Anda di halaman 1dari 11

Kerajaan Samudera Pasai

Sejarah Kerajaan Samudera Pasai


Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Nama
lengkap kerajaan samudera pasai adalah “Samudera Aca Pasai”, yang artinya “Kerajaan Samudera
yang baik dengan ibukota di Pasai” (H.M. Zainuddin, 1961:116).

Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Dalam buku berjudul “Runtuhnya
Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara”, Slamet Muljana menulis
bahwa Nazimuddin Al Kamil, Laksamana Laut dari Dinasti Fathimiah di Mesir, berhasil menaklukkan
sejumlah kerajaan Hindu atau Buddha yang terdapat di Aceh dan berhasil menguasai daerah subur
yang dikenal dengan nama Pasai.

Nazimuddin Al-Kamil kemudian mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai Pasai itu pada 1128
Masehi dengan nama Kerajaan Pasai. Alasan Dinasti Fathimiah mendirikan pemerintahan di Pasai
berdasarkan atas keinginan untuk menguasai perdagangan di wilayah pantai timur Sumatra yang
memang sangat ramai.

Menurut pengisahan yang terdapat dalam Hikayat Raja Pasaai, kerajaan yang dipimpin oleh Sultan
Malik Al Salih mula-mula bernama Kerjaan Samudera. Adapun Kerajaan Pasai adalah satu
pemerintahan baru yang menyusul kemudian dan mengiringi eksistensi Kerajaan Samudera.

Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di
kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan
Samudera di desa Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe.

Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Sebelum
memeluk agama Islam, nama asli Malik Al Salih adalah Marah Silu atau Meurah Silo. “Meurah”
adalah panggilan kehormatan untuk orang yang ditinggikan derajatnya, sementara “Silo” dapat
dimaknai sebagai silau atau gemerlap.

Marah Silu adalah keturunan dari Suku Imam Empat atau yang sering disebut dengan Sukee Imuem
Peuet, yakni sebutan untuk keturunan empat Maharaja atau Meurah bersaudara yang berasal dari Mon
Khmer (Champa) yang merupakan pendiri pertama kerajaan-kerajaan di Aceh sebelum masuk dan
berkembangnya Agama Islam. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera
Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.

Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun 1346 M.
Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada
tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan
luarPada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu,
dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia.

Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama
Islam. Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16
M. Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan sekitar tahun
1360 M oleh Majapahit dengan dipimpin Gajah Mada sebagai Mahapatih. Pada tahun 1524 M
ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.
Silsilah Raja Kerajaan Samudera Pasai
Berikut ini terdapat beberapa silsilah raja kerajaan samudera pasai, antara lain:
 Sultan Malik Al-Salih (1267-1297)
 Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297–1326)
 Sultan Malikul Mahmud
 Sultan Malikul Mansur
 Sultan Ahmad Malik Az-Zahir (1346-1383)
 Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405)
 Sultan Shalahuddin (1405– 1412)
 Sultanah NAhrasiyah atau Sultanah Nahrisyyah (1420-1428)
 Sultan Abu Zaid Malik (1455)
 Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1455-1477)
 Sultan Zain AL-Abidin (1477-1500)
 Sultan Abdullah Malik Az-Zahir (1501-1513)
 Sultan Zain Al-Abidin (1513-1524)
Masa Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai
Masa kebangkitan kembali kerajaan Samudera Pasai adalah dibawah masa pemerintahan Sultan Zain
Al-Abidin Malik Az-Zahir. Tepatnya pada tahun 1383 sampai tahun 1405. Menurut catatan dari negeri
Cina dalam bentuk kronik cina Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir dikenal dalam catatan tersebut
dengan nama cina Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki. Namun saya masa pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin
Malik Az-Zahir harus berakhir ditandai dengan tewasnya beliau di tangan Raja Nakur dalam sebuah
pertempuran. Sejak itu Kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Janda Sultan Zain Al-
Abidin Malik Az-Zahir yaitu Sultanah Nahrasiyah. Raja Perempuan pertama Kerajaan Samudera
Pasai.

Dibawah tampuk kepemimpinan Sultanah Nahrasiyah, Kerajaan Samudera Pasai mengalami masa
kejayaan. Pada masa pemerintahannya pernah didatangi seorang Laksamana Laut Cheng Ho. Armada
Cheng Ho berkunjung berkali-kali ke Kerajaan Samudera Pasai antaranya tahun 1405, 1408 dan 1412.

