Anda di halaman 1dari 13

KERAJAAN BERCORAK ISLAM DI INDONESIA

Kerajaan Islam di Indonesia - Agama Islam adalah agama rahmatalill'alamin. Memberikan


petunjuk bagi seluruh makhluk untuk menjalankan kehidupan di muka bumi degan sebenar-
benarnya. Namun, karena manusia memiliki batas dan kekurangan tidak semua manusia
dapat merasakan petunjuk tersebut.

Penyebaran Agama Islam yang telah diawali oleh seorang Nabi dan Rasul yang bernama
Muhammad SAW, kini telah tersebar di seluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Pelan, tetapi pasti. Itulah yang telah terjadi dalam proses penyebaran Islam di Indonesia.
Tanpa kekerasan atau pertempuran yang artinya, dengan jalan damai.

Proses atau cara masuknya Islam ke Indonesia dengan cara damai paling tidak terdapat 7
macam yaitu, dengan jalur perdagangan, pendidikan, dakwah, seni, tasawuf, politik, dan
pernikahan. Cara masuknya Islam dengan jalur politik biasanya digunakan dalam ranah
pemerintahan.

Pada saat Indonesia belum merdeka, banyak sekali kerajaan yang lahir di negeri ini.
Kerajaan-kerajaan tersebut memiliki berbagai corak dan agama. Salah satu kerajaan yang
memiliki corak unik dan khusus adalah kerajaan Islam yang ada di Indonesia seperti, kerajaan
Perlak, Samudera Pasai, dan kerajaan Demak.
Sekilas Info: Kerajaan Tertua di Indonesia adalah Kerajaan Perlak dan Samudra Pasai.
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidak sedikit dan tersebar hampir di seluruh kepulauan
Indonesia. Di antara kerajaan-kerajaan Islam tersebut memiliki sejarah masing-masing
berdasarkan bukti-bukti dan peninggalan sejarah yang ada. Paling tidak, dalam artikel ini
akan membahas 15 kerajaan Islam di Indonesia.

Untuk lebih jelasnya, pada artikel ini akan membahas beberapa kerajaan Islam yang ada di
Indonesia. Seperti ungkapan di atas, paling tidak 15 kerajaan Islam di Indonesia. Pembahasan
kerajaan-kerajaan tersebut akan disertai dengan peninggalan-peninggalannya sebagai bukti
adanya kerajaan tersebut. Baik, inilah kerajaan Islam di Indonesia dan peninggalannya.

A. Kerajaan Perlak

Kerajaan bercorak Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah kerajaan Perlak. Hal
ini didasarkan pada pengukuhan seminar Sejarah Islam pada tahun 1963 di Medan dan
seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara pada tahun 1980,
di Banda Aceh. Seminar tersebut telah mengukuhkan bahwa, kerajaan Islam pertama di
Indonesia adalah kerajaan Perlak.

Dari berbagai sumber, terdapat ejaan lain dari nama kerajaan Perlak. Wikipedia Bahasa
Indonesia menyebutkan Perlak dieja dengan Peureulak. Marco Polo menyebutkan, bahwa
pada tahun 1291, ia singgah di negeri Ferlec (Perlak) yang sudah memeluk Islam. Intinya,
penyebutan kerajaan Perlak ada tiga macam yaitu, Perlak, Peurelak, dan Ferlec.

Perlak adalah nama sebuah negeri di yang berkuasa di sekitar Peurelak Aceh Timur
(Sekarang Aceh) pada tahun 840-1292. Dalam naskah (Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah
wal Fasi) yang berbahasa melayu karangan Abu Ishak Makarani Al Fasy menyebutkan
bahwa, Kerajaan perlak berdiri pada 1 Muharram 225H (840 M) yang dipimpin oleh seorang
raja bernama Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah yang semula bernama Saiyid
Abdul Aziz.
Penting: Disebut negeri karena pada saat itu Negara Indonesia belum lahir dan masih disebut
dengan Nusantara.

