Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
1. Alham Aslamsyukur / X-4 / 01
2. Andi Muhammad Fariid / X-4 / 06
3. I Gede Damar Arya A / X-4 / 16
4. Nadia Eysha Putri / X-4 / 23
5. Nahdya Lathifah Fauziah / X-4 / 24
6. Shareent Violent K A W / X-4 / 30
Sultan Malik al-Saleh adalah sultan yang gigih dan termahsyur dalam memperjuangkan agama Islam
dan menjadikan Kerajaan Samudra Pasai sebagai pusat keilmuan dan kebudayaan Islam di Nusantara.
Pengaruh dari Sultan Malik al-Saleh terhadap Kerajaan Samudra Pasai dan Nusantara secara
keseluruhan sangat besar. Beliau berhasil memperkuat agama Islam di wilayah tersebut dan
membangun kerajaan yang kuat. Selain itu, Sultan Malik al-Saleh juga berhasil membuka hubungan
dagang yang luas dengan negara-negara lain dan memperluas pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di
wilayah tersebut.
- Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan
Maritim, dan bandar transito. Kerajaan Samudra Pasai memiliki pengaruh atas
pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Komoditas perdagangan
dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Alat tukar pada masa
kerajaan Samudra Pasai yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).
- Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Meurah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh,
sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Setelah Sultan Malik al-Saleh
wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad
yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad
adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348). Pada
masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan
dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab.
- Agama Islam di Kerajaan Samudra Pasai diperkenalkan oleh seorang ulama dari Arab yang
bernama Syekh Ismail al-Qadhi pada abad ke-13. Pada saat itu, raja Kerajaan Samudra Pasai
yang bernama Sultan Malik al-Saleh telah memeluk agama Islam dan membuat agama Islam
sebagai agama resmi di kerajaannya. Sejak itu, agama Islam berkembang pesat di Kerajaan
Samudra Pasai.
Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang
menghasilkan karya tulis. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HR P)
menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Peninggalan Sejarah
Lenceng ini dakah peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang diperkirakan dibuat pada 1904
M. Lonceng ini mempunyai ketinggian 125 cm dan lebar 75 cm. Diduga merupakan sebuah
hadiah dari kekaisaran Cina kepada kesultanan Samudra Pasai.
Samudra pasai merupakan kerajaan yang mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran,
yaitu dirham yang terbuat dari emas. Koin berbahan emas ini menjadi alat pembayaran yang
kemudian dikenalkan oleh orang-orang kerajaan kepada bandar perdagangan di Nusantara.
Terdapat nama-nama raja yang memimpin di kerajaan ini di koin tersebut.
Kerajaan Samudera Pasai punya peranan yang sangat penting dalam usaha penyebaran Islam di Asia
Tenggara. pengaruh kerajaan Samudera Pasai dalam penyebaran Islam di Indonesia yaitu Samudera
Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara mulai dari kerajaan inilah Islam akhirnya
menyebar keseluruh Nusantara sampai Asia Tenggara selain itu kerjaan ini juga sebagai tempat
bertemunya pedagang dari segala penjuru, hal tersebut menjadikan Islam menyebar dengan sangat
cepat.
• KERAJAAN ACEH
Latar Belakang Berdirinya
Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba yang terletak di Lamuri. Pada tahun 1059-
1069 M, tentara China menyerang Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra
Sakti. Ketika peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba
mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah Johan yang
memimpin pertempuran. Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diusir mundur. Untuk
membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda
tersebut. Setelah itu, Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaidin Johan Shah menggantikan
mertuanya yang telah wafat sebagai raja di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut
berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.
Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam
perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana
awalnya bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga
menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.
Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis
yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan darat.
Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.
Sultan Termahsyur dan Pengaruhnya
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-
1636 M). Di bawah kekuasaannya, Aceh berhasil menaklukkan Pahang yang merupakan sumber
timah utama dan melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dan kejayaan Aceh tidak lepas
dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di dekat jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
Tak hanya itu saja, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-negara luar di
Semenanjung Melayu seperti, Johor, Perak, dan Kedah. Sultan Iskandar Muda juga berhasil
meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus menguasai jalur perdagangan sebelah barat. Ia
memimpin Kerajaan Aceh selama 29 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga
mendapat julukan “Marhom Mahkota Alam”.
