran Andayaningrat, bangsawan Majapahit.
Setelah berhasil membunuh Aryo Penangsang maka pada tahun 1568,
Adiwijaya memindahkan atribut-atribut kesultanan Demak ke Pajang.Pengesahan
Adiwijaya sebagai Sultan pertama di kesultanan Pajang disahkan dengan suatu
upacara yang dilakukan oleh Sunan Giri di Istana Prapen di Gresik. Setelah
diangkat menjadi Sultan pajang, maka iadiberi gelar dengan Sultan Adiwijaya23.
Pindahnya pusat kesultanan Demak ke Pajang sangat mempengaruhi pola
penyebaran dan perekonomian Islam di Jawa. Kesultanan demak adalah
kesultanan islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya maritim dan
sangat bersemangat dalam memperangi portugis.Sedangkan kesultanan Pajang
adalah kesultanan Islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya agraris,
karena secara geografis Pajang jauh terletak dipedalaman Jawa. Suatu hal lagi
yang perlu diperhatikan, bahwa didirikannya kesultanan Pajang oleh Adiwijaya
juga mendapatkan tantangan dari Sunan Kudus, karena Sunan Kudus tidak mau
aliran Islam yang dianut oleh Syeh Siti Jenar hidup kembali. Model Islam yang
dianut Syeh Siti Jenar adalah model Islam pedalaman yang merupakan sinkritisme
dari ajaran Islam dengan budaya Jawa. Ajaran Islam yang dianut oleh Syeh Siti
Jenar adalah ajaran Wahdatul wujud, yang inti pokoknya adalah ”manunggaling
kawulogusti”, yaitu bersatunya hamba dengan tuhan. Dan inilah barangkali
bencanayang selama ini dikhawatirkan oleh Sunan Kudus.
Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Adiwijaya tidak mudah
mendapatkan pengakuan dari adipati-adipati yang setia pada kesultanan Demak.
Gresik dibawah pimpinan Sunan Giri Perapen (Sunan Giri IV) dan Sedayu,
Surabaya dan Pasuruan dibawah pengaruh pangeran Langgar (menantu Sultan
Trenggana), pada mulanya tidak mau mengakui Pajang sebagai kesultanan
tertinggi di jawa. Setelah melalui perjuangan yang cukup lama, Akhirnya
pengaruh Pangeran Langgar mulai memudar, terutama setelah keluarnya fatwa
dari Sunan Giri Perapen bahwa untuk menghindari pertumpahan darah, maka
lebih baik bersatu dibawah kesultanan Pajang.
Setelah daerah-daerah diatas, maka daerah Tuban, Pati, Pemalang,
Madiun, Blitar, Banyumas, Demak, dan Mataram ikut pula mengakui kesultanan
Pajang.Khususnya wilayah Demak sendiri, statusnya berubah menjadi kadipaten
yang dipimpin oleh seorang adipati, yaitu Arya Pangiri anak Pangeran Prawoto
(cucu Sultan Trenggana).Akhirnya kesultanan pajang tampil sebagai pewaris
kesultanan Demak yang mendapatkan pengakuan dari berbagai adipati yang
berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada masa pemerintahan sultan Adiwijaya, Pajang berusaha mengembangkan
kesusastraan dan kesenian Islam yang telah berkembang pada masa kesultanan
23
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 167
Demak.Niti Seruti adalah sajak monolistik yang dikarang oleh pujangga Pajang,
Pangeran Karanggayam.
Setelah Sultan Adiwijaya meninggal pada tahun 1587, yang dimakamkan di
Butuh, yang terletak tidak jauh di sebelah Barat Taman Kerajaan Pajang.Makam
itu hingga kini dikenal sebagai Makam Aji.24
Kesultanan Pajang kembali dilanda prahara perebutan tahta kesultanan oleh
mereka yang merasa berhak menjadi pengganti Jaka Tingkir.Mereka itu adalah
Adipati Tuban, Adipati Demak, Adipati Araosbaya, dan putra Sultan Adiwijaya
(Pangeran Benawa).Keadaan ini tidak mampu membawa Kesultanan Pajang
bertahan sebagai satu-satunya kesultanan yang berkuasa di Jawa. Keadaan ini pula
yang menyebabkan naiknya nama Mataram sebagai pelanjut kerajaan Majapahit
kesultanan Demak dan kesultanan Pajang sebagai penguasa jawa.25
4. Kesultanan Mataram
Pada awalnya Mataram adalah wilayah yang dihadiahkan oleh Sultan Adi
Wijaya(Sultan Pajang) kepada Ki Gede Pemanahan.Sultan Adi Wijaya
menghadiahkannya, karena Ki Gede Pemanahan telah berhasil membantu Sultan
Adi Wijaya dalam membunuh Aryo Penangsang, ketika merebutkan tahta
kesultanan Demak setelah meninggalnya Sultan Trenggana.
Ditangan Ki Gede Pemanahan, Mataram mulai menunjukkan kemajuan.
