DISUSUN OLEH :
Kelompok 2
PENDAHULUAN
Kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu negara. Tanpa
status kewarganegaraan seorang warga negara tidak akan diakui oleh sebuah negara.
Sebagai warga negara dan masyarakat, setiap manusia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama, yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya
dan mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi
‘statless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara
tidak boleh membiarkan seseorang memiliki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah
sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk
menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu ada pengaturan yang
mengatur tentang kewarganegaraan seseorang, yaitu berdasarkan kelahiran dan melalui
proses pewarganegaraan (naturalisasi).
Bagi sebagian besar dari kita yang telah menjadi warga negara suatu Negara, hak dan
kewajiban seorang warga negara cenderung dianggap sebagai suatu hal yang lumrah atau
biasa. Kebanyakan dari kita dapat mendaftarkan anak-anak ke sekolah, memperoleh
pelayanan kesehatan saat sakit, melamar pekerjaan bila perlu, dan memilih wakil-wakil
yang kita inginkan untuk duduk di pemerintahan. Kita merasa mempunyai hak atas
negara tempat kita tinggal, kita mempunyai rasa memiliki yang sangat mendalam
terhadap sesuatu yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri. Namun bagaimana dengan
orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan? Tanpa kewarganegaraan,
seseorang tidak dapat ikut memilih di negara tempat ia tinggal, tidak dapat mengajukan
permohonan untuk mendapatkan dokumen perjalanan, dan bahkan tidak dapat
memperoleh sertifikat atau akta nikah, dan sebagainya. Lebih singkatnya bisa disebut
tidak ada hak-hak kewarganegaraan (seperti warga negara pada umumnya dalam suatu
negara) yang melekat dalam diri orang tersebut, kendatipun hal tersebut sudah diatur
dalam dokumen universal tentang hak-hak asasi manusia sekalipun. Dengan melihat
fakta, masih banyak, berjuta-juta orang di dunia ini yang tidak memiliki status hukum
kewarganegaraan, maka kita dapat menyaksikan, bahwa ternyata tidak ada satupun
jaminan dari hukum internasional tentang masalah itu. Dalam kondisi seperti ini, status
hukum kewarganegaraan kemudian menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga
sekali bagi kelangsungan kehidupan manusia.
Berdasarkan data yang ada, terungkap bahwa karena letak delapan desa di Wara itu
berdekatan dengan garis perbatasan dan sangat terpencil, maka penduduknya sering
masuk-keluar wilayah Papua Nugini-Indonesia secara bebas, Mereka juga memiliki
keterikatan sosial budaya dengan penduduk garis perbatasan Papua Nugini, hingga sulit
dibedakan mana warga negara Indonesia dan mana warga negara Papua Nugini.
KAJIAN PUSTAKA
Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara. Warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap
negaranya, dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap
negaranya.
Dalam konteks Indonesia, sesuai dengan UUD 1945 pasal 26, yang dimaksud dengan
Warga Negara yaitu bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disyahkan undang-undang
sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini dinyatakan bahwa orang-
orang bangsa lain misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab dan
lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan
bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi warga negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/ 1958 dinyatakan bahwa warga negara
Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-
perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945
sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Sedangkan pengertian kewarganegaraan secara umum adalah sesuatu hal yang
berhubungan dengan warga negara dengan negara. Dalam bahasa Inggris, kewarganegaraan
dikenal dengan kata citizenship, artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau
ikatan antara negara dengan warga negara.
Secara lebih elaboratif, kewarganegaraan dapat diartikan dalam empat hal, yaitu :
1. Kewarganegaraan adalah status hukum (citizenship as a legal status), negara
memberikan jaminan akan hak-hak mendasar kepada warga negara dan warga negara
dituntut kewajiban-kewajibannya kepada negara
2. Kewarganegaraan adalah hak (citizenship as a right), memahami kewarganegaraan
adalah sebagai sekumpulan hak-hak, tanggung jawab, dan kesempatan-kesempatan
untuk berpartisipasi yang mampu mendefinisikan kedudukan individu dalam ruang
sosial politik sebuah komunitas.
3. Kewarganegaraan sebagai aktivitas dan aspirasi politik (citizenship as political
activity), yang merefleksikan kehendak dan partisipasi politik setiap individu dalam
sebuah komunitas politik (negara)
BAB III
PEMBAHASAN
1. Konflik hukum
Konflik hukum yang dimaksud ini adalah konflik hukum terkait dengan
pembatalan kewarganegaraan. Beberapa negara mempunyai hukum
kewarganegaraan yang mengijinkan warganya untuk menanggalkan
kewarganegaraannya tanpa terlibih dahulu memperoleh atau mendapat jaminan
perolehan kewarganegaraan lain. Hal ini sering berakibat pada keadaan tak
berkewarnegaraan. Konflik hukum terkait masalah ini muncul saat salah satu
negara tidak mengijinkan pembatalan suatu kewarganegaraan sebelum
memperoleh kewarganegaraan lain, sementara negara lain tersebut tidak mau
memberikan kewarganegaraan sebelum individu tersebut menanggalkan
kewarganegaraan sebelumnya. Kadang-kadang seseorang disyaratkan untuk
menanggalkan kewarganegaraannya yang sekarang di tempat lain sebelum ia
dapat mengajukan permohonan menjadi warga negara di tempat ia tinggal
sekarang, sehingga ia menjadi tak berkewarganegaraan sebelum memperoleh
kewarganegaraannya yang baru.
