Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANUSIA PURBA

NAMA : ADREAWAN
KELAS : X PEMASARAN 2
SMK NEGERI 1 SAMBAS

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Sejarah membuat makalah. Pada kesempatan
kali ini kami menulis makalah dengan judul Manusia Purba di Indonesia.
Pengetahuan ini masih jauh dari lengkap dan sempurna untuk menjangkau
pengetahuan-pengetahuan yang semakin hari semakin banyak berkembang.
Menyadari kekurangan yang ada pada makalah yang kami tulis ini, dengan
kerendahan hati penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar
makalah yang kami tulis akan datang lebih baik dan sempurna. Kami sebagai penyusun
berharap semoga makalah yang telah ditulis ini bermanfaat bagi pembaca. Amiin.

Sambas, Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
2.1 Sejarah Manusia Purba di Indonesia ........................................................... 2
2.2 Jenis-Jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia .......................... 3
2.3 Lokasi Penemuan Fosil Manusia Purba di Indonesia ................................. 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
B. Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia yang hidup pada zaman pra aksara sekarang sudah berubah menjadi fosil.
Penemuan-penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan
Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala
itu. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa
jenis. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang
ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu maupun hewan yang pernah
hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Dilihat dari hasil
penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah
peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari
Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil
manusia di Indonesia. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan
fosil-fosil yang ditemukan. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan
terperinci mengenai manusia purba yang ditemukan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang akan ditulis pada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana sejarah manusia purba di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia?
1.2.3 Dimana saja lokasi penemuan fosil manusia purba di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah adalah sebagai berikut:
1.3.1 Menjelaskan sejarah manusia purba di Indonesia.
1.3.2 Mendiskripsikan jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
1.3.3 Menjelaskan lokasi penemuan fosil manusia purba di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Manusia Purba di Indonesia


Indonesia merupakan salah satu tempat ditemukannya fosil manusia purba. Ini artinya,
Indonesia pada masanya pernah didiami oleh manusia purba. Kenyataan ini menjadikan
Indonesia menjadi salah satu tempat penting bagi para ahli yang akan melakukan studi
tentang manusia purba. Adapun tempat lain yang juga ditemukan fosil manusia purba yaitu
Prancis, Jerman, Belgia, dan Cina.
Faktor apakah yang membuat Indonesia menjadi tempat menarik untuk didiami oleh
manusia purba? Kita tahu, kehidupan manusia purba masih sangat bergantung oleh alam. Jadi
besar kemungkinan faktor utama yang menarik manusia purba untuk mendiami Indonesia
adalah kesuburan tanahnya serta kekayaan akan faunanya. Sejak 10.000 tahun yang lalu ras-
ras manusia seperti yang kita kenal sekarang ada di Indonesia. Pada kala Holosin dikenal dua
ras, yaitu ras Austromelanosoid dan ras mongoloid. Ras Austromelanosoid mempunyai ciri-
ciri tubuh agak besar, tengkorak kecil, rahang kedepan, hidung lebar, alat pengunyah kuat.
Ras mongoloid memiliki ciri-ciri tubuh lebih kecil, tengkorang sedang, muka lebar dan datar,
hidung sedang. Temuan rangka manusia Pos Plestosin di pantai timur Sumatera Utara, gua-
gua di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara. Sisa-sisa manusia di langsa
tamiang dan binjai menunjukkan ciri-ciri austromelanosoid.
Dengan melihat keadaan di Sumatera Timur dan membandingkan dengan keadaan di
pantai selat Malaka, manusia ini memakan bintang laut, kerang laut, dan ikan, disamping
beberapa hewan darat, seperti babi dan badak. Manusia ini juga telah mengenal api,
mengubur mayat, dan upacara tertentu. Pada saat bersamaan di gua lawa, sampung,
ponorogo, didapati manusia yang termasuk ras Austromelanosoid. Mereka hidup dari
binatang buruan, seperti kerbau, rusa, dan gajah.
Di Flores, yaitu Liang Toge, Liang Momer, dan Liang Panas didapatkan sisa-sisa
manusia yang menunjukkan ciri-ciri Austromelanooid. Di Liang Toge, Flores Barat
manusianya diperkirakan hidupnya secara meramu dan berburu. Dari data tersebut maka
populasi di Indonesia di kala Pos Plestosin: Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara didiami ras
Austromelanosoid dengan sedikit unsur Mongoloid, tapi di Sulawesi selatan menunjukan ras
mongoloid. Mungkin karena pengaruh mongoloid melalui Filipina Kalimantan Sulawesi.

