Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“PERMASALAHAN KETIDAK-BERKEWARGANEGARAAN DI INDONESIA ”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2

1. AULYA INDAH S (06)


2. CHANGRA RIYO C (08)
3. DESY PUTRI P (09)
4. IKA ARINDA (13)
5. SHAFIRA A (26)

PROGRAM STUDI : D4 AKUNTANSI MANAJEMEN (1G)


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu negara. Tanpa
status kewarganegaraan seorang warga negara tidak akan diakui oleh sebuah negara.
Sebagai warga negara dan masyarakat, setiap manusia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama, yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya
dan mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi
‘statless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara
tidak boleh membiarkan seseorang memiliki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah
sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk
menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu ada pengaturan yang
mengatur tentang kewarganegaraan seseorang, yaitu berdasarkan kelahiran dan melalui
proses pewarganegaraan (naturalisasi).

Bagi sebagian besar dari kita yang telah menjadi warga negara suatu Negara, hak dan
kewajiban seorang warga negara cenderung dianggap sebagai suatu hal yang lumrah atau
biasa. Kebanyakan dari kita dapat mendaftarkan anak-anak ke sekolah, memperoleh
pelayanan kesehatan saat sakit, melamar pekerjaan bila perlu, dan memilih wakil-wakil
yang kita inginkan untuk duduk di pemerintahan. Kita merasa mempunyai hak atas
negara tempat kita tinggal, kita mempunyai rasa memiliki yang sangat mendalam
terhadap sesuatu yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri. Namun bagaimana dengan
orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan? Tanpa kewarganegaraan,
seseorang tidak dapat ikut memilih di negara tempat ia tinggal, tidak dapat mengajukan
permohonan untuk mendapatkan dokumen perjalanan, dan bahkan tidak dapat
memperoleh sertifikat atau akta nikah, dan sebagainya. Lebih singkatnya bisa disebut
tidak ada hak-hak kewarganegaraan (seperti warga negara pada umumnya dalam suatu
negara) yang melekat dalam diri orang tersebut, kendatipun hal tersebut sudah diatur
dalam dokumen universal tentang hak-hak asasi manusia sekalipun. Dengan melihat
fakta, masih banyak, berjuta-juta orang di dunia ini yang tidak memiliki status hukum
kewarganegaraan, maka kita dapat menyaksikan, bahwa ternyata tidak ada satupun
jaminan dari hukum internasional tentang masalah itu. Dalam kondisi seperti ini, status
hukum kewarganegaraan kemudian menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga
sekali bagi kelangsungan kehidupan manusia.

Di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus ketidak-berkewarganegaraan yang mana


dialami oleh penduduk di daerah perbatasan. Contoh permasalahan yang pernah timbul
ialah tidak jelasnya status kewarganegaraan sekitar 3.000 penduduk Oksibil. Sebagaimana
diketahui status kewarganegaraan sekitar 3.000 penduduk wilayah Wara tidak jelas,
walaupun mereka berdiam di sekitar daerah yang masih termasuk wilayah hukum
Kecamatan Oksibil, Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya. Penduduk pedalaman terpencil
pegunungan Jayawijaya ini bukan warga negara Indonesia, namun juga tidak tercatat
sebagai warga negara Papua Nugini.

Berdasarkan data yang ada, terungkap bahwa karena letak delapan desa di Wara itu
berdekatan dengan garis perbatasan dan sangat terpencil, maka penduduknya sering
masuk-keluar wilayah Papua Nugini-Indonesia secara bebas, Mereka juga memiliki
keterikatan sosial budaya dengan penduduk garis perbatasan Papua Nugini, hingga sulit
dibedakan mana warga negara Indonesia dan mana warga negara Papua Nugini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana masalah tidak berkewarganegaraan itu dapat timbul?
2. Bagaimana cara mengatasi masalah ketidak berkewarganegaraan?