Pada tahun 1575, Ki Gede Pemanahan meninggal, maka usaha memanjukan
Mataram dilanjutkan oleh anaknya, yaitu sultan Wijaya. Sultan Wijaya terkenal
sebagai orang pemberani dan mahir dalam berperang, karena itu ia diberi geelar
dengan panembahan Senopati ing Alaga Sayyidin Panatagama.
Sutawijaya berhasil membangun Mataram.Pada tahun 1586, Sutawijaya,
mengangkat dirinya sebagai Sultan Mataram.Pada waktu itu, wilayah yang
mengakui kesultanan Mataram adalah Mataram, Kedu, Dan
Banyumas.Munculnya Sutawijaya sebagai Sultan Mataram ditentang oleh
wilayah-wilayah pesisir utara jawa. Sutawijaya meninggal pada tahun 1601 dan ia
baru menguasai wilayah Jawa Tengah dan sebagian wilayah Jawa Timur. Setelah
Sutawijaya meninggal, posisinya sebagai Sultan Mataram digantikan oleh
putranya, Raden Mas Jolang.Setelah diangkat menjadi Sultan Mataram, Raden
Mas Jolang diberi gelar Sultan Hanyakrawati.Ia memerintah ada tahun 1602-1613
pada masa pemerintahan raden Mas Jolang, ia hanya mampu mempertahankan
wilayah-wilayah kesultanan Mataram yang sudah dikuasai oleh ayahnya,
Sutawiajaya. Seringnya terjadi perlawanan dari wilayah pesisir merupakan salah
satu penyebab mengapa Raden Mas Jolang tidak mampu memperluas Wilayah
kesultanan Mataram.Menjelang wafatnya Raden Mas Jolang menunjuk Raden
Mas Rangsang sebagai penggantinya, tetapi kebijakannyaini bertentangan dengan
24
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerjaan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta,
Penerbit Ombak, 2012), Hlm 174
25
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 69
janjinya terdahulu.Mas Jolang pernah berjanji, bahwa sebagai penggantinya
adalah martapura, adik Raden Mas Rangsang.Setelah Raden Mas Jolang
meninggal para bangsawan lebih memilih menjalankan janji Mas Jolang
terdahulu, yaitu mengangkat Martapura sebagai sultan Mataram. Tetapi, karena
Martapura sakit-sakitan, maka ia tidak lama menjadi Sultan Mataram. Setelah
mendapat nasehat dari Ki Adipati mandakara, maka Martapura menyerahkan tahta
kesultanan Mataram kepada kakaknya, yaitu Raden Mas rangsang.Setelah dilantik
menjadi sultan Mataram, Raden Mas Rangsang diberi gelar Sultan Agung
Hanyakrakusuma Senapatio ing Ngalaga Ngabdurrohman.Ia memerintah
dikesultanan mataram dari tahun 1613-1645. Pada masa pemerintahannya,
kesultanan Mataram mengalami masa kejayaan.
Seperti para pendahulunya, Sultan Agung juga mengalami banyak rintangan,
terutama dari mereka yang menganggap bahwa Sultan Mataram bukanlah
keturunan dari Raja Majapahit atau Demak.Pada tahun 1616, Sultan Agung
menghadapi perlawanan dari aliansi Adipati Lasem, Tuban, Japan, Wonosobo,
Pasuruan, Arisbaya, dan Sumenep.Mereka menyerang Sultan Agung di bawah
pimpinan Adipati Surabaya dengan didampingi oleh Sunan Giri. Tetapi, serangan
dari para Adipati ini mengalami kegagalan, karena kehabisan bekal, bahkan
Sultan Agung dapat mengejar aliansi ini keluar dari Mataram dan akhirnya aliansi
mengalami kekalahan di Wirosobo (Mojokerto).Setelah berhasil mengalahkan
aliansi adipati ini, pada tahun 1616 Sultan agung dapat menguasai Lasem.Tahun
1617 Sultan Agung menguasai Pasuruan.Tahun 1620, Sultan Agung menguasai
Tuban, Tahun 1624 Sultan Agung menguasai Madura.Dan, Tahun 1625 Sultan
Agung berhasil menguasai Surabaya.
Dengan berhasilnya Sultan Agung menguasai berbagai wilayah, maka
penghalang utama bagi Sultan Agung.Dalam menyatukan pulau Jawa di bawah
Kesultanan Mataram adalah penjajah Belanda yang berkedudukan di Batavia.
Untuk melumpuhkan kekuatan kompeni Belanda, maka Sultan Agung
melancarkan serangan besar-besaran sebanyak dua kali, yatiu tahun 1628 dan
tahun 1629.
Pada tahun 1628, Sultan Agung mengirimkan pasukan dari Kesultanan
Mataram untuk menguasai Batavia.Pasukan Mataram ini dipimpin oleh
Baurekso.Di bawah pimpinan Baurekso, pasukan Mataram berhasil mengepung
Batavia selama satu bulan.Baurekso.meminta kepada J.P.Coen sebagai pemimpin
kompeni Belanda untuk menyerah. Tetapi J.P. Coen tidak mau menyerah dan
melakukan perlawanan.Baurekso bersama pasukanya segera menyerbu
Batavia.Dalam penyerangan itu, Bauresko gugur sebagai syuhada.Atas keberanian
Baurekso dalam serangan Batavia, maka dinamai menjadi legenda dalam
masyarakat Jawa.