2
Kehidupan praaksara di Indonesia dimulai sejak munculnya manusia purba.
Berdasarkan banyaknya fosil purba yang ditemukan, menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan tempat yang menarik bagi manusia purba untuk ditempati. Oleh karena itu,
Indonesia menjadi sangat penting bagi para ilmuan

2.2 Jenis-Jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia


Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli, fosil manusia purba yang ditemukan
di Indonesia dapat dibedakan menjadi Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo sapiens.
1. Meganthropus

Jenis manusia purba ini berdasarkan penelitian von Koenigswald di Sangiran pada
tahun 1936 dan 1941. Ukuran fisik manusia purba jenis ini serba besar dan bentuknya tegap.
Para ahli kemudian menamai manusia purba jenis ini Meganthropus paleojavanicus yang
artinya manusia raksasa dari Jawa. Diperkirakan makanan manusia jenis ini adalah tumbuhan
dan masa hidupnya pada zaman Pleistosen Awal.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli menduga Meganthropus paleojavanicus
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tulang pipi yang tebal
2) Otot kunyah yang kuat
3) Kening menonjol
4) Memiliki tonjolan belakang yang tajam
5) Tidak memiliki dagu
6) Memiliki perawakan yang tegap
7) Memakan jenis tumbuhan

3
8) Geraham besar
9) Bentuk muka diduga masih masif
10) Bentuk gigi homonin
11) Permukaan kunyah tajuk terdapat banyak kerut
Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Sampai sekarang
belum ditemukan perkakas atau alat-alat yang digunakan oleh Meganthropus. Para ahli
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang ditingalkan.
Oleh karena itu, para ahli masih berbeda pendapat tentang keberadaan Megantropus.
Sebagian ahli menganggap sebagai Pithecanthropus, tetapi ada juga ahli yang
menganggapnya sebagai Australopithecus.

2. Pithecanthropus

Manusia purba jenis Pitchecanthropus banyak ditemukan di Indonesia nama


Pitchecanthropus berasal dari dua kata yaitu pithecos dan anthropus. Fosil Pitchecanthropus
dapat ditemukan di Trinil, Mojokerto, Kedungbrubus, Sangiran, Sambungmacan, dan
Ngandong. Daerah-daerah tersebut diduga masih berupa padang rumput dengan pohon-pohon
jarang sehingga cocok sebagai daerah perburuan. Manusia jenis ini hidup dengan cara
berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka tinggal di tempat terbuka dan hidup
berkelompok.
Secara umum Pithecanthropus memiliki ciri-ciri berubuh tegap dengan tinggi badan
165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat Meganthropus, belum ada dagu dan hidungnya
lebar dengan volume otak berkisar 750-1.300 cc. Pithecanthropus hidup sekitar 2,5 juta-200
ribu tahun yang lalu. Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia antara lain

4
Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus erectus, dan Pithecanthropus soloensis.
Setiap jenis manusia purba tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda.
Pithecanthropus mojokertensis

Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto) merupakan manusia purba


jenis Pithecanthropus tertua yang ditemukan di Indonesia. Manusia purba jenis ini
diperkirakan hidup sekitar 2,5-1,25 juta tahun yang lalu. Pithecanthropus mojokertensis
ditemukan oleh von Koeningswald di Mojokerto pada tahun 1936. Fosil yang berhasil
ditemukan berupa tengkorak anak-anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah, dan gigi
lepas. Berdasarkan temuan tersebut, ciri-ciri Pithecanthropus mojokertensis dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1) Tulang pipi kuat
2) Berbadan tegap
3) Tonjolan kening tebal
4) Otot tengkuk kukuh
5) Muka menonjol ke depan
6) Volume otak 650-1.000 cc
Pithecanthropus erectus

