samudra
pasai
Sejarah Indonesia
Nama Anggota
Dalam rangka islamisasi, Sultan Malik al Saleh menikah dengan Putri Raja Perlak. Sultan Malik al Saleh mangkat
pada tahun 1297 dan dimakamkan di Kampung Samudera Mukim Blang Me dengan nisan makam berciri
Islam. Jabatan Sultan Pasai kemudian diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Sultan ini memiliki dua orang
putra yaitu Malik al Mahmud dan Malik al Mansur, ketika masih kecil keduanya diasuh oleh Sayid Ali Ghiatuddin dan
Sayid Asmayuddin,kedua orang putranya itulah kemudian mewarisi takhta kerajaan.
Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara menetap beberapa lama untuk
mengurusi perdagangan mereka. Dengan demikian para pedagang dari berbagai bangsa itu bergaul
selama beberapa lama dengan penduduk setempat. Kesempatan itu digunakan oleh pedagang Islam
dari Gujarat, Persia dan Arab untuk menyebarkan agama Islam, dengan demikian kehidupan sosial
masyarakat dapat lebih maju, bidang perdagangan dan pelayaran juga bertambah maju.
Kerajaan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh Islam. Hal itu terbukti terjadinya perubahan aliran
Syiah menjadi aliran Syfi’i di Samudera Pasai ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu di
Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syiah kepada Dinasti
Mameluk yang beraliran Syafi’i. Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di Pasai menyesuaikan
dengan adat Istiadat setempat sehingga kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam
dengan adat Istiadat setempat.
Raja-raja yang berpengaruh di Kerajaan
Samudra Pasai
Sebelum menjadi raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah seorang marah dan bernama
Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah Putri Betung. Ketika rambut
pirang itu dibantun oleh Marah Gajah keluarlah darah putih. Raja Muhammad karena marah segera
mengerahkan orang-orangnya untuk mencari dan menangkap Marah Gajah.
Marah Gajah yang takut karena kehilangan Putri Betung menyingkir dan meminta perlindungan dari
ayah angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Keduanya tewas dan Marah Gajah sendiri juga tewas
terbunuh dalam peperangan. Putri Betung meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan Marah
Silu, mereka berdua meninggalkan tempat kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum
kemudian menjadi raja Biruen.
Lanjutan
Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan menjadi raja di situ. Marah Slu mendirikan
istana kerajaannya di atas bukit yang banyak didiami oleh semut besar yang oleh rakyat di sekitarnya
disebut Semut Dara . Semula Marah Silu adalah penganut agama Islam aliran Syi’ah. Di Samudra
Pasai, Syekh Ismail berhasil menemui Marah Silu dan berhasil pula membujukknya untk memeluk
agama Islam mahzab Syafi’i kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai Sultan pertama di
kerajaan Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik Al-Saleh.
Pengikut Marah Silu yang bernama Sri Kaya dan Bawa Kaya ikut juga masuk mahzab Syafi’i dan
berganti nama pula menjadi Sidi Ali Khiauddin dan Sidi Ali Hassanuddin. Penobatan Marah Silu
sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini didasarkan atas beberapa pertimbangan.
Masa Kejayaan Kerajaan
Samudra Pasai
Dalam segi ekonomi perkembangan kerajaan Samudra Pasai ini ditandai dengan sudah
adanya mata uang yang diciptakan sendiri untuk alat pembayaran yang terbuat dari
emas, uang ini dinamakan Dirham. Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar
8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur
barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan
ekspor-impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju.
Kerajaan Samudera Pasai berkembang sebagai penghasil karya tulis yang baik. Beberapa
orang berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam untuk menulis
karya mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan bahasa Jawi dan
hurufnya disebut Arab Jawi. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh
Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Selain itu juga berkembang ilmu
tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
Di bidang agama
Sesuai dengan berita dari Ibn Battutah tentang kehadiran ahli-ahli agama
dari Timur Tengah, telah berperan penting dalam proses perkembangan
Islam di Nusantara. Berdasarkan hal itu pula, diceritakan bahwa Sultan
Samudra Pasai begitu taat dalam menjalankan agama Islam sesuai
dengan Mahzab Syafi’I dan ia selalu di kelilingi oleh ahli-ahli teologi
Islam. Dengan raja yang telah beragama Islam, maka rakyat pun
memeluk Islam untuk menunjukan kesetiaan dan kepatuhannya kepada
sang raja. Karena wilayah kekuasaan Samudra Pasai yang cukup luas,
sehingga penyebaran agama Islam di wilayah Asia Tenggara menjadi
luas.
Di bidang politik
Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih
60% telah terjalin hubungan baik
dengan Cina. Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar Raja Pasai untuk
mengirimkan dua orang untuk dijadikan duta untuk Cina yang bernama
Sulaeman dan Snams-ad-Din. Selain dengan Cina, Kerajaan Samudra Pasai juga
menjalin hubungan baik dengan negeri-negeri Timur Tengah. Pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir, ahli agama mulai dari berbagai
negeri di Timur Tengah salah satunya dari Persi (Iran) yang bernama Qadi Sharif
Amir Sayyid dan Taj-al-Din dari Isfahan. Hubungan persahatan Kerajaan
Samudra Pasai juga terjalin dengan Malaka bahkan mengikat hubungan
perkawinan.
Faktor Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
1. Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik At Thahrir
2. Terjadi Perebutan kekuasaan