Pada tahun 1629, Sultan Agung kembali mengirimkan pasukan untuk merebut
Batavia dari tangan kompeni Belanda.Pasukan Mataram kembali berhasil
mengepung Batavia dan J.P Coen meninggal ketika Batavia sedang dikepung oleh
pasukan Mataram.Namun demikian, pasukan Mataram kembali gagal merebut
Batavia.Kegagalan itu disebabkan oleh cuaca yang semakin parah pasukan
Mataram yang syahid sebelum bertempur, karena sakit.Kegagalan ini juga
menyebabkan bocornya berita penyerangan melalui para pedagang Cina dan mata-
mata Mataram yang tertangkap.
Kondisi Mataram setelah gagalnya Sultan Agung dalam penguasaan Batavia
dari tangan Belanda yang digunakan oleh Giri.Pada tahun 1635, Giri
memberontak kepada Mataram, tapi Sultan Agung dapat mengatasinya.Pada
tahun 1639, Sultan Agung berhasil menguasai Blambangan.Namun tidak lama
kemudian, Blambangan kembali bergabung dengan Bali.
Pada tahun 1633, Sultan Agung membuat kebijakan baru dalam
membudayakan Islam di Jawa, yaitu membuat kalender Jawa Islam.Kalender
Jawa dihitung berdasarkan perjalanan matahari (365 hari).Setelah diubah, maka
dihitung kalender Jawa yang ditentukan pada perjalanan bulan (354 hari).Untuk
menambah legitimasi atas kepemimpinannya, Sultan Agung juga memakai gelar
sunan. Gelar ini ia pakai setelah berhasil menguasai Madura. Gelar sunan ketika
itu hanya digunakan oleh para wali.Artinya, Sultan Agung sudah memposisikan
dirinya sebagai ulama besar yang sederajat dengan para wali.Sultan Agung juga
dikenal sebagai seorang yang gemar pada kesusasteraan.Ia mengarang Sastra
Gending, sebuah karangan sastra yang beraliran mistik. Kemudian Sultan Agung
juga mengirim utusan ke Makkah dan utusan itu kembali pada tahun 1641 dengan
membawa gelar khusus buat Sultan Agung. Gelar tersebut adalah Sultan Abdul
Muhammad Maulana Matarami.
Dalam bidang hukum, Sultan Agung telah menerapkan hukum Islam di
Kesultanan Mataram.Sultan Agung yang menerapkan hukum qishas untuk mereka
yang terbukti melakukan tindakan pembunuhan.Sultan Agung juga menerapkan
hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan masalah kenegaraan, seperti perkara-
perkara yang membahayakan keselamatan Kesultanan Mataram.
Dalam upaya menegakkan hukum Islam, Sultan Agung tak hanya bertindak
sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga bertindak sebagai pemuka agama Islam.
Sebenarnya hal ini telah disinggung di atas bahwa Sultan Agung telah
memposisikan dirinya sebagai sunan yang menguasai ilmu agama.Demi tegaknya
syiar Islam, Sultan Agung tidak hanya belajar agama, tetapijuga menjalin
kerjasama yang baik dengan para ulama. Dengan adanya kerjasama yang baik
dengan para ulama, maka Sultan Agung dapat mempermudah kerjanya dalam
menyiarkan agama kepadarakyat Mataram. Jika rakyat Mataram sudah mengenal
Islam, maka mereka akan berusaha mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari, terutama dalam bidang moral dan akhlak. Jika rakyat Mataram
memiliki moral dan akhlak yang baik, maka Mataram akan tumbuh menjadi
kesultanan yang aman, damai, dan makmur. Pada masa pemerintahan Sultan
Agung, para ulama yang ada di Kesultanan Mataram dapat dibagi dalam tiga
bagian, yaitu: Pertama; ulamayang masih berdarah bangsawan. Kedua; ulama
yang bekerja sebagai alat birokrasi (abdi dalem). Ketiga; ulama pedesaan yang
tidak menjadi birokrasi.
