Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama
di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-
bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja
Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan
bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin, kecamatan Samudera,
sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut,
terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah
nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam
pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan
Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja
pertama Malik al-Saleh.

Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi


Pasai tahun 1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat
adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada
menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan
upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan
ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai
memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar

Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di


kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina,
India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar
perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang
disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping
sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan
agama Islam.

1
Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga
ditaklukkan oleh Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan
oleh kerajaan Aceh.

SILSILAH
1. Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)

2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)

3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345

4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346)

5.Sultan Ahmad Malik Az-Zahir yang memerintah (ca. 1346-1383)


6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yang memerintah (1383-1405)

7. Sultanah Nahrasiyah, yang memerintah (1405-1412)

8. Sultan Sallah Ad-Din yang memerintah (ca.1402-?)

9. Sultan yang kesembilan yaitu Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)

10.Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, memerintah (ca.1455-ca. 1477)

11.Sultan Zain Al-‘Abidin, memerintah (ca.1477-ca.1500)

12.Sultan Abdullah Malik Az-Zahir, yang memerintah (ca.1501-1513)

13.Sultan Zain Al’Abidin, yang memerintah tahun 1513-1524

PERIODE PEMERINTAHAN

Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-
13 hingga 16 M.

STRUKTUR PEMERINTAHAN

2
Pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang biasanya memerintah
secara turun temurun. disamping terdapat seorang sultan sebagai pimpinan
kerajaan, terdapat pula beberapa jabatan lain, seperti Menteri Besar (Perdana
Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang Komandan Militer
atau Panglima Angkatan laut yang lebih dikenal dengan gelar Laksamana, seorang
Sekretaris Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan Qadi,
dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-
pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang berada di bawah pengaruh kerajaan
itu. Biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara
sultan dan pedagang-pedagang asing.

Selain itu menurut catatan M.Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat Kerajaan Islam
Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama
dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut:Seri Kaya Saiyid
Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri. Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai
Syaikhul Islam. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar
Negeri

KEHIDUPAN POLITIK

Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al-
Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa
pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang
bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat
diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-
Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan
Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari
Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-
Tahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang
pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India
maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan
dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan

3
pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan
patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak
banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar
Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajaan
Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak
adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui
secara jelas. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah
paham simak uraian materi berikutnya.

KEHIDUPAN EKONOMI

Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai


kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai
menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.Kerajaan Samudra Pasai
memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak,
dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan
Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah.

Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan
emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar
yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham(dirham).

KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA

Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar, pusat


perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan
ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik.
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa
oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara
karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini
diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya

4
perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut
kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan
buku-bukunya.

Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana
Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh
Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas
menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam
posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.

1.2 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah Samudra Pasai
2. Untuk mengetahui Sejarah Cut Mutia

A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum penulisan ini adalah untuk menyelesaikan tugas Sejarah
Indonesia Madya 1 Mengenai Kerajaan Islam di Nusantara yaitu
Kerajaan Samudra Pasai.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Awal
masuk Islam di Kerajaan Samudra Pasai, Proses berkembangnya
Kerajaan Samudra Pasai di segala bidang, Raja- raja yang berpengaruh
di Kerajaan Samudra Pasai, Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai,
Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai, Peninggalan dari Kerajaan
Samudra Pasai.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makam Malikussaleh

Makam Sultan Malikussaleh menjadi tempat tujuan wisata baru di hari libur
bagi masyarakat aceh utara dan sekitar nya, momen ini sekaligus sebagai
media berziarah juga. Selain makam Malikussaleh masyarakat sekarang lebih
memilih melakukan ziarah ke makam-makam bersejarah, Makam ini sering
dikunjungi peziaarah. Meski tak seramai hari biasa, namun makam ini tak
pernah sepi pendatang.

