Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Sultan Malikussaleh (Sultan Malik Al Saleh)

Berdasarkan yang diceritakan oleh sejarawan penjaga makam sultan Malik Assaleh yang
bernama Ahmad Yus yang bersumber dari berbagai macam sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan, seperti buku yang ditulis oleh Marcopolo (th 1292),dan Ibnu Batutah (abad 13), juga
dari kitab kuning yang dikarang oleh Syeh Abdurrauf dan juga dari sejarah nabi kita
MUHAMMAD SAW.

Pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan
Samudra Pasai. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh
atau yang nama aslinya adalah Meurah Silu (th 1297) Raja pertama Samudra Pasai, Sultan Malik
Al Saleh adalah seorang pendatang dari Yaman Selatan. Beliau datang dengan menggunakan
sebuah kapal yang di nahkodai oleh Malik Ahmad, saat itu pulau Sumatra masih bernama pulau
Perca atau pulau Ruja yang artinya rempah – rempah dikarenakan pulau kita ini hutannya pun
dulu sudah rempah – rempah, yang banyak dihuni oleh suku - suku pedalaman seperti suku –
suku Kerdil, Mante, Bante. Kemudia masuklah daripada Mongolia, Cina, Eropa, Hindia hingga
berdirilah beberapa buah kerajaan, hingga pulau ini berbalik nama menjadi pulau andalas “asal
kata Andalusia” yang berarti kepulauan.

Kemudian berdilah 3 buah kerajaan tertua, yaitu kerjaan pantai tua di perlak atau kerajaan
perlak, Kerjaan Sriwijaya di Palembang, dan kerjaan poli di Sigli yang dirajai oleh raja nagoor.
Yang ketiga-tiganya adalah kerjaan hindu. Lalu seorang raja Jeddah yang bernama Fakir
Muhammad mengirimkan utusan untuk menyebarkan islam di negeri dibawah angin yaitu
disekitaran asia dengan 320 orang dalam 13 kapal. Disaat itu para pelayar sempat berlabuh di
Tenate, Saigon, Juga Gujarat, kemudian utusan tersebut memberikan subuah surat Al-Quran
untuk dibacakan oleh semua masyarkat disana, karena siapa saja yang dapat membaca surat
tersebut maka disanalah islam akan berkembang tetapi tidak ada yang dapat membaca surat
tersebut, hinga berlabuhlah kapal tersebut di andalah yaitu di kerajaan pantai tua di perlak, tetapi
raja pantai tua tidak dapat membaca assurah tadi karena dia beragama hindu, singkat cerita para
pelayar menlan jutkan perjalanan, kemudian merka berlabuh di muara pasee tanpa dermaga,
berkat informs dari masyarakat mereka menemukan sebuah perkumpulan bernama perkumpulan
mangat yang saat itu di pinpim oleh Meurah Silu yang ada di Rimba Jrunn yang, kemudian
utusan tadi memberikan Meurah Silu tiga bauh buah surat tadi untuk dibacakan, dasanalh beliau
membaca surat tersebut, malah menafsirkannya, disitulah Meurah Silu dijuluki Malikussaleh
yang berarti raja yang takwa.

Kesultanan Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera,
sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad
13, Meurah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 - 1297).
Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko, mencatat hal yang sangat berkesan bagi
dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345
Masehi. Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar),
Battutah mendarat di sebuah tempat yang sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju,
ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun ke kota ia
mendapati sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.
Kota perdagangan di pesisir itu adalah ibu kota Kerajaan Samudera Pasai. Samudera Pasai (atau
Pase jika mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan yang
sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan
Malikul Dhahir,

Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan internasional.


Pelabuhannya diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.
Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali
dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak, seperti Rimba Jrun dan
Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan
beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi.Makam
Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdul Kadir Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri
dari kerajaan Islam Peureulak. Dari pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama Malikul
Dhahir dan Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan
takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Pasai.
Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi
Samudera Pasai.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul
Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada
fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah
bersikap jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan
Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung
duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.

Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah Samudera
Pasai dalam kurun waktu 1297- 1326 M ini, pada batu nisannya dipahat sebuah syair dalam
bahasa Arab, yang artinya, ini adalah makam yang mulia Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar
agama. Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah
satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan
dengan Pidie, Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu
komoditas ekspor utama.

Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap
tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari
daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang
yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya
yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.

Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras
dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di
pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.Perdagangan Selain
sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat perkembangan Islam di Nusantara.
Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke Jawa dan daerah lain berasal dari Pasai.
Eratnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa juga terlihat
dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijaga memperistri anak Maulana
Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis
lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai. Situs
Kerajaan Islam Samudera Pasai ini sempat sangat terkenal di tahun 1980-an, sebelum konflik di
Aceh semakin memanas dan menyurutkan para peziarah. Menurut juru kunci makam Sultan
Malikussaleh, nama besar sang sultan turut mengundang rasa keingintahuan para peziarah dari
Malaysia, India, sampai Pakistan. "Negara-negara itu dulunya menjalin hubungan dagang dengan
Pasai," tutur Yakub. Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat sejumlah situs
makam para pendiri kerajaan dan keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi
satu-satunya karena peninggalan lain seperti istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh
dan cucunya, Ratu Nahrisyah, adalah dua kompleks situs yang tergolong masih terawat.

Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagiab besar memeluk
agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit
dan Malaka. Pada tahun 1297 Malik Al saleh meninggal, dan digantikan oleh putranya Sultan
Muhammad (th 1297 – 1326) lebih dikenal dengan nama Malik Al Tahir, penggantinya Sultan
Ahmad (th 1326 – 1348), juga pakai nama Malik Al Tahir, penggantinya Zainal Abidin. Raja
Zainal Abidin pada tahun 1511 terpaksa melarikan diri dan meninggalkan tahtanya berlindung di
Majapahit, karena

Anda mungkin juga menyukai