Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah Masuknya agama islam ke Indonesia, tidak bisa kita hindari
bahwa islam telah memberi dampak dan pengaruh yang besar bagi Indonesia
dari masa ke masa. Islam masuk melalui perdangangan, lalu berkembang
menjadi kerajaan, ikut berjuang melawan penjajah, berpartisipasi dalam
memerdekakan Indonesia, hingga saat ini. Persnan umat islam tidak dapat kita
pisahkan dari sejarah Indonesia. Maka dari itu, kami membuat makalah ini
untuk menjelaskan peranan umat islam di Indonesia dari masa ke masa.

B. Rumusan Masalah
Apa saja peranan umat islam di Indonesia dari masa ke masa?

C. Tujuan
Menjlaskan apa saja peranan umat islam di Indonesia dari masa ke masa.

D. Manfaat
a. Memberikan pengetahuan tentang peranan umat islam di Indonesia.
b. Agar dapat mengambil ibrah dari para tokoh yang berperan.
c. Sebagai tugas sejarah kebudayaan islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal Islam Masuk Indonesia


Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan indonesia dikenal sebagai
pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak abad masehi sudah ada
rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan daerah di
Asia Tenggara.bahkan dua abad sebelumnya tarikh masehi, Indonesia khususnya
telah dikenal dalam peta dunia masa itu. Peta dunia tertua yang disusun oleh Claudius
Ptolemaeus, seorang gubernur kerajaan Yunani yang berkedudukan di Alexandria
(Mesir). Telah menyebut memasukan nusantara dengan sebutan Barousai (pantai
barat sumatra yang kaya karya akan kapur barus.
Penyebaran agama Islam di Nusantara dapat di perkirakan telah masuk ke
Indonesia sejak bangsa Indonesia berhubungan dengan pedagang Islam dari Asia
Barat (Arab dan Persia) pada abad VII M (abad 1 H). Pada saat itu kerajaan yang
terkenal adalah Sriwijaya (zabag/sribuza) dan para pedagang Gujarat (India) telah
menjalin hubungan dengan Malaka dan beberapa kepulauan Indonesia. Orang-orang
Gujarat lebih awal menerima pengaruh Islam dan mereka membawanya ke Indonesia
melalui kegiatan perdagangan. Penyebaran agama Islam di Nusantara pada umumnya
berlangsung melalui beberapa proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan
dengan agama Islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia, seperti
Arab, India Cina yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen
disatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan dan gaya hidup lokal. Mengenai
proses masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia, para sarjana dan
peneliti sepakat bahwa Islamisasi itu berjalan secara damai, meskipun ada juga
penggunaan kekuatan oleh penguasa muslim Indonesia untuk mengislamkan rakyat
atau masyarakatnya.

2
Di lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, ada
tiga teori yang berkembang. Teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia (Ahmad
Mansur, 1996). Ketiga teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan
masuknya Islam, asal negara, penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
a. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia
adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad
pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini
adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama
sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada
tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi
Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para
sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak
langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan
HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh
nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran
agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia
dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori
Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-
prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat
sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang
hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai
sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam
pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari
orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.
Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan

3
oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara)
yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya
mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan
atau perguruan tarekat.
b. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak
di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang
menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei
telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7
Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel
bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah
memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh
seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam
telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India.
Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan
Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje,
kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang
datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan
gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912)
yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang
wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya,
batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun
1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang
terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu

4
nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat
atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat
dan Indonesia.
c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah
Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan
argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan
budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.

B. Peranan Umat Islam pada Masa Kerajaan


Dalam perkembangannya, kerajaan Islam ini memiliki peran yang sangat besar dalam
proses penyebaran agama Islam di tanah air. Beberapa peran dari kerajaan Islam yang
dianggap penting tersebut di antaranya adalah:

a. Mengenalkan ajaran Islam kepada penduduk di kerajaan tersebut. Hal ini


sangat berpengaruh, karena dalam sistem kerajaan, agama pilihan seorang raja
pasti akan dianut oleh rakyatnya.
b. Memudahkan transaksi perdagangan dengan para pedagang dari kawasan
Timur Tengah. Pada saat itu, para pedagang dari Gujarat kerap berkelana
hingga ke daerah yang jauh untuk berdagang. Dengan adanya kerajaan Islam,
maka ada kesamaan budaya dari kedua belah pihak sehingga lebih
memudahkan dalam menjalin hubungan.
c. Mengubah budaya upeti yang banyak digunakan di zaman kerajaan
sebelumnya. Hal ini memberikan kemudahan pada rakyat karena tidak lagi
mendapatkan beban membayar upeti kepada penguasa secara berlebihan.
Kalau pun kerajaan memerlukan penggalangan dana lain, maka nilainya
menjadi berbeda karena dalam Islam menyumbang kepada pihak lain