Cheng ho dalam laporannya yang ditulis oleh pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin. Dalam
catatannya menuliskan bahwa batas wilayah Kerajaan Samudera Pasai adalah sebelah selatan dan
timur terdapat pegunungan tinggi. Sebelah timur berbatasan dengan kerajaan Aru. Utara dengan laut
dan dua kerajaan disebelah barat yaitu Kerajaan nakur dan Kerajaan Lide. Terus kearah barat ada
kerajaan Lamuri yang jika kesana perjalannya menempuh jarak 3 hari dan 3 malam dari pasai.
Kemajuan Kerajaan Samudera Pasai
Berikut ini terdapat beberapa kemajuan dari kerajaan samudera pasai, antara lain:

Kondisi Sosial-Budaya Kerajaan Samudera Pasai


Sebagai kerajaan besar, pada kerajaan Samudera Pasai berkembang suatu kehidupan yang
menghasilkan karya tulis yang baik. Beberapa masyarakat berhasil memanfaatkan huruf Arab yang
dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian
disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah
Hikayat Raja Pasai (HRP).

Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya
perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu
tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-
Manzum, karya Maulana Abu Ishak.

Kondisi Politik Kerajaan Samudera Pasai


Sultan pertama kerajaan ini adalah Malik As-Shaleh, lalu di lanjutkan oleh anaknya, yaitu Sultan
Muhammad Malik Az-Zhahir, yang pada masa pemerintahannya, Samudera Pasai bisa dikatakan
mengalami masa keemasan. Ia berhasil mempersatukan Kerajaan Peurlak dan Samudera Pasai.

Pusat pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai berada di antara sungai Jambu Air dengan sungai Pasai,
Aceh Utara. Dalam struktur pemerintahannya, terdapat istilah menteri, syahbandar, dan Kadi. Anak-
anak sultan digelari Tun begitupun dengan petinggi-petingi kerajaan.

Adapun mengenai berita dari China, dijelaskan bahwa abad 13, sekitar tahun 1282 M, Sultan Malik as-
Shaleh telah mengirim beberapa utusan ke Quilon, India, dan juga bertemu dengan duta-duta Cina.
Diantara nama-nama utusan yang dikirim adalah Husein dan Sulaiman (nama muslim). Dari
keterangan tersebut, dapat diketahui Samudera Pasai telah ada sekurang-kurangnya pada tahun 1282 M
dan telah melakukan hubungan dengan pihak luar.

Menurut Ibnu Bathutah ketika Ia berkunjung tahun 1346 M ke Sumatera, islam telah disyiarkan sekitar
1 abad lamanya. Di samping itu, Ia juga mengabarkan kesalehan, kerendahan hati, dan semangat
keagamaan raja dan rakyatnya, dan juga madzhab yang diyakini, yaitu madzhab Syafi’i.

Saat sultan terkahir memerintah, itulah awal lemahnya Kerajaan Samudera Pasai, ditandai dengan
masuknya Portugis yang berkuasa selama 3 tahun. Tahun 1524, kekuasaan pun jatuh kepada kerajaaan
Islam lainnya, yaitu Aceh Darussalam. Keruntuhan kerajaan ini juga karena serangan Majapahit dan
juga munculnya Kerajaan Melayu di Semenanjung Melayu.

Kondisi Ekonomi Kerajaan Samudera Pasai


Basis perekonomian kerajaan ini lebih ke pelayaran dan perdagangan. Ditinjau dari segi geografis,
pada saat itu Samudera Pasai merupakan suatu daerah penghubung antara pusat perdagangan di
kepulauan Indonesia, dengan India, Cina, dan Arab. Pada kerajaan ini juga telah digunakan mata uang
sebagai alat pembayaran yang disebut deureuham (dirham), menandakan bahwa perekonomian
kerajaan ini telah makmur.

Dalam sektor dagang, Samudera Pasai mengandalkan lada sebagai produk unggulan yang dicari
pedagang-pedagang internasional. Masyarakat pada umumnya sebagai petani yang menanam padi di
ladang yang dipanen 2 kali dalam setahun. Mereka juga beternak sapi perah untuk kemudian
menghasilkan susu dan keju.
Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai
Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai ini diakibatkan beberapa pengaruh internal dan eksternal.
Internal kerajaan sebelum masa keruntuhan sering terlibat pertikaian antar keluarga kerajaan.
Perebutan kekuasaan dan jabatan kerap terjadi. Perang Saudara dan pemberontakan tidak bisa
dihindari. Bahkan Raja saat itu meminta bantuan kepada Raja Melaka untuk meredam pemberontakan.