Analisis Kehidupan Kerajaan
- Kehidupan politik dan pemerintahan Kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang sultan. Sultan atau
raja awal mulanya berkedudukan di Gampong Pande, namun kemudian dipindahkan ke dalam
Darud Dunia atau di sekitar Pendopo Gubernur Aceh (sekarang). Ibu kota kesultanan Aceh
berada di Bandar Aceh Darussalam, namun pada tahun 1873 ibukota dipindahkan ke Keumala
di pedalaman Pidie.
- Kehidupan ekonomi di kerajaan Aceh bertumpu di bidang pelayaran dan perdagangan.
Perekonomian Aceh tumbuh pesat, sebab letaknya strategis di Selat Malaka. Selain itu,
semakin meluasnya pengaruh kerajaan Aceh dan hubungan-hubungan dengan pihak asing
juga menjadi faktor perkembangan ekonomi yang semakin maju.
- Kehidupan sosial budaya dapat dilihat landasan hukum yang berlaku yang didasari dari ajaran
Islam. Hukum adat ini disebut hukum adat Makuta Alam. Berdasarkan hukum ini,
pengangkatan seorang sultan diatur dengan sedemikian rupa dengan melibatkan ulama dan
perdana menteri.
- Mayoritas masyarakat di kesultanan Aceh beragama Islam. Perkembangan agama Islam di
kerajaan ini disebabkan karena terjadi hubungan interaksi dengan pedagang Arab dan India
- Sumber sejarah berupa kitab Nuruddin ar-Raniri yang berisi tentang silsilah sultan-sultan
Aceh dan batu nisan makam Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada 7 Agustus 1530 M
Kemunduran Kerajaan
Faktor yang membuat Kesultanan Aceh mengalami kemunduran adalah krisis kepemimpinan setelah
meninggalnya Sultan Iskandar Muda pada 1636. Selain itu, permasalahan di Kesultanan Aceh
diperparah dengan adanya perang saudara, salah satunya terjadi pada era kepemimpianan Sultan
Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824). Banyak wilayah Pada tahun 1873, Kerajaan Aceh mulai
berperang dengan Belanda. Meskipun telah berjuang selama 30 tahun, akhirnya Kerajaan Aceh
menyerah kepada Belanda.
Pengaruh Kerajaan Hingga Masa Kini
Kerajaan Aceh memiliki pengaruh terhadap penyebaran dan berkembangnya agama Islam yang ada
di Indonesia. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh mengalami puncak kejayaannya pada masa
Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu pengaruh agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam
kehidupan masyarakat. Sehingga pada masa itu Aceh mendapat julukan "Seuramo Mekkah" (Serambi
Mekkah). Hingga saat ini, Aceh masih memiliki julukan “Serambi Mekkah”
• KESULTANAN DEMAK
Latar Belakang Berdirinya
Kesultanan Demak merupakan kesultanan Islam pertama dan terbesar di pantai utara jawa.
Kesultanan Demak ini berlokasi di Demak Jawa Tengah. Sebelum menjadi kesultanan, Demak
merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit dengan Raden Patah sebagai adipate sejak 1478.
Raden Patah juga perintis sekaligus peletak dasar kesultanan sejak 1478. Dengan bantuan dari wali
sanga, Raden Patah membangun Kerajaan Demak menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam.
Demak sebelumnya adalah sebuah daerah bernama Bintoro atau Gelagahwangi, yang merupakan
daerah kadipaten di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Suatu ketika, Raden Patah diperintahkan
oleh gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, untuk merantau ke barat dan bermukim di sebuah tempat
yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Raden Patah adalah putra dari Raja Brawijaya dari
istrinya yang disebut Putri China.
Dalam perantauannya itu, Raden Patah menemukan tempat yang dimaksud Sunan Ampel kemudian
menamainya sebagai Demak. Berdirinya Kerajaan Demak tidak bisa lepas dari kemunduran Kerajaan
Majapahit pada akhir abad ke-15. Pada saat itu, wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri dan
saling serang karena merasa sebagai pewaris takhta Majapahit yang sah. Raden Patah yang mendapat
dukungan dari wali sanga dan Ki Ageng Pengging, kemudian diangkat sebagai bupati Demak oleh
Prabu Brawijaya dengan ibu kota di Bintara. Setelah merasa kuat karena memiliki daerah yang
strategis dan mempunyai dukungan dari wali sanga, para wali menyarankan agar Raden Patah
menjadikan Demak sebagai kerajaan Islam dan sepenuhnya memisahkan diri dari Kerajaan Majapahit.