5
Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak) merupakan manusia purba yang
memiliki persebaran paling luas. Sehingga frakmen yang ditemukan lebih banyak. Fragmen
fosil yang berhasil ditemukan antara lain atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, gigi
lepas, dan tulang kering. Sebagian besar fosil ditemukan di tepi Sungai Bengawan Solo.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli menduga ciri-ciri Pitchecanthropus Erectus
sebagai berikut:
1) Tinggi badan sekitar 160 180 cm
2) Volume otak berkisar antara 750 1000 cc
3) Bentuk tubuh dan anggota badan tegap, tetapi tidak setegap meganthropus
4) Alat pengunyah kuat
5) Bentuk geraham besar dengan rahang yang sangat kuat
6) Bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi
7) Bentuk hidung tebal dan lebar
8) Bagian belakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde
9) Muka menonjol ke depan, dahi miring ke belakang
Sedangkan, hasil budaya Pithecanthropus erectus antara lain:
-Kapak perimbas
-Kapak penetak
-Kapak gengam
-Pahat gengam
-Alat serpih
-Alat-alat tulang

3. Homo
Hasil penelitian Van Koeningswald menyimpulkan bahwa makhluk yang diberi nama homo
ini memiliki tingkatan lebih tinggi dibanding Pitchecanthropus Erectus dan Meganthropus.
Bahkan manusia purba jenis homo dapat dikatakan sebanding dengan manusia biasa. Di
Indonesia ditemukan tiga jenis fosil homo, yaitu Homo soloensies, Homo wajakensis, dan
Homo florensiensis.

6
Homo soloensies

Nama Homo soloensies berarti manusia dari solo. Fosil ini ditemukan oleh von
Koeningswald di daerah Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo antara tahun 1931-1934.
Manusia jenis ini diperkirakan hidup sekitar 900-200 ribu tahun yang lalu.
Ciri-ciri Homo Soloensis:
- Volume otaknya antara 1000 1200 cc
- Tinggi badan antara 130 210 cm
- Berat badan 30-150 kg
- Otot tengkuk mengalami penyusutan
- Muka tidak menonjol ke depan
- Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna
Hasil Budaya Homo Soloensis
- Kapak gengam / Kapak perimbas
- Alat serpih
- Alat-alat tulang
- Alat-alat zaman dahulu
Homo Wajakensis

7
Nama Homo wajakensis berarti manusia dari wajak. Fosil ini ditemukan oleh Eugene
Dubois di Desa Wajak, Tulungagung pada tahun 1889. Manusia purba ini diperkirakan hidup
sekitar 40-25 ribu tahun yang lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo wajakensis termasuk ras
Australoid dan bernenek moyang Homo soloensis. Von Koeningswald memasukkan Homo
wajakensis dalam jenis Homo sapiens (manusia cerdas) karena sudah mengenal upacara
penguburan.
Homo florensiensis

Pada tahun 2003 para ilmuwan dari Australia dan Indonesia melakukan peggalian di gua
Liang Bua, Flores. Mereka berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba yang
memiliki bentuk mungil atau hobbit. Manusia purba yang ditemukan di Gua Liang Bua
tersebut kemudian diberi nama Homo Floresiensis. Ukuran manusia ini tidak lebih besar dari
anak-anak usia lima tahun. Homo Floresiensis diperkirakan memiliki tinggi badan 100 cm
dan berat badan 30 kg. Selain itu, mereka sudah berjalan tegak dan tidak memiliki dagu.
Manusia purba ini hidup di Kepulauan Flores sekitar 18.000 tahun lalu. Homo floresiensis
hidup sezaman dengan gajah-gajah pigmi (gajah kerdil) dan kadal-kadal raksasa (komodo) di
Flores.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil tersebut. Homo floresiensi merupakan
keturunan spesies Homo erectus yang hidup di Asia Tenggara sekitar 1 juta tahun lalu.
Akibat proses seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi bentuk yang lebih kecil.
Hipotesis ini didasarkan pada penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo
erectus di sekitar fosil Homo floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon
(gajah purba) berukuran kecil. Penemuan ini semakin menguatkan ipotesis para ilmuwan

8
bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini menyesuaikan diri dengan habitatnya dengan cara
menjadi lebih kecil.
Sementara itu, dalam jumlah ilmiah Nature para ilmuwan lan menjelaskan Homo
Floresiensis sebagai spesies baru manusia. Akan tetapi, pendapat ini ditentang oleh para
peneliti dari Universitas Gadjah Mada. Menurut mereka, Homo floresiensis bukan merupakan
spesies baru, melainkan nenek moyang dari orang-orang katai Flores yang menderita
penyakit microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil. Sampai sekarang
penyakit tersebut masih ditemukan pada beberapa penduduk yang hidup di sekitar Gua Liang
Bua.

2.3 Lokasi Penemuan Fosil Manusia Purba di Indonesia


Penemuan fosil manusia purba untuk sementara ini yang paling banyak ditemukan
berada di Pulau Jawa. Meskipun di daerah lain tentu juga ada, tetapi para peneliti belum
berhasil menemukan tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, misalnya
di Flores. Berikut ini akan dipaparkan mengenai penemuan penemuan penting fosil manusia
di beberapa tempat.
1. Sangiran
Secara geografis, Sangiran terletak di kaki Gunung Lawu dan sekitar 15 km dari
lembah Sungai Bengawan Solo. Sangiran dianggap pusat peradaban besar, penting, dan
lengkap manusia purba di Indonesia, bahkan dunia. Sangiran merupakan pusat perkembangan
manusia dunia yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun
yang lalu.
Karakteristik wilayah Sangiran berbentuk menyerupai kubah raksasa berupa
cekungan besar di pusat kubah akibat erosi di bagian puncaknya. Kubah raksasa tersebut
diwarnai dengan perbukitan bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu menyebabkan
tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia puba dan
binatang, termasuk artefak. Lapisan batuan Sangiran memperlihatkan proses evolusi
lingkungan yang sangat panjang. Proses itu dimulai dari formasi Kalibeng berlanjut pada
formasi Pucangan, formasi Kabuh, dan formasi Notopuro.
Penelitian purbakala di Sangiran diawali oleh P.E.C. Schemulling pada tahun 1864,
dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran.
Semenjak dilaporkan Schemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama.
Selanjutnya, pada tahun 1895 Eugene Dubois mendatangi tempat ini, tetapi Dubois tidak
menghasilkan temuan sehingga dokter dan ahli anatomi tidak berminat untuk
9
melanjutkannya. Pada tahun 1932, seorang ahli geografi, L.J.C. van Es, membuat peta
geologi di kawasan Sangiran dengan skala 1:20.000. peta ini kemudian dimanfaatkan oleh
Gustav Heindrich Ralph von Koeningswald pada tahun 1934 untuk melakukan survei
eksploratif wilayah Sangiran.
Berbekal peta tersebut, Koeningswald berhasil menemukan berbagai peralatan
manusia purba. Di sela-sela survei tersebut, pada tahun 1936 seorang penduduk menyerahkan
sebuah fosil rahang kanan manusia purba kepada Koeningswald. Inilah temuan pertama fosil
manusi purba yang diberi kode S1 (Sangiran 1). Sejak saat itu hingga 1941, ditemukan fosil
manusia purba Homo erectus. Homo erectus merupakan takson paling penting dalam sejarah
manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern.
Sejak penemuan von Koeningswald, situs Sangiran menjadi sangat terkenal dan
secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia pada tahun 1966, yang tercantum dalam
Nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.

2. Trinil, Ngawi, Jawa Timur


Trinil merupakan sebuah situs paleoantropologi di pinggiran Bengawan Solo.
Penelitian kehidupan manusia purba di Trinilsudah dilakukan jauh sebelum penelitian yang
dilakukan von Koeningswald di situs Sangiran. Penelitian manusia purba di Trinil dilakukan
pertama kali oleh Eugene Dubois.
Penelitian Eugene Dubois diawali dengan penggalian pada endapan aluvial
Bengawan Solo dan dari lapisan tersebut ditemukan tulang rahang. Dalam penggalian
berikutnya, Eugene Dubois berhasil menemukan gigi geraham, bagian atas tengkorak, dan
tulang paha kiri. Eugene Dubois memberi nama penemuannya Pithecanthropus erectus yang
berarti manusia kera berjalan tegak. Pada masa sekarang para ahli sepakat menyebut
Pitechanthropus erectus dengan sebutan Homo erectus yang artinya manusia berjalan tegak.
Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke
belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera (600 cc) dan otak manusia
modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata
terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Pada
bagian belakang kepala terlihat bentuk meruncing yang diduga pemiliknya merupakan
perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala, ditafsirkan
individu ini telah mencapai usia dewasa.
Penemuan manusia purba jenis Homo erectus oleh Eugene Dubois telah mendorong
beberapa penelitian lain. Pada tahun 1907-1908 Selenka melakukan penelitian dan penggaian
10
di Desa Trinil. Dalam penelitiannya ini, Lenere Selenka tidak berhasil menemukan fosil
manusia. Akan tetapi, ia berhasil menemukan fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang dapat
memberikan dukungan untuk menggambarkan lingkunga hidup Homo erectus. Inilah
penelitian pertama yang mengaitkan fosil manusia dengan lingkungan alamnya.
3. Ngandong
Ngandong merupakan sebuah desa di tepi Bengawan Solo dalam wilayah
Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pada tahun 1933, Ter Haar, Oppenoorth, dan von
Koeningswald melakukan penelitian di daerah ini dan berhasil menemukan beberapa atap
tengkorak yang diidentifikasi sebagai Homo soloensis. Berdasarkan morfologi yang dimiliki,
manusia Ngandong digolongkan sebagai Homo erectus paling maju. Tengkorak Homo
erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc, lebih besar
dibandingkan dengan Homo erectus dari sangiran dan Trinil.