Ulama bangsawan adalah ulama yang lahir dari pernikahan para bangsawan
Mataram dengan putri dari keluarga ulama atau ulama yang lahir dari pernikahan
ulama dengan putri dari para keluarga bangsawan. Ulama yang bekerja sebagai
abdi dalem adalah ulama yang bertugas mengurusi soal-soal yangberkaitan
dengan agama di lingkungan kesultanan. Penghulu adalah pangkat tertingginya
dari seorang ulama abdi dalem.Ulama pedesaan adalah ulama yang bertempat
tinggal di pelosok pedesaan.Tingkat kepandaian ulama pedesaan tidak jauh dari
bedanya dengan ulama lainnya.Mereka sengaja menyingkir dari keramaian dan
berdakwah atas kemauan sendiri, oleh karena itu mereka lebih independen.Ulama
Pedesaan sangat disukai oleh masyarakat yang ada di sekitarnya, karena
merekamemiliki kharisma yang tinggi.Dari tiga jenis ulama di atas, hanya ulama
abdi dalem yang selalu tunduk pada sultan, Walaupun Sultan menyimpang dari
kaidah agama.Ulama bangsawan dan alama pedesaan adalah ulama yang berani
melawan sultan, apabila sultan keluar dari ajaran Islam. Di masa pemerintahan
Sultan Agung semua tipe ulama ini memperlihatkan loyalitas yang tinggi pada
lembaga kesultanan, tidak ada sumber yang menceritakan bahwa ada gerakan
ulama untuk menentang pemerintahan Sultan Agung. Sebagai penguasa
Mataram, Sultan Agung sangat membutuhkan para ulama karena mereka memiliki
moral dan pengetahuan yang sesuai dengan pengetahuan yang tinggi.Sultan
Agung menempatkan ulama sebagai penasihat di bidang agama, pemerintahan,
dan militer.Jika ingin membuat kebijakan, Sultan Agung selalu meminta nasehat
dan pertimbangan kepada para ulama.Dalam bidang kemiliteran, ulama juga
mengambil bagian, baik sebagai penasehat spiritual juga bertindak sebagai prajurit
bersama-sama dengan santrinya.
Sultan Agung adalah sultan Mataram yang memiliki pengaruh dan kharisma
yang besar.Sultan Agung juga memiliki cita-cita yang besar, yaitu menyatukan
Jawa di bawah Kesultanan Mataram.Sebelum Sultan Agung berhasil mencapai
cita-citanya itu, la keburu meninggal 1645. Namun kebesaran dan keberaniannya
sebagai Sultan Mataram tetap diakui oleh lawan juga kawan.Setelah Sultan
Agung wafat, Kesultanan Mataram dipimpin oleh anak Sultan Agung,
Amangkurat I. Anak Sultan Agung inimemerintah pada tahun 1645-1677.Sebagai
penguasa Mataram yang baru, Sultan Amangkurat I tidak mampu mampu
melanjutkan sistem kepemimpinan yang pernah dijalankan oleh ayahnya, Sultan
Agung. Justru Sultan Amangkurat I membuat kebijakan-kebijakan yang
kontroversial, di antaranya: Pertama, tidak lagi menghargai para ulama bahkan
berusaha untuk menyingkirkannya. Kedua, Berusaha menghapus lembaga-
lembaga agama yang ada di kesultanan, seperti menghapus Mahkamah Syariah
yang telah dibentuk oleh ayahnya, Sultan Agung.Ketiga, berusaha membatasi
perkembangan Islam dan melarang kehidupan agama mencampuri masalah
kesultanan.Keempat, Mencoba membangun kerjasama yang baik dengan penjajah
Belanda yang menjadi musuh bebuyutan ayahnya.Sebagai seorang penguasa,
Amangkurat I tidak mampu lagi bertindak sebagai Sultan Mataram yang disegani
oleh rakyatnya.Akibatnya Kesultanan Mataram jatuh ke dalam prahara yang tak
berkesudahan antara mereka yang ingin mendapatkan tahta Kesultanan Mataram.
Sultan Amangkurat I terkenal sebagai sultan yang doyan pertahanan.Ia telah
menindas Pangeran Alit, adiknya sendiri. Ia juga mengasingkan anaknya, Adipati
Anom.Dan pada masanya, ribuan ulama syahid dibunuh oleh Sultan Amangkurat
I.
Pada tahun 1646, Sultan Amangkurat I menjalin kerjasama yang lebih erat
dengan penjajah Belanda.Sultan Amangkurat I menyerahkan hasil berasnya di
Pesisir utara Jawa kepada Belanda dan Belanda pun selalu memberikan hadiah
oleh Sultan Amangkurat I. Hubungan mesra Sultan Amangkurat I dengan Belanda
inilah yang menyebabkan konflik di Kesultanan Mataram meningkat, jadi
berakibat semakin terpuruknya kekuasaan Mataram ke tingkat yang paling
menyedihkan.
Pada tahun 1647, Pangeran Alit, adik Sultan Amangkurat I melakukan
perlawanan terhadap kakaknya.Pangeran Alit sangat kecewa dengan berbagai
tindakan Sultan Amangkurat I, terutama dengan dijadikannya penjajah Belanda
sebagai teman.Namun, perlawanan Pangeran Alit dapat dipadamkam oleh Sultan
Amangkurat I, sehingga Pangeran Alit berhasil dibunuh.
Pada tahun 1670, Sultan Amangkurat I mengumpulkan ulama dan keluarganya
di alun-alun Plered.Para ulama itu kemudian dibariskan dan dibantai secara
keji.Menurut laporan Van Goens ada sekitar 6.000 ulama beserta keluarganya
yang dibunuh di alun-alun Pleret tersebut. Bahkan, sumber lain menyebutkan
jumlah ulama yang dibunuh oleh Sultan Amangkurat I lebih dari 6.000 orang.