1. Perekonomian Perlak

Sebuah negeri tidak akan bertahan tanpa adanya perekonomian yang kuat. Perlak adalah
sebuah negeri yang terkenal dengan daerah penghasil kayu (Kayu Perlak). Jenis kayu tersebut
kabarnya sangat bagus untuk bahan pembuatan kapal. Konon, nama kerajaan Perlak diambil
dari sebuah pohon kayu yang bernama Kayei Peureulak. Pohon tersebut memiliki kayu yang
sangat keras, sehingga baik sebagai bahan dasar pembuatan perahu.

Hasil alam dan posisi yang strategis membuat Perlak menjadi sebuah negeri yang cepat
berkembang. Pelabuhan niaga yang maju dan banyak disinggahi oleh kapal-kapal dari Persia
dan Arab, pada abad ke-8. Alasan inilah yang membuat perkembangan masyarakat Islam,
terutama akibat pernikahan saudagar Muslim dan wanita setempat.

2. Bukti Sejarah Kerajaan Perlak

Terdapat naskah tiga naskah kuno yang telah menceritakan Negeri Perlak. Naskah tua
tersebut adalah Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai yang merupakan catatan dari Saiyid
Abdullah Ibn Saiyd Habib Saifuddin, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin
karangan Syekh Syamsul Bahri Abullah As Asyi, dan Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah
wal Fasi karangan Abu Ishak Makarani Al Fasy.

Selain itu, terdapat beberapa beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Perlak yaitu;

 Mata uang negeri Perlak, yang merupakan mata uang tertua di Nusantara. Mata uang
tersebut terdiri dari 3 jenis bahan pembuatanya, yaitu; mata uang terbuat dari emas
(dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga.
 Makam raja Benoa yang berada di tepi sungai Trenggulona bernisankan huruf Arab.
Berdasarkan penelitian Dr. Hassan Ambari, nisan tersebut dibuat sekitar abad ke-4 H
atau abad ke-11 M. Menurut Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal fasi, Benoa adalah
negara bagian dari kerajaan Perlak.
 Stempel kerajaan yang bertuliskan huruf arab (Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri
Bendahara Snah 512). Negeri Bendahaara juga masih bagian dari kerajaan Perlak.

Kerajaan Perlak pernah terjadi pergolakan dalam ranah politik yang mengakibatkan Perlak
terbagi menjadi dua bagian (Perlak Pesisir dan Perlak Pedalaman. Hingga pada saat kerajaan
Sriwijaya menyerang Perlak Pesisir, Negeri Perlak kembali menjadi satu. Namun, akhirnya
kerajaan Perlak pun bergabung dengan kerajaan Samudra Pasai.

B. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai juga dikenal dengan sebutan Kesultanan Pasai dan Samudra
Darussalam. Kerajaan ini terletak di pesisir pantai utara Sumatra, di sekitar Lhokseumawe
dan Aceh Utara. Sekitar tahun 1267, kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Marah Silu yang
bergelar Sultan Malik as-Saleh dan beragama Islam.

Belum begitu banyak bukti arkeologi terkait dengan kerajaan yang berada di Pesisir Pantai
Utara Sumatra ini untuk dijadikan kajian sejarah. Namun, beberapa Ahli Sejarawan mulai
menelusuri keberadaan kerajaan Pasai melalui Hikayat Raja-Raja Pasai.

1. Pemerintahan Samudra Pasai

Pusat pemerintahan Kerajaan Pasai terletak antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air)
dan Krueng Pase (Sungai Pasai), di Aceh Utara. Menurut Ibnu Batuthah, Kerajaan Pasai tidak
memiliki benteng pertahanan dari batu, akan tetapi telah memagari kotanya dengan kayu.
Daerah inti Ibu Kota terdapat beberapa tempat yang penting seperti, Masjid, pasar, dan dilalui
oleh sungai tawar yang bermuara ke laut.