4. Patiayam
Situs Patiayam merupakan daerah perbukitan di lereng Gunug Muria, sebelah utara
jalan raya antara Kota Kudus dan Pati. Penemuan fosil manusia di daerah ini terjadi pada
tahun 1978 ketika tim dari Pusat Arkeologi Nasional menemukan gigi dan pecahan tengkorak
Homo erectus. Dari penelitian selanjutnya diketahui bahwa fosil Homo erectus ini berasal
dari formasi Slumprit yang berumur awal ploistosen tengah.

5. Wajak
Wajak merupakan sebuah desa yang terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Nama
Wajak mulai terkenal pada tahun 1889 saat B.D. Reitschoten menemukan sebuah fosil
tengkorak. Fosil tersebut kemudian diserahkan kepada C.P. Sluiter, kurator dari Koninklijke
Natuurkundige Vereeniging (Perkumpulan Ahli Ilmu Alam) di Batavia pada saat itu. Sluiter
kemudian menyerahkan fosil tengkorak Wajak kepada Eugene Dubois.
Bagi Dubois, fosil tersebut membuka harapan baru untuk menemukan missing link
asal usul manusia. Ini sesuai teori ahli geologi Verbeek yang sepakat bahwa pegunungan batu
gamping tersier di Jawa sangat menjanjikan bagi Dubois. Dubois akhirnya tinggal selama
lima tahun di Tulungagung yang saat itu masih merupakan kota kecil bagian dari Kediri. Dia
menyusur kembali tempat Rietschoten menemukan fosil tengkorak manusia, yakni di
cekungan bebatuan sekitar Wajak. Di sekitar tempat itu Dubois menemukan fosil mamalia
dan reptil, serta fosil tengkorak meskipun tidak seutuh temuan Rietschoten. Fosil temuannya
diberi nama Homo wajakensis.
11
6. Flores
Penelitian kehidupan purba di Flores dimulai pada tahun 2003. Penelitian tersebut
dilakukan oleh beberapa ilmuwan dari Indonesia dan Australia. Tim Indonesia dipimpin oleh
Raden Pandji Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan tim Australia dipimpin
oleh Mike Morwood dari Universitas New England. Pada penggalian di gua Liang Bua,
Flores, para ilmuwan tersebut menemukan fosil manusia kerdil atau hobbit yang diberi nama
Homo floresiensis.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk kehidupan manusia purba sehingga
banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba di Indonesia utamanya di Pulau Jawa. Jenis-jenis
manusia purba yang ditemukan di Indonesia antara lain Meganthropus paleojavanicus,
Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus soloensis, Homo
soloensies, Homo wajakensis, dan Homo florensiensis. Lokasi penemuan fosil manusia
tersebut antara lain di Sangiran, Trinil, Ngandong, Patiayam, Wajak, dan Flores.

B. Saran
Mengingat di Indonesia banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba, maka dapat
dilakukan penelitian lanjutan untuk memperjelas proses evolusi manusia dan untuk
memperbaiki teori-teori lama yang kurang tepat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Djaja, Wahjudi, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.


Gunawan, Restu, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Penemuan Manusia Purba di Indonesia. (online). (http://www.eyuana.com/2014/10/
penemuan-manusia-purba-di-indonesia_4.html, diakses tanggal 11 September 2015).

14

Anda mungkin juga menyukai