Cara Sultan Amangkurat I dalam meminta yang tidak memperhatikan nilai-
nilai kearifan yang telah mendatangkan kemarahan masyarakat.Masyarakat.Dalam
kondisi seperti ini, Raden Kajoran, seorang ulama bangsawan yang lebih banyak
menghabiskan waktunya di pedesaan, melakukan perlawanan.Raden Kajoran
segera menyusun kekuatan yang terdiri dari para santri dan rakyat pedesaan.Raden
Kajoran juga mendapat dukungan dari Adipati Anom, anak Sultan Amangkurat I
dan Trunojoyo, bangsawan dari Madura.Untuk memperkuat barisan, Raden
Kajoran juga menikahkan anaknya dengan Trunojoyo.Mereka bertiga telah
sepakat untuk berjuang melawan kedhaliman Sultan Amangkurat I yang telah
berkuasa secara angkuh lagi kejam. Kekuatan Raden Kajoran, Adipati Anom, dan
Trunojoyo semakin kuat ketika Karaeng Galesong, bangsawan Gowa yang tidak
menerima hasil perjanjian Bongaya, beserta dengan pasukannya untuk membantu
mereka dalam melawan Sultan Amangkurat I yang telah bersekutu dengan
Belanda. Namun dalam perkembangan selanjutnya, Adipati Anom melakukan
pengkhianatan. Adipati Anom keluar dari aliaansi Raden Kajoran dan Trunojoyo,
karena dia sudah diampuni oleh ayahnya Sultan Amangkurat I. Aliansi Raden
Kajoran, Trunojoyo,dan Karaeng Galesong terus berjuang melawan Sultan
Amangkurat I. Pada Bulan Juni 1677, aliansi Raden Kajoran, Trunojoyo, dan
Karaeng Galesong berhasil mengepung pusat pemerintahan Sultan Amangkurat I
di Plered. Pada tanggal 12 Juli 1677, aliansi tersebut berhasil merebut istana
Plered, sedangkan Sultan Amangkurat I beserta anaknya, Adipati Anom berhasil
menyelamatkan diri dan kemudian lari menuju Batavia untuk meminta bantuan
penjajah Belanda.Sultan Amangkurat I jatuh sakit dalam perjalanan menuju
Batavia dan meninggal di hutan Wanayasa.Amangkurat I dimakamkan di Tegal
Wangi.
Sebelum Sultan Amangkurat I wafat, ia sudah menetapkan Adipati Anom
sebagai Sultan Mataram yang baru. Setelah dilantik Adipati Anom diberi gelar
Sultan Amangkurat II.Sultan Amangkurat II segera melanjutkan usaha ayahnya
untuk menjalin kerjasama dengan Belanda. Kerja sama itu diharapkan dapat
kembali merebut tahta Mataram dari tangan aliansi Raden Kajoran, Trunojoyo,
dan Karaeng Galesong. Pada tanggal 20 Oktober 1677, Sultan Amangkurat II
menandatangani perjanjian kerjasama dengan penjajah Belanda di Jepara. Dalam
perjanjian kerjasama, telah disepakati beberapa hal penting, yaitu: Pertama,
daerah sebelah Timur Kerawang hingga Sungai Pemanukan diserahkan kepada
penjajah Belanda. Kedua, Sultan Amangkurat II mengakui berhutang kepada
penjajah Belanda sebesar 250.000 real Spanyol, 3.000 koyan beras, mengganti
biaya perang Belanda sebesar 20.000 real setiap bulannya. Ketiga, daerah ujung
Timur pantai Utara Jawa hingga Kerawang menjadi daerah pengawasan penjajah
Belanda. Keempat, semuaimport kain cita dan candu di daerah jawa menjadi
monopoli belanda. Setelah perjanjian Jepara ditandatangani, maka Sultan
Amangkurat II dan penjajah Belanda segera melakukan penyerangan besar-
besaran terhadap Mataram.Aliansi Raden Kajoran dan Trunojoyo tidak berhasil
menahan gerak laju pasukan Sultan Amangkurat II yang berkolaborasi dengan
kompeni Belanda.Akhimya, Raden Kajoran melarikan ke Gunung Kidul dan
Trunojoyo melarikan diri ke Jawa Timur.Raden Kajoran berhasil ditangkapdan
dibunuh oleh Belanda pada tanggal 14 September 1679.Sementara Trunojoyo
berhasil ditangkap oleh Belanda di lereng Utara Gunung Kidul pada tanggal 25
Desember 1679.Pada tanggal 2 Januari 1680, Trunojoyodibunuh oleh Sultan
Amangkurat II.Dengan demikian, Sultan Amangkurat II berhasil kembali merebut
tahta Mataram dari tangan aliansi Raden Kajoran dan Trunojoyo.Setelah berkuasa,
Sultan Amangkurat II berusaha untuk melakukan rekonsiliasi dengan para ulama
supayatragedi yang menimpa ayahnya, Sultan Amangkurat I tidak terjadi lagi.Para
ulama kembali difungsikan sebagai penasehat kesultanan.Kebijakan ini tetap
dilanjutkan oleh para penggantinya.