Tempat ini, merupakan makam dan bekas istana Sultan Malik Al-Saleh atau
Malikussaleh, pendiri Kerajaan Pasai, kerajaan Islam pertama di AsiaTenggara.
Mendatangi makam tersebut, banyak kegiatan yang dilakukan pengunjung,
termasuk melaksanakan ibadah seperti mengaji dan salat di lokasi wisata
sejarah tersebut. “Makam ini (Malikussaleh) tak pernah sepi, pengunjungnya
tidak menentu kadang ramai kadang tidak.

Tapi setiap hari ada yang berziarah,” kata Mahmud warga sekitar makam
Sultan Malikussaleh Jika pada saat hari-hari biasa, makam sultan yang terletak
di desa Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara tersebut ramai
dikunjungi oleh wisatawan.

Tak hanya wisatawan lokal, namun sejumlah wisatawan asing juga datang ke
makam tersebut. Sultan Malikussalehj atau Malik As Saleh sendiri adalah raja
di Kerajaan Islam Pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Samudera Pasai.

Malikussaleh memimpin Samudera Pasai sejak tahun 1267, ia menjadikan


Samudera Pasai sebagai pusat perkembangan Islam nusantara dan juga pusat

6
perdagangan. Malikussaleh merupakan keturunan dari Sukee Imuem Peuet
(sebutan untuk keturunan empat maharaja).

Sukee Imuem Peut tersebut adalah maharaja bersaudara yang mendirikan


kerajaan-kerajaan Aceh pertama sebelum masuknya Islam. Tak hanya
Malikussaleh, di Kecamatan Samudera Gedong tersebut juga terdapat sejumlah
makam bersejarah lainnya. Diantaranya makam Ratu Nahrisyah, Makam
Tengku Sidi Abdullah Tajumilah, Makam Tengku Peut Ploh Peut, dan
sejumlah makam bersejarah lainnya. Beberapa di antaranya bahkan terdapat di
dalam sungai atau tambak milik warga.

a. Al fatih Sultan Al Malik Ash Shalih

Dalam catatan di batu nisan bercerita, disebutkan dua tokoh yang dimakamkan
di Leubok Tuwe telah meninggal pada tahun 622 Hijriah atau 1226 Masehi.
Sementara tokoh yang ada di Matang Ulim, meninggal dunia pada 676 Hijriah
atau 1278 Masehi. Dari kata "As-As'id" pada epitaf ketiga nisan tersebut, dapat
diketahui bahwa ketiganya merupakan penguasa sebelum Sultan Al-Malik
Ash-Shalih atau juga dikenal dengan sebutan Sultan Malik As-Saleh, dan
dinastinya memerintah di Samudra Pasai. Buku karya CISAH ini juga memuat
legenda tentang Meurah Silu, yang setelah memeluk Islam berubah nama
menjadi Malikussaleh. Legenda itu begitu populer di tengah masyarakat,
namun sayangnya tidak mengisahkan sosok Sultan Al-Malik Ash-Shalih
dengan baik. Lewat inskripsi pada nisan makam Sultan Al-Malik Ash-Shalih,
ahli sejarah dari zaman Samudra Pasai, mencatat bahwa Sultan Al-Malik As-
Shalih atau dikenal dengan Malikussaleh, adalah seorang yang bertaqwa,
pemberi nasehat, berasal dari keturunan terhormat serta terkenal. Dia juga
dikenal sebagai pemurah, ahli ibadah, dan seorang pembebas. Catatan itu
dengan tegas menyebutkan Sultan Malikussaleh, merupakan orang yang baik,
sekaligus menginginkan kebaikan untuk orang lain. Baca juga: Sadis! Sebelum
Tembak Mati Pasutri di Banyuasin, Perampok Ini Bertamu Sambil Minum
Kopi Kekuasaan dinasti Islam ini, berlanjut sampai dengan tiga abad, dan

7
berakhir pada dekade kedua abad ke-16 Masehi, dengan wafatnya Sultan
Zainal Abidin bi Mahmud pada 923 Hijriah atau 1518 Masehi. Sementara
dalam catatan lain, yang dimuat dalam acehprov.go.id, disebutkan bahwa
Kesultanan Samudra Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam
pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267
M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya
makam raja-raja Pasai di Kampung Geudong, Kabupaten Aceh Utara. Makam
ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudra di Desa
Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe.
Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja
Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk
Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih
kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudra Pasai merupakan
gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Pada masa jayanya, Samudra Pasai merupakan pusat perniagaan penting di
kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti China,
India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada.