5
merupakan tindakan mulia dan hanya Allah yang akan membalas dengan cara
yang tidak pernah diketahui bahkan tidak pernah dibayangkan oleh orang
yang memberi sumbangan tersebut. Upaya memakmurkan rakyat menjadi
tujuan kerajaan Islam yang lebih mudah diwujudkan. Tentu saja berbeda
dengan sistem kerajaan sebelumnya di mana rakyat menjadi pengabdikepada
kerajaan dan kerajaan tidak secara otomatis mencari upaya untuk
mensejahterakan rakyatnya.
d. Menciptakan tata kehidupan baru yang lebih sesuai dengan apa yang ada pada
ajaran Islam. Islam sebagai agama yang baru dengan mudah diterima karena
tata nilai dan sistem di dalamnya terasa lebih adil. Masing-masing individu
memiliki kesempatan yang sama untuk menempati derajat yang tinggi di mata
Allah SWT tanpa membedakan latar belakang budaya, suku dan keturunan.
Demikian pula dalam tata pergaulan sehari-hari, hubungan antar individu
menjadi lebih baik, sopan santun dianggap sebagai akhlak yang mulia,
sehingga setiap individu memiliki keinginan untuk meraihnya.
e. Dalam bidang keamanan, kerajaan Islam memiliki kewajiban untuk
menciptakan kedamaian kepada seluruh rakyat, sehingga dalam melakukan
kegiatan sehari-hari tidak akan terganggu dengan ancaman keselamatan.
f. Selain kerajaan, ulama juga berperan penting sebagai hakim dan penasehat
raja.
C. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan
Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa
Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra
Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam
Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini
terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih.
Rasulullah saw pernah bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan
barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl,
merah dan putih “. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini

6
mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa
pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.
Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah
air dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan
semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan,
termasuk yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh
ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat)
tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru
Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M
Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga
sebenarnya bukanlah seorang yang hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia
seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaaffah.
Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah)
kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah
terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani
sebenarnya dia adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy
hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad
Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimpin perjuangan rakyat Maluku
melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut fakta sejarah adalah
seorang muslim.
Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika
para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang
mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda
dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan
dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan
dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya.
Para da’i Islam sangat paham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam
kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar

7
menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :”Tidak ada kewajiban bagi
kami hanyalah penyampai (Islam) yang nyata”.(Q.S. Yasin:17)
Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat
Islam Indonesia dalam mengusir penjajah.
a. Penjajahan Portugis
Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan
semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel
(penyebaran agama Nasrani). Untuk menjalankan misinya itu Portugis
berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih
menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang
Salib . Dengan modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu
dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang
berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa:
Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah
timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis.
Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud
Khatulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama
mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra
Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di
perairan nusantra yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab.
Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah
terjalin sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan
Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah
yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka
dirampas oleh Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab.
Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis,
seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan
kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan
Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negara-

8
negara Islam lain di Nusantara, sehingga dapat membangun kekuatan
angkatan perangnya dan dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula,
mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para pedagang warga
Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk
berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau
orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan
Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Salib.
b. Penjajahan Belanda
Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten
dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon
Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama
Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu
untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap
kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama
Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat
penderitaan kaum muslim semasa penjajahan Belanda selama kurang lebih 3,5
abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam
sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin
dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika
seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan
santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana:
bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan
melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi
sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka
pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah
satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan :
“Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme
bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh
sejarahnya sampai kemerdekaannya”.

9
c. Penjajahan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10
januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar,
Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5
Maret 1942. Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi
Indonesia, diganti oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut
harimau jatuh ke mulut buaya”, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam
dari penjajah manapun yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan
alam dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan
(Romusa) dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti dicambuk,
dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita
diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha).
Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim
dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon
Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka
juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu
pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis
Islam A’la Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda
(September 1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-
tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau kooperatif dengan
pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah misalnya
dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.
D. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan Kemerdekaan
Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi
peran kaum muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret
1945. Lebih jelas lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas
merumuskan tujuan dan maksud didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9
orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali satu orang beragama

10
Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr.Moh.Yamin, Mr.Ahmad
Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno
Tjokrosuyono dan A.A. Maramis (Kristen).
Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia
terjadi banyak pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam
bukunya Piagam Jakarta) kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis
sekuler. Kelompok Nasionalis Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H.
Agus Salim, KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam
dijadikan dasar negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah
pimpinan Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral
dari agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok
sehingga melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22
Juni 1945, yang berbunyi :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari
Mukaddimah UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal
17 Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18
Agustus 1945 tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan
kalimat “Yang Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para
ulama. Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan” Yang Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.

11
Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu
bertepatan dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas
desakan-desakan para ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani.
Saat itu Bung Karno keliling menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur
Selatan, Abdul Mukti dari Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU.
Mereka mendesak agar Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Demikian penting peran ulama di mata Bung Karno. Setelah Indonesia
diproklamasikan, Bung karno masih terus berkeliling terutama minta dukungan para
ulama dan rakyat Aceh. Di bawah pimpinan ulama-ulama Aceh seperti Daud
Beureuh, Teuku Nyak Arief, Mr. Muhammad Hasan, M.Nur El Ibrahimy, Ali
Hasyimi dan lain-lain, rakyat Aceh segera menyambut dengan gegap gempita.
Dukungan mereka bukan hanya lisan tapi juga berbentuk sumbangan materi, yaitu
berupa uang 130.000 Straits Dollar dan emas seberat 20 kg untuk pembelian pesawat
terbang.
E. Peranan Organisasi-Organisasi Islam dan Partai-Partai Politik Islam
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di
Indonesia, Umat Islam mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan
corak dan warna yang berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial
budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan
yang sama, yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam dan
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari
lembaga-lembaga tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan
baik di masa perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan.
1. Sarekat Islam (SI)
2. Muhammadiyah
3. Al Irsyad
4. Nahdlatul Ulama
5. Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)
6. Masyumi

12
7. Mathla’ul Anwar
8. Persatuan Islam (Persis)
9. Organisasi Pelajar, Mahasiswa dan Kepemudaan Islam
10. Departemen Agama
11. Peran Lembaga Pendidikan Islam
12. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
13. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
14. Dan lain-lain.

F. Peranan Umat Islam dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik


Indonesia, umat Islam punya peranan penting, yaitu : Pertama, secara pisik Umat
Islam dengan Lasykar Hisbullah-Sabilillah, kemudian diteruskan Asykar Perang
Sabil (APS) dan lasykar Islam lainnya di daerah, gigih berjuang membantu TKR
(TNI) untuk mempertahankan NKRI dengan perang gerilnyanya melawan Sekutu-
NICA (Netherland Indie Civil Administration, Belanda) yang akan kembali berkuasa
di Indonesia. Secara pisik pula Lasykar Hisbullah-Sabilillah yang kemudian
diteruskan oleh Markas Ulama Asykar Perang Sabil (APS) bersama pasukan TNI dari
Siliwangi melawan Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 18 September
1948 ( dipimpin oleh Muso dan Amir Syarifuddin ), yang akan menghancurkan
NKRI dan akan membentuk Pemerintahan Komunis Indonesia, menjadi bagian atau
satelit dari Commitern Komunis Internasional yang berpusat di Moskow,Rusia.
Pemberontakan PKI 1948 ini berjalan secara biadab, membantai para ulama dan
santri, membantai kaum nasionalis, membantai pamongpraja, dapat digambarkan ada
suatu gedung untuk pembantaian yang darahnya menggenang sampai satu kilan.
Dengan adanya kerjasama antara kelasykaran umat Islam, kelasykaran kaum
nasionalis, dengan TNI berhasil menghancurkan kekejaman dan kebiadaban
Pemberontakan PKI 1948.

13
Setelah kemerdekaan dan adanya maklumat Wakil Presiden X/1946, bangsa
Indonesia dipersilahkan mendirikan partai politik. Dalam hal ini pada awalnya
aspirasi politik umat Islam ditampung dalam satu wadah, meneruskan namanya yaitu
Majelis Syurau Muslimin Indonesia ( Masyumi ), dalam ikrar persatuan umat Islam
”Panca Cita”.

Kedua, dalam proses perjuangan diplomasi ada beberapa perundingan antara


lain Linggajati, Renfille, Roem-Royen, dan KMB. Pada perundingan Renfille
wilayah NKRI menjadi sempit, dan berdirilah negara-negara bagian lain sebagai
negara boneka Belanda, dan lebih parah lagi Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI
diduduki Belanda. Secara spontan dan bertanggung jawab Mr.Syafruddin
Prawiranegara (Masyumi) mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) 19 Desember 1948 di Sumatera Barat ( Mulai tahun 2006 dijadikan hari
peringatan Bela Negara ). Adanya perlawanan gerilya bangsa Indonesia yang tiada
hentinya ( termasuk perebutan Jogjakarta dari tangan Belanda tanggal 1 Maret 1948),
maka PBB meminta genjatan senjata dan diadakan perundingan lagi, yaitu Roem –
Royen. Dalam perundingan itu deplomasi Mr.Moh.Roem berhasil menggiring pihak
Belanda untuk antara lain : 1.Mengembalikan Ibukota RI Yogyakarta;2.Pembebasan
Soekarno-Hatta dan para mentri yang ditawan Belanda; 3. Menyelenggarakan
Konfrensi Meja Bundar (KMB), dan 4. Belanda mengakui keberadaan RI.

Pada KMB Belanda mengakui eksistensi Republik Indonesia Serikat, yang


masih memiliki negara-negara bagian (boneka) dibawah pengaruh Belanda. Presiden
Soekarno jadi Presiden RIS, sedangkan Mr. Assa’at jadi Presiden Republik
Indonesia( RI ) kedua, bagian dari RIS. Dalam rangka menyatukan Indonesia
kembali, tokoh umat Islam Muhammad Natsir (Masyumi) mempelopori “MOSI
INTEGRAL NATSIR yang isinya untuk KEMBALI KE BENTUK NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)”. Mosi integral Natsir ini mendapat
dukungan sebagain besar anggota kabinet dan Presiden Soekarno, meskipun Anak
Agung Gde Agung dan Sultan Hamid II tidak mau ikut tanda tangan mendukung,

14
akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno berdasarkan mosi itu
memberanikan diri menyatakan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan umat islam bukan hanya merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan
penjajah, namun antara peran penting umat islam lainnya dalam kehidupan :

 1960 para aktivis islam yang tergabung dalam organisasi masa dan partai
berusaha mencegah gagasan nasakom
 1965 mengusulkan pembubaran PKI untuk menyelamatkan pancasila dan
kesatuan bangsa
 Mempelopori pembentukan “front pancasila”
 Mendirikan organisasi sosial dan lembaga –lembaga pendidikan antra lain:
a. Mejelis ulama Indonesia (MUI)
b. MUI didirikan pada tanggal 26 juli 1975
c. Nahdahatul Ulama (NU)
d. Muhammadiyah Didirikan pada tanggal 18 november 1912 .
 organisai mahasiswa dan pelajar antara lain:
1. 1.organisasi mahasiswa islam
a. (PMII)
b. (HMI)
c. (IMM).
 Adapun organisasi pelajar islam Indonesia antara lain:
a. (PII)
b. (IMM)
c. (IPNU)
d. (IPPNU)
 Peran pada masa pembangunan yaitu berbentuk fisik dan mempertahankan
kemerdekaan, umat islam juga melakukan perkembangan baik pribadi ,
organisasi lama , maupun lembaga-lembaga pendidikan islam.

15
G. Umat Islam di Era Mencari Bentuk Demokrasi Indonesia

Undang-undang Dasar 1945 menggambarkan bahwa NKRI adalah negara


demokrasi, namun formulasi demokrasi yang bagaimana bentuknya masih dalam
pencarian. Apakah Demokrasi Liberal, apakah Demokrasi Sosialis, ataukah
Demokrasi Theokrasi ?. Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap ( dari Masyumi )
Indonesia mengadakan pemilihan umum pertama di tahun 1955, diikuti hampir + 100
partai, disaksikann oleh PBB. Dalam pemilu itu muncul 4 kekuatan partai besar yaitu
rangking pertama PNI dan Masyumi suaranya berimbang, disusul NU, kemudian
PKI. Hasil dari Pemilu itu adanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan kemudian
pemilu kedua menghasilkan Konstituante (pembuat Konstitusi/ UUD). Dalam
Konstituante memang ditawarkan dan untuk menjaring aspirasi rakyat dalam
menentukan UUD baru yang aspiratitf rakyat Indonesia. Berbagai golongan
masyarakat yang diwakili oleh partainya menyampaikan usulannya, sehingga
mengerucut pada UUD pertama 1945 namun pada Preambulenya ada yang mengacu
keputusan Sidang BPUPKI 16 Juli 1945 yaitu Piagam Djakarta , dan mengacu dari
keputusan PPKI 18 Agustus 1945, dengan suara berimbang, namun tidak dapat
memenuhi 75% suara untuk dapat memutuskannya, sehingga selalu tidak dapat
diputuskan. Aklhirnya pihak Militer (A.H. Nasution ) membuat konsep Dekrit
Presiden, kemudian diterima oleh Bung Karno, maka pada tanggal 5 Juli 1959 Dekrit
Presiden itu dideklarasikan, isinya antara lain :

 Pembubaran Konstituante; 2. Kembali pada UUD 1945, dan Piagam Djakarta


sebagai yang menjiwai UUD 1945 ; 3. Bentuk Negara Demokrasi Terpimpin.

H. Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan (Sekarang)

Undang-undang Dasar 1945 Bab XII Pasal 30 menegaskan, “Tiap-tiap warga


Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Syarat-syarat

16
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang religius, yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sudah
tentu mempunyai arti yang sangat positif. Oleh karena itu, dalam membangun bangsa,
kita sama sekali tidak ingin mengabaikan segi-segi keagamaan masyarakat. Cita-cita
pembangunan bangsa adalah mewujudkan masyarakat Pancasila, yakni masyarakat
yang sosialistis religius. Dengan kata lain, masyarakat Pancasila yang diidam-
idarnkan adalah masyarakat yang bersifat kekeluargaan dan bernapaskan keagamaan.
Pembangunan kehidupan keagamaan adalah bagian dan pembangunan
nasional. Pemenintah sejauh kemanipuan yang dipunyainya telah melaksanakan
pembanguhan di bidang agama. Sejumlah bantuan keuangan telah diberikan melalui
berbagai saluran untuk membangun atau memperbaiki bermacam-macam sarana fisik
keagamaan, seperti mesjid, pondok pesantren, dan madrasah.
Salah satu usaha yang dilakukan adalàh menghilangkan sisa-sia pemikiran
yang mempertentangkan agama dan Pancasila serta mempenlawankan kepentingan
umat Islam dan kepentingan nasional. Pemikiran yang mempertentangkan antara
agama dan Pancasila serta memperlawankan antara kepentingan umat Islam dan
kepentinganmnasional jelas tidak menguntungkan bangsa kita dan umat Islam
sendini. Bahkan, hal itu sangat berbahaya bagi kesatuan dan masa depan bangsa.
Masyarakat Indonesia yang kita bangun bersama hams tetap merupakan masyarakat
Indonesia yang bercorak kepribadian Indonesia sendiri.
Pembangunan memerlukan kekuatan pedoman dan petunjuk yang tidak boleh
kendor. Kekuatan yang terbesar terletak pada niat masyarakat untuk mengubah
nasibnya, dengan kesadaran bahwa nasib itu hanya dapat diperbaiki melalui usaha
yang nyata. Dalam memperkuat fiat mengubah nasib itulah, kesadaran keagamaan
akan sangat besar pengaruhnya. Akan tetapi, bukan hanya sampai di sini letak
kekuatan agama dalam pembangunan sebab pembanjunan selalu mengakibatkan
perubahan pada nilai-nilai moral dan kesusilaan serta tata hubungan antara manusia.
Apabila hal mi diabaikan dapat memerosotkan martabat manusia.