Walaupun, Sultan Amankurat II berhasil mengembalikan wibawa para ulama,
tetapi persoalan Mataram juga belom selesai, terutama tentang konflik istana dan
semakin kuatnya campur tangan Belanda.Setelah wafatnya Sultan Amangkurat II,
Kesultanan Mataram semakin merosot dan campur tangan Belanda semakin
menguat.Pada tahun 1816, Inggris kembali menyerahkan Indonesia kepada
Belanda. Pada 1825-1830 terjadi perlawanan dari Pangeran Diponegoro terhadap
Belanda.Pangeran Diponegoro ingin kembali menyatukan Jawa di bawah panji-
panji Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Agung. Usaha Pangeran
Diponegoro mwngalami kegagalan, karena ia berhasil ditipu oleh Belanda dan
kemudian ditangkap dan dipindahkan ke Makassar.26
5. Kesultanan Banten
Kesultanan Banten dibuat oleh Fatahillah pada Tahun 1525.Fatahillah adalah
ulama terkenal dari Pasai. Setelah Pasai dikuasai oleh Portugis, ia meninggalkan
wilayah itu dan pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah. Kembali dari Makkah,
ia tidak mau lagi kembali ke Pasai, tetapi pergi menuju Kesultanan Demak. Di
Demak, ia diterima oleh Sultan Trenggono dan dinikahkan dengan saudara
perempuan Sultan Trenggana. Setelah menikah, ia ditugaskan oleh Sultan
Trenggono untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat. Pada tahun 1525, ia berhasil
menyingkirkan bupati Sunda dan pada tahun 1527 berhasil membebaskan
pelabuhan Sunda Kelapa dari tangan Portugis. Fatahillah meninggal pada tahun
1570 di Cirebon dalam usia 80 tahun. Setelah meninggal, sosok Fatahillah dikenal
sebagai sosok yang langka, karena ia adalah seorang ulama, penguasa, dan
panglima perang.
Setelah Fatahillah meninggal, posisinya sebagai penguasa Banten dilanjutkan
oleh putranya, Sultan Hasanuddin.Sultan Hasanuddin berhasil mengembangkan
usaha penyebaran Islam sampai ke wilayah Lampung dan sekitarnya. Bagi
Banten, wilayah Lampung dan sekitarnya merupakan penghasil lada yang paling
produktif. Banten tumbuh menjadi pelabuhan Lada terbesar di Jawa, karena
banyak disinggahi para pedagang dari Cina, India dan Eropa.Setelah
meninggalnya Sultan Trenggono pada tahun 1546,Banten di bawah pimpinan
Sultan Hasanuddin memisahkan diri dari Kesultanan Demak, karena Kesultanan
Demak sudah runtuh dan digantikan dengan Kesultanan Pajang. Sultan
Hasanuddin meninggal pada tahun 1570. Setelah meninggal, ia diberi gelar
Pangeran Saba Kingking dan posisinya sebagai Sultan Banten digantikan oleh
Maulana Yusuf Panembahan Pangkalan Gede, yang memerintah pada tahun 1570-
1580.
Pada masa pemerintahannya, Maulana Yusuf mendirikan Masjid Agung
Banten, membangun benteng yang kuat, memperluas perkampungan dan
pesawahan, serta membangun irigasi dan bendungan-bendungan. Pada tahun
1579, ia juga berhasil menguasai Kerajaan Pakuan, benteng terakhir pertahanan
Hindu di Jawa Barat. Setelah berhasil menguasai Pakuan, Maulana Yusuf
membuat ibu kota, yaitu Banten Surasowan (Sura Saji).
Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, Banten beberapa kali diperintah oleh
sultan yang masih anak-anak.Pengganti Maulana Yusuf adalah putranya, Maulana
Muhammad, yang baru berumur sembilan tahun.Ia memerintah pada tahun 1580-
26
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 80
1596. Maulana Muhammad wafat dalam usia 25 tahun dan posisinya sebagai
Sultan Banten digantikan oleh putranya, Abulmufakhir Mahmud Abdulkadir,
yang baru berusia lima tahun. Pada tahun 1596 inilah, Belanda datang untuk
pertama kalinya ke Banten, setelah berlayar begitu lama dari Eropa.
Kesultanan Banten mulai bangkit kembali, ketika dipimpin oleh Sultan Ageng
Tirtayasa yang berkuasa pada tahun 1651-1680.Cita-cita Sultan Ageng Tirtayasa
adalah mempersatukan wilayah Pasundan di bawah kekuasaan Banten dan
memajukan agama Islam.Untuk memajukan agama Islam, Sultan Ageng Tirtayasa
bekerjasama dengan ulama-ulama tasawuf yang mumpuni, salah satunya adalah
Syaikh Yusuf al-Makassari.