Namun tidak urung terjadi karena pada tahun 1511 Kerajaan Melaka jatuh ketangan Portugal. Sepuluh
tahun kemudia tepatnya 1521 Portugal menyerang Kerajaan Samudera Pasai dan runtuhlah kerajaan
itu. Tetapi bibit kerajaan masih ada sehingga tahun 1524 Kerajaan Samudera Pasai menjadi bagian dari
Kesultanan Aceh.
Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai
Berikut ini terdapat beberapa peninggalan dari kerajaan samudera pasai, antara lain:

Dirham
Zaman dulu Dirham tidak memakai kertas, maka dari itu dirham-dirham yang ada di Kerajaan
Samudera Pasai dibuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa campuran kimia kertas,berdiameter 10 mm
dengan 0,6 gram setiap koinnya.

Dirham
Dirham ini dicetak dengan dua jenis, yakni satu Dirham dan setengah Dirham. Pada satu sisi dirham
atau mata uang emas itu tercetak tulisan Muhammad Malik Al-Zahir. Sementara di sisi lainnya
tercetak tulisan nama Al-Sultan Al-Adil. Dirham ini banyak digunakan sebagai alat transaski, terutama
tanah.

Tradisi mencetak Dirham mas kemudian menyebar ke seluruh Sumatera, bahkan sampai semenanjung
Malaka semenjak Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524.

Cakra Donya
Cakra Donya merupakan sebuah lonceng yang bisa dibilang keramat. Cakra Donya ini merupakan
lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina tahun 1409 M. Lonceng ini memilik
tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra sendiri memiliki arti poros kereta, lambang-lambang Wishnu,
matahari atau cakrawala.Sementara Donya berarti dunia.

Cakra Donya

Pada bagian luar Cakra Donya terdapat sebuah hiasan dan simbol-simbol berbentuk aksara Arab dan
Cina. Aksara Arab tidak dapat dibaca lagi karena telah aus. Sedangkan aksara Cina bertuliskan Sing
Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa yang sudah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5).
Intinya, Cakra Donya ini adalah sebuah lonceng impor. Cakra Donya sendiri merupakan hadiah dari
kekaisaran Cina kepada Sultan Samudra Pasai. Kemudian hadiah lonceng ini dipindahkan ke Banda
Aceh sejak portugis berhasil dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah.

Naskah Surat Sultan Zainal Abidin


Naskah surat Sultan Zainal Abidin merupakan surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abidin sebelum
meninggal pada tahun 1518 Masehi atau 923 Hijriah. Surat ini ditujukan kepada Kapitan Moran yang
bertindak atas nama wakil Raja Portugis di India.

Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Surat ini ditulis menggunakan bahasa arab, isinya menjelaskan mengenai keadaan Kesultanan
Samudera Pasai pada abad ke-16. Selain itu, dalam surat ini juga menggambarkan tentang keadaan
terakhir yang dialami Kesultanan Samudera Pasai setelah bangsa Portugis berhasil menaklukkan
Malaka pada tahun 1511 Masehi.

Nama-nama kerajaan atau negeri yang memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Samudera pasai
juga tertulis di dalamnya. Sehingga bisa diketahui pengejaan serta dan nama-nama kerajaan atau negeri
tersebut. Adapun kerajaan atau negeri yang tertera dalam surat tersebut antara lain Negeri Mulaqat
(Malaka) dan Fariyaman (Pariaman).

Stempel Kerajaan
Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir yang merupakan Sultan Kedua Kerajaan
Samudera Pasai. Dugaan tersebut dilontarkan oleh oleh tim peneliti sejarah kerajaan Islam. Stempel ini
ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.

Stempel Kerajaan

Stempel ini berukuran 2×1 centimeter, diperkirakan terbuat dari bahan sejenis tanduk hewan. Adapun
kondisi stempel ketika ditemukan sudah patah pada bagian gagangnya. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa stempel ini sudah digunakan hingga masa pemerintahan pemimpin terakhir
Kerajaan Samudera Pasai, yakni Sultan Zainal Abidin.
Kerajaan Islam Aceh

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh Darussalam adalah sebuah kerajaan bercorak agama Islam yang berada di provinsi
Aceh, Republik Indonesia. Kesultanan Aceh berlokasi di utara dari pulau Sumatera dengan ibu kota
kerajaan di Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya yaitu Sultan Ali Mughayat Syah yang
naik takhta pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarah
kerajaan yang panjang itu dari tahun 1496 – 1903, Aceh mengembangkan sebuah pola dan sistem
terhadap pendidikan militer negaranya, dengan komitmen kerajaan dalam menentang imperialisme dari
bangsa Eropa, memiliki sebuah sistem pemerintahan kerajaan yang teratur dan sistematik,
mewujudkan adanya pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik
dengan negara lain. Beberapa kerajaan di pulau sumatra lainnya seperti Sejarah Kerajaan Samudera
Pasai.

Awal Mula Berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam


Map Kesultanan AcehKesultanan Aceh dibuat oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada
awalnya kerajaan Aceh ini berdiri diatas wilayah dari Kerajaan Lamuri, kemudian Kerajaan Aceh
berhasil menundukan dan menyatukan beberapa wilayah disekitar kerajaannya mencakup daerah Daya,
Pedir, Lidie, Nakur.

Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Kesultanan Samudra Pasai sudah menjadi bagian dari
Kesultanan Aceh diikuti dengan wilayah Aru. Pada tahun 1528, Sultan Ali Mughayat Syah digantikan
oleh anaknya yang bernama Salahuddin, yang kemudian memerintah hingga tahun 1537. Kemudian
Sultan Salahuddin digantikan oleh saudaranya yang bernama Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar
melalui sebuah kudeta, sultan ini memerintah hingga tahun 1571.

Setelah wafatnya Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar terus melanjutkan perjuangan. Beberapa kali
melakukan serangan kejohor dan terus menjalin persahabatan dengan sejarah kerajaan islam di
indonesia lainnya terutama yang berada di pulau jawa.
Sultan-Sultan Kerajaan Aceh

1. Sultan Ali Mughayat Syah


Sultan Ali Mughayat Syah adalah sultan pertama dari Kerajaan Aceh. Ia memegang tampuk kekuasaan
dari tahun 1514-1528 M. Di bawah kuasanya, Kerajaan ini memiliki wilayah mencakup Banda Aceh-
Aceh Besar. Selain itu, Kerajaan Aceh juga melakukan perluasan ke beberapa wilayah di Sumatera
Utara, yaitu daerah Daya dan Pasai. Sultan Ali juga melakukan serangan terhadap kedudukan Portugis
di Malaka dan juga menaklukkan Kerajaan Aru.

2. Sultan Salahuddin
Salahuddin merupakan anak dari Sultan Ali Mughayat Syah. Setelah meninggalnya Sultan Ali
Mughayat Syah, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya tersebut. Sultan Salahuddin memerintah dari
tahun 1528-1537 M. Sayangnya, Sultan Salahudin kurang memperhatikan Kerajaannya saat berkuasa.
Maka dari itu, Kerajaan ini sempat mengalami kemunduran. Akhirnya di tahun 1537 M, tampuk
kekuasaan pindah ke tangan saudaranya, Sultan Alaudin Riayat Syah.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah


Sultan Alaudin Riayat Syah berkuasa dari tahun 1537-1568 M. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan ini
berkembang pesat menjadi Bandar utama di Asia bagi pedagang Muslim mancanegara. Lokasi
Kerajaan Aceh yang strategis menjadi peluang untuk menjadikannya sebagai tempat transit bagi
rempah-rempah Maluku. Dampaknya, Kerajaan Aceh saat itu terus menghadapi Portugis. Kerajaan
Aceh dibawah kepemimpinan Alaudin Riayat Syah juga memperkuat angkatan laut. Selain itu,
Kerajaan ini juga membina hubungan diplomatik dengan Kerajaan Turki Usmani.

4. Sultan Iskandar Muda


Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan ini mengalami puncak kejayaannya.
Iskandar Muda memimpin dari tahun 1606 – 1636 M. Sultan Iskandar Muda melanjutkan
kepemimpinan dari sultan Alauddin Riayat Syah.

Iskandar Muda memberikan terobosan baru untuk Kerajaan. Beliau mengangkat pimpinan adat untuk
setiap suku serta menyusun tata negara (qanun) yang menjadi pedoman penyelenggaraan aturan
Kerajaan. Saat itu, Kerajaan Aceh menduduki 5 besar Kerajaan Islam terbesar di dunia setelah
Kerajaan Maroko, Isfahan, Persia dan Agra. Kerajaan ini berhasil merebut pelabuhan penting dalam
perdagangan (pesisir barat dan timur Sumatera, dan Pesisir barat Semenanjung Melayu). Selain itu,
Kerajaan Aceh juga membina hubungan diplomatik dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah
serangan Portugis.

