Anda di halaman 1dari 5

Kerajaan Islam di Indonesia Beserta Raja

dan Peninggalannya
A.Kerajaan Perlak
Berdasarkan seminar sejarah Islam di Medan pada tahun 1963, seminar sejarah Islam di
Banda Aceh pada tahun 1978, dan seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di
Aceh dan Nusantara tahun 1980 di Banda Aceh mengukuhkan bahwa kerajaan islam di
Indonesia yang pertama adalah kerajaan Perlak.

Sumber sejarah Kerajaan Perlak

1. Naskah Berbahasa Melayu

Yang termasuk dalam bukti Kerajaan Islam di Indonesia pertama ini, Perlak adalah sebagai
berikut.

 Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi karangan Abu Ishak Makarani Al Fasy.
 Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin karangan Syekh Syamsul Bahri
Abullah As Asyi.
 Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai yang merupakan catatan dari Saiyid Abdullah Ibn
Saiyd Habib Saifuddin.

Ketiga naskah tua tersebut mencatat bahwa kerajaan Islam di indonesia yang pertama
adalah Kerajaan Islam Perlak. Ishak Makarani Al fasy menyebutkan bahwa Kerajaan Perlak
didirikan pada tanggal 1 Muharram 225 H (840 M) dengan rajanya yang pertama adalah
Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah yang semula bernama Saiyid Abdul Aziz.

Bukti Peninggalan Kerajaan Perlak

1. Mata uang perlak

Mata uang kerajaan Perlak merupakan mata uang tertua di Nusantara. Mata uang perlak
terdiri dari tiga jenis, yakni terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga
atau kuningan

2. Stempel kerajaan

Stempel tersebut bertuliskan huruf Arab yang berbentuk kalimat Al Wasiq Billah Kerajaan
Negeri Bendahara Snah 512. Kerajaan Negeri Bendahara adalah bagian dari kerajaan Perlak.

3. Makam Raja Benoa

Merupakan makam dari salah seorang raja Benoa di tepi Sungai Trenggulona yang pada batu
nisannya bertuliskan huruf Arab. Berdasarkan penelitian Dr. Hassan Ambari, nisan tersebut
dibuat sekitar abad ke-4 H atau abad ke-11 M. Menurut Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah
wal fasi, Benoa adalah negara bagian dari kerajaan Perlak.
B.Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan Islam di Indonesia yang muncul menggantikan
Kerajaan Perlak yang semakin mengalami kemunduran. Kemunduran Kerajaan Perlak terjadi
karena ketidakstabilan pemerintahan akibat persaingan antar anggota keluarga kerajaan
sehingga para pedagang banyak mengarahkan kegiatannya ke tempat lain, yakni ke Pasai.

Seorang penguasa lokal di daerah Samudera bernama Marah Silu (Meurah Silu) dibantu oleh
Syekh Ismail (seorang syarif dari Mekkah) berhasil mempersatukan daerah Samudera dan
Pasai. Kedua daerah tersebut kemudian dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudera
Pasai.

Kehidupan politik Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Kabupaten Lhoukseumawe, Aceh Utara dengan raja
pertama Marah Silu yang bergelar Sultan Malik Al-Saleh (1285 – 1297 M). Malik Al-Saleh
memperistri putri penguasa Perlak sebagai permaisuri, yaitu Putri Ganggang Sari (Putri
Raihani).

Baca juga:  Pengertian, Faktor Pendorong, dan Manfaat Perdagangan Internasional

Pada masa pemerintahan Malik Al-Saleh, datang seorang Musafir dari Venesia bernama
Marco Polo yang menceritakan perkembangan Islam serta perdagangan di Perlak dan
Samudra Pasai. Selanjutnya tahun 1297, Sultan Malik al Saleh meninggal dunia yang
dibuktikan dengan batu nisan di Sungai Pasai berangka tahun 675 H atau 1297 M.

Pemerintahan kerajaan Islam di Indonesia kedua ini, Samudra Pasai dilanjutkan oleh putranya
bernama Sultan Muhammad Malik al Tahir (Sulta Malik al Tahir) yang memerintah tahun
1297 – 1326. Pada masa ini Perlak dipersatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai. Setelah
Sultan Malik al Tahir wafat, ia digantikan oleh Sultan Ahmad yang juga bergelar Malik al
Tahur (Malik al Tahir II).