Masa kejayaan Kerajaan Demak berlangsung saat dipimpin Sultan Trenggana (1521 - 1546). Pada
periode Sultan Trenggana, wilayah kekuasaan Demak meluas ke Jawa bagian timur dan barat. Pada
1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas perintah Sultan
Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa dan juga mengalahkan Sunda Kelapa.
- Bidang ekonomi masa Kerajaan Demak cukup strategis dan berkembang. Letak Kerajaan
Demak menjadikannya sebagai kerajaan maritim. Hal ini mendorong aktivitas perdagangan
cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, kehidupan pertanian di Demak juga sangat
maju dan tumbuh pesat. Demak bisa menjual hasil panennya, seperti beras, garam, dan kayu
jati karena melewati pelabuhan Bergota dan Jepara. Beras Jawa merupakan komoditas penting
dalam perdagangan internasional di Nusantara.
- Secara politik, Kerajaan Demak merupakan kekuasaan terbesar di Jawa. Mengakhiri dominasi
panjang Majapahit, dan eksistensi penguasa Sunda yang secara konsisten berdiri sejak abad
ke-6 Masehi. Kerajaan Demak menempatkan adipati-adipati sebagai perpanjangan tangan
Sultan. Wilayah seperti Surabaya, Tuban, dan Madiun memiliki adipati-adipati yang cukup
berpengaruh. Kerajaan Demak juga pertama kali bersentuhan dengan imperialisme barat.
Berdirinya Demak pada abad ke-16 kemudian dilanjutkan dengan pendudukan Portugis di
Malaka. Direbutnya Sunda Kelapa pada tahun 1527 adalah salah satu upaya untuk menguasai
seluruh pesisir utara dan menangkal kedatangan Portugis di Jawa.
- Lahirnya Kerajaan Demak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam.
Sehingga Demak selalu memperjuangkan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan
asing. Berkat dukungan Wali Songo, Demak berhasil menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa
yang memiliki pengaruh yang cukup luas. Untuk mendukung dakwah pengembangan agama
Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
- Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Agung Demak
yang terletak di alun-alun Demak. Beberapa ciri khas dari Masjid Agung Demak yaitu salah
satu tiang utamanya terbuat dari potongan kayu, atap tumpang, dan di belakangnya terdapat
makam raja-raja Demak.
Peninggalan Sejarah
1. Pintu Bledek
Pintu Bledek merupakan pintu yang dilengkapi dengan pahatan yang dibuat tahun 1466 oleh
Ki Ageng Selo. Pintu yang di buat oleh Ki Ageng Selo dengan petir yang tersambar
memakai kekuatan supranatural yang dimilikinya yang ia tangkap saat di tengah sawah.
Peninggalan sejarah yang sangat terkenal dari Kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak.
Masjid ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Demak Kota, Kabupaten Demak Kota, Jawa
Tengah. Masjid yang didirikan tahun 1479 Masehi yang kini sudah berumur sekitar 6 abad.
Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari 9 Sunan Walisanga yang berdakwah di sekitar
wilayah Jawa. Sunan Kalijaga wafat tahun 1520 lalu dimakamkan di Desa Kadilangu
berdekatan dengan kota Demak.
Kerajaan Demak runtuh pada akhir abad ke-16. Salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Demak
adalah perang saudara yang terjadi antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang. Pada 1546, Sultan
Demak, yakni Sultan Trenggono meninggal dunia ketika sedang melakukan ekspedisi perluasan
kekuasaan. Sultan Trenggono wafat karena dibunuh ketika menyerang Panarukan (Situbondo) di
Jawa Timur, yang saat itu dikuasai oleh Blambangan. Pasca-meninggalnya Sultan Trenggono,
Kerajaan Demak mengalami kekosongan kekuasaan. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh putra
sulung Sultan Trenggono, yaitu Sunan Prawoto untuk menggantikan kedudukan sang ayah. Sunan
giri dan para sesepuh Kerajaan Demak setuju jika Sunan Prawoto naik takhta sebagai raja pada 1546.
