Pada muara
sungai itu terletak dua kota, yaitu Samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang
masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Silu atau Merah Selu yang masuk Islam
berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan
menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh. Berikut di bawah ini, Zona Siswa akan menyajikan
sebuah penjelasan mengenai sejarah Kerajaan Samudera Pasai baik dari segi kehidupan politik, ekonomi, dan
sosial-budaya. Semoga bermanfaat. Check this out!!!
A. Kehidupan Politik
Setelah resmi menjadi kerajaan Islam (kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia), Samudera Pasai
berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala,
Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.
Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah pedalaman, meliputi
Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer,
Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai. Dalam rangka islamisasi, Sultan Malik al Saleh menikah dengan putri
Raja Perlak.
Sultan Malik al Saleh mangkat pada tahun 1297 dan dimakamkan di Kampung Samudera Mukim Blang Me
dengan nisan makam berciri Islam. Jabatan Sultan Pasai kemudian diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al
Thahir. Sultan ini memiliki dua orang putra, yaitu Malik al Mahmud dan Malik al Mansur. Ketika masih kecil,
keduanya diasuh oleh Sayid Ali Ghiatuddin dan Sayid Asmayuddin. Kedua orang putranya itulah yang
kemudian mewarisi takhta kerajaan. Sementara itu, kedua pengasuhnya itu diangkat menjadi perdana menteri.
Ibu kota kerajaan pernah dipindahkan ke Lhok seumawe.
Sepeninggal Sultan Malik al-Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Malik al-Zahir I (1297 – 1302). Ia sering
mendapat sebutan Sultan Muhammad. Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian
takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada masanya, Samudra Pasai dikunjungi
oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana.
Menurut Ibnu Batutah, Samudra Pasai memiliki armada dagang yang sangat kuat. Baginda raja yang bermazhab
Syafi'i sangat kuat imannya sehingga berusaha menjadikan Samudra Pasai sebagai pusat agama Islam yang
bermazhab Syafi'i.
Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil menguasai Samudera Pasai
pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya wilayah Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat.
B. Kehidupan Eknomi
Kehidupan Eknomi masyakarat Kerajaan Samudera Pasai berkaitan dengan perdagangan dan pelayaran. Hal itu
disebabkan karena letak Kerajaan Samudera Pasai yang dekat dengan Selat Malaka yang menjadi jalur
pelayaran dunia saat itu. Samudra Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan Samudra Pasai –
Arab – India – Cina. Samudra Pasai juga menyiapkan bandar-bandar dagang yang digunakan untuk menambah
perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus masalah perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang
akan dikirim ke luar negeri, dan menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
C. Kehidupan Sosial-Budaya
Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara menetap beberapa lama untuk mengurusi
perdagangan mereka. Dengan demikian, para pedagang dari berbagai bangsa itu bergaul selama beberapa lama
dengan penduduk setempat. Kesempatan itu digunakan oleh pedagang Islam dari Gujarat, Persia, dan Arab
untuk menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, kehidupan sosial masyarakat dapat lebih maju, bidang
perdagangan dan pelayaran juga bertambah maju.
Kerajaan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh Islam. Hal itu terbukti terjadinya perubahan aliran Syiah
menjadi aliran Syafi’i di Samudera Pasai ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu di Mesir sedang
terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syiah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran
Syafi’i. Aliran syafi’i dalam perkembangannya di Pasai menyesuaikan dengan adatistiadat setempat sehingga
kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat setempat.
1. Sejarah
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan
Islam pertama di Indonesia. Nama lengkapa kerjaan samudera pasai adalah
“Samudera Aca Pasai”, yang artinya “Kerajaan Samudera yang baik dengan
ibukota di Pasai” (H.M. Zainuddin, 1961:116).
Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Dalam buku
berjudul "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara
Islam di Nusantara", Slamet Muljana menulis bahwa Nazimuddin Al Kamil,
Laksamana Laut dari Dinasti Fathimiah di Mesir, berhasil menaklukkan
sejumlah kerajaan Hindu/Buddha yang terdapat di Aceh dan berhasil
menguasai daerah subur yang dikenal dengan nama Pasai. Nazimuddin Al-
Kamil kemudian mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai Pasai itu pada
1128 Masehi dengan nama Kerajaan Pasai. Alasan Dinasti Fathimiah
mendirikan pemerintahan di Pasai berdasarkan atas keinginan untuk
menguasai perdagangan di wilayah pantai timur Sumatra yang memang
sangat ramai. Menurut pengisahan yang terdapat dalam Hikayat Raja Pasaai,
kerajaan yang dipimpin oleh Sultan Malik Al Salih mula-mula bernama Kerjaan
Samudera. Adapun Kerajaan Pasai adalah satu pemerintahan baru yang
menyusul kemudian dan mengiringi eksistensi Kerajaan Samudera.
2. 2. Silsilah Raja-raja
4. Daerah Kekuasaan
Pada kurun abad ke-14, nama Kesultanan Samudera Pasai sudah
sangat terkenal dan berpengaruh serta meiliki wilayah kekuasaan yang sangat
luas. Wilayah kekuasaan Kesultanaan Samudera Pasai pada masa
kejayaannya terletak di daerah yang diapit dua sungai besar di Pantai utara
Aceh, yaitu Sungai Peusangan dan Sunga Pasai. Daerah kekuasaan
Kesultanan Samudera Pasai tersebut juga meliputi Samudera Geudong (Aceh
Utara), Meulaboh, Bireuen, serta Rimba Jreum dan Seumerlang (Perlak).
0
MATA PENCAHARIAN
Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim,
dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di
Selat Malaka. Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-
pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada
masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu
Batutah. Menurut cerita Ibnu Batutah,perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan
bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang
merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai. Komoditi perdagangan dari Samudra
yang penting adalah lada, kapur barus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah
dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (Dirham).
Selain perdagangan, sumber pendapatan utama dari kerajaan Samudera Pasai adalah pajak
yang dikenakan pada kapal-kapal dagang yang melintasi kerajaan samudera Pasai.
(Ensiklopedi umum untuk pelajar. (Ichtiar Baru Van Hoeve). jilid 9 Hal. 43 )
SISTEM PERALATAN
Sebagai Negara perdagangan, untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang
sebagai alat tukar alat tukar Yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (Dirham).
(Id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Samudra_Pasai).
ILMU PENGETAHUAN
Sebagai pusat dakwah dan pendidikan Islam bukan hanya di Nusantara tetapi untuk Asia
Tenggara. Pada masa pemerintahan Sultan Zaenal Abidin Bahiyan Syah pernah mengantar
dua orang pendakwah ke Jawa yaitu : Maulana Malik Ibrahim dan Maulana
Ishak. ( Ensiklopedi umum untuk pelajar. (Ichtiar Baru Van Hoeve). jilid 9 Hal. 43 )
KEORGAISASIAN
Komposisi masyarakat yang menjadi warga Kesultanan Samudera Pasai menunjukkan sifat
yang berlapis-lapis. Menurut Ayatrohaedi, lapisan itu terdiri atas Sultan dan Orang-Orang
Besar kerajaan pada lapisan atas sampai dengan hamba sahaya pada lapisan yang paling
bawah (Ayatrohaedi, 1992). Pada lapisan kelompok birokrasi terlihat adanya kelompok
Orang-Orang Besar, perdana menteri, menteri, tentara, pegawai, dan kaum bangsawan
kerajaan yang lainnya. (H Suwano, Sejarah Nasional 2 hal 48-50)
KEPERCAYAAN
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Samudera Pasai terutama kalangan istana kerajaan
adalah Islam Ahlul Sunah wal Jama’ah : Yang dibuktikan dengan kegiatan sultan yang
mengikuti upacara Syafi’I, rakyat disekitar negeri masih banyak yang belum menganut Islam
(DGE Hall, 1988, hal 188). (H Suwano, Sejarah Nasional 2 hal 48-50)
KESENIAN
Kesenian yang sudah nampak pada masa itu terutama pada seni pahat kaligrafi dan syair-
syair seperti yang terdapat pada batu nisan makam raja-raja kerajaan Samudera Pasai. Seperti
yang terdapat pada makam Sultan Malik Al Saleh dan makam Sultan Malik Az Zahir.
