Anda di halaman 1dari 15

METODE PENGUMPULAN DATA

MAKALAH
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Arkeologi
Dosen Pengampu : Mardani, M.Hum.

Disusun Oleh :
Rifqie Faishal Yamin 1185010115
Tami Nurhayati 1185010140
Wildan Septiyan Rukmana 1185010143

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Metode Pengumpulan
Data. Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Mardani, M.Hum selaku
dosen pengampu matakuliah Arkeologi yang telah membimbing penulis untuk proses
pembuatan makalah hingga bisa sejauh ini.

Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bandung, April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PEMBUKAAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
C. Tujuan Makalah............................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Data kepustakaan..........................................................................................................................6
B. Data Lapangan..............................................................................................................................6
1) Penjajagan.................................................................................................................................6
2) Survei........................................................................................................................................6
3) Ekskavasi..................................................................................................................................6
BAB III.................................................................................................................................................7
PENUTUPAN......................................................................................................................................7
Kesimpulan......................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................8
BAB I
PEMBUKAAN

A. Latar Belakang
Disiplin Ilmu Arkeologi di Indonesia saat ini telah menempatkan dari sebagai suatu
disiplin ilmu yang mandiri. Hal ini tersirat dari kenyataan terdapatnya berbagai macam
lembaga yang secara khusus dibentuk sebagai pengelola kepurbakalaan di Indonesia dan
tidak berada dibawah lembaga keilmuan lainnya.kenyataan itu barang kali tidak dapat
dilepaskan dari keadaan negara ini yang mempunyai kandungan kepurbakalaan yang sangat
potensial dan tersebar luas. Kekayaan kepurbakalaan di Indonesia telah menyediakan ladang
penelitian yang didak akan habis-habisnya di garap. Keadaan ini setidaknya menjadi
pendorong akan berkembangnya kedisiplinan ilmu Arkeologi di Indonesia.

Dalam melaksanakan penelitian, setiap peneliti dituntut memiliki buku panduan yang
menjadi panduan dasar, agar pelaksaannya dapat lebih terarah dan sesuai dengan kaidah-
kaidah metodologis. Untuk itu penulis berusaha untuk membuat sebuah referensi mengenai
pentingnya metode pengumpulan data dalam arkeologi sebagai sumber pegangan dan
pengetahuan terkhusus peneliti ataupun pembaca.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode pengumpulan data ?

2. Bagaimana langkah/ proses pengumpulan data?

3. Untuk apa metode pengumpulan data digunakan?

C. Tujuan Makalah
1. Mencari tahu apa saja metode pegumpulan data

2. Mencari tahu langkah/proses pengumpulan data

3. Mencari tahu kegunaan/fungsi metode pengumpulan data


BAB II
PEMBAHASAN

Dalam perkembangannya, arkeologi tidak hanya mempelajari temuan, tetapi


mencakup studi mengenai evolusi, lingkungan, dan bagaimana benda tersebut mempunyai
peranan dalam suatu kehidupan masyarakat pada masing-masing jamannya. Oleh karena itu,
arkeologi saat ini lebih berorientasi pada pemecahan masalah-masalah arkeologi secara lebih
menyeluruh, dengan memperhatikan berbagai aspek yang berhubungan dengan suatu benda
atau data arkeologis, sehingga penelitian arkeologi saat ini tidak relevan kalau berdiri sendiri,
tetapi harus melibatkan dan bekerja sama dengan ilmu-ilmu lainnya, misalnya : geologi,
biologi, paleokologi, kimia, geofisika, dan sebagainya.1

Dalam penerapannya di lapangan, data arkeologi secara umum dikumpulkan melalui


3 metode dasar , yaitu penjajagan , survei (termasuk wawancara) dan ekskavasi. Masing-
masing metode menunjuk cara kerja yang berbeda tergantung pada sifat keletakan data,
misalnya data yang ada di permukaan tanah, di dalam tanah, dan di bawah permukaan air.
Selain itu, diterapkan juga tata cara pengumpulan data secara spesifik dengan menggunakan
teknologi tinggi, misalnya pemanfaatan foto udara. Oleh karena itu. dalam pelaksanaan survei
di lapangan, terdapat 3 cara kerja, yaitu survei permukaan tanah, survei bawah permukaan
tanah, dan survei udara. Implikasinya, pelaksanaan ekskavasi juga akan mencakup ekskavasi
arkeologi darat (terrestrial archaeology) dan ekskavasi arkeologi bawah air (underwater
archaeology).2

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Karena
untuk menemukan jawaban dari seriap tujuan dari penelitian akan senantiasa terdapat pada
data-data yang di peroleh dan kemudian diolah sehingga menjadi sebuah hasil penelitian.