Namun sayangnya, selama berkuasa, Sunan Prawoto dinilai lebih sibuk bekerja sebagai ahli agama
dibanding pemimpin Kerajaan Demak. Alhasil, daerah-daerah di bawah naungan Kerajaan Demak
mulai melepaskan diri, yang kemudian berdampak pada mundurnya kerajaan. Buntut dari peristiwa
ini ialah terjadinya perang saudara. Sunan Prawoto terlibat perang dengan sepupunya, Arya
Penangsang. Arya Penangsang adalah putra dari Pangeran Sekar Seda Lepen, yang merupakan kakak
kandung dari Sultan Trenggono. Sewaktu Sunan Prawoto menjadi raja, Arya Penangsang merasa
dirinya jauh lebih pantas untuk menduduki kekuasaan. Penolakan Arya Penangsang terhadap
penobatan Sunan Prawoto juga didorong oleh rasa dendamnya terhadap kematian sang ayah. Arya
Penangsang kemudian balas dendam dengan cara berusaha merebut kekuasaan Kerajaan Demak dari
Sunan Prawoto. Perang saudara di Kerajaan Demak berlangsung sejak 1546 hingga 1549. Perang
saudara ini baru berakhir setelah Arya Penangsang mengalami kekalahan.
Kehidupan islami dari tradisi para Walisanga yang masih bertahan hingga kini. Khususnya di
wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Kehidupan islami tersebut masih terpengaruh oleh corak Kerajaan
Demak yang murni dan lebih berpegang kepada Alquran dan Assunah daripada kepada kepercayaan
mistis, sinkretis, animism, dan dinamisme.
Dari banyaknya peninggalan ini, bisa dikatakan bahwa pengaruh Islamnya sangat kental dan
terbawa hingga zaman sekarang.
• KESULTANAN BANTEN
Latar Belakang dan Sultan Termahsyur
- Latar belakang dari berdirinya Kerajaan Banten disebabkan oleh Kesultanan Demak yang
awalnya memperluas wilayah ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dipimpin oleh Fatahillah
(menantu dari Sunan Gunung Jati/Syekh Syarif Hidayatullah). Awalnya, Banten merupakan
kadipaten dari Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu, namun kemudian dikuasai oleh
Kesultanan Demak. Disini, Fatahillah membangun benteng yang dinamakan Surosoan, kelak
akan menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang mandiri. Tujuan
dari Demak memperluas wilayah ke Banten adalah untuk menyerang adanya kerjasama antara
Pajajaran dengan Bangsa Portugis dalam bidang ekonomi dan politik yang dianggap
mengancam, dimana beberapa jenis kegiatan ini dilakukan melalui Pelabuhan Sunda Kelapa,
pelabuhan utama dari Kerajaan Pajajaran (berubah nama menjadi Jayakarta di kemudian hari).
Untuk menggagalkan adanya kerjasama tersebut, pihak Demak memindahkan pusat
pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten Girang ke arah Surosowan yang lebih
dekat dengan pantai, tujuannya adalah untuk memudahkan hubungan pesisir Sumatra sebelah
barat melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Hal ini dikarenakan kondisi pada saat itu, Malaka
sudah jatuh di bawah kekuasaan Portugis, sehingga pedagang-pedagang harus mengalihkan
jalur perdagangannya ke Selat Sunda untuk bisa berhubungan dengan Banten.
- Semakin waktu berjalan, pengaruh Kesultanan Demak pun akhirnya semakin melemah.
Sultan Hasanuddin (putra dari Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati) ditunjuk sebagai
adipati Banten. Awalnya, Banten diubah menjadi kerajaan bawahan Demak dengan Maulana
Hasanuddin sebagai pemimpinnya, dimana Ia melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah
penghasil lada di Lampung dan membantu penyebaran Islam sebelum akhirnya Demak
mengalami kemunduran dan Banten memisahkan diri menjadi kesultanan yang mandiri.