BAHASA
Bahasa yang digunakan pada masa itu antara lain : bahasa Melayu, bahasa Arab dan bahasa
Sansekerta yang dibuktikan dengn tulisan-tulisan yang ada pada batu nisan seperi batu nisan
yang ditemukan pada makam yang ditemukan di Menyetujuh Pasei yang menggunakan tiga
bahasa diatas. (H Suwano, Sejarah Nasional 2 hal 48-50)
Keadaan politik, kehidupan ekonomi dan social budaya pada masa kerajaan samudra pasai.
Itulah yang akan saya bahas pada artikle sman57forlearn.blogspot.com kali ini. Sebelum
kalian membaca artikle ini, ada baiknya untuk baca artikle sebelumnya tentang Bukti-
Bukti Peninggalansamudra pasai. Oke, langsung aja kita bahas:
Kehidupan Politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa
pemerintahan raja-raja berikut ini:
Sultan Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar di Kerajaan
Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota Pasai
dan menjadikan masyarakatnya sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat pada tahun
1297, jabatan beliau diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Lalu takhta
kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua cucunya yang bernama Malik al Mahmud dan Malik al
Mansur.
Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera
Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan lain, yakni
Kesultanan Delhi (India).
Artikle Terkait:
Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada kegiatan
perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan, banyaknya pedagang
asing yang sering singgah bahkan menetap di daerah Samudera Pasai, yakni Pelabuhan
Malaka. Mereka yang datang dari berbagai negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat
kemudian bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan agama serta
kebudayaannya masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat Samudera Pasai bertambah maju, begitupun di bidang perdagangan,
pelayaran dan keagamannya.
Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di
Timur Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di
Samudera Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada
saat itu, di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang
beraliran Syi’ah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Kehidupan Ekonomi
Karena letak geografisnya yang strategis, ini mendukung kreativitas mayarakat untuk
terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar – bandar
yang digunakan untuk :
Tahun 1350 M merupakan masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit, masa itu juga
merupakan masa kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga
berhubungan langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri dari
ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka.
1. Kehidupan politik
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai letaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai
Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibnu Batuthah yang
menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak
memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang
berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini
terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan
menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah
mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaanLhokseumawe yang dapat bermaksud
teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandardan kadi. Sementara
anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa
petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya
juga bergelarsultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir,Kerajaan Perlak telah
menjadi bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya
yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan
Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di
Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir)
disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan
memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan
mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh.
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa
pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan
Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melakauntuk meredam pemberontakan tersebut.
Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan
oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan
kemudian tahun1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
2. Kehidupan ekonomi
Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India,
Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan
maritim, Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Letaknya
yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat
dagang di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan
kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati wilayah
perairannya.
Pasai juga merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya,
dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam
perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada
masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni
dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sementara masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2
kali setahun, serta memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah
penduduknya memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan
lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan
di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.
3. Kehidupan agama
Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau
pengaruh Hindu dan Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma
Huan dan Tomé Pires, telah membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya
masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, sepertibahasa, maupun tradisi pada upacara
kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan
Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri
Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Samudera Pasai berjasa menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok di Sumatera,
bahkan menjadi pusat penyebaran agama. Selain banyaknya orang Arab menetap dan banyak
ditemui persamaan dengan kebudayaan Arab, atas jasa-jasanya menyebarkan agama Islam ke
seluruh pelosok Nusantara wilayah itu dinamakan Serambi Mekah.