Struktur pemerintahan Kerajaan Samudra Pasai terdapat beberapa istilah misalnya, Sultan
(yang memegang kekuasaan tertinggi kerajaan), Menteri (jabatan yang memegang jabatan
publik signifikan dalam suatu pemerintahan), Syahbandar (panglima pangkalan atau kepala
pelabuhan yang bertugas dan bertanggungjawab untuk mengatur suatu pelabuhan, dan Kadi
atau Qadi (seorang hakim yang memutuskan perkara berdasarkan syariat Islam).

Ternyata, kerajaan Samudra Pasai juga memiliki beberapa kerajaan bawahan yang pemimpin
kerajaan bawahan itu juga disebut dengan sultan. Keturunan, anak-anak, dan beberapa
petinggi kerajaan diberi gelar yang disebut dengan Tun.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, kerajaan Perlak telah bergabung
dan menjadi bagian dari Kerajaan Samudara Pasai. Pada masa ini, Sultan Malik juga
menempatkan salah satu anaknya (Sultan Manshur) di wilayah Samudra. Namun, pada masa
ini kawasan Samudra Pasai sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudra Pasai.

2. Perekonomian Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai merupakan kota perdagangan yang mengandalkan lada sebagai
komoditi andalan. Menurut catatan Ma Huan, 100 kathi lada dapat dijual dengan harga perak
1 Tail (merujuk pada mata uang tael Tiongkok). Mata uang Samudra Pasai berbentuk koin
emas yang bernama Deureuham (dirham) sebagai alat transaksi jual beli.
Koin emas sebagai alat transaksi di daerah Pasai dikenalkan pada masa Sultan al-Malik azh-
Zhahir (Muhammad 1).
Selain perdagangan, masyarakat Pasai umumnya juga menanam padi di ladang yang dapat
dipanen dua kali dalam satu tahun. Sapi perah, juga mewarnai perekonomian kerajaan
Samudra Pasai untuk menghasilkan susu dan diolah menjadi keju.

3. Nama Raja-Raja Samudra Pasai

Adapun nama-nama sultan atau raja samudra pasai adalah sebagai berikut;

1. Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu)


2.Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Muhammad I
3. Sultan Ahmad, 1326 - 133?
4. Sultan Al-Malik azh-Zhahir II
5. Sultan Zainal Abidin I
6. Ratu Nahrasyiyah
7. Sultan Zainal Abidin II
8. Sultan Shalahuddin
9. Sultan Ahmad II
10. Sultan Abu Zaid Ahmad III
11. Sultan Ahmad IV
12. Sultan Mahmud
13. Sultan Zainal Abidin III
14. Sultan Muhammad Syah II
15. Sultan Al-Kamil
16. Sultan Adlullah
17. Sultan Muhammad Syah III
18. Sultan Abdullah
19. Sultan Ahmad V
20. Sultan Zainal Abidin IV

Sultan Malik as-Saleh adalah pendiri kerajaan, Sultan Malik azh,Zhahir koin emas
diperkenalkan, Sultan Ahmad I Penyerangan ke Kerajaan Karang Baru, Sultan Malik azh-
Zhahir II dikunjungi Ibnu Batutah, Sultan Zainal Abidin diserang Majapahit, Ratu
Nahrasyiyah masa kejayaan dan yang terakhir pada masa Sultan Ahmad V kerajaan jatuh ke
tangan Portugis.

4. Bukti atau Warisan Sejarah

Terdapat beberapa warisan sejarah yang ditinggalkan oleh kerajaan Samudra Pasai, di
antaranya;

 Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertuliskan tahun 696 H/1267 M.
 Sebagai rujukan para Sejarawan yang menandai bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke 13.
 Hikayat raja-raja Pasai yang merupakan karya dalam bahasa melayu dan
menceritakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, Samudra-Pasai.
 Nama pendiri kerajaan ini telah digunakan sebagai nama Universitas Malikussaleh,
Lhokseumawe.
Itulah cuplikan terkait dengan kerajaan Islam pertama Samudra Pasai di Indonesia.