1.3.Tujuan Penulisan Makalah


1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah kewarganegaraan
2. Menambah pengetahuan tentang pendidikan kewarganegaraan
3. Memberi pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara. Warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap
negaranya, dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap
negaranya.
Dalam konteks Indonesia, sesuai dengan UUD 1945 pasal 26, yang dimaksud dengan
Warga Negara yaitu bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disyahkan undang-undang
sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini dinyatakan bahwa orang-
orang bangsa lain misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab dan
lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan
bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi warga negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/ 1958 dinyatakan bahwa warga negara
Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-
perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945
sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Sedangkan pengertian kewarganegaraan secara umum adalah sesuatu hal yang
berhubungan dengan warga negara dengan negara. Dalam bahasa Inggris, kewarganegaraan
dikenal dengan kata citizenship, artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau
ikatan antara negara dengan warga negara.

2.1 STATUS KEWARGANEGARAAN


Kemudian beberapa persoalan yang berkenaan dengan status kewarganegaraan
seseorang dalam sebuah negara dikenal dengan istilah :
1. Apatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan. Sebagai contoh, seseorang yang orang tuanya lahir di negara yang
menganut asas Ius Soli, lahir di negara yang menganut asas Ius Sanguinis.
2. Bipatride, yaitu istilah yang digunakan untuk orang-orang yang memiliki
kewarganegaraan rangkap (dwi kewarganegaraan). Ini terjadi ketika seseorang yang
orang tuanya hidup di negara yang menganut asas Ius Sanguinis, lahir di negara yang
menganut asas Ius Soli.
3. Multipatride, yang istilah yang digunakan untuk menyebutkan status
kewarganegaraan seseorang yang memiliki dua (2)/ lebih status kewarganegaraan.
Pada umumnya ada dua (2) kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni
warga negara yang memperoleh status kewarganegaraannya melalui stelsel pasif(warga
negara by operation of law) dan warga negara yang memperoleh status
kewarganegaraannya melalui stelsel aktif (warga negara by registration).

2.2 CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN


Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 62/ 1958, ada tujuh (7) cara
memperoleh kewarganegaraan Indonesia yaitu :
1. Karena kelahiran dengan bukti surat akta kelahiran.
2. Karena pengangkatan dengan bukti surat pengangkatan dalam kutipan pernyataan sah
buku catatan pengangkatan anak asing dari peraturan pemerintah No. 67/ 1958 sesuai
dengan surat edaran Menteri Kehakiman No. JB. 3/2/25 butir 6, tanggal 5 Januari
1959.
3. Karena dikabulkan permohonannya dengan bukti surat kewarganegaraan karena
dikabulkan permohonan dalam petikan keputusan Presiden tentang permohonan
tersebut (tanpa pengucapan sumpah dan janji setia).
4. Karena pewarganegaraan dengan bukti surat kewarganegaraan dalam petikan
keputusan Presiden tentang pewarganegaraan tersebut yang diberikan setelah
pemohon mengangkat sumpah dan janji setia.
5. Karena perkawinan.
6. Karena turut ayah dan ibu.
7. Karena pernyataan dengan bukti surat kewarganegaraan karena pernyataan
sebagaimana di atur dalam surat edaran Menteri Kehakiman No. JB. 3/ 166/22 tanggal
30 September 1958 tentang memperoleh/ kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia dengan pernyataan.

2.3 HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI WARGA NEGARA


Sebagai warga negara, seseorang mempunyai kedudukan khusus terhadap
negaranya. Dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik
terhadap negaranya. Adapun hak warga negara Indonesia telah diatur dalam UUD 1945
dan berbagai peraturan lainnya :
1. Hak asasi manusia, yang meliputi hak kebebasan beragama dan beribadat sesuai
dengan kepercayaannya, bebas untuk berserikat dan berkumpul (pasal 28 E)
2. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
3. Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja
4. Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak atas status
kewarganegaraan (pasal 28 F) dan hak-hak asasi lainnya.

Sedangkan contoh kewajiban setiap warga negara adalah :


1. Kewajiban membayar pajak
2. Membela tanah air
3. Membela pertahanan dan keamanan negara
4. Menghormati hak asasi orang lain
5. Mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 J) dan berbagai
kewajiban lainnya dalam undang-undang.