3. Hukum perkawinan
Beberapa negara secara otomatis merubah status kewarganegaraan seorang
perempuan pada saat ia menikah dengan seorang non warganegara. Perempuan
demikian dapat menjadi tak berkewarganegaraan jika dia tidak segera
memperoleh kewarganegaraan suaminya secara otomatis, atau jika suaminya tak
berkewarganegaraan. Seorang perempuan juga dapat menjadi tak
berkewarganegaraan jika setelah ia menerima kewarganegaraan suaminya, mereka
lalu bercerai sehingga ia kehilangan kewarganegaraan yang diperolehnya pada
saat menikah, sedangkan kewarganegaraan aslinya juga tidak dipulihkan secara
otomatis.
4. Prosedur administrasi
Ada banyak ketentuan administrasi dan prosedur yang terkait dengan
perolehan, pemulihan dan lepasnya kewarganegaraan. Walaupun seseorang sudah
layak mengajukan permohonan untuk memperoleh kewarganegaraan – bahkan,
jika seseorang telah berhasil mengajukan permohonan kewarganegaraan, namun
biaya administrasi, waktu tenggat yang terlalu ketat, dan/atau ketidakmampuan
untuk memberikan dokumen yang diinginkan karena masih dipegang oleh negara
kewarganegaraan sebelumnya, semuanya dapat mencegah seseorang untuk
memperoleh kewarganegaraan. Dalam kasus lain, beberapa negara secara otomatis
memulihkan kewarganegaraan seseorang yang telah meninggalkan negaranya dan
tinggal di luar negeri. Pemulihan kewarganegaraan yang hilang beberapa bulan
setelah seseorang pergi ke luar negeri, seringkali dikaitkan dengan cara kerja
administrasi yang tidak efisien dimana orang tersebut tidak diberitahu tentang
resiko kehilangan kewarganegaraannya jika ia tidak secara rutin mendaftar ulang
kewarganegaraannya melalui naturalisasi dan bukan seseorang yang lahir di
negara tersebut, atau yang telah memperoleh kewarganegaraannya melalui
keturunan, maka bahkan registrasi rutin pun belum tentu dapat memulihkan
kewarganegaraannya. Keadaan tak berkewarganegaraan seringkali merupakan
akibat langsung dari tatakerja yang demikian.
5. Diskriminasi
Salah satu prinsip yang membatasi wewenang negara untuk memberikan atau
menolak kewarganegaraan seseorang adalah larangan terhadap diskriminasi ras.
Prinsip ini tercermin dalam Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Ras maupun dalam perangkatperangkat lain. Melalui Rekomendasi
Umum tentang Diskriminasi terhadap Non Warga tanggal 1 Oktober 2004,
Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Ras menyatakan bahwa
‘pembatalan atau larangan memperoleh kewarganegaraan secara sewenang-
wenang karena alasan ras, warna kulit, keturunan, asal bangsa atau suku seseorang
adalah pelanggaran kewajiban negara untuk menjamin tidak adanya diskriminasi
terhadap hak memiliki kewarganegaraan.’ Namun demikian, terkadang seorang
individu tak dapat memperoleh kewarganegaraan dari suatu negara tertentu meski
mempunyai hubungan/ikatan yang kuat dengan negara tersebut – suatu ikatan
yang untuk orang lain sesungguhnya sudah cukup untuk memperoleh
kewarganegaraan. Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, suku, agama, jender,
pendapat politik, atau faktor-faktor lain dilakukan secara terbuka atau dibuat
seenaknya menjadi hukum atau pada saat pelaksanaannya. Suatu hukum dapat
dikatakan diskriminatif jika mengandung kata-kata yang bersifat prasangka atau
jika pelaksanaan hukum tersebut mengakibatkan perlakuan diskriminatif.
1.1 Kesimpulan
Warga negara dan kewarganegaraan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan karena dengan adanya warga negara/ penduduk di suatu wilayah pastinya
mereka memiliki suatu kewarganegaraan yang menunjukkan keanggotaan yang
menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Kemudian,
sebagai warga negara yang baik serta guna terwujudnya persamaan harkat dan martabat
warga negara sebagai manusia, secara bersama-sama kita wajib saling menghargai
,menghormati prinsip persamaan kedudukan sesama warga negara.
1.2 Saran
http://rahayuanggaraini.blogspot.co.id/2012/07/makalah-kewarganegaraan.html
https://www.padamu.net/pengertian-kewarganegaraan-dan-asas-kewarganegaraan
https://media.neliti.com/media/publications/43176-ID-masalah-kewarganegaraan-dan-tidak-
berkewarganegaraan.pdf
file:///C:/Users/User/Downloads/320-584-1-SM.pdf
http://www.unhcr.org/id/orang-orang-tanpa-kewarganegaraan
http://www.unhcr.org/id/wp-content/uploads/sites/42/2017/05/Mencegah-dan-Mengurangi-
keadaan-tanpa-Kewarganegaraan-BAHASA-FINAL.pdf