C. Kerajaan Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh juga disebut dengan Kesultanan Aceh Darussalam. Yang berdiri pada tahun
1496 oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas beberapa
wilayah kerajaan Lamuri dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan yang mencakup Daya,
Pendir, Lidie, dan Nakur. Selanjunya wilayah Pasai menjadi bagian dari kedaulatan kerajaan
Aceh Darussalam.

Kerajaan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi
Aceh tepatnya terletak di utara pulau sumatra dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam.
Sultan pertama dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (8 September 1507). Kerajaan
ini mencapai puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

1. Pemerintahan Kerajaan

Pada sejarah panjangnya yaitu, 1496-1903, kerajaan ini mengembangkan pemerintahan


dengan sistem militer, teratur dan sistematik, berkomitmen dalam menentang imperialisme
bangsa Eropa, mewujudkan pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan
diplomatik dengan negara lain.

Sultan merupakan pemimpin tertinggi. Lambang kekuasaan tertinggi yang dipegang oleh
sultan disimbolkan dengan dua cara yaitu, keris dan cap kesultanan. Tanpa adanya kedua hal
tersebut maka tidak ada pegawai yang patuh dan hukum yang mempunyai kekuatan. Pada
awalnya kesultanan berada di wilayah Gampong Pande, Bandar Aceh Darussalam yang
kemudian pindah di Dalam Darud Dunia (sekarang di sekitar Pendopo Gubernur Aceh).

Sultan diangkat dan diturunkan oleh tiga Panglima Sagoe dan Teuku Qadi Malikul Adil
(Mufti Agung Kerajaan). Sultan baru sah ketika telah membayar Janime Aceh/Mas Kawin
Aceh sebesar emas murni 32 kathi, uang tunai 1600 ringgit, beberapa puluh ekor kerbau, dan
beberapa gunca padi.

2. Perekonomian Aceh Darussalam

Pada masa kerajaan Aceh Darussalam masih berdiri, perekonomian mungkin dapat
digambarkan dengan Janime Aceh (Mas Kawin Aceh) yang berarti perekonomian kerajaan
Aceh adalah penghasil emas, sebagian masyarakatnya adalah peternak dan penghasil padi.

Pada saat ini, komoditas perekonomian aceh yang diperdagangkan cukup banyak di
antaranya, minyak tanah dari Deli, belerang dari Pulau Weh dan gunung Seulawah, kapur
barus dan kemenyan, emas di Pantai Barat, dan sutera di Banda Aceh.

3. Bukti Peninggalan Sejarah

Terdapat beberapa peninggalan sejarah yang dapat dikunjungi pada saat ini, di antaranya;

 Masjid Raya Baiturrahman yang dibangun Sultan Iskandar Muda (1612M), terletak di
pusat kota Banda Aceh.
 Taman Sari Gunongan yang dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda.
 Benteng Indra Patra
 Pinto Knop juga dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda.
 Makam Sultan Iskandar Muda yang berada di Kel. Peuniti, Kec. Baiturrahman, Banda
Aceh.
 Koin emas kerajaan Aceh.
 Dan Meriam kesultanan Aceh

Itulah sekilas mengenai kerajaan Aceh Darussalam sebagai salah satu kerajaan Islam di
Indonesia.
D. Kesultanan Demak

Kesultanan Demak atau disebut juga dengan Kerajaan Demak, merupakan kerajaan Islam
pertama dan terbesar di wilayah pantai utara Jawa. Sebelumnya, Demak merupakan
kadipaten dari kerajaan Majapahit (bagian dari Majapahit). Kerajaan Demak kemudian
muncul menjadi kekuatan baru yang mewarisi legitimasi kerajaan Majapahit.
Menjelang akhir abad ke-15, seiring dengan kemunduran kerajaan Majapahit, secara
berangsur-angsur wilayah di bawah kekuasaan Majapahit mulai memisahkan diri, termasuk
Demak.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475 M yang masih keturunan dari
Majapahit. Lokasi keraton pada masa itu berada di Kampung Bintara yang terkenal dengan
sebutan Demak Bintoro. Kemudian dengan berjalannya waktu, pada masa Sunan Prawoto
(Raja ke-4), pusat kerajaan dipindahkan di Prawata (Prawoto). Akhirnya Demak Bintoro
berubah nama menjadi Demak Prawoto.
Pada saat ini, Demak Bintara telah menjadi sebuah kota yang termasuk ke dalam wilayah
Jawa Tengah.
Kerajaan Demak tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan
Indonesia pada Umumnya. Namun, kerajaan ini tidak berumur panjang dan segera
mengalami masa kemunduran karena perebutan kekuasaan.