Secara lebih elaboratif, kewarganegaraan dapat diartikan dalam empat hal, yaitu :
1. Kewarganegaraan adalah status hukum (citizenship as a legal status), negara
memberikan jaminan akan hak-hak mendasar kepada warga negara dan warga negara
dituntut kewajiban-kewajibannya kepada negara
2. Kewarganegaraan adalah hak (citizenship as a right), memahami kewarganegaraan
adalah sebagai sekumpulan hak-hak, tanggung jawab, dan kesempatan-kesempatan
untuk berpartisipasi yang mampu mendefinisikan kedudukan individu dalam ruang
sosial politik sebuah komunitas.
3. Kewarganegaraan sebagai aktivitas dan aspirasi politik (citizenship as political
activity), yang merefleksikan kehendak dan partisipasi politik setiap individu dalam
sebuah komunitas politik (negara)
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Masalah Ketidak-berwarganegaraan dapat Timbul


Masalah kewarganegaraan dan tidak berkewarganegaraan (apakah itu
menyangkut masalah perolehan, kehilangan atau penolakan kewarganegaraan)
walaupun sudah diatur oleh hukum kewarganegaraan nasional maupun hukum
internasional, ternyata masih banyak menyisakan berbagai permasalahan. Banyak
orang tak berkewarganegaraan menjadi korban dari pemindahan paksa. Orang-orang
yang terusir dari kampung halamannya cenderung rawan menjadi tak
berkewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraannya, terutama jika kepindahan
mereka diikuti dengan pemetaan ulang batas wilayah negara mereka. Sebaliknya,
individu tak berkewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraannya seringkali
dipaksa pergi dari tempat tinggalnya sehari-hari. Banyak orang tak
berkewarganegaraan yang dari hari ke hari terus bertambah dan masih harus berjuang
untuk memperoleh hak atas status kewarganegaraannya. Perjuangan mereka itu tidak
lain adalah perjuangan ‘hak untuk mempunyai hak’. Karena mendapatkan status
hukum kewarganegaraan sama halnya memiliki kunci pintu masuk untuk
mendapatkan hak-hak lainnya dari negara. Pada umumnya, keadaan tak
berkewarganegaraan dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah karena :
(1) konflik hukum;
(2) perubahan wilayah negara;
(3) hukum perkawinan;
(4) prosedur administrasi;
(5) diskriminasi;
(6) tidak mempunyai surat kelahiran;
(7) pembatalan kewarganegaraan oleh negara; dan sebagainya.

1. Konflik hukum
Konflik hukum yang dimaksud ini adalah konflik hukum terkait dengan
pembatalan kewarganegaraan. Beberapa negara mempunyai hukum
kewarganegaraan yang mengijinkan warganya untuk menanggalkan
kewarganegaraannya tanpa terlibih dahulu memperoleh atau mendapat jaminan
perolehan kewarganegaraan lain. Hal ini sering berakibat pada keadaan tak
berkewarnegaraan. Konflik hukum terkait masalah ini muncul saat salah satu
negara tidak mengijinkan pembatalan suatu kewarganegaraan sebelum
memperoleh kewarganegaraan lain, sementara negara lain tersebut tidak mau
memberikan kewarganegaraan sebelum individu tersebut menanggalkan
kewarganegaraan sebelumnya. Kadang-kadang seseorang disyaratkan untuk
menanggalkan kewarganegaraannya yang sekarang di tempat lain sebelum ia
dapat mengajukan permohonan menjadi warga negara di tempat ia tinggal
sekarang, sehingga ia menjadi tak berkewarganegaraan sebelum memperoleh
kewarganegaraannya yang baru.

2. Perubahan Wilayah Negara


Walau hanya dibahas sebagian dalam berbagai perangkat dan prinsip hukum
internasional, peralihan wilayah atau kedaulatan suatu negara sudah lama menjadi
penyebab terjadinya ke-tak berkewarganegaraan. Hukum kewarganegaraan dan
pelaksanaannya biasanya berubah saat negara mengalami perubahan wilayah atau
kedaulatan seperti saat negara merdeka dari kekuasaan penjajah, setelah negara
bubar, jika suatu negara atau negara-negara baru muncul setelah negara bubar,
atau jika negara dipulihkan kembali setelah dibubarkan selama beberap waktu.
Kejadian-kejadian ini dapat memicu diberlakukannya hukum atau undang-undang
kewarganegaraan baru dan/atau prosedur administrasi baru. Dalam keadaan
demikian, seseorang dapat menjadi tak berkewarganegaraan jika mereka lalai
mengajukan permohonan kewarganegaraan di bawah hukum/undang-undang yang
baru atau menurut prosedur administrasi yang baru, atau jika mereka ditolak
kewarganegaraannya karena penerjemahan ulang dari hukum dan pelaksanaan
aturan-aturan terdahulu.