- Sultan yang paling termahsyur adalah Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah dari tahun
1651 sampai 1692. Pada masa pemerintahannya, beliau memanfaatkan potensi kesultanan
maritim Banten semaksimal mungkin, mengandalkannya khususnya untuk perdagangan.
Monopoli lada di Lampung dilakukan dan perdagangannya melalui jalur-jalur maritim yang
didukung oleh armada laut Kesultanan Banten yang dibangun dengan mencontoh armada laut
Eropa. Pada masa ini, Kesultanan Banten juga berusaha untuk keluar dari tekanan VOC yang
berkali-kali memblokade kapal-kapal dagang menuju Banten. Mereka pun juga berusaha
mengusir kapal dagang Belanda, tapi gagal. Di saat itu, mulai diterapkan adanya pajak pada
kapal yang singgah, dilakukan oleh syahbandar yang singgah di pabean. Tidak hanya itu, di
area pedalaman juga dibuka kawasan sawah. Salah satu sumbernya adalah dari Naskah
Sanghyang Siksa Kandang Karesian, yang mengisahkan adanya istilah pahuma (peladang),
panggerek (pemburu), dan panyadap (penyadap), serta beberapa alat seperti kujang, patik,
baliung, kored, dan sadap. Hal ini mengacu pada adanya sistem ladang. Dengan begitu, secara
tidak langsung, mulai muncul pula pekerjaan pengairan besar yang dilakukan untuk
menunjang sistem ladang dan pertanian kawasan tersebut.
- Pasca-mangkatnya Sultan Haji pada 1687, VOC dapat mengendalikan hampir seluruh wilayah
Kesultanan Banten. Mulai muncul beberapa aturan-aturan baru yang menguntungkan VOC
dan merugikan pihak Banten. Karena kekecewaan rakyat, perang saudara pun meletus secara
sporadis (contoh nyata dari salah satu taktik penjajah yang digunakan di masa lampau, yaitu
devide et impera atau mengadu domba satu sama lain), hingga akhirnya mengalami
kemunduran. Pada tahun 1808, Herman Willem Daendels mengumumkan bahwa Kesultanan
Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia-Belanda, dan pada 1813, Kesultanan Banten
resmi dihapuskan. Akhir riwayat kesultanan ini ditandai dengan dilucutinya dan dipaksanya
Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin untuk turun takhta oleh Thomas
Stamford Raffles. Peristiwa ini menjadi pukulan pamungkas dan mengakhiri seluruh kejayaan
dan kekuasaan Kesultanan Banten di Nusantara.
- Banyak sekali pengaruh yang ditinggalkan oleh Kesultanan Banten untuk Indonesia di zaman
sekarang dan dalam berbagai bentuk, salah satunya dalam bentuk bangunan, yaitu adanya
Masjid Agung Banten. Rakyat Kerajaan Banten di masa lampau juga mewariskan budaya
untuk saling toleransi agama kepada keturunannya sehingga sampai di zaman modern ini,
budaya untuk saling toleransi agama masih dapat dijumpai di masyarakat.
• KESULTANAN BANJAR
Kesultanan Banjar adalah kerajaan Islam di Banjarmasin, Kalimanatan Selatan yang didirikan oleh
Pangeran Samudera pada 1520 M. Berdirinya Kesultanan Banjar diawali dengan perebutan tanah
antara anggota Kerajaan Negara Daha yang saat itu dipimpin oleh Maharaja Sukarama. Sebelum
wafat, Maharaja Sukarama berwasiat agar kelak penggantinya adalah Pangeran Samudera yang
merupakan cucunya sekaligus anak dari Putri Galuh. Namun, pada saat itu usia Raden Samudera
masih kecil sehingga takhta diwakilkan sementara oleh Pangeran Mangkubumi. Hingga suatu hari
Pangeran Mangkubumi dibunuh oleh abdinya karena konflik, dan digantikan oleh Pangeran
Tumenggung.
Kesultanan Banjar mengalami kejayaan pada abad ke-17 dibawah pimpinan Sultan Mustain Billah
(1595-1638 M). Pada periode ini, Kesultanan Banjar menjadi bandar perdagangan besar dengan
berbagai komoditas seperti lada. Selain itu, karena memiliki kekuatan bidang militer dan ekonomi
yang kuat, Kesultanan Banjar telah menaklukkan beberapa wilayah untuk memperluas wilayah
kekuasannya pada tahun 1636. Pada masa ini pula Kesultanan Banjar tidak lagi membayar upeti
kepada Kesultanan Demak. Saat Sultan Mustain Billah berkuasa, ketegangan Kesultanan Banjar
dengan Mataram perlahan mulai membaik.