Demak Bintoro memiliki dua pelabuhan, yaitu; Pelabuhan Niaga yang berada di sekitar
Bonang, Demak dan Pelabuhan Militer yang berada di sekitar Teluk Wetan, Jepara.

1. Masa Keemasan Demak

Pada awal abad ke-16, kerajaan Demak telah menjadi sebuah kerajaan yang kuat di Pulau
Jawa. Tidak satupun kerajaan lain di Jawa yang dapat menandingi usaha Demak dalam
memperluas kekuasaan.

Pada masa pemerintahan Pati Unus (Raja Ke-2 Demak), Demak merupakan sebuah kerajaan
yang berwawasan Nusantara. Visi besarnya (Pati Unus) adalah menjadikan Demak sebagai
kerajaan maritim yang besar.

Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana (raja Demak ke-3), telah menyebarkan Islam baik
di Jawa tengah dan Jawa Timur. Kemudian Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa
lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang
akan mendarat di sana (1527), juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528
- 1540).

Wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur juga dikuasai Demak seperti, Tuban (1527),
Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527 - 1529), Kediri (1529),
Malang (1529 - 1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa
(1529 - 1546).

2. Masa Kemunduran

Masa Sultan Trenggana tidak selalu mulus, terjadi persaingan yang panas antara P.
Surowiyoto (Pangeran Sekar) dan Trenggana, yang mengakibatkan terbunuhnya P.
Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (Anak Sultan trenggono). Peristiwa tersebut terjadi di tepi
sungai. Sejak saat itu Surowiyoto terkenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen (Sekar Gugur di
Sungai).

Pada tahun 1546, Sultan Trenggono wafat dan tampuk pemerintahan digantikan oleh
anaknya, Sunan Prawoto. Alhasil, Sunan Prawoto menjadi sultan ke-4 Demak. Namun, pada
tahun 1549, Sunan Prawoto dan istrinya dibunuh oleh salah satu pengikut Arya Penangsang
yaitu, putra dari Sekar.

Arya Penangsang menjadi raja Demak ke-5. Akan tetapi, sebelum menjadi raja, ternyata
pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, Adipati Jepara. Hal ini
mengakibatkan para adipati bawahan Demak memusuhi Arya Penangsang. Salah satu di
antaranya adalah Adipati Pajang Raden Kang Mas Joko Tingkir (Hadiwijoyo).

Pada tahun 1554 terjadilah Pemberontakan dilakukan oleh Adipati Pajang Joko Tingkir
(Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam Peristiwa ini Arya
Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya
Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah era Kerajaan Demak. Joko Tingkir
(Hadiwijoyo) memindahkan Pusat Pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

E. Kerajaan Pajang

Pajang adalah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah yang menjadi kelanjutan dari kerajaan
Demak. Saat ini, kerajaan tersebut tinggal tersisa batas-batas fondasinya yang berada di
perbatasan kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Sukoharjo.

Kerajaan Pajang sepertinya sebuah kerajaan yang muncul pertama kali di daerah pedalaman
Jawa setalah runtuhnya kerajaan Islam di daerah Pesisir (Demak). Kerajaan Pajang juga tidak
berumur panjang. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor. Namun, walaupun demikian,
kerajaan Pajang nantinya juga akan menghasilkan kemajuan-kemajuan terhadap
perkembangan Islam disekitas kekuasaanya.