3. Hukum perkawinan
Beberapa negara secara otomatis merubah status kewarganegaraan seorang
perempuan pada saat ia menikah dengan seorang non warganegara. Perempuan
demikian dapat menjadi tak berkewarganegaraan jika dia tidak segera
memperoleh kewarganegaraan suaminya secara otomatis, atau jika suaminya tak
berkewarganegaraan. Seorang perempuan juga dapat menjadi tak
berkewarganegaraan jika setelah ia menerima kewarganegaraan suaminya, mereka
lalu bercerai sehingga ia kehilangan kewarganegaraan yang diperolehnya pada
saat menikah, sedangkan kewarganegaraan aslinya juga tidak dipulihkan secara
otomatis.

4. Prosedur administrasi
Ada banyak ketentuan administrasi dan prosedur yang terkait dengan
perolehan, pemulihan dan lepasnya kewarganegaraan. Walaupun seseorang sudah
layak mengajukan permohonan untuk memperoleh kewarganegaraan – bahkan,
jika seseorang telah berhasil mengajukan permohonan kewarganegaraan, namun
biaya administrasi, waktu tenggat yang terlalu ketat, dan/atau ketidakmampuan
untuk memberikan dokumen yang diinginkan karena masih dipegang oleh negara
kewarganegaraan sebelumnya, semuanya dapat mencegah seseorang untuk
memperoleh kewarganegaraan. Dalam kasus lain, beberapa negara secara otomatis
memulihkan kewarganegaraan seseorang yang telah meninggalkan negaranya dan
tinggal di luar negeri. Pemulihan kewarganegaraan yang hilang beberapa bulan
setelah seseorang pergi ke luar negeri, seringkali dikaitkan dengan cara kerja
administrasi yang tidak efisien dimana orang tersebut tidak diberitahu tentang
resiko kehilangan kewarganegaraannya jika ia tidak secara rutin mendaftar ulang
kewarganegaraannya melalui naturalisasi dan bukan seseorang yang lahir di
negara tersebut, atau yang telah memperoleh kewarganegaraannya melalui
keturunan, maka bahkan registrasi rutin pun belum tentu dapat memulihkan
kewarganegaraannya. Keadaan tak berkewarganegaraan seringkali merupakan
akibat langsung dari tatakerja yang demikian.

5. Diskriminasi
Salah satu prinsip yang membatasi wewenang negara untuk memberikan atau
menolak kewarganegaraan seseorang adalah larangan terhadap diskriminasi ras.
Prinsip ini tercermin dalam Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Ras maupun dalam perangkatperangkat lain. Melalui Rekomendasi
Umum tentang Diskriminasi terhadap Non Warga tanggal 1 Oktober 2004,
Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Ras menyatakan bahwa
‘pembatalan atau larangan memperoleh kewarganegaraan secara sewenang-
wenang karena alasan ras, warna kulit, keturunan, asal bangsa atau suku seseorang
adalah pelanggaran kewajiban negara untuk menjamin tidak adanya diskriminasi
terhadap hak memiliki kewarganegaraan.’ Namun demikian, terkadang seorang
individu tak dapat memperoleh kewarganegaraan dari suatu negara tertentu meski
mempunyai hubungan/ikatan yang kuat dengan negara tersebut – suatu ikatan
yang untuk orang lain sesungguhnya sudah cukup untuk memperoleh
kewarganegaraan. Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, suku, agama, jender,
pendapat politik, atau faktor-faktor lain dilakukan secara terbuka atau dibuat
seenaknya menjadi hukum atau pada saat pelaksanaannya. Suatu hukum dapat
dikatakan diskriminatif jika mengandung kata-kata yang bersifat prasangka atau
jika pelaksanaan hukum tersebut mengakibatkan perlakuan diskriminatif.