Syaikh Yusuf al-Makassari adalah seorang ulama tasawuf yang
terkenal.Syaikh ini lahir di Gowa pada tahun 1626. Pada tahun 1644, ia pergi
berkelana sampai di Jazirah Arabia untuk mendami ajaran Islam. Pada tahun
1670, Syaikh Yusuf Al-Makassari kembali ke Nusantara. Setibanya di Nusantara,
Syaikh Yusuf Al-Makassari telah mendapati kampung halamannya, Gowa, telah
dikuasai oleh penjajah Belanda. Karena itu, ia memutuskan untuk menetap di
Kesultanan Banten. Di Banten, Syaikh Yusuf Al-Makassari dijadikan menantu
oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Menetapnya Syaikh Yusuf Al-Makassari di Kesultanan Banten telah
menyebabkan Banten berkembang menjadi salah satu pusat pengajaran tarekat,
terutama tarekat Khalwatiyah dan Rifa'iyah.Melalui tarekat, Sultan Ageng
Tirtayasa berusaha mengasah semangat jihad rakyat Banten untuk berjuang
melawan Belanda. Di Banten, Syaikh Yusuf tidak hanya berperan sebagai ulama
tasawuf, tetapi juga tampil sebagai pejuang yang gigih berani. Syaikh Yusuf
bersama-sama dengan mertuanya, Sultan Ageng Tirtayasa, bahu membahu dalam
berjihad melawan penjajah Belanda.
Pada Masa Sultan Ageng Tirtayasa, pelabuhan Banten mampu berkembang
menjadi pelabuhan ekspor internasional. Dari pelabuhan Banten, banyak
komoditi dagang yang diekspor ke Persia, India, Arab, Manila, Tiongkok, dan
Jepang.Sultan Ageng Tirtayasa juga melakukan hubungan dagang dengan Inggris,
Prancis, Denmark, dan Portugis.Di sektor pertanian, Sultan Ageng Tirtayasa
membuka lading-ladang baru, perluasan sawah, dan perbaikan pengairan.Banten
di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Sultan Ageng Tirtayasa membangun kapal pesiar "Lancang Kuning", yang
dapat ia pakai bersama bangsawan Banten untuk berburu rusa dan banteng.
Petaka Banten dimulai ketika Sultan Muda Abun Nashr Abdul Kahar (anak
Sultan Ageng Tirtayasa), yang dikenal juga dengan sebutan Sultan Haji bermain
mata dengan Belanda. Pihak Belanda mendapat keuntungan dari sikap yang
dipertunjukan oleh Sultan Haji.Belanda juga sering melakukan tindakan-tindakan
yang merugikan Kesultanan Banten.Melihat gelagat Belanda yang tidak
menguntungkan itu, Sultan Ageng Tirtayasa menyatakan perang kepada
Belanda.Namun pernyataan perang dari Sultan AgengTirtayasa itu ditentang oleh
putranya sendiri, yaitu Sultan Muda Abun Nashr Abdul Kahar alias Sultan Haji.
Sultan Ageng Tirtayasa tidak hanya ditentang oleh Sultan Haji, tetapi pada
tanggal 1 Maret 1680, ia juga dipecat oleh Sultan Haji sebagai Sultan Banten.
Sultan Tirtayasa dijadikan tahanan istana oleh Sultan Haji.Melihat perlakuan
Sultan Haji yang tidak berpihak pada Kesultanan Banten, maka rakyat melakukan
perlawanan terhadap Sultan Haji.Merasa tidak sanggup menghadapi
pemberontakan rakyat Banten, Sultan Haji meminta bantuan Belanda.Pada tahun
1681-1682 peran terbuka antara Sultan Ageng Tirtayasa melawan Belanda yang
bekerjasama dengan anaknya, Sultan Haji berlangsung sengit.Pada tahun 1683,
Sultan Ageng Tirtayasa menyerah kepada Belanda dibawa ke Batavia.Ia wafat
pada tahun 1695 dalam penahanan di Batavia.Setelah menyerahnya Sultan Ageng
Tirtayasa, Kesultanan Banten tidak lagi mampu mengembangkan dirinya sebagai
kesultanan, Banten lebih banyak menghasilkan kemauan Belanda.
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa menyerah, perjuangan rakyat Banten tetap
dilanjutkan oleh menantunya, Syaikh Yusuf Al-Makassari yang dibantu oleh
Pangeran Purbaya dan Pangeran Kidul.Pasukan yang dimiliki Syaikh Yusuf
diperkirakan sekitar 5.000 orang sampai 1.000 orang yang diantaranya adalah
orang Makassar, Bugis, dan Melayu.Mereka semua siap menjemput syahid
bersama dengan Syaikh Yusuf. Pada tanggal 14 Desember 1983, dengan
menggunakan cara muslihat, penjajah Belanda berhasil menangkap Syaikh Yusuf
Al-Makassari bersama pasukannya. Setelah ditangkap, Syaikh Yusuf Al-
Makassari dibuang ke Ceylon (Sri Langka).Kharisma Syaikh Yusuf yang sangat
besar membuat penjajah Belanda membutuhkan tempat memindahkan dari tempat
pembuangan dari Ceylon ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Syaikh Yusuf
dibuang ke Tanjung Harapan pada tahun 1694, dalam usia 68 tahun.