1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Pajang

Sebelum Kerajaan Pajang lahir. Prestasi yang cemerlang Jaka Tingkir dalam pengabdiannya
membuat ia diangkat menjadi menantu Sultan Demak Trenggana dan menjadi bupati Pajang
bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu kira-kira meliputi wilayah Boyolali dan Klaten,
Tingkir daerah Salatiga, Butuh dan sekitarnya.

Setelah Sultan Trenggana wafat (1546), tampuk kekuasaan diserahkan oleh anaknya, Sultan
Prawoto. Namun, telah terjadi konflik antara Sultan Prawoto dan sepupunya Arya
Penangsang (bupati Jipang), sehingga Prawoto tewas ditangan Arya Penangsang pada tahun
1549.

Kini Arya Penangsang menjadi Sultan Demak yang kemudian ia berusaha membunuh Jaka
Tingkir, namun gagal.

Akhirnya dengan dukungan dari Bupati Jepara dan Putri Trenggana, serta pengikutnya Jaka
Tingkir berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Selanjutnya, Jaka Tingkir atau yang disebut
dengan Hadiwijaya menggantikan kesultanan Demak dan memindahkan ibu kota dari Demak
ke Pajang pada tahun 1549.

2. Perkembangan Kerajaan Pajang

Pada awal berdirinya Pajang, wilayah yang berkaitan dengan eksitensi Demak pada masa
sebelumnya hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal tersebut karena wilayah-wilayah
Jawa Timur banyak yang melepaskan diri setelah wafatnya Sultan Trenggana.

Tahun 1568, Hadiwijaya alias Jaka dipertemukan oleh Sunan Prapen dengan para Adipati
Jawa Timur. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa, para Adipati mengakui
kedaulatan Kerajaan Pajang atas negeri-negeri di Jawa Timur. Dalam perkembangan
selanjutnya, Negeri yang cukup kuat yaitu, Madura juga berhasil ditundukan.

3. Runtuhnya Kerajaan Pajang

Setelah Hadiwijaya wafat, tampuk pemerintahan digantikan oleh menantunya yaitu, Arya
Pangiri. Ternyata Arya Pangiri hanya disukbukan dengan balas dendam terhadap Mataram.

Pada tahun 1586, Pangeran Benawa (masih menantu Hadiwijaya) dan Sutawijaya (sultan
Mataram) bersekutu untuk menyebu Pajang. Akhirnya, Arya Pangiri mengalami kekalahan.
Pemerintahan Pajang kini digantikan oleh Pangeran Bewana. Setelah wafatnya Pangeran
Bewana, tidak ada putra mahkota yang menggantikannya. Akhirnya, Pajang dijadikan
bawahan kerajaan Mataram.

F. Kerajaan Mataram Islam

Merupakan kerajaan yang berdiri pada abad ke-17 di Pulau Jawa. Kerajaan Mataram
dipimpin oleh dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan yang mengklaim
bahwa dirinya masih termasuk keturunan Majapahit.

1. Asal-Usul Kerajaan Mataram

Pada masa kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Hadiwijaya, seseorang yang bernama Ki
Ageng Pemanahan telah berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Atas jasanya tersebut, Ki
Ageng Pemanahan diberi kedudukan sebuah kadipaten yang berpusat di Bumi Mentaok yang
masih wilayah Pajang pada tahun 1558.

Pada tahun 1584, Ki Ageng Pemanahan membangun Istana di Pasar Gege atau Kotagede dan
telah menjadi kerajaan Mataram. Ki Ageng Pemanahan wafat, kemudian digantikan oleh
Sutawijaya.

Setelah wafatnya Sutan Hadiwijaya (Raja Pajang pertama), pertempuran antara Mataram dan
Pajang terjadi yang mengakibatkan kekalahan Pajang. Namun, pada saat itu Pajang masih
belum berakhir karena ternyata Pajang kepemimpinan diserahkan kepada Pangeran Bewana.