Sebagaimana menurut Siswanto, penelitian selalu berhubungan erat dengan data.


Karena dari data yang telah diolah akan menunjukkan sevuah fakta. Ada dua bagian data
yang sering di gunakan di dalam penelitian yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer, adalah data yang di kumpulkan sendiri oleh penelierti tersebut, hasilnya
tentunya lebih akurat dan up to date.

1
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm19.
2
Ibid,.
b. Data Sekunder, adalah data yang di kumpilkan oleh pihak lain. Kelebihan dari data
sekunder adalah pengumpulannya cepat. Namun ada kekurangannya yaitu kadang data
tidak up to date, data belum tentu sesuai dengan penelitian.3

Data Arkeologi dapat diartikan secara sempit maupun luas. Pengertian secara sempit
meliputi artefak, ekofak dan fitur sedangkan pengertian data secara luas termasuk konteks
(matriks, keletakan, asosiasi, stratigrafi) dan sebaran (dalam satu situs dan antarsirus). Data
arkeologi juga mempunyai tingkatan, yaitu : atribut/laksana, tipe, bagian himpunan,
himpunan dan budaya. Selain itu data Arkeologi merupakan satuan data yang meliputi :

1. semesta (universal), yaitu ruang waktu yang ditentukan peneliti sebagai sasaran
penelitiaanya;

2. satuan cuplikan (sampling unit), yaitu tingkat data arkeologi yang dipilih untuk titik tolak
penelitian, dapat bersifat arbiter maupun tidak;

3. populasi, yaitu kumpulan satuan cuplikan; dan

4. khasanah (data pool), yaitu keseluruhan potensi data.

Pada kenyataanya hampir semua penelitian di Indonesia biasanya didahului dengan


penemuan benda-benda arkeologi oleh penduduk. Dalam operasionalnya, pengumpulan data
dapat dikategorikan sebagai data kepustakaan dan data lapangan.

A. Data Kepustakaan.
Data kepustakaan merupakan data tertulis yang berhubungan dengansitus yang akan
diteliti, baik dari publikasi arkeologi maupun sumber-sumber sejarah atau etnosejarah. Selain
itu, data kepustakaan dapat juga berupa gambar, foto dan peta, baik peta berupa bumi
maupun peta tematik (geologi, geomorfologi, fisiografi, etnis, bahasa, dan sebagainya)4

B. Data Lapangan
Data lapangan dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu:

1) Penjajagan
Penjajagan dalam arkeologi adalah pengamatan tinggalan arkeologi di lapangan untuk
memperoleh gambaran tentang potensi data arkeolog atau luas situs. Dalam penjajagan ini,

3
Sofwan M. Nugraha, Pembelajaran PAI Berbasis Media Digital , (Arsip Universitas Pendidikan Indonesia,
2015), hlm 48.
4
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm19.
peneliti melakukan pengamatan terhadap keadaan lingkungan dan pencatatan tentang jenis
tinggalan arkeologi kemudian menandai ke dalam peta. Penjajagan ini memberikan 2
kemungkinan, yaitu :

a). Merupakan langkah awal bagi penyusunan strategi penelitian berikutnya, atau

b). Langsaung menghasilkan interpretasi dari suatu situs berdasarkan catatan yang telah
dibuat oleh peneliti.5

2) Survei
Survei adalah pengamatan tinggalan arkeologi disertai dengan analisis yang dalam.
Selain itu, survei juga dapat dilakukan dengan cara mencari informasi dari penduduk. Tujuan
survei untuk memperolrh benda atau situs arkeologi yang belum pernah ditemukan
sebelumnya atau penelitian ulang terhadap benda atau situs yang pernah diteliti. Survei dapat
pula berarti melacak berita dalam literatur atau data, karena adanya laporan temuan.6

Kegiatan survei terdiridari:

a) Survei Permukaan

Survei permukaan tanah adalah kegiatan dengan cara mengamati permukaan tanah dari
jarak dekat. Pengamatan tersebut untuk mendapatkan data arkeologi dalam konteksnya
dengan lingkungan sekitarnya antara lain jenis tanah (tanah pasir, tanah liat, tanah kapur dsb),
keadaan permukaan bumi (bukit, dataran tinggi, dataran rendah, lembah sungai, pegunungan,
dsb), dan keadaan flora (tanaman palawija, jenis-jenis tanaman keras, padang ilalang, dsb).
Selain itu. untuk mengetahui hubungan antardata arkeologi. Teknik pengumpulan data
dilakukan pula dengan mengisi formulir untuk deskripsi situs dan lingkungannya, serta
pengambilan contoh (sampling) untuk temuan. Sesuai dengan sifat situs, maka terdapat 2
jenis formulir; yaitu formulir isian bentuk situs terbuka (open site) dan situs tertutup (close
site) Pada tahap selanjutnya perlu dilakukan survei yang bersifat geologis-stratigrafis antara
lain menyangkut jenis litologi batuan, posisi stratigrafis dari benda arkeologis dan lingkungan
pengendapan. Jenis pengamatan ini dapat memberikan informasi tentang watak deposit
permukaan, transformasi, dan sedimentasi artefak. serta distribusi keruangan.7

b) Survei Bawah tanah


5
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm21.
6
Ibid, hlm 21.
7
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm22.
Survei bawah tanah merupakan suatu aktivitas untuk mengetahui adanya tinggalan
arkeologi yang terdapat dibawah tanah dengan menggunakan alat-alat tertentu.8

c) Survei Bawah Air

Pelaksanaan survei bawah air merupakan suatu teknik kerja yang cukup berbeda
dengan survei di darat, karena dalam hal ini peneliti berada di tengah laut dan di bawah
permukaan air yang seringkah tidak mempunyai pedoman untuk menentukan orientasi yang
akurat dalam kaitannya dengan penentuan posisi geografisnya. Koordinat dapat ditentukan
melalui GPS (Global Positioning System), atau melalui perhitungan kompas.9

d) Survei Udara

Survei udara dimaksudkan sebagai pengamatan dari udara terhadap gejala permukaan
tanah dan mendokumentasikannya dengan alat foto. Aktivitas yang paling penting di dalam
pemanfaatan foto udara bagi kepentingan arkeologi adalah penafsiran yang dilakukan oleh
ahlinya. Penafsiran foto udara ini akan menitikberatkan pada perbedaan pola dan warna dari
suatu foto udara yang akhirnya dapat memberikan berbagai penafsiran keadaan yang
sebenarnya di darat Foto udara biasanya dibuat melalui pemotretan dengan sinar infra merah
pada malam liari, yang akhirnya akan menimbulkan warna terang dan gelap yang disebabkan
oleh suhu permukaan tanah. Warna terang pada suatu foto udara mencerminkan suhu yang
lebih panas dibandingkan dengan warna gelap. Dengan memperhatikan pola bercak dan
terang-gelap pada foto udara dapat ditafsirkan kemungkinan ada tidaknya benda di dalam
tanah, misalnya jika ada bangunan candi di dalam tanah maka warna tanah akan lebih terang
dibandingkan dengan warna sekitarnya, karena pada malam hari pada saat foto udara dibuat
bangunan candi tersebut relatif lebih menyimpan panas dibanding tanah disekitarnya.10

e) Wawancara

Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi yang akan dialami oleh setiap
arkeolog dalam pengumpulan data. Dalam penelitian arkeologi, khususnya etnoarkeologi
wawancara merupakan salah satu pengumpulan yang paling efektif. Tanpa wawancara

8
Ibid., hlm 23.
9
Ibid., hlm 24.
10
Ibid., hlm 25.
peneliti akan kehilangan informasi yang dapat diperoleh dengan cara bertanya langsung
dengan informan. 11

Ada beberapa pendapat mengetnai pengertian wawancara, yaitu:

Berg : membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan tujuan, khususnya tujuan
untuk mengumpulkan informasi.

Sudjana : wawancara adalah proses pengumpulan data atau infprmasi melalui tatap mula
antara ditanya atau penjawab.

Esterberg : Wawancara merupakan suatu pertemuan dua orang umtuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab. Sehingga dapat di konstruksikam makna dalam suatu topik tertentu.

Sedangkan menurut Blaxer, Hughes dan Thight. Mereka nyetakan bahwa metode
wawancara melibatkan pengajuan pertanyaan atai pembahasan hal-hal dengan orang-orang
yang bersangkutan dengan penelitian. Metode ini dapat menjadi teknik yang bermanfaat
dalam mengumpilkan data yang mungkin tidak dapat di akses dengan menggunakan teknik-
teknik observasi.

Dari berbagai pendapat para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa metode wawancara
adalah suatu percakapan antara penanya dan penjawab dengan tujuam untuk menemukam
berbagai data yang di perlukan atau melengkapi berbagai data yang tidak bisa di dapatkan
dari metode observasu dan yang lainnya.12

Ada beberapa macam cara dalam melakukan wawancara, Pattom (dalam Moleong, 2013
hl. 187-188) cara wawancara di antaranya bisa sebagai berikut:

a. Wawancara pembicaraan informal (pertanyaan yang di ajukan bergantung kepada


pewawancara (spontanitas).

b. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara (memakai pedoman wawancara).

c. Wawancara baku terbuka (menggunakan seperangkat pertanyaan baku).

Penggunaan metode wawancara pada penelitiam ini menggunakam pendekatan


wawancara menggunakan petunjuk umum, karena di harapkan dapat membangun keakraban

11
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm26.
12
Sofwan M. Nugraha, op. cit., hlm 49
dengan subjek yang di teliti. Menemukan berbagai data yang di perlukan atau melengkapi
berbagai data yang tidak bisa di dapatkan dari metode obserbasi dan yang lainnya. Sehimgga
memperdalam proses penelitian yang berlangsung dan menemukam berbagai makna-makna
yang berharga lainnya.13

Metode wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1) wawancara tertutup (closed interview) berupa pertanyaan-pertanyaan yang


dirumuskan sedemikian rupa, sehingga informan terbatas hanya menjawab ya atau
tidak; dan

2) wawancara terbuka (opened interview), berupa pertanyaan yang memungkinkan


informan lebih leluasa di dalam memberikan jawaban atau keterangan.

f) Penarikan Contoh (Sampling)

Penarikan contoh (sampling) merupakan suatu kegiatan penting di dalam rangkaian


penelitian arkeologi, karena dapat memberikan gambaran yang representatif mengenai
kuantitas dan kualitas data arkeologi dari suatu situs. Dalam penelitian dikenal berbagai jenis
penarikan contoh sesuai dengan kebutuhan analisis yang akan dilakukan nantinya, misalnya
penarikan contoh artefak dari suatu himpunan artefak dalam satu situs ataupun penarikan
contoh batuan (termasuk sedimen) untuk kepentingan analisis geologis-stratigrafis, polen,
ataupun pertanggalan radiometrik (C 14, potassium-argon, thermoluminessence, dsb). Di
dalam melakukan penarikan contoh terdapat ketentuan-ketentuan pokok yang harus
dilaksanakan, misalnya penarikan contoh artefak dalam suatu survei arkeologis, karena
peneliti tidak mungkin membawa semua temuan untuk analisis lebih lanjut. Dalam hal ini,
populasi yang sebaiknya dilakukan dalam sampling adalah 10% sampai 20%. Angka minimal
10% diharapkan memberikan tipe dan jenis artefak secara representatif, sedangkan angka
maksimal 20% agar identitas situs tetap dapat dipertahankan bagi penelitian lanjutan yang
intensif.14

13
Ibid., hlm 49.
14
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm27.
3) Ekskavasi
Ekskavasi adalah salah satu teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah yang
dilakukan secara sistematik untuk menemukan suatu atau himpunan tinggalan arkeologi
dalam situasi in situ. Dengan ekskavasi diharapkan akan diperoleh keterangan mengenai
bentuk temuan, hubungan antartemuan, hubungan stratigrafis, hubungan kronologis, tingkah
laku manusia pendukungnya serta aktivitas, alam dan manusia setelah temuan terdepositkan.
Kesalahan yang terjadi dalam ekskavasi menyebabkan salah interpretasi sehingga para
pelaksana perlu memiliki pengetahuan teori, metode dan teknik yang memadai. Pelaksanaan
ekskavasi dipegang oleh seorang pemimpin yang langsung mengendalikan kelancaran kerja
ekskavasi sampai selesai. Oleh karena itu, seorang pemimpin ekskavasi harus memiliki
kemampuan ganda yaitu harus bertindak sebagai ilmuan, organisator, administrator, dan ahli
pelaksanaan teknis. 15
1. Sistem Ekskavasi
Berbagai sistem ekskavasi yang terdapat pada arkeologi darat sebenarnya dapat
diterapkan untuk pelaksanaan ekskavasi bawah air, tetapi biasanya hanya diterapkan dua
sistem yaitu sistem garis sumbu (base line system) dan sistem grid (grid system), penggunaan
2 sistem ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh arkeologi bawah air.
Kedua sistem ekskavasi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 16

a. Sistem Garis Sumbu (base-line system)

Sistem ekskavasi ini diterapkan pada situs yang tidak luas. Pembuatan tata letak
diawali dengan membuat garis sumbu (base line) yang diorientasikan ke arah utara-selatan,
dengan memakai tali berdiameter 12 sampai 20 mm. Pada titik pertengahan base line dibuat
garis lain berorientasi timur - barat, sehingga persilangan garis tersebut akan membentuk 4
(empat) quadran. Masing-masing quadran akan dipakai sebagai kotak penggalian dengan
ukuran 2 x 2 m persegi. 17

b. Sistem Grid (grid system)

Sistem ini dilaksanakan dalam penggalian terhadap situs yang cukup luas. Pembuatan
grid, berorientasi ke arah mata angin dengan ukuran 2 x 2 m persegi, dapat dilaksanakan

15
Ibid., hlm 31.
16
Ibid., hlm 35.
17
Ibid., hlm 35-36.
secara nyata di dasar laut ataupun dengan penyedotan pasir atau lumpur yangmenutupi benda
arkeologi, menggunakan pipa yang dihubungkan dengan kompresor di atas kapal. 18

2. Teknik Ekskavasi

Kegiatan ekskavasi dilaksanakan untuk menghilangkan endapan yang menutupi benda


arkeologi (biasanya pasir dan lumpur) dengan teknik penyedotan dan tetap menjaga keletakan
benda arkeologi. Teknik penyedotan dibedakan ke dalam 3 yaitu:

a) Teknik air-lift, menggunakan penyedot sedimen yang dihubungan dengan kompresor


bertekanan rendah (air-lift). Aliran kuat sedotan yang dihasilkan dibuang kembali sekitar 3
meter di bawah permukaan air. Untuk menghasilkan aliran yang baik, biasanya digunakan
pipa berdiameter 12 sampai 20 cm yang dipancangkan secara vertikal di atas situs yang
digali;

b) Teknik water-jet. menggunakan alat penghisap sedimen yang memanfaatkan mesin


pompa air sebagai sumber tenaganya. Teknik ini untuk membersihkan endapan yang lebih
halus, setelah endapan yang kasar dihisap oleh air-lift. Teknik water-jet tidak mengalirkan
lumpur atau pasir yang dihisapnya ke permukaan, tetapi langsung dibuang di dasar perairan;

c) Teknik water-dredge, teknik ini menggunakan mesin pompa air sebagai sumber tenaga
dengan konstruksi pipa cabang bersudut 30° pada bagian ujung pipa. Kekuatan penghisapnya
tergantung pada mesin pompa dan diameter pipa yang digunakan.19

3. Pengukuran Temuan

Pengukuran posisi temuan dalam kotak penggalian dilakukan dengan teknik garis
sumbu (x.y); sedangkan pengukuran kedalaman temuan dilakukan dengan berpedoman dari
permukaan air laut, sehingga dalam kasus penggalian di dasar laut baik perairan dangkal
maupun dalam cukup menentukan kedalaman situs dengan melihat alat pengukur kedalaman
(depth-watch) yang terkait dengan tabung selam. Pada prinsipnya terdapat suatu titik
petunjuk kedalaman pada situs yang digali dan dapat dipakai sebagai pedoman
pengembangan pengukuran temuan pada setiap kotak. 20

4. Penggambaran Temuan

18
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),
hlm36.
19
Ibid., hlm 36.
20
Ibid., hlm 36-37.
Penggambaran temuan menggunakan kertas kalkir tahan air yang diletakkan di atas
hard board plastik, pensil dan karet penghapus. Penggambaran pada sebuah kotak ekskavasi
dibantu dengan sebuah grid buatan, berukuran yang sama dengan kotak yang digali (grid
dibuat dari bingkai logam dengan garis-garis tali plastik berukuran 10 hingga 25 cm persegi).
Grid bantuan tersebut kemudian diletakkan di atas kotak yang digali, kemudian benda-benda
langsung digambar di atas kertas kalkir yang sudah digrid. Dalam rangka penggambaran
finalnya, biasanya dibantu dengan membandingkan foto yang diambil secara vertikal yang
menggunakan kamera kedap air.21

5. Pengangkatan