Samudera Pasai
Pedagang Persia, Gujarat, dan Arab pada awal abad ke-12 membawa ajaran Islam
aliran Syiah ke pantai Timur Sumatera, terutama di negera Perlak dan Pasai. Saat itu
aliran Syiah berkembang di Persia dan Hindustan apalagi Dinasti Fatimiah sebagai
penganut Islam aliran Syiah sedang berkuasa di Mesir.
Mereka berdagang dan menetap di muara Sungai Perlak dan muara Sungai Pasai
mendirikan sebuah kesultanan. Dinasti Fatimiah runtuh tahun 1268 dan digantikan
Dinasti Mamluk yang beraliran Syafi’i, mereka menumpas orang-orang Syiah di Mesir,
begitu pula di pantai Timur Sumatera.
Utusan Mamluk yang bernama Syekh Ismail mengangkat Marah Silu menjadi sultan di
Pasai, dengan gelar Sultan Malikul Saleh. Marah Silu yang semula menganut aliran
Syiah berubah menjadi aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya
yang bernama Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan
Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah. Saat Majapahit
melakukan perluasan imperium ke seluruh Nusantara, Pasai berada di bawah
kekuasaan Majapahit.
Berikut ini adalah urutan para raja yang memerintah di Samudera Pasai, yakni:
(a) Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh).
(b) Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326.
(c) Sultan Muhammad, wafat tahun 1354.
(d) Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun 1383.
(e) Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405.
(f) Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun 1428.
Adanya Samudera Pasai ini diperkuat oleh catatan Ibnu Batutah, sejarawan dari
Maroko. Kronik dari orang-orang Cina pun membuktikan hal ini. Menurut Ibnu
Batutah, Samudera Pasai merupakan pusat studi Islam. Ia berkunjung ke kerajaan ini
pada tahun 1345-1346. Ibnu Batutah menyebutnya sebagai “Sumutrah”, ejaannya
untuk nama Samudera, yang kemudian menjadi Sumatera.
Ketika singgah di pelabuhan Pasai, Batutah dijemput oleh laksamana muda dari Pasai
bernama Bohruz. Lalu laksmana tersebut memberitakan kedatangan Batutah kepada
Raja. Ia diundang ke Istana dan bertemu dengan Sultan Muhammad, cucu Malik as-
Saleh. Batutah singgah sebentar di Samudera Pasai dari Delhi, India, untuk
melanjutkan pelayarannya ke Cina.
Sultan Pasai ini diberitakan melakukan hubungan dengan Sultan Mahmud di Delhi
dan Kesultanan Usmani Ottoman. Diberitakan pula, bahwa terdapat pegawai yang
berasal dari Isfahan (Kerajaan Safawi) yang mengabdi di istana Pasai. Oleh karena itu,
karya sastra dari Persia begitu populer di Samudera Pasai ini. Untuk selanjutnya,
bentuk sastra Persia ini berpengaruh terhadap bentuk kesusastraan Melayu kemudian
hari.
Berdasarkan catatan Batutah, Islam telah ada di Samudera Pasai sejak seabad yang
lalu, jadi sekitar abad ke-12 M. Raja dan rakyat Samudera Pasai mengikuti Mazhab
Syafei. Setelah setahun di Pasai, Batutah segera melanjutkan pelayarannya ke Cina,
dan kembali ke Samudera Pasai lagi pada tahun 1347.
Bukti lain dari keberadaan Pasai adalah ditemukannya mata uang dirham sebagai alat-
tukar dagang. Pada mata uang ini tertulis nama para sultan yang memerintah
Kerajaan. Nama-nama sultan(memerintah dari abad ke-14 hingga 15) yang tercetak
pada mata uang tersebut di antaranya: Sultan Alauddin, Mansur Malik Zahir, Abu Zaid
Malik Zahir, Muhammad Malik Zahir, Ahmad Malik Zahir, dan Abdullah Malik Zahir.
Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil
menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya wilayah
Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh
Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Samudera Pasai
A. Kehidupan Ekonomi
Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India,
Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai
kerajaan maritim, Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan
perdagangan. Letaknya yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi
penghubung antara pusat-pusat dagang di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan
Cina. Salah satu sumber penghasilan kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada
kapal dagang yang melewati wilayah perairannya.
Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai tahun 1404, meskipun kejayaan
Kerajaan Samudera Pasai mulai redup seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka,
namun negeri Pasai ini masih cukup makmur. Ma Huan ini seorang musafir yang
mengikuti pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia
Tenggara (termasuk ke Jawa).
Berita mengenai Samudera Pasai juga didapat dari Tome Pires, penjelajah dari
Portugis, yang berada di Malaka pada tahun 1513. Tome Pires menyebutkan bahwa
negeri Pasai itu kaya dan berpenduduk cukup banyak. Di Pasai, ia banyak menjumpai
pedagang dari Rumi (Turki), Arab, Persia, Gujarat, Tamil.
Melayu, Siam (Thailand), dan Jawa. Begitu pentingnya keberadaan Samudera Pasai
sebagai salah satu pusat perdagangan, tak mengherankan bila ibukotanya yang
bernama Samudera menjadi nama pulau secara keseluruhan, yaitu Sumatera.
B. Kehidupan Agama
Samudera Pasai adalah dua kerajaan kembar yakni Samudera dan Pasai, kedua-
duanya merupakan kerajaan yang berdekatan. Saat Nazimuddin al-Kamil(laksamana
asal Mesir) menetap di Pasai, kedua kerajaan tersebut dipersatukan dan pemerintahan
diatur menggunakan nilai-nilai Islam. Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan
pesisir sehingga pengaruhnya hanya berada di bagian Timur Sumatera.
C. Kehidupan Politik
Raja pertama samudra pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu bergelar sultan
Malik al Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahan Sultan
Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga Negara yang teratur dengan
angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun demikian, secara politik kerajaan
Samudra Pasai masih berada dibawah kekuasaan Majapahit. Pada tahun 1295, Sulthan malik
al saleh menunjuk anaknya sebagai raja, yang kemudian dikenal dengan Sultan Malik Al Zahir
I (1297-1326), Pada masa pemerintahannya samudra pasai berhasail menaklukkan kerajaan
islam Perlak.
Setelah sultan Malik Al Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan ahmad
laikudzahir yang bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348).
D. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan – aturan dan
okum- okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan
sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah
Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.
a. Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Malik
At Tahrir, sistem pemerintahan Samudera Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi
pusat perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa
berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa
juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada.
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap dalam meminmpin
kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih
oleh kerajaan Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah ketika di Aceh berdiri satu lagi kerajaan yang mulai
merintis menjadi sebuah peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru tersebut yakni
Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh
Darussalam sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Aceh
pada masa pra Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra
Patra, dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan
Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan Samudera Pasai. Akibatnya, pamor
kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup sebelum benar-benar runtuh. Sejak
saat itu, Kesultanan Samudera Pasai berada di bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh
Darussalam.
c. Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang sedang lemah ini
karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena politik / kekuasaan) dengan
menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh.
Sebelumnya memang orang-orang Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang
merupakan kerajaan yang sering membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan
dengan kerajaan Samudra Pasai.
Orang-orang Portugis datang ke Malaka, karena telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka
merupakan pelabuhan transito yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru angin.
Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu diberikan mengingat
peranannya sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing yang hendak masuk dan
keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Malaka pada akhir abad ke-15 dikunjungi oleh para
saudagar yang datang dari Arab, India, Asia Tenggara dan saudagar-saudagar Indonesia. Hal
ini sangat menarik perhatian orang-orang Portugis.
Maksud Portugis untuk menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan melalui
selat Malaka.Kedatangan orang-orang Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de Squeira ke
Malaka atas perintah raja Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian dengan
penguasa-penguasa di Malaka. Perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan untuk memperoleh
suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jadi semboyan orang-orang
Portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya tidak hanya bermotif penyebaran agama akan
tetapi terutama motif ekonomi.