- Kehidupan politik pada Kesultanan Banjar awalnya sempat mengalami konflik internal karena
perebutan takhta yang dilakukan oleh Pangeran Tumenggung kepada Pangeran Mangkubumi
- Kehidupan agama pada Kesultanan Banjar telah berhasil merebut kekuasaan Kerajaan Daha
yang bercorak Hindu dan resmi menjadikan Kerajaan Daha menjadi kerajaan bercorak Islam,
hal tersebut terjadi karena Pangeran Samudera berhasil merebut takhtanya di Kerajaan Daha
dibantu oleh Kesultanan Demak. Kesultanan Banjar juga menghasilkan ulama bernama Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari.
- Kehidupan ekonomi pada abad ke-17 mengalami perkembangan yang pesat karena
keberadaannya yang strategis yang berpusatnya berada di Pelabuhan Banjar dan Kesultanan
Banjar juga berhasil menjadi pusat berbagai komoditas perdagangan.
- Sumber sejarah dari Kesultanan Banjar dapat dilihat dari peninggalan beberapa bangunannya
yakni Masjid Sultan Suriansyah, Makam Sultan Suriansyah, dan Candi Agung.
Kemunduran Kerajaan
Kesultanan Banjar mulai mengalami kemunduran pada abad ke-19 setelah sering terlibat polemik
dengan Belanda.Wilayah Kesultanan Banjar yang kaya akan batu bara menjadi incaran pemerintas
kolonial Belanda. Kondisi ini memuncak ketika Pangeran Hidayatullah II dicurangi oleh Belanda
sehingga terjadi kekosongan takhta. Hingga pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin
penyerangan benteng dan tambang batubara. Pada 1862, Pengeran Antasari gugur dalam pertempuran
dan takhtanya diteruskan oleh Sultan Seman, yang melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Akan
tetapi, Sultan Seman meninggal pada 1905 dalam pertempuran sehingga berakhirlah riwayat
Kesultanan Banjar.
Pengaruh Kesultanan Banjar hingga masa kini dapat terbukti dari peninggalannya yang berupa tiga
masid dengan ragam arsitektur yang menyerupai Masjid Agung Demak. Ketiga masjid tersebut
adalah Masjid Kuin, Jami, dan Basirih.
Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaannya saat berada di bawah pimpinan Sultan
Hasanuddin yang dijuluki Ayam jantan dari Timur pada 1653-1669 (abad ke 16). Pada masa
pemerintahannnya kerajaan Gowa Tallo dikenal sebagai negara maritim gang menjadi pusat
perdagangan terbesar di bagian timur Nusantara.
- Pada masa pemerintahannnya kerajaan Gowa Tallo memiliki peran besar dalam aktivitas
sektor perdagangan maritim,, karena letaknya yang strategis dan menjadi penghubung antara
Malaka, Jawa, Maluku sehingga ramai dikunjungi oleh para pedagang dari dalam maupun
luar negeri.
- Masyarakat kerajaan Gowa Tallo terikat dengan norma yang mereka anggap sakral. Norma
kehidupan masyarakat tersebut diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
Pangadakkang. Selain itu, kehidupan sosial masyarakat Gowa Tallo juga masih bersifat
feodal. Masyarakat Gowa Tallo terdiri atas tiga kelas, yaitu karaeng (golongan bangsawan),
tumasaraq (rakyat biasa), dan ata (hamba sahaya).
- Sebagai kerajaan maritim aktivitas kebudayaan hasil masyarakat kerajaan Gowa Tallo yang
masih dapat kita temui hingga saat ini adalah perahu pinisi. Pada masa kini perahu pinisi
menjadi kebanggaan masyarakat Makassar dan Indonesia karena perahu ini telah dikenal oleh
seluruh dunia sebagai alat transportasi yang andal.