17
Pada masa pembangunan sekarang ini, masyarakat memerlukan pemimpin di
segala tingkatan dan lapisan. Pemimpin yang diperlukan adalah pemimpin yang dapat
menyatukan masyarakat, memberikan perasaan tenteram, dan menggerakkan
masyarakat untuk membangun. Untuk itu, para pemimpin perlu menghayati aspirasi-
aspirasi yang hidup dalam masyarakat supaya mereka dapat berbicara langsung
dengan rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin agama hanis bisa mendidik rakyat agar
mau merenungkan kembali konsepsi-konsepsi keagamaan yang selama mi mereka
yakini dan sikap hidup yang mereka lakukan. Yang penting adalah dibangkitkannya
kesadaran dan rasa percaya din sendiri bahwa masyarakat yang maju dan berkeadjian
sosial dapat dicapai dengan usaha-usaha yang teratur melalui serangkaian
pembangunan dan dengan mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki.
Fungsi agama dalam pembinaan bangsa adalah menjadikan bangsa Indonesia
lebih takwa kepada Tuftan Yang Maha Esa serta mempunyai kemampuan mental
spiritual dan fisik untuk memanfaatkan kekayaan alam, karena karunia Tuhan Yang
Maha Esa diperuntukkan bagi kesejahteraan bersama.
Agama Islam telah menghilangkan prasangka kesukuan dan mengajarkan
prinsip persatuan bangsa dan persamaan umat manusia. Oleh karena itu, kita merasa
prihatin jika melihat adanya gejala-gejala yang menunjukkan fanatisme golongan dan
kurang melthat kepentingan yang lebih besar, yaitu keutuhan dan kesatuan bangsa.
Tidak hanya itu, umat Islam pun telah menunjukkan peranannya dalam
pembangunan. Dalam pembangunan mental masyarakat, telah banyak didirikan
tempat pendidikan keagamaan, seperti madrasah dan pesantren, atau diterbitkannya
koran dan majalah yang menyebarkan informasi berciri keislaman.
Untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, sejak masa perang kemerdekaan
hingga masa pembangunan sekarang, telah didirikan organisasi Islam, seperti
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang memberikan pelayanan dalam
bidang pendidikan, budaya, sosial, dan kesehatan. Kaum mudanya tidak ketinggalan
untuk menyalurkan aspirasinya melalui Ikatan Pemuda Muhammadiyah Indonesia
(IPMI) dan Gerakan Pemuda Anshar (di bawah naungan NU). Selain itu, golongan

18
mahasiswa juga tidak ketinggalan. Dan golongan mahasiswa independent
(merdeka/tidak di bawah organisasi tertentu) berpartisipasi dengan mendirikan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Kalangan mahasiswa NU mendirikan Pergerakan Mahasjswa Islam Indonesia
(PMII), sedangkan mahasiswa Muhammadiyah mendirikan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (1MM). Bagi cendekiawan muslim telah disediakan organisasi
Ikatan Cendekiawan Muslim selndonesia (ICMI). Semua organisasi tersebut didirikan
bukan hanya untuk kepentingan umat Islam saja, melainkan juga untuk umat
beragama lainnya. Dalam bidang perbankan pun sudah ada Bank Islam yang sekarang
dikenal dengan Bank Muamalat Indonesia. Prinsip-prinsip yang diterapkan mengacu
pada ajaran Islam.
Peranan umat Islam tersebut tentu tidak terlepas dan adanya kerukunan umat
Islam dengan umat beragama lain. Hanya dengan kekompakan, kita bisa membangun
bangsa dan negara. Sudah sangatjelas bahwa membina kekompakan tidak berarti
harus menghilangkan perbedaan yang wajar, yang lahir dan keadaan yang majemuk,
bahkan perbedaan itu seharusnya merupakan kekuatan pendorong untuk kemajuan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Umat islam memiliki peranan yang sangat besar dalam sejarah Indonesia.
Masuk dengan damai melalui jalur perdagangan membuat masyarakat Indonesia
tertarik. Akhirnya ajaran islam masuk lingkungan kerajaan, dengan raja nya yang
telah masuk islam mambuat rakyatnya berbondong-bondong masuk islam pula.
Kerajaan islam terus berkembang, karena ada para ulama di kanan kiri raja. Namun,
tibalah para penjajah yang datang dengan misinya, 3G. Hal ini pun mendapat respon
negatif dari kerajaan- kerajaan islam di Indonesia, dan menyebabkan timbulnya
perlawanan kepada para penjajah. Mulai dari perjuangan fisik hingga perjuangan
secara diplomatis para ulama dan santri lakukan. Akhirnya kemerdekaan dapat diraih.
Namun, timbul masalah-masalah dalam mempertahankan kemerdekaan. Peranan para
ulama tidak dapat terlepas, bahkan hingga saat ini.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang
kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak
mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari Ilmu Study Islam Asia
Tenggara.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://maskar92.blogspot.com/2012/02/makalah-peranan-umat-islam.html

https://www.academia.edu/11754153/Makalah_Umat_Islam_dalam_Meperjuangkan_Kem
erdekaan_Indonesia_Pada_Masa_Penjajahan_Jepang

https://www.scribd.com/doc/57715575/Peranan-Umat-Islam-Diindonesia

http://ariniulyatululfah.blogspot.com/2016/06/peranan-perkembangan-islam-di-
indonesia.html

https://www.slideshare.net/SyahestiNurul/peranan-umat-islam

http://digilib.uinsby.ac.id/11567/

https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-organisasi-islam-di-indonesia

https://news.detik.com/infografis/d-3844143/kiprah-9-ormas-islam-sebelum-kemerdekaan-
ri-

21

Anda mungkin juga menyukai