b. Asy –Syahid Sultan Muhammad Al Malik Azh –Zhahir

Raja atau sultan yang berhasil membawa Samudera Pasai pada puncak
kejayaan yaitu Mahmud Malik Az Zahir atau Sultan Malik al-Tahir II. Sultan
Mahmud Malik Az Zahir adalah raja ketiga Samudera Pasai yang memerintah
dari tahun 1326-1345. Ia meneruskan mempimpin setelah Marah Silu atau
Sultan Malik Al Saleh (raja pertama) dan Sultan Muhammad Malik Az Zahir
atau Sultan Malik al Tahir I (raja kedua). Sosok raja hebat dan rendah hati Saat
singgah di Samudera Pasai selama 15 hari pada 1345 M, Ibnu Batutah
menggambarkan Sultan Mahmud Malik Az Zahir sebagai pemimpin yang
sangat mengedepankan hukum Islam dan rendah hati. Dikatakan bahwa
Mahmud Malik Az Zahir berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan
berjalan kaki. Baca juga: Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di
Nusantara Selesai shalat, sultan dan rombongannya biasa berkeliling untuk

8
melihat keadaan rakyatnya. Sebagai raja, Mahmud Malik Az Zahir juga
merupakan sosok yang pemurah dan mempunyai perhatian kepada fakir
miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, sultan tidak pernah
bersikap jumawa. Kerendahan hatinya juga ditunjukkan sang raja saat
menyambut rombongan Ibnu Batutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas
hamparan kain, sementara Mahmud Malik Az Zahir justru duduk di tanah
tanpa beralas apa-apa. Dijelaskan pula bahwa Mahmud Malik Az Zahir adalah
raja yang sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan. Menjadikan Samudera
Pasai sebagai pusat perdagangan Masih dari catatan Ibnu Batutah, Kerajaan
Samudera Pasai mengalami perkembangan pesat, bahkan dikatakan berada
dalam masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Mahmud Malik Az Zahir. Ibnu
Batutah tidak bisa menyembunyikan kekagumannya dan menggambarkan
Samudera Pasai sebagai sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhan yang
besar dan indah. Baca juga: Kerajaan Islam di Sumatera Ibnu Batutah takjub
melihat sebuah kota besar yang sangat elok dengan dikelilingi dinding yang
megah. Untuk sampai ke pusat kota, dirinya mencatat harus berjalan sekitar
empat mil dengan mengendarai kuda dari pelabuhan. Pusat pemerintahan kota
pun cukup besar dan indah, serta dilengkapi dengan menara-menara yang
terbuat dari kayu-kayu yang kokoh. Puncak kejayaan Kerajaan Samudera Pasai
juga ditandai dengan aktivitas perdagangan yang sudah maju, ramai, dan
menggunakan koin emas sebagai alat pembayaran. Koin emas yang disebut
dirham ini pertama kali diperkenalkan oleh Sultan Muhammad Malik Az Zahir,
ayah Mahmud Malik Az Zahir, dan kemudian digunakan secara resmi di
kerajaan. Di tambah lagi, posisi kerajaan yang berada di aliran lembah sungai
juga membuat tanah pertanian subur. Bahkan padi yang ditanam penduduk
kerajaan ini bisa dipanen dua kali dalam satu tahun. Pada masa kejayaannya,
Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan nusantara.
Samudera Pasai memiliki banyak bandar yang dikunjungi oleh para saudagar
dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab, dan Persia. Kerajaan ini
juga dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terkemuka di dunia dengan lada
sebagai komoditas andalannya. Tidak hanya itu, Samudera Pasai juga menjadi