- Sebelum memeluk islam, kerajaan gowa tallo menganut aliran animisme dan
Hindu. Lalu ketika kepemimpinan Raja I Mangaru Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin I
(Raja Gowa pertama yang menganut agama Islam) Gowa Tallo menjadi pemerintahan Islam
sehingga satu – persatu masyarakatnya ikut menganut Islam.
- Balla Lompoa atau yang berarti 'rumah besar' merupakan istana yang menjadi tempat
kediaman Raja Gowa. Balla Lompoa ini juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kerajaan
Gowa.
- Masjid Tua Katangka juga merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang
masih bisa dilihat hingga saat ini. Masjid ini dibangun pada tahun 1603 di masa pemerintahan
Raja Gowa XIV (Sultan Alauddin I).
Kemunduran Kerajaan
Kerajaan Gowa Tallo mengalami keruntuhan akibat hadirnya VOC dan politik adu domba yang
dilakukan oleh Belanda. Pada saat itu, Raja Bone yaitu Aru Palaka mau bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makassar. Perang ini disebut dengan nama Perang Makassar.
Perang yang terjadi selama bertahun-tahun membuat Kerajaan Makassar harus mengakui
kekalahannya. Kemudian terjadi penandatangan Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Dalam
perjanjian tersebut isinya banyak merugikan Kerajaan Makassar akan tetapi mau tidak mau harus
tetap diterima oleh Sultan Hasanuudin. Sultan Hasanuddin kemudian turun tahta, semua kekuasaan
diberikan kepada Sultan Amir Hamzah. Hal ini diperparah dengan raja-raja yang berkuasa setelah
Sultan Hasanuddin bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik kenegaraan. Hal inilah yang
menyebabkan runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo runtuh.
Secara geografis, kedua kesultanan ini terletak di Kepulauan Maluku, antara Sulawesi dan Papua.
Kedua kesultanan ini penting dalam lalu-lintas perdagangan masa itu karena sebagai penghasil
rempah-rempah terbesar (terutama cengkih dan pala), sehingga dijuluki The Spice Islands.
Kesultanan Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Malamo juga sekaligus menjadi
raja (kolano) pertamanya. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara
antara abad XVII.
Kesultanan Tidore berpusat di Tidore, Maluku Utara dan berdiri pada tahun 1322, masa jayanya
(sekitar abad XVI sampai abad XVIII). Seorang sejarawan F.S.A de Clercq mencatat pada tahun 1334,
Tidore dipimpin oleh Hasan Syah.
Pada abad ke-15, Kesultanan Ternate mengalami perkembangan pesat. Pada 1577 M, bangsa Portugis
baru dapat dikalahkan, ketika Sultan Baabullah berkuasa. Sultan Baabullah (1570-1583 M) juga
mengantarkan Kesultanan Ternate menuju puncak kejayaan. Sultan Baabullah juga berhasil
menguasai beberapa wilayah, sehingga dijuluki sebagai Penguasa 72 Pulau yang semuanya
berpenghuni.
Salah satu Raja Tidore yang terkenal dan berhasil membawa kerajaan menuju puncak kejayaan adalah
Sultan Nuku (1797-1805 M). Pada periode ini, wilayah kekuasaan kerajaan juga telah berkembang.
Sultan Nuku dikenal paling gigih dan sukses melawan Belanda. Selama bertahun-tahun berusaha
mengusir para penjajah dari seluruh Kepulauan Maluku.
Kemunduran Kerajaan
Kesultanan Ternate mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Baabullah wafat pada 1583 M.
Kemudian, Spanyol melakukan serangan dan berhasil merebut Benteng Gamulamu pada 1606 M.
Kehidupan politik Kerajaan Ternate semakin kacau saat VOC datang. Menjelang akhir abad ke-17,
Kesultanan Ternate sepenuhnya berada dibawah kendali VOC.
Setelah Sultan Nuku wafat pada 1805, Belanda kembali mengincar Tidore karena kekayaannya.
Keadaan tersebut didukung dengan kondisi di Kerajaan Tidore yang mengalami konflik internal. Pada
akhirnya, Kesultanan Tidore jatuh ke tangan Belanda.
Pengaruh Kesultanan Ternate & Tidore hingga saat ini dapat terbukti dengan adanya peninggalan
bangunan yang bercorak Islam yakni berupa Masjid Sultan Ternate.