Pada masa pemerintahan Malik al Tahir II (1326 – 1348), Samudra Pasai berkembang pesat.
Hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab terus dikembangkan. Pada
masa itu, sultan merupakan penguasa tertinggi yang juga seorang ulama yang dibantu patih
yang bergelar amir.

Pengganti Sultan Malik al Tahir II adalah Sultan Zainal Abidin (Sultan Malik al tahir III)
yang memerintah sekitar tahun 1350. Akhir dari pemerintahannya tidak begitu jelas. Dalam
sejarah Melayu diceritakan bahwa Kerajaan Samudra Pasai diserang oleh tentara Majapahit,
akan tetapi Samudra Pasai mendapat bantuan dari Laksamana Cheng Ho dari China pada
tahun 1405.

Laksamana Cheng Ho adalah utusan Kaisar China untuk menjalin persahabatan dengan
Sultan Samudra Pasai. Namun kemerdekaan Kerajaan Samudra Pasai terenggut setelah pada
tahun 1521, Samudra Pasai diakuasai oleh Portugis.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Samudra Pasai

Dalam bidang ekonomi Kerajaan Samudra Pasai digambarkan bahwa pada pemerintahan
Malik al Tahir II, Samudra Pasai menjadi pelabuhan tempat persinggahan kapal-kapal dagang
dari India (Gujarat), Arab, Persia, dan China.

Ibnu Batutah seorang utusan Sultan Delhi yang singgah di Samudra Pasai dalam perjalanan
ke China pada tahun 1345, menceritakan bahwa perdagangan di Samudra Pasai semakin
ramai dan bertambah maju. Sultan mempunyai angkatan laut yang kuat sehingga para
pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai.

Komoditas yang paling utama di Samudra Pasai antara lain berupa lada, kapur barus, dan
emas.

Kehidupan sosial budaya Kerajaan Samudra Pasai

Kehidupan sosial budaya di Kerajaan Samudra Pasai diatur dengan ketentuan-ketentuan


syariat Islam. Sedangkan hasil kebudayaan secara fisik tidak banyak yang ditemukan.

Bentuk bangunan yang cukup terkenal di Samudra Pasai misalnya batu nisan Sultan Malik al
Saleh dan Jirat dari putri Pasai yang bertuliskan huruf Arab dalam bentuk kaligrafi yang
sangat indah

C.Kerajaan Malaka
Meskipun letaknya bukan di wilayah Indonesia (di Malaysia), tetapi kerajaan ini sangat
penting artinya bagi perkembangan Islam di Indonesia karena pada dasarnya masyarakat
Malaysia dengan masyarakat Sumatera mempunyai banyak persamaan sejarah dan
kebudayaan, sehingga dia dimasukkan ke dalam bagian sejarah kerajaan Islam di Indonesia.

Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai diikuti dengan perkembangan Malaka sebagai


pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat penyebaran agama Islam yang sangat penting di
Asia Tenggara.

Pada masa itu, datanglah seorang pangeran yang bernama Paramisora (Parameswara) dari
Blambangan, Jawa Timur yang melarikan diri karena Blambangan diserang tentara
Majapahit.

Setelah bertemu dengan Sidi Abdul Azis dan menyatakan diri masuk Islam, Paramisora
dipercaya menjadi pemimpin dan berhasil membangun kerajaan Malaka.

Kehidupan politik Kerajaan Malaka

Paramisora bergelar Sultan Iskandar Syah. Setelah beliau mangkat pada tahun 14 14, ia
digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah atau Megat Iskandar Syah
(1414 – 1424). Ia mnejalin hubungan dengan Cina dan Samudra Pasai.

Hubungan dengan Samudra Pasai semakin Erat sebab Sultan Muhammad Iskandar Syah
menikah dengan putri kerajaan tersebut. Setelah pemerintahan Muhammad Iskandar Syah
berakhir, pemerintahan dilanjutkan oleh raja Kasim yang bergelar Sultan Mudhafar Syah
(1424 – 1458)

Raja Kasim berhasil menguasai Pahang dan Indragiri. Kedudukan Malaka semakin kuat dan
strategis sehingga berhasil menggeser kedudukan Samudra Pasai.