Selama masa pembuangan di Tanjung Harapan, Syaikh Yusuf terus
mengajarkan ilmu agama kepada para pengikutnya.Pada tanggal 22 Mei 1699,
Syaikh Yusuf Al-Makassari wafat di Tanjung Harapan.Sebagai ulama sekaligus
pejuang, Syaikh Yusuf Al-Makassari telah meninggalkan karya-karya yang
ditulisnya ketika berada di Banten, Ceylon, dan Tanjung Harapan.Salah satu
karyanya adalah Risalah Al-Ghayat Al- Ikhtisar wa Al-Nihayat Al-Intizhar.27
6. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon ditetapkan oleh (1524) Fatahillah (ipar dari Sutan
Trenggana), karena mengawini saudara perempuan Raja Demak.Peranannya yang
cukup besar, tidak saja dalam agama, tetapi lebih-lebih juga dalam militer,
rupanya menyebabkan dia mendapat kepercayaan dari Sultan Trenggana untuk
mengadakan ekspansi ke Jawa Barat.Setelah berhasil merebut Banten sebagai
pangkal tolak pengislaman di Jawa Barat, maka Fatahillah segera merebut dan
mengislamkan seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Cirebon. Sunda Kelapa,
27
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 83-
87
Bandar Pajajaran, yang dapat menjadi saingan, direbut pada 1527, dan sebagian
dari Banten diberinya nama Jayakarta.28
Setelah Kesultanan Cirebon dirintis, Fatahillah mempercayakan kepada
putranya, Pangeran Pasarean sebagai Sultan Cirebon yang pertama dan
melanjutkan perjalanannya ke Banten.
Pada tahun 1552, Pangeran Pasarean meninggal.Karena itu, Fatahillah
menyerahkan Banten ke putranya, Hasanuddin. Fatahillah kemudian kembali ke
Cirebon dan wafat pada tahun 1570 di kota tersebut. Setelah wafat, Fatahillah
digantikan secara berurutan oleh Pangeran Dipati Ratu wafat pada tahun 1650,
Pangeran Dipati Anom Karbon, dan Panembahan Girilaya. Panembahan Girilaya
memiliki 3 orang, yaitu Pangeran Martawijaya, Pangeran kartawijaya, dan
Pangeran Wangsakarta. Pada saat terjadinya perang Trunojoyo, ketiga pangeran
ini sementara berada di Mataram.Ketiganya berhasil ditangkap oleh Trunojoyo,
kemudian dibawa ke daerah Kediri.Tiga pangeran ini berhasil melarikan diri ke
Banten yang waktu itu dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.Ketiga Pangeran ini
diperintahkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk kembali ke Cirebon dan
membagi kekuasaan di Cirebon dengan adil, serta dilarang bersahabat dengan
Belanda.
Pada tahun 1681 Kesultanan Cirebon dipaksa menandatangani perjanjian
dengan Belanda.Pada tahun 1788, Cirebon bangkit melawan Belanda di bawah
pimpinan Mirsa bersama para ulama.Perlawanan ini berhasil dipatahkan oleh
Belanda.Kemudian Cirebon bangkit kembali melawan Belanda pada tahun 1793,
1796, dan 1802.Semua perlawanan ini tetap berhasil dilumpuhkan oleh Belanda.29
40
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Hlm 149
Di Lombok terdapat cerita tentang adanya kepercayaan “Islam Tilu”
(telu=tiga). Artinya mereka beranggapan bahwa salat dalam agama Islam
adalah tiga waktu. Tidak jelas apa ketiga salat tersebut. Pada dasarnya ajaran
Islam menegaskan adanya lima salat. Salah satu cerita menuturkan bahwa
sesampainya di Lombok, Sunan Prapen terus dengan tekun mengajarkan
rukun Islam, dan khususnnya salat lima waktu. Namun oleh karena satu dan
lain hal, beliau mendadak pulang ke Giri, Gresik sebelum tuntas sempurna
pengajaran salat lima waktu, dan terhenti ketika pengajaran sampai pada salat
ketiga.
Dengan terhentinya pengajaran, di masyarakat terjadi distorsi pemahaman,
bahwa salat dalam Islam hanya tiga kali. Demikianlah, maka islamisasi Bima
setidaknya juga terkait dengan proses islamisasi Lombok, meskipun ajaran
“Islam Tilu” tidak terdapat di Bima. (wallhu a’lam) 41
Perhubungan dagang antara Kerajaan Makassar dengan pulau-pulau
disebelah selatannya, merupakan saluran bagi masuknya agama Islam ke
pulau Sumbawa dan sekitarnya. Kerajaan Bima merupakan Islam pertama di
pulau Sumbawa. Sultan Salahuddin yang meninggal di Jakarta sesudah
kemerdekaan adalah raja terakhir dari Kesultanan Bima tersebut. Seluruh
penduduk asli Bima adalah penganut Islam yang setia.
Terkenal seorang penganjur Islam di Sumbawa yang hidup pada abad ke-
19 adalah Haji Ali. Ajaran-ajarannya banyak membawa perubahan-perubahan
dalam masyarakat Sumbawa, sehingga menjadikan Sumbawa sebagai kerajaan
Islam yang terkenal dengan nama Sumbawa Besar.
https://www.acehprov.go.id/jelajah/read/2018/01/22/64/kerajaan-samudera-
pasai.html
https://kampungrison.wordpress.com/2008/08/04/kerajaan-indragiri/
Sejarah Kerajaan Siak Sri Indraputra, Situs resmi pemerintah kabupaten Siak
(https://siakkab.go.id/sejarah-siak)