6. Tidak mempunyai surat kelahiran


Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Konvensi Hak Anak
menyatakan bahwa setiap anak, dimanapun dilahirkan, harus segera didaftarkan
setelah lahir. Setiap anak mempunyai hak untuk memperoleh kewarganegaraan.
Kewarganegaraan seorang anak akan ditentukan menurut hukum dari negara yang
bersangkutan; dan semua negara memerlukan penjelasan tentang dimana anak itu
dilahirkan dan dari siapa dilahirkan. Tanpa bukti kelahiran ini, atau tanpa adanya
pendaftaran kelahiran yang diakui, maka sulit bagi anak untuk menegaskan
identitas diri serta memperoleh kewarganegaraan.

7. Pembatalan kewarganegaraan oleh negara


Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa tak seorangpun
dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenangwenang. Konvensi 1961 dan
Konvensi Kewarganegaraan Eropa 1997 secara tegas membatasi wewenang
negara yang dapat membuat seseorang kehilangan kewarganegaraannya.
Kehilangan kewarganegaraan demikian harus disertai jaminan prosedur yang
lengkap dan tidak mengakibatkan ke-tak berkewarganegaraan. Hilangnya
kewarganegaraan seseorang terjadi ketika negara membatalkan warga negara
seseorang karena negara sedang melaksanakan prosedur yang diskriminatif.
Tindakan ini biasanya diikuti dengan pengusiran orang tersebut.
3.2 Cara Mengatasi Masalah Ketidak-berkewarganegaraan

Dalam mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan, Konvensi 1961


menjabarkan secara konkrit dan detil aturan perlindungan yang perlu diterapkan
Negaranegara dalam empat area pokok :
1. Langkah-langkah untuk menghindari keadaan tanpa kewarganegaraan di
antara anak-anak
Negara-negara hendaknya memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak
yang apabila tidak mendapatkan kewarganegaraan tersebut, akan menjadi tidak
berkewarganegaraan serta hendaknya membuat ikatan dengan mereka baik atas
dasar kelahiran dalam wilayah hukum mereka ataupun atas dasar dalil keturunan.
Sebagai akibatnya, manakala seorang anak dilahirkan dalam wilayah hukum suatu
negara namun mendapatkan kewarganegaraan dari orang tua yang
berkewarganegaraan asing, Negara tidak berkewajiban memberi anak tersebut
kewarganegaraan. Kewarganegaraan hendaknya diberikan melalui kelahiran,
pelaksanaan hukum, atau permohonan. Konvensi 1961 mengijinkan Negara-negara
untuk membuat peraturan pemberian kewarganegaraan secara bersyarat, misalnya
sudah menetap sebagai penduduk setelah jangka waktu tertentu.

2. Langkah-langkah untuk menghindari keadaan tanpa kewarganegaraan


dikarenakan hilangnya atau pelepasan kewarganegaraan
Mencegah keadaan tanpa kewarganegaraan di kemudian hari dengan
mensyaratkan kepemilikan atau jaminan perolehan kewarganegaraan lain sebelum
suatu kewarganegaraan dapat dihilangkan atau dilepaskan. Ada dua pengecualian
yang diberikan terhadap aturan ini: Negara dapat mencabut kewarganegaraan dari
para warga yang dinaturalisasi dan selanjutnya menetap untuk jangka waktu yang
lama di luar negeri dan dari warga negara yang dilahirkan di luar negeri dan tidak
menetap dalam Negara tersebut sampai mereka dewasa, dengan syarat ketentuan-
ketentuan lain terpenuhi.

