NAMA : ADREAWAN
KELAS : X PEMASARAN 2
SMK NEGERI 1 SAMBAS
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Sejarah membuat makalah. Pada kesempatan
kali ini kami menulis makalah dengan judul Manusia Purba di Indonesia.
Pengetahuan ini masih jauh dari lengkap dan sempurna untuk menjangkau
pengetahuan-pengetahuan yang semakin hari semakin banyak berkembang.
Menyadari kekurangan yang ada pada makalah yang kami tulis ini, dengan
kerendahan hati penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar
makalah yang kami tulis akan datang lebih baik dan sempurna. Kami sebagai penyusun
berharap semoga makalah yang telah ditulis ini bermanfaat bagi pembaca. Amiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kehidupan praaksara di Indonesia dimulai sejak munculnya manusia purba.
Berdasarkan banyaknya fosil purba yang ditemukan, menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan tempat yang menarik bagi manusia purba untuk ditempati. Oleh karena itu,
Indonesia menjadi sangat penting bagi para ilmuan
Jenis manusia purba ini berdasarkan penelitian von Koenigswald di Sangiran pada
tahun 1936 dan 1941. Ukuran fisik manusia purba jenis ini serba besar dan bentuknya tegap.
Para ahli kemudian menamai manusia purba jenis ini Meganthropus paleojavanicus yang
artinya manusia raksasa dari Jawa. Diperkirakan makanan manusia jenis ini adalah tumbuhan
dan masa hidupnya pada zaman Pleistosen Awal.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli menduga Meganthropus paleojavanicus
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tulang pipi yang tebal
2) Otot kunyah yang kuat
3) Kening menonjol
4) Memiliki tonjolan belakang yang tajam
5) Tidak memiliki dagu
6) Memiliki perawakan yang tegap
7) Memakan jenis tumbuhan
3
8) Geraham besar
9) Bentuk muka diduga masih masif
10) Bentuk gigi homonin
11) Permukaan kunyah tajuk terdapat banyak kerut
Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Sampai sekarang
belum ditemukan perkakas atau alat-alat yang digunakan oleh Meganthropus. Para ahli
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang ditingalkan.
Oleh karena itu, para ahli masih berbeda pendapat tentang keberadaan Megantropus.
Sebagian ahli menganggap sebagai Pithecanthropus, tetapi ada juga ahli yang
menganggapnya sebagai Australopithecus.
2. Pithecanthropus
4
Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus erectus, dan Pithecanthropus soloensis.
Setiap jenis manusia purba tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda.
Pithecanthropus mojokertensis
5
Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak) merupakan manusia purba yang
memiliki persebaran paling luas. Sehingga frakmen yang ditemukan lebih banyak. Fragmen
fosil yang berhasil ditemukan antara lain atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, gigi
lepas, dan tulang kering. Sebagian besar fosil ditemukan di tepi Sungai Bengawan Solo.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli menduga ciri-ciri Pitchecanthropus Erectus
sebagai berikut:
1) Tinggi badan sekitar 160 180 cm
2) Volume otak berkisar antara 750 1000 cc
3) Bentuk tubuh dan anggota badan tegap, tetapi tidak setegap meganthropus
4) Alat pengunyah kuat
5) Bentuk geraham besar dengan rahang yang sangat kuat
6) Bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi
7) Bentuk hidung tebal dan lebar
8) Bagian belakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde
9) Muka menonjol ke depan, dahi miring ke belakang
Sedangkan, hasil budaya Pithecanthropus erectus antara lain:
-Kapak perimbas
-Kapak penetak
-Kapak gengam
-Pahat gengam
-Alat serpih
-Alat-alat tulang
3. Homo
Hasil penelitian Van Koeningswald menyimpulkan bahwa makhluk yang diberi nama homo
ini memiliki tingkatan lebih tinggi dibanding Pitchecanthropus Erectus dan Meganthropus.
Bahkan manusia purba jenis homo dapat dikatakan sebanding dengan manusia biasa. Di
Indonesia ditemukan tiga jenis fosil homo, yaitu Homo soloensies, Homo wajakensis, dan
Homo florensiensis.
6
Homo soloensies
Nama Homo soloensies berarti manusia dari solo. Fosil ini ditemukan oleh von
Koeningswald di daerah Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo antara tahun 1931-1934.
Manusia jenis ini diperkirakan hidup sekitar 900-200 ribu tahun yang lalu.
Ciri-ciri Homo Soloensis:
- Volume otaknya antara 1000 1200 cc
- Tinggi badan antara 130 210 cm
- Berat badan 30-150 kg
- Otot tengkuk mengalami penyusutan
- Muka tidak menonjol ke depan
- Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna
Hasil Budaya Homo Soloensis
- Kapak gengam / Kapak perimbas
- Alat serpih
- Alat-alat tulang
- Alat-alat zaman dahulu
Homo Wajakensis
7
Nama Homo wajakensis berarti manusia dari wajak. Fosil ini ditemukan oleh Eugene
Dubois di Desa Wajak, Tulungagung pada tahun 1889. Manusia purba ini diperkirakan hidup
sekitar 40-25 ribu tahun yang lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo wajakensis termasuk ras
Australoid dan bernenek moyang Homo soloensis. Von Koeningswald memasukkan Homo
wajakensis dalam jenis Homo sapiens (manusia cerdas) karena sudah mengenal upacara
penguburan.
Homo florensiensis
Pada tahun 2003 para ilmuwan dari Australia dan Indonesia melakukan peggalian di gua
Liang Bua, Flores. Mereka berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba yang
memiliki bentuk mungil atau hobbit. Manusia purba yang ditemukan di Gua Liang Bua
tersebut kemudian diberi nama Homo Floresiensis. Ukuran manusia ini tidak lebih besar dari
anak-anak usia lima tahun. Homo Floresiensis diperkirakan memiliki tinggi badan 100 cm
dan berat badan 30 kg. Selain itu, mereka sudah berjalan tegak dan tidak memiliki dagu.
Manusia purba ini hidup di Kepulauan Flores sekitar 18.000 tahun lalu. Homo floresiensis
hidup sezaman dengan gajah-gajah pigmi (gajah kerdil) dan kadal-kadal raksasa (komodo) di
Flores.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil tersebut. Homo floresiensi merupakan
keturunan spesies Homo erectus yang hidup di Asia Tenggara sekitar 1 juta tahun lalu.
Akibat proses seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi bentuk yang lebih kecil.
Hipotesis ini didasarkan pada penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo
erectus di sekitar fosil Homo floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon
(gajah purba) berukuran kecil. Penemuan ini semakin menguatkan ipotesis para ilmuwan
8
bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini menyesuaikan diri dengan habitatnya dengan cara
menjadi lebih kecil.
Sementara itu, dalam jumlah ilmiah Nature para ilmuwan lan menjelaskan Homo
Floresiensis sebagai spesies baru manusia. Akan tetapi, pendapat ini ditentang oleh para
peneliti dari Universitas Gadjah Mada. Menurut mereka, Homo floresiensis bukan merupakan
spesies baru, melainkan nenek moyang dari orang-orang katai Flores yang menderita
penyakit microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil. Sampai sekarang
penyakit tersebut masih ditemukan pada beberapa penduduk yang hidup di sekitar Gua Liang
Bua.
4. Patiayam
Situs Patiayam merupakan daerah perbukitan di lereng Gunug Muria, sebelah utara
jalan raya antara Kota Kudus dan Pati. Penemuan fosil manusia di daerah ini terjadi pada
tahun 1978 ketika tim dari Pusat Arkeologi Nasional menemukan gigi dan pecahan tengkorak
Homo erectus. Dari penelitian selanjutnya diketahui bahwa fosil Homo erectus ini berasal
dari formasi Slumprit yang berumur awal ploistosen tengah.
5. Wajak
Wajak merupakan sebuah desa yang terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Nama
Wajak mulai terkenal pada tahun 1889 saat B.D. Reitschoten menemukan sebuah fosil
tengkorak. Fosil tersebut kemudian diserahkan kepada C.P. Sluiter, kurator dari Koninklijke
Natuurkundige Vereeniging (Perkumpulan Ahli Ilmu Alam) di Batavia pada saat itu. Sluiter
kemudian menyerahkan fosil tengkorak Wajak kepada Eugene Dubois.
Bagi Dubois, fosil tersebut membuka harapan baru untuk menemukan missing link
asal usul manusia. Ini sesuai teori ahli geologi Verbeek yang sepakat bahwa pegunungan batu
gamping tersier di Jawa sangat menjanjikan bagi Dubois. Dubois akhirnya tinggal selama
lima tahun di Tulungagung yang saat itu masih merupakan kota kecil bagian dari Kediri. Dia
menyusur kembali tempat Rietschoten menemukan fosil tengkorak manusia, yakni di
cekungan bebatuan sekitar Wajak. Di sekitar tempat itu Dubois menemukan fosil mamalia
dan reptil, serta fosil tengkorak meskipun tidak seutuh temuan Rietschoten. Fosil temuannya
diberi nama Homo wajakensis.
11
6. Flores
Penelitian kehidupan purba di Flores dimulai pada tahun 2003. Penelitian tersebut
dilakukan oleh beberapa ilmuwan dari Indonesia dan Australia. Tim Indonesia dipimpin oleh
Raden Pandji Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan tim Australia dipimpin
oleh Mike Morwood dari Universitas New England. Pada penggalian di gua Liang Bua,
Flores, para ilmuwan tersebut menemukan fosil manusia kerdil atau hobbit yang diberi nama
Homo floresiensis.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk kehidupan manusia purba sehingga
banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba di Indonesia utamanya di Pulau Jawa. Jenis-jenis
manusia purba yang ditemukan di Indonesia antara lain Meganthropus paleojavanicus,
Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus soloensis, Homo
soloensies, Homo wajakensis, dan Homo florensiensis. Lokasi penemuan fosil manusia
tersebut antara lain di Sangiran, Trinil, Ngandong, Patiayam, Wajak, dan Flores.
B. Saran
Mengingat di Indonesia banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba, maka dapat
dilakukan penelitian lanjutan untuk memperjelas proses evolusi manusia dan untuk
memperbaiki teori-teori lama yang kurang tepat.
13
DAFTAR PUSTAKA
14