Setalah Pangeran Bewana wafat dan pajang tidak ada putra mahkota, akhirnya Panjang
dijadikan bawahan Mataram.
2. Berakhirnya Era Mataram

Mataram, pada puncak keemasanya dipimpin oleh Mas Jolang yang memiliki nama asli Mas
Rangsang dan bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan
sebutan Sultan Agung. Pada masa ini, lokasi keraton dipindah ke Karta yang terletak 5 km di
sebelah barat daya Kota Gede.

Setelah wafatnya Mas Rangsang, pemerintahan digantikan oleh Amangkurat I. Pemerintahan


Amangkurat I tidak Stabil karena terjadi banyak pemberontakan. Pada masanya, terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat I bersekutu dengan
VOC.

Pengganti Amangkurat I adalah Amangkurat II, ternyata ia patuh terhadap VOC. Sehingga
banyak yang tidak puas dan terus terjadi pemberontakan. Pengganti Amangkurat II berturut-
turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV
(1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena
menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya
Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal.

Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian
wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta
tanggal 13 Februari 1755. Kejadian ini telah mengakibatkan berakhirnya era Mataram
sebagai kesatuan politik dan wilayah.

G. Kesultanan Yogyakarta

Sejarah mencatat bahwa pada akhir abad ke-16 terdapat sebuah kerajaan Islam di Jawa
bagian tengah-selatan bernama Mataram. Kerajaan ini berpusat di daerah Kota Gede (sebelah
tenggara kota Yogyakarta saat ini), kemudian pindah ke Kerta, Plered, Kartasura dan
Surakarta. Lambat laun, kewibawaan dan kedaulatan Mataram semakin terganggu akibat
intervensi Kumpeni Belanda.

Akibatnya timbul gerakan anti penjajah di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi yang
mengobarkan perlawanan terhadap Kumpeni beserta beberapa tokoh lokal yang dapat
dipengaruhi oleh Belanda seperti Patih Pringgalaya. Untuk mengakhiri perselisihan tersebut
dicapai Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.

1. Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 (Kemis Kliwon, 12
Rabingulakir 1680 TJ) menyatakan bahwa Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu
Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Surakarta
dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III, sementara Ngayogyakarta – atau lazim disebut
Yogyakarta – dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan
Hamengku Buwono I.

2. Menjadi Daerah Istimewa

Perubahan besar berikutnya terjadi setelah lahirnya Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX segera mengucapkan
selamat atas berdirinya republik baru tersebut kepada para proklamator kemerdekaan.
Dukungan terhadap republik semakin penuh manakala Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Sri Paduka Paku Alam VIII mengeluarkan amanat pada tanggal 5 September 1945 yang
menyatakan bahwa wilayahnya yang bersifat kerajaan adalah bagian dari Negara Republik
Indonesia.

Menerima amanat tersebut maka Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno,
menetapkan bahwa Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam merupakan dwi
tunggal yang memegang kekuasaan atas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sempat terkatung-katung selama beberapa tahun, status keistimewaan tersebut semakin kuat
setelah disahkannya Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Dengan demikian, diharapkan agar segala bentuk warisan budaya di Kasultanan Yogyakarta
dan Kadipaten Pakualaman dapat terus dijaga dan dipertahankan kelestariannya

H. Kerajaan Islam Cirebon

Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15
dan 16 Masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran
antar pulau.

Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan
Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara kebudayaan Jawa dan
Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak
didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

Kesultanan Cirebon didirikan di dalem Agung Pakungwati sebagai pusat pemerintahan


negara islam kesultanan cirebon. Letak dalem agung pakungwati sekarang menjadi keraton
kasepuhan cirebon.

I. Kerajaan Banten

Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Tatar Pasundan,
Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika kesultanan Cirebon dan
kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan
menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan
militer serta kawasan perdagangan sebagai antisipasi terealisasinya perjanjian antara kerajaan
Sunda dan Portugis tahun 1522 m.

Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah
penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mengembangkan benteng pertahanan yang
dinamakan Surosowan (dibangun 1600 m) menjadi kawasan kota pesisir yang kemudian hari
menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.

Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang
luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan
pengaruhnya.
J. Kerajaan Makasar (Goa-Tallo)

kesultanan Makassar merupakan kesultanan Islam di Sulawesi bagian selatan pada abad ke-
16 Masehi yang pada mulanya masih terdiri atas sejumlah kerajaan kecil yang saling bertikai.
Daerah ini kemudian dipersatukan oleh kerajaan kembar yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan
Tallo sehingga menjadi Kesultanan Makassar.

1. Asal Mula Kerajaan Makasar

Cikal bakal Kesultanan Makassar adalah dua kerajaan kecil bernama Kerajaan Gowa dan
Kerajaan Tallo ini terletak di semenanjung barat-daya Sulawesi dengan kedudukan strategis
dalam perdagangan rempah-rempah. Seperti yang terjadi di bandar rempah-rempah lainnya,
para pedagang muslim juga berupaya menyebarkan ajaran Islam di Makassar.

2. Islamnya Kerajaan Makasar

Awalnya Upaya penyebaran agama Islam dari Jawa ke Makassar tidak banyak membawa
hasil. Demikian pula usaha Sultan Baabullah dari Ternate yang mendorong penguasa Gowa-
Tallo agar memeluk agama Islam. Islam baru dapat berpijak kuat di Makassar berkat upaya
Datok Ribandang dari Minangkabau.

K. Kesultanan Kutai

Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
(Martapura) merupakan kesultanan bercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji
Batara Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada tahun
2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten
Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Kedaton.

Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta
yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai
Kartanegara ing Martadipura dengan gelar Sultan Aji Muhammad Salehuddin II pada tanggal
22 September 2001.

L. Kerajaan Ternate

Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan
Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara.
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran
penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17.

Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan


rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang
mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
M. Kesultanan Tidore

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku
Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18),
kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram,
dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.

Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk
mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal.
Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak
Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494.

Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah
kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak
pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad
ke-18.

N. Kerajaan Banjar

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri pada Tahun 1520, dihapuskan
sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada
pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905. Namun sejak 24 Juli
2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Khairul Saleh.

Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Wilayah Banjar yang lebih luas terbentang dari Tanjung
Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian
dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir diMartapura. Ketika beribukota di Martapura
disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Wilayah terluas kerajaan ini pada masa kejayaannya disebut empire/kekaisaran Banjar
membawahi beberapa negeri yang berbentuk kesultanan, kerajaan, kerajamudaan,
kepengeranan, keadipatian dan daerah-daerah kecil yang dipimpin kepala-kepala suku Dayak.

Ketika ibu kotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan
Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu
kerajaan Hindu yang beribu kota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan
Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

O. Kesultanan Lamuri

Kesultanan Lamuri adalah nama sebuah kerajaan yang terletak di daerah kabupaten Aceh
Besar dengan pusatnya di Lam Reh, kecamatan Mesjid Raya. Kerajaan ini adalah kerajaan
yang lebih dahulu muncul sebelum berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam, dan merupakan
cikal bakal kesultanan tersebut.
Kerajaan ini adalah kerajaan Islam yang didirikan oleh Malik Syamsudin. Selain itu raja-raja
Kerajaan ini adalah:

1. Malik Syamsuddin
2. Malik 'Alawuddin
3. Muzhhiruddin.
4. Sultan Muhammad bin 'Alawuddin
5. Malik Nizar bin Zaid
6. Malik Zaid
7. Malik Jawwaduddin
8. Malik Zainal 'Abidin
9. Malik Muhammad Syah
10. Sultan Muhammad Syah

Info Penting: Kerajaan Islam yang ada di Indonesia jumlahnya tidak sebatas 15 kerajaan
saja, akan tetapi lebih dari itu, terdapat lebih banyak lagi kerajaan-kerajaan yang telah berdiri
di kepulauan Indonesia. Adapun sumber yang banyak digunakan dalam artikel ini adalah
Wikipedia Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai