Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang)
yang masih dijalankan di masyarakat. Umumnya tradisi ini memiliki
kekhusuan atau keunikan. Keunikan tersebut biasanya menjadi daya tarik
tersendiri. Seseorang ingin melihat atau mengamati tradisi suatu daerah,
karena di daerah tersebut ada yang unik, sehingga penasaran untuk
melihatnya, bahkan mempelajarinya.
Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-
masing. Ada yang merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi
asli yang sudah turun menurun. Seperti halnya di Sumatera, di daerah
lainpun para mubaligh memilih mempertahankannya namun memberikan
warna Islam.

B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan makalah ini tidak terlalu jauh maka penulis akan
akan merumuskan tentang apresiasi keragamanan tradisi dan upacara
adat kesukuan islam nusantara ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

Apresiasi Terhadap Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara


Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-
masing. Ada yang merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi
asli yang sudah turun menurun. Seperti halnya di Sumatera, di daerah
lainpun para mubaligh memilih mempertahankannya namun memberikan
warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh tradisi kesekuan di Indonesia yang
bernuansa Islam :
1. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdo’a
kepada Alloh dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat
pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid
(Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan
sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran) dan mendo’akan
seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000
dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu
dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam Islam tradisi
ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan.
Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa
dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah
Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak
terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka
kembali ke agamanya.
2. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain
untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah).

2
Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman mesjid
Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12
Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi
pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat
syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
3. Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan maulud. Pada malam
tanggal 11 Rabiul Awal ini, dengan Sri Sultan beserta pembesar Keraton
Yogya hadir di mesjid Agung. Dilanjutkandengan pembacaan-pembacaan
riwayat Nabi dengan ceramah agama.
4. Takbiran
Takbiran dilakukan dengan malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan
mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun
berkeliling kampong (takbir keliling).
5. Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan
mengadakan Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad
Al Fatihuntuk membangkitkan semangat pasukan Muslim pada perang
salib. Peringatan Maulid Nabi sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi
melainkan budaya agama semata. Di Indonesia peringatan ini
dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai
rakyat biasa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat nabi (Barzanji)
maupun kegiatan lainnya seperti perlombaa-perlombaan yang bersifat
Islami.
6. Tabut/Tabuit
Dilaksanakan pada hari asyura (10 Muharram) untuk memperingati
pembantaian Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rosulullah)
oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela. Dilakukan dengan
mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai kemudian
dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah
terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam

3
hidangan makanan. Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di
daerah Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7. Adat Basandi Syara’, Sara’ Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama
Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-
Qur’an (Kitabullah). Adat Minagkabau kental dengan nuansa Islam
sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara basandi
kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).
8. Seni Tradisi Genjring
Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan
Banyumas pada umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian
tradisi ini lebih banyak yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian
ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena
hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk mengisi
waktu senggang, mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid.
Namun saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan kaum
muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan).
Dalam seni tradisi islam ini, syiiran shalawat dilantunkan secara
rampak dengan diiringi tabuhan rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat
lokal, tabuhan rebana ini disebut genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan
untuk mendekati bunyi rebana yang mirip bunyi “jring”, orang bilang
“genringan”. Seperti halnya kesenian Islam lain, kesenian ini
menggunakan dasar dari kitab Al-Berjanji. Dimana sebuah kitab yang
berisi tentang puji-pujian kepada Nabi Muhammad.
Kesenian ini di masyarakat Banyumas seringkali digunakan untuk
mengarak sunatan. Dalam prosesi ini, gengring dilakukan sambil jalan
beberapa ratus meter menyambut datangnya pengantin sunatan yang
datang dari tempat disunat tersebut. Si anak dinaikkan becak yang telah
dihias, yang kemudian dibelakangnya diikuti para pemain genjring.
Menurut keterangan masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini
dimaksudkan selain untuk menambah kemeriahan pesta, mengurangi

4
rasa sakit pada si anak (karena perhatian tertuju pada keramaian), juga
dimaksudkan adanya hikmah dari pembacaan sholawat tersebut.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh antara 12 sampai 30 orang.
Penabuh terbang bisa bergantian dan nyanyian dilakukan secara
serempak dengan menggunakan bahasa arab.
9. Kesenian Singkiran
Kesenian ini sangat jarang ditemui karena semakin punah, seiring
kemajuan jaman, meninggalnya para pelakunya, dan sengaja di counter
kelompok tertentu (islam modern) karena dianggap ada penyimpangan
dari Islam. Kesenian Singiran merupakan salah satu bagian integral dari
ekspresi seni tradisi ummat Islam. Kesenian ini berkembang seiring
dengan tradisi memperingati seribu hari kematian (3 hari, 7 hari, 40 hari,
100 hari dan 1000 hari) salah satu warga. Jika
dilihat dari isinya, seni tradisi ini berisikan nasehat-nasehat bagi si
mayat dan nasehat kebajikan bagi anak cucu yang masih hidup untuk
selalu mendoakan orang tua mereka.
Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah
Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya
sebagai “ Singir Ndjaratan” yang artinya “tembang kematian”. Selain
menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga dimaksudkan
sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat
tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari
digerus oleh perspektif Islam
modernis dan banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan.
Kesenian ini tidak menggunakan alat musik, namun diiringi tahlil bersama
sepanjang pembacaan singir-singirnya. Sedangkan irama atau langgam
singir digunakan langgam-langgam macapat. Secara garis besar kesenian
ini diawali dengan pembacaan tahlil, kemudian bacaan singir secara
bergantian, dan kemudian pembacaan sholawat (srokal) serta diakhiri
dengan doa.

5
10.Kasidah
Kasidah (qasidah, qasida; bahasa Arab: “‫”قصيدة‬, bahasa Persia: ‫قصیده‬
atau ‫ چكامه‬dibaca: chakameh) adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab
yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah
keagamaan dan satire) untuk kaum muslim.
Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia
selain Arab. Grup kasidah modern membawa seorang penyanyi bintang
yang dibantu paduan suara wanita. Alat musik yang dimainkan adalah
rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern, misalnya: biola, gitar
listrik, keyboardflute. Perintis kasidah modern adalah grup Nasida Ria dari
Semarang yang semuanya perempuan. Lagu yang top yakni Perdamaian
dari Nasida Ria. Di tahun 1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA
mengedarkan album kasidah modern. dan
11. Sholawat Jawi
Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan
beberapa juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan
di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk
penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring
dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau
syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa,
bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula,
pangkur dan lain-lain).
Adalah Kyai Soleh yang menciptakan tembang-tembang shalawat
berbahasa Jawa yang sampai saat ini tulisannya menjadi pedoman para
pelaku seni sholawat jawi, meskipun beliau sudah lama meninggal. Kyai
Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang sekaligus seniman yang
memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini merupakan
ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya.
Mereka mendapatkan manfaat keberagamaan yang mententramkan hati
(sebagai kubutuhan spiritualitas) sekaligus kebutuhan akan keindahan
(seni) juga terpenuhi. Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh para oang

6
tua ( rata-rata di atas 50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan
mudah lebih senang kesenian yang lebih modern (model dan alatnya).
Jadi tidak heran kesenian ini mulai jarang ditemui, karena kelompok-
kelompok kesenian ini semakin sedikit.
Selain tradisi tersebut masih banyak tradisi lain yang berkembang di
daerah atau suku-suku lainnya. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap
masing-masing daerah pada saat menerima Islam. Tradisi-tradisi tersebut
menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadirnya Islam Nusantara ini memiliki pengaruh besar dan
mendalam terhadap kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Ditandai
antara lain pertama dengan kuatnys hubungan agama dengan tradisi dan
bumi yang dipijak (tanah air) maka sejak awal islam ini gigih menolak
kehadiran imperialisme atau penjajahan bangsa asing. Bahkan pesantren
dijadikan basis perlawanan terhadap penjajahan Barat. Kedua, sejak awal
Islam Nusantara turut aktif dalam membela kemerdakaan, mendirikan
negara termasuk ikut menyusun konstitusi yang bersifat nasional dan
tetap berpijak pada agama dan tradisi sehingga lahirlah Pancasila sebagai
konsesus bersama menjelang bangsa ini merdeka. Ketiga, dengan
kecintaannya pada tradisi dan tanah air, Islam terbukti dalam sejarah tidak
pernah memberontak terhadap pemerintahan yang sah, karena
pemberontakan ini dianggap pengkhianatan terhadap negara yang telah
dibangun bersama

B. Saran
Semoga dengan paparkan makalah yang penulis utarakan ini dapat
menambah wawasan kita tentang keragamanan tradisi dan upacara adat
kesukuan islam nusantara.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://anaamy.wordpress.com/2010/04/25/apresiasi-terhadap-tradisi-dan-
upacara-adat-kesukuan-nusantara/
https://perdetik.blogspot.com/2009/11/apresiasi-terhadap-tradisi-dan-
upacara.html

Anda mungkin juga menyukai