3. Langkah-langkah untuk menghindari keadaan tanpa kewarganegaraan


dikarenakan kehilangan kewarganegaraan
Negara-negara tidak boleh menghilangkan kewarganegaraan siapapun atas
dasar ras, etnis, agama dan pandangan politik. Penghilangan kewarganegaraan yang
berujung pada keadaan tanpa kewarganegaraan juga dilarang, kecuali orang yang
bersangkutan mendapatkan kewarganegaraan dengan cara - cara penipuan atau
pemalsuan. Negara negara boleh menggunakan hak untuk menghilangkan
kewarganegaraan seseorang meskipun jika hal ini berujung pada keadaan tanpa
kewarganegaran manakala orang tersebut terbukti telah melakukan tindakan-
tindakan yang tidak sesuai dengan kewajiban loyalitas atau sudah melakukan
sumpah atau pernyataan resmi untuk memilih bersatu dengan Negara lain. Dalam
memutuskan apakah kewarganegaraan seseorang perlu dihilangkan, Negara
hendaknya mempertimbangkan proporsionalitas langkah ini, dengan
mempertimbangkan secara penuh kondisi - kondisi seputar kasus ini. Jaminan-
jaminan terkait proses ini perlu dihormati selama prosedur yang berkaitan dengan
penghilangan berlangsung.

4. Langkah-langkah untuk menghindari keadaan tanpa kewarganegaraan dalam


konteks suksesi Negara
Suksesi Negara, seperti pelepasan wilayah hukum sebuah Negara ke Negara
lain dan penciptaan Negara baru, dapat berujung pada keadaan tanpa
kewarganegaraan jika tidak terdapat aturan-aturan perlindungan yang semestinya.
Pencegahan keadaan tanpa kewarganegaraan dalam kasus-kasus seperti ini adalah
sangat penting untuk membentuk kesatuan dan stabilitas sosial. Yaitu dengan
meminta Negara-negara untuk memasukan ketentuan-ketentuan untuk memastikan
pencegahan keadaan tanpa kewarganegaraan dalam perjanjian apapun yang terkait
dengan pengalihan suatu wilayah. Manakala tidak tercapai suatu perjanjian, Negara
negara yang terlibat hendaknya memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang
yang apabila tidak diberikan kewarganegaraan tersebut dapat menjadi tanpa
kewarganegaraan sebagai akibat dari pengalihan suatu wilayah.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Warga negara dan kewarganegaraan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan karena dengan adanya warga negara/ penduduk di suatu wilayah pastinya
mereka memiliki suatu kewarganegaraan yang menunjukkan keanggotaan yang
menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Kemudian,
sebagai warga negara yang baik serta guna terwujudnya persamaan harkat dan martabat
warga negara sebagai manusia, secara bersama-sama kita wajib saling menghargai
,menghormati prinsip persamaan kedudukan sesama warga negara.

Dengan adanya masalah kewarganegaraan ini, adanya kemungkinan seorang warga


negara terjerat masalah mengenai kewarganegaraannya bisa terjadi hingga terancam
kehilangan kewarganegaraannya. Maka dari itu, perlu ditegaskan lagi bahwa
pelaksanaan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara perlu ditekankan sehingga
kewarganegaraan dapat terjaga dengan baik.

1.2 Saran

Sebaiknya kita lebih bersyukur dengan memiliki kewarganegaraan maka hak –


hak kita sebagai warga negara secara tidak langsung terpenuhi dan hendaknya kita
membalas hal tersebut sebagai timbal balik dengan selalu senantiasa melakukan hak
dan kewajiban kita sebagai warga negara secara seimbang seperti taat membayar
pajak pada waktunya, menghormati hak asasi orang lain, dll.
DAFTAR PUSTAKA

http://rahayuanggaraini.blogspot.co.id/2012/07/makalah-kewarganegaraan.html

https://www.padamu.net/pengertian-kewarganegaraan-dan-asas-kewarganegaraan

https://media.neliti.com/media/publications/43176-ID-masalah-kewarganegaraan-dan-tidak-
berkewarganegaraan.pdf

file:///C:/Users/User/Downloads/320-584-1-SM.pdf

http://www.unhcr.org/id/orang-orang-tanpa-kewarganegaraan

http://www.unhcr.org/id/wp-content/uploads/sites/42/2017/05/Mencegah-dan-Mengurangi-
keadaan-tanpa-Kewarganegaraan-BAHASA-FINAL.pdf

Anda mungkin juga menyukai