9
produsen sutra, kapur barus, dan emas.Rasanya dalam penyebaran Islam Di
samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam. Menurut Ibnu Batutah, Mahmud Malik Az Zahir
adalah seorang yang cakap, gagah, dan pemeluk Islam yang taat. Sultan
Samudera Pasai disebut sebagai sosok yang menjunjung tinggi agama dan
berhasil mengislamkan penduduk di daerah-daerah sekitarnya. Mahmud Malik
Az Zahir juga sempat mendirikan pusat studi Islam di lingkungan kerajaan
yang dijadikan tempat diskusi para ulama dan elit kerajaan. Maka tidak
berlebihan bila Ibu Batutah memasukkan Mahmud Malik.

c. Museum Samudera Pasai

Museum Islam Samudera Pasai Kabupaten Aceh Utara merupakan museum


khusus yang dibangun secara bertahap mulai tahun 2011 sampai dengan tahun
2016 dengan Dana Otsus Kabupaten Aceh Utara. Luas tapakan bangunan 500
m2. Bangunan permanen ini berlantai dua dengan hiasan ornamen khas
Samudera Pasai. Museum ini menyimpan sejumlah koleksi peninggalan
Kerajaan Islam Samudera Pasai dari Abad ke 13 sampai dengan Abad ke 19. 

Museum berada di bawah kepemilikan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan


dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. Jenis
koleksi yang dipamerkan di dalam museum terdiri dari koleksi Filologika,
Historika, Numismatika, Etnografika dan Seni Rupa.

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam


pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267
M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya
makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak
di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin,
kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara
makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai
pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam,

10
dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29
tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari
Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.

11
B. Rumah Cut Mutia di Kabupaten Aceh Utara

Rumah Cut Mutia  terletak di desa Pirak Kecamatan Pirak Timu Kabupaten
Aceh Utara yang lokasinya secara geografis  berada pada titik koordinat
5o00’39. 1”N 97o16’00.7”E, untuk mencapai ke kompleks ini dengan
menempuh jarak kurang lebih 31 kilometer dari simpang Mulieng atau dengan
perjalanan sekitar satu jam dari Kota Lhokseumawe atau sekitar 9 kilometer
dari Lhoksukon Ibukota  kabupaten Aceh Utara.

Rumah kediaman Cut Mutia  merupakan salah satu tinggalan cagar budaya di
Kabupaten Aceh Utara yang direnovasi oleh pemerintah Aceh pada tahun
1982, rumah ini memiliki gaya dan khas masyarakat Aceh yang unik,  pada
umumunya rumah masyarakat Aceh terbuat dari kayu yang dipilih dari bahan
kayu  Semantok, kayu ini sangat keras dan tahan  terhadap rayap, pelapukan,
usia sehingga  terjamin kwalitasnya dan kayu ini sangat diminati oleh
masyarakat Aceh  untuk membangun dengan jenis kayu yang merupakan
kwalitas utama.

Rumah Cut Mutia terdiri dari tiang-tiang bulat berdiameter 80 cm dengan


ketingginya 2,5 m, rumah bentuk panggung dengan filosofis terhindar dari
bermacam-macam ancaman seperti banjir, binatang buas dan lain sebagainya
juga dengan ketinggian yang cukup dan luas maka penghuni rumah juga
masyarakat dapat melakukan aktifitasnya seperti menganyam, membuat tikar
dan bisa untuk anak-anak bermain tanpa ada gangguan.

Rumah Cut Mutia dibangun dengan kontruksi kayu yang memiliki 16 tiang
(Tameh) dalam bahasa Aceh, dinding papan dan beratap rumbia dengan
dominan cat hitam, rumah ini memiliki 2 selasar atau serambi (seramoe dalam
bahasa Aceh) seramoe keu (serambi depan) dan serambi belakang  (seramoe
likot) yang bentuk memanjang, seramoe (serambi depan) dipergunakan untuk
para tamu laki-laki dan (seramoe likot) untuk tamu perempuan sedangkan

12
bagian tengah kamar tidur dan saat ini Rumah Cut Mutia dipergunakan sebagai
Museum.

d. Sejarah singkat

Cut Meutia lahir pada tahun 1870, beliau merupakan anak dari Teuku Ben
Daud (Raja Pirak) dan Cut Jah.  Cut Meutia merupakan keluarga dari 6 orang
bersaudara yaitu;Teuku Ali, Teuku Muhammad Syah, Cut Banta, Cut Hasan
dan Teuku Cut Ibrahim. Cut Meutia adalah sosok wanita yang lemah lembut,
cerdas, suka menolong, pemberani, gagah dan parasnya cantik, sehingga tidak
heran bila beliau sangat dihormati bukan hanya dikarenakan anak seorang raja
tetapi dikarenakan sifat dan  budi pekertinya. Sifat kepahlawanan untuk
membela agama, bangsa dan negaranya dari penjajahan, seperti terwariskan
padanya.

Dari perkawinannya dengan Teuku Syamsarif tidak mmemberi kebahagiaan


dikarenakan Teuku Syamsarif tidak sehaluan mengenai perjuangan, dia lebih
memihak kepada Belanda. Akhirnya mereka bercerai.

Bersama suaminya yang kedua Teuku Cut Muhammad (Teuku Chik Ditunong)
beliau bersama-sama memimpin pasukan bergerilya, naik turun gunung dan
bermarkas didalam hutan, menyusun  strategi peperangan. dengan tekad hidup
untuk berjuang dan mati syahid. Peperangan demi peperangan mereka lalui
yang membuat Belanda kebingungan untuk menakluk dan menghabiskan
pejuang Aceh, sehingga dipakai strategi yang sangat licik dengan mengancam
akan menyandera keluarga Teuku Cut Muhammad.  Teuku Cut Muhammad
turun gunung dan bukan berarti menyerah kepada penjajah tetapi perjungan
ditipkan pada pejuang lainnya yang masih didalam hutan.

Pada tanggal 26 Januari 1905 terjadi pertempuran Meurandeh Paya yang


membuat kemarahan Belanda dan menduga kejadian ini didalangi oleh Teuku
Cut Muhammad, Belanda kemudian menangkap Teuku Cut Muhammad pada
tanggal 5 Maret 1905, dua puluh hari kemudian Teuku Cut Muhammad

13
Dijatuhi Hukuman mati. Sesuai pesan Teuku Cut Muhammad kepada isterinya
Cut Meutia agar melanjutkan perjuangan dan menikahlah dengan sahabatnya
Pang Nanggroe.  Pesan itu dijalankan Cut Meutia, beliau kembali menyusun
strategi bersama Pang Nanggroe.

Pada tanggal 26 September 1910  dalam satu pertempuran dengan belanda  di


daerah Paya Cicem yang dipimpin oleh Van Sloten, gugurlah Pang
Nanggroe.  Meskipun Pang Nanggroe telah pergi namun perjuangan terus
dilanjutkan oleh Cut Meutia.

Pada tanggal 25 Oktober 1910, Serdadu Belanda melakukan penyerbuan ke


markas pejuang yang dipimpin Cut Meutia di Bukit Lipeh.  Belanda
memasang sangkur dan membidik senjata dan meminta Cut Meutia
menyerah.  Hal itu membuat Cut Meutia semakin marah dan menghunus
pedangnya dan diisitulah peluru peluru jarak dekat menembus kepala Cut
Meutia, beliau gugur sebagai bunga bangsa. Pemerintah menabalkan nama
beliau sebagai pPahlawan Nasional dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia, Nomor 107 tahun 1964.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Internet:

mohammad Burhanuddin. 2001. Peninggalan Samudera Pasai yang

Merana. nasional.kompas.com (diakses pada 11 Oktober 2013)

http://studentmandapo.wordpress.com

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/12/08/15/

m8segy-samudera-pasai-khilafah-islam-nusantara-2

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/02/21/kerajaan-samudera-

pasai-aceh/

http://belajarsejarahonline.blogspot.com/2010/07/kerajaan-samudra-

pasai.html (diakses 8 oktober 2013)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Samudera_Pasai (diakses 8

oktober 2013)

https://www.cendananews.com/2018/09/sejarah-rumoh-cut-meutia-dan-

rumoh-aceh-di-tmii.html

15

Anda mungkin juga menyukai