Anda di halaman 1dari 12

KERAJAAN SAMUDRA PASAI

Oleh : Mifta Ruhafitzah


Kelas X IPS 2
SMAN 1 Ampek Nagari

A. Letak Geografis Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai terletak di pantai utara Aceh yang merupakan gabungan dan dua
kota, yaitu Samudra (agak di pedalaman) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota tersebut kemudian
disatukan oleh Marah Silu yang kemudian dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sultan Malik al
Saleh. Setelah menjadi kerajaan Islam, Samudra Pasai berkembang pesat menjadi pusat
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Para pedagang India, Benggala, Gujarat, Arab,
dan Cina banyak berdagang di Samudra Pasai. Selanjutnya, Samudra Pasai memperluas
wilayahnya ke daerah sekitar Aceh, seperti Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana,
Samudra, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai

Letak Geografis Kerajaan Samudra Pasai


B. Sumber Sejarah Kerajaan Samudra Pasai
1. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Adapun sumber sejarah yang menerangkan Kerajaan Samudera Pasai adalah sebagai
berikut :
a. Makam Sultan Malik AL-Saleh
Makam Malik Al-Saleh terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar
17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang sultan ditulisi huruf Arab.

Makam Sultan Malik AL-Saleh

b. Makam Sultan Muhammad Malik Al Zahir


Makam ini lokasinya bersebelahan dengan makam Sultan Malik Al Shaleh. Hal
ini karena beliau merupakan putranya yang juga pernah memimpin Kesultanan
Samudra Pasai, tepatnya dari tahun 1287 hingga 1326 masehi.

c. Makam Nahrasiyah
Nahrasiyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang
pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrasiyah dikenal arif dan bijak. Ia
bertahta dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat
perempuan begitu mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar
agama pada masa tersebut. Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng,
Kecamatan Samudera ± 18 km sebelah timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari
Makam Malik Al Saleh . Surat Yasin dengan kaligrafi yang indah terpahat dengan
lengkap pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali Imran ayat 18 19,
Surat Al-Baqarah ayat 285 286, dan sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang
artinya, “Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang
digelar dari bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan
Ahmad Ibnu Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin
17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).

Makam Ratu Nahrasiyah

d. Hikayat Raja-Raja Pasai


Hikayat ini merupakan sebuah karya yang ditulis dengan menggunakan bahasa
Melayu. Isinya bercerita mengenai kerajaan Islam pertama di Nusantara yang
terletak di Aceh, yaitu Samudra pasai.

Berdasarkan hikayat ini, dapat kita ketahui pendiri kerajaan Samudra Pasai, yaitu
Sultan Malik As Saleh atau nama aslinya Marah Silu. Sebagian besar isi hikayat
ini penuh dengan mitos dan legenda, tapi hikayat ini telah membantu dalam
mengungkap kebenaran kerajaan Samudra Pasai.

e. Kitab Rihlah ila I-Masyriq


Sumber sejarah kerajaan Samudra Pasai selanjutnya adalah sebuah kitab karya
Abu Abdullah Ibn Batutah. Ia merupakan musafir Maroko yang melakukan
pengembaraan ke timur hingga singgah ke wilayah Samudra Pasai pada tahun
1345.
Dalam kunjungannya ke Samudra Pasai, saat itu kesultanan dipimpin oleh Sultan
Al-Malik Azh-Zhahir II atau pada periode 133? hingga 1349 masehi. Ibnu
Batutah sendiri pernah berkeliling ke pelosok dunia pada Abad Pertengahan.

Menurut Ibnu Batutah, Samudra Pasai adalah pusat studi Islam. Saat berkunjung
di kerajaan ini, ia dijemput oleh laksamana muda dari Pasai yaitu bernama Bohuz.
Ia pun selanjutnya diundang ke istana. Setelah singgah di Samudra Pasai, ia
kemudian melanjutkan perjalanan ke China.

f. Kronik China
Di dalam kronik China, Samudra Pasai dikenal dengan nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-
ki. Disebutkan bahwa armada kapal Cheng Ho dengan sekitar 200an kapal
mengunjungi Samudra Pasai secara berturut-turut pada tahun 1405, 1408 dan
1412.

Dalam catatan tersebut, dijelaskan bahwa jarak tempuh menuju Samudra Pasai
sekitar 3 hari 3 malam. Pada kunjungannya tersebut, Cheng Ho memberikan
hadiah dari Kaisar China yaitu berupa Lonceng Cakra Donya.

Kemudian pada tahun 1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya bernama Ha-li-zhi-
han, namun ia wafat di Beijing. Selanjutnya Kaisar Xuande (Dinasti Ming)
mengutus utusannya bernama Wang Hinhong untuk mengabarkan berita tersebut
ke Samudra Pasai

g. Lonceng Cakra Donya


Keberadaan lonceng pemberian kaisar China masih ada hingga sekarang dan
menjadi bukti serta sumber sejarah kerajaan Samudra Pasai. Lonceng ini
berbentuk stupa, memiliki tinggi 125 cm, lebar 75 cm. Di bagian luar lonceng
terdapat hiasan-hiasan kombinasi aksara China dan Arab.
Lonceng Cakra Donya

h. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin


Sumber sejarah kerajaan Samudra Pasai selanjutnya berupa naskah surat yang
ditulis oleh Sultan Zainal Abidin, tepatnya pada tahun 1518 masehi. Surat ini
ditujukan kepada Kapitan Moran.

i. Stempel Kerajaan Samudra Pasai


Berdasarkan hasil penelitian oleh Tim peneliti sejarah kerajaan Islam. Ditemukan
bukti bahwasanya stempel ini merupakan milik Sultan Muhammad Malikul Zhair.
Stempel ini ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudra, Kab. Aceh
Utara. Namun saat ditemukan, dibagian gagang stempel sudah rusak.

j. Makam Teungku Sidi Abdullah Tahul Nillah


Beliau merupakan salah satu pejabat di Kesultanan Samudra Pasai. Ia adalah cicit
dari khalifah Al Muntasir. Ia pernah menjabat sebagai menteri keuangan di
kesultanan Samudra Pasai. Lokasi makam ini berada di Gamping Kuta Krueng.
Makam ini memiliki hiasan kaligrafi, sementara batu nisannya terbuat dari
marmer.
k. Makam Ratu Al Aqla (Nur Ilah)
Beliau merupakan puteri dari Sultan Muhammad Malikul Zhair. Lokasi makam
ini berada di Gampong Meunje Tujoh. Sama seperti makam sebelumnya, batu
nisan pada makam ini memiliki hiasan kaligrafi bahasa Arab dan Kawi.

l. Koin Emas Kerajaan Samudra Pasai


Sumber sejarah kerajaan Samudra Pasai terakhir adalah uang koin emas dan
perak. Di dalam uang tersebut tertera nama-nama raja/sultan Samudra Pasai.

Mata Uang Emas pada masa kerajaan Pasai

2. Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai


Kemunduran Kerajaan Pasai disebabkan karena beberapa faktor baik secara internal
maupun eksternal.
a. Faktor Internal
1). Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik
At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Malik At Tahrir, sistem pemerintahan Samudera Pasai
sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan
internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa
berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-
pedagang Pulau Jawa juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar
dengan lada.

Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap
dalam meminmpin kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran
penyebaran agama Islam diambil alih oleh kerajaan Aceh.

Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah ketika di Aceh berdiri satu lagi
kerajaan yang mulai merintis menjadi sebuah peradaban yang besar dan
maju. Pemerintahan baru tersebut yakni Kerajaan Aceh Darussalam yang
didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh Darussalam
sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan yang pernah ada di
Aceh pada masa pra Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan
Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang
Kesultanan Samudera Pasai. Akibatnya, pamor kebesaran Kerajaan
Samudera Pasai semakin meredup sebelum benar-benar runtuh. Sejak saat
itu, Kesultanan Samudera Pasai berada di bawah kendali kuasa Kesultanan
Aceh Darussalam.

2). Terjadi Perebutan kekuasaan


Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian Syah malik al Tahir meninggal
dunia dan digantikan putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian
Syah Malik al-Tahir. Bagaimana pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini
tidak banyak diketahui. Rupanya menjelang akhir abad ke-14 Samudra Pasai
banyak diliputi suasana kekacauan karenaa terjadinya perebutan kekuasaan,
sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina. Beberapa faktor yang
menyebabkan runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan
yang dilakukan sekelompok orang yang ingin memberontak kepada
pemerintahan kerajaan Samudra Pasai. Karena pemberontakan ini,
menyebabkan beberapa pertikaian di Kerajaan Samudra Pasai. Sehingga
terjadilah perang saudara yang membuat pertumpahan darah yang sia-sia.
Untuk mengatasi hal ini, Sultan Kerajaan Samudra Pasai waktu itu
melakukan sesuatu hal yang bijak, yaitu meminta bantuan kepada Sultan
Malaka untuk segera menengahi dan meredam pemberontakan. Namun
Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal
tahun1521 yang sebelumnya telah menaklukan Malaka tahun 1511, dan
kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan
Kesultanan Aceh.

b. Faktor Eksternal
1). Serangan dari Majapahit Tahun 1339
Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mengalami ancaman dari
Kerajaan Majapahit dengan Gajah Mada sebagai mahapatih. Gajah Mada
diangkat sebagai patih di Kahuripan pada periode 1319-1321 Masehi oleh
Raja Majapahit yang kala itu dijabat oleh Jayanegara. Pada 1331, Gajah
Mada naik pangkat menjadi Mahapatih ketika Majapahit dipimpin oleh Ratu
Tribuana Tunggadewi. Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi Mahapatih
Majapahit inilah keluar ucapannya yang disebut dengan Sumpah Palapa,
yaitu bahwa Gajah Mada tidak akan menikmati buah palapa sebelum
seluruh Nusantara berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Mahapatih Gajah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang


kebesaran Kerajaan Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit
khawatir akan pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai. Oleh karena itu
kemudian Gajah Mada mempersiapkan rencana penyerangan Majapahit
untuk menaklukkan Samudera Pasai. Desas-desus tentang serangan tentara
Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam
Samudera Pasai santer terdengar di kalangan rakyat di Aceh. Ekspedisi
Pamalayu armada perang Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih
Gajah Mada memulai aksinya pada 1350 dengan beberapa tahapan.
Serangan awal yang dilakukan Majapahit di perbatasan Perlak mengalami
kegagalan karena lokasi itu dikawal ketat oleh tentara Kesultanan Samudera
Pasai. Namun, Gajah Mada tidak membatalkan serangannya. Ia mundur ke
laut dan mencari tempat lapang di pantai timur yang tidak terjaga. Di Sungai
Gajah, Gajah Mada mendaratkan pasukannya dan mendirikan benteng di
atas bukit, yang hingga sekarang dikenal dengan nama Bukit Meutan atau
Bukit Gajah Mada.

Gajah Mada menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut
dan jurusan darat. Serangan lewat laut dilancarkan terhadap pesisir di
Lhokseumawe dan Jambu Air. Sedangkan penyerbuan melalui jalan darat
dilakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara Perlak dan Pedawa.
Serangan dari darat tersebut ternyata mengalami kegagalan karena dihadang
oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara serangan yang
dilakukan lewat jalur laut justru dapat mencapai istana.

Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat mempertahankan
peranannya sebagai bandar yang mempunyai kegiatan perdagangan dengan
luar negeri. Para ahli sejarah yang menumpahkan minatnya pada
perkembangan ekonomi mencatat bahwa Kerajaan Samudera Pasai pernah
menempati kedudukan sebagai sentrum kegiatan dagang internasional di
nusantara semenjak peranan Kedah berhasil dipatahkan.

2. Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis


Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal
sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan
yang sangat sibuk. Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan
lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama

Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka


pusat perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya pusat
perdagangan ke Bandar Malaka maka perekonomian di Bandar Malaka
menjadi ramai karena letaknya yang lebih strategis dibanding bandar-bandar
di Samudra Pasai

3. Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang
sedang lemah ini karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena
politik / kekuasaan) dengan menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga
akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang orang-orang
Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan yang
sering membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan dengan
kerajaan Samudra Pasai.

Orang-orang Portugis datang ke Malaka, karena telah mengetahui bahwa


pelabuhan Malaka merupakan pelabuhan transito yang banyak didatangi
pedagang dari segala penjuru angin. Malaka dikenal sebagai pintu gerbang
Nusantara. Hal ini sangat menarik perhatian orang-orang Portugis.

Maksud Portugis untuk menduduki Malaka adalah untuk menguasai


perdagangan melalui selat Malaka.Kedatangan orang-orang Portugis di
bawah pimpinan Diego Lopez de Squeira ke Malaka atas perintah raja
Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian dengan penguasa-
penguasa di Malaka. Perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan untuk
memperoleh suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua belah
pihak. Jadi semboyan orang-orang Portugis untuk meluaskan daerah
pengaruhnya tidak hanya bermotif penyebaran agama akan tetapi terutama
motif ekonomi.
C. Kehidupan Masyarakat pada Masa Kerajaan Pasai
1. Bidang Politik
Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih telah terjalin hubungan baik
dengan Cina. Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar Raja Pasai untuk
mengirimkan dua orang untuk dijadikan duta untuk Cina yang bernama Sulaeman
dan Snams-ad-Din. Selain dengan Cina, Kerajaan Samudra Pasai juga menjalin
hubungan baik dengan negeri-negeri Timur Tengah. Pada masa pemerintahan
Sultan Mahmud Malik az-Zahir, ahli agama mulai dari berbagai negeri di Timur
Tengah salah satunya dari Persi (Iran) yang bernama Qadi Sharif Amir Sayyid
dan Taj-al-Din dari Isfahan. Hubungan persahatan Kerajaan Samudra Pasai juga
terjalin dengan Malaka bahkan mengikat hubungan perkawinan.

2. Bidang Ekonomi
Dalam segi ekonomi perkembangan kerajaan Samudra Pasai ini ditandai dengan
sudah adanya mata uang yang diciptakan sendiri untuk alat pembayaran yang
terbuat dari emas, uang ini dinamakan Dirham. Selain itu, ditandai juga dengan
berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat perdagangan
internasional pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir, dengan lada
sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Saat itu Pasai diperkirakan
mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas
lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman.
Bukan hanya perdagangan ekspor-impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang
maju. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin.
Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang -pedagang Jawa
mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka
dibebaskan dari pembayaran cukai.

3. Bidang Sosial & Budaya


Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara menetap beberapa
lama untuk mengurusi perdagangan mereka. Dengan demikian, para pedagang
dari berbagai bangsa itu bergaul selama beberapa lama dengan penduduk
setempat. Kesempatan itu digunakan oleh pedagang Islam dari Gujarat, Persia,
dan Arab untuk menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, kehidupan sosial
masyarakat dapat lebih maju, bidang perdagangan dan pelayaran juga bertambah
maju.

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan–


aturan dan hukum – hukum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat
persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab.
Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah
Serambi Mekkah. Kerajaan Samudera Pasai berkembang sebagai penghasil karya
tulis yang baik. Beberapa orang berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa
oleh agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu, yang
kemudian disebut dengan bahasa Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara
karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini
diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya
perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut
kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan
buku-bukunya. Selain itu juga berkembang ilmu tasawuf yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Melayu

Anda mungkin juga menyukai