Pengganti Sultan Mudhafar Syah adalah putranya yang bernama Sultan Mansyur Syah (1458
– 1477). Pada masa pemerintahannya Kerajaan Malaka mencapai zaman kejayaan. Ia berhasil
menguasai Semenanjung Malaka, Sumatera Tengah, Indragiri, Rokan dan Kepulauan Riau.
Pada saat itu angkatan laut Kerajaan Malaka sangat kuat di bawah pimpinan Laksamana
Hang Tuah sehingga Malaka tampil sebagai kerajaan maritim yang sangat tangguh saat itu.

Kerajaan Malaka mengembangkan pemerintahan yang cukup teratur dengan sultan sebagai
penguasa tertinggi atau duli (yang dipertuan). Di bawah sultan ada patih yang disebut Paduka
Raja (Sri Nara Diraja) yang membawahi pejabat-pejabat, seperti bendahara, laksamana,
tumenggung atau bupati, dan syahbandar.

Setelah pemerintahan Sultan Masyur Syah berakhir, pemerintah digantikan oleh Sultan
Alauddin Syah (1477 – 1488). Setelah itu dipegang oleh Sultan Mahmud Syah (1488 – 1511).
Kerajaan Malaka pada masa kekuasaan Sultan Mahmud Syah ternyata mengalami
kemunduran dan kebesaran Kerajaan Malaka semakin lama semakin surut.

Keadaan itu kemudian diperburuk oleh kedatangan tentara Portugis ke Bandar Malaka.
Semula kedatangan Portugis hanya berdagang rempah, tetapi kemudian ingin menguasai
kerajaan Malaka.

Pada tahun 1511, Portugis dipimpin oleh Alfonso d’Albuquerque berhasil menduduki
Kerajaan Malaka. Jatuhnya kekuasaan Islam di Malaka mengakibatkan pedagang Islam
menyingkir dan menyebar ke berbagai daerah. Pedagang Islam megalihkan kegiatan
perdagangannya di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, bahkan ada yang sampai ke Filipina
Selatan.

Kehidupan ekonomi Kerajaan Malaka

Dalam bidang ekonomi Kerajaan Malaka, dapat dilihat pada catatan Ma Huan sewaktu
berkunjung ke Kerajaan Malaka. Ma Huan menuliskan dalam bukunya yang berjudul The
Mao Kun Map mengenai kebudayaan, agama dan kebiasaan mereka.

Ketika itu Kerajaan Malaka belum ramai dan penduduknya lebih memilih kegiatan
perdagangan daripada pertanian karena pertanian kurang subur. Letaknya yang strategis
mendorong Kerajaan Malaka cepat berkembang sebagai bandar dan pelabuhan internasional.
Banyak pedagang dari luar, di antaranya dari Persia, India, Asia Tenggara, dan China masuk
berdagang atau sekadar singgah di Kerajaan Malaka.

Dinamika perdagangan di Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh para pedagang dari Jawa Timur
yang membawa rempah-rempah dari Maluku dan beras dari Pulau Jawa.

Di Kerajaan Malaka mereka melakukan transaksi dengan para pedagang dari Gujarat (India)
dan Persia yang membawa beraneka ragam kain sutra dan keramik. Dengan perdagangan
yang sangat majemuk tersebut, Kerajaan Malaka menjadi tempat perdagangan yang maju dan
makmur.

Dalam bidang perdagangan, seorang sultan Malaka memiliki hal istimewa, yakni hak untuk
membeli pertama dan hak menjual pertama.

Kehidupan sosial budaya Kerajaan Malaka

Dalam segi sosial budaya Kerajaan Malaka, kehidupan sehari-hari raja, pejabat, maupun
rakyat umum diatur dengan suatu undang-undang. Undang-undang tersbeut dirumuskan
berdasarkan adat istiadat Melayu.

Isi undang-undang yang dikembangkan waktu itu antara lain pemakaian payung untuk raja,
peraturan menghadap raja, upacara pemberian gelar, dan upacara hari raya. Sementara karya
sastra yang terkenal di antaranya adalah Sejarah Melayu dan Hikayat Amir Hamzah.

Anda mungkin juga menyukai