5. Sultan Iskandar Thani


Sultan Iskandar Tahani memerintah dari tahun 1626-1641 M. Berbeda dengan sultan-sultan
sebelumnya yang mementingkan ekspansi, Iskandar Thani memperhatikan pembangunan dalam
negeri. Selain itu, sektor pendidikan agama Islam mulai bangkit di masa kepemimpinannya. Terbukti
dari lahirnya buku Bustanus salatin yang dibuat oleh Ulama Nuruddin Ar-Raniry. Meskipun Iskandar
Thani hanya memerintah selama 4 tahun, Aceh berada dalam suasana damai. Syariat Islam sebagai
landasan hukum mulai ditegakkan. Hubungan dengan wilayah yang ditaklukkan dijalan dengan
suasana liberal, bukan tekanan politik atau militer.
Runtuhnya Kerajaan Aceh

Kerajaan ini mulai mengalami kemunduran sejak meninggalnya sultan Iskandar Thani. Hal itu
dikarenakan tidak ada lagi generasi yang mampu mengatur daerah milik Kerajaan Aceh yang begitu
luas. Akibatnya, banyak daerah taklukan yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, dan
Minangkabau.

Selain itu, terjadi pertikaian terus menerus antara golongan ulama (Teungku) dan bangsawan (Teuku).
Pertikaian ini dipicu oleh perbedaan aliran keagamaan (aliran Sunnah wal Jama’ah dan Syiah).

Meskipun begitu, Kerajaan Aceh tetap berdiri sampai abad ke 20. Kerajaan Aceh juga sempat
dipimpin beberapa Sultanah (Ratu). Ratu yang pernah memimpin Kerajaan Aceh yaitu Sri Ratu
Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675 dan Sri Ratu Naqiatuddin Nur Alam (1675-1678).

Sayangnya, pertikaian yang terjadi terus menerus serta wilayah Kerajaan Aceh yang terus berkurang
membuat Kerajaan Aceh runtuh di awal abad 20 dan dikuasai oleh Belanda.
Peninggalan Kerajaan Aceh
Ada banyak peninggalan-peninggalan Kerajaan Aceh yang masih dapat kita lihat sampai sekarang.
Peninggalan tersebut adalah :

1. Masjid Raya Baiturrahman

Bangunan Masjid ini merupakan kebanggaan rakyat Aceh sampai sekarang. Masjid raya Baiturrahman
ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 Masehi. Letaknya tepat di tengah pusat Kota
Banda Aceh. Mesjid ini pernah dibakar saat Agresi Militer II dan akhirnya dibangun kembali oleh
pihak Belanda. Ketika Tsunami 2004 Melanda Aceh, Mesjid ini tetap kokoh berdiri melindungi warga
yang berlindung di dalamnya. Sampai saat ini, masjid ini terus dikembangkan atau direnovasi menjadi
lebih cantik. Terakhir,masjid ini telah direnovasi menjadi mirip dengan masjid Nabawi di Madinah.

2. Gunongan

Gunongan ini merupakan bangunan yang juga dibangun oleh Sultan Iskandar Muda. Bangunan ini
dibangun atas dasar cinta Sultan Iskandar Muda pada seorang Putri dari Pahang (Putroe Phaang).
Sultan Iskandar muda menjadikannya sebagai permaisuri. Karena cintanya yang sangat besar, Sultan
Iskandar Muda memenuhi keinginan Putroe Phaang untuk membangun sebuah taman sari yang indah
yang dilengkapi dengan Gunongan.

Saat ini, Taman Sari dan Gunongan menjadi tempat yang terpisah menjadi taman sari, taman putro
phaang dan Gunongan. Letak antara tiga tempat itu hampir berdekatan dengan Masjid raya
Baiturrahman sehingga anda mudah mengunjunginya.

3. Mesjid Tua Indrapuri

Masjid ini awalnya adalah sebuah candi peninggalan dari Kerajaan Hindu di Aceh. Namun pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda, candi ini diubah fungsinya menjadi masjid. Anda masih dapat
melihat bangunan yang strukturnya mirip dengan candi namun berpadu dengan nuansa Islami ini di
Indrapuri, Aceh Besar.

Selain tiga tempat diatas, masih banyak peninggalan lain yang masih terjaga. Peninggalan berupa
benda misalnya uang logam emas, meriam, dan lain-lain. sementara itu, penerapan qanun yang berasal
dari pemerintahan sultan Iskandar muda juga diterapkan dalam pemerintahan Aceh saat ini.

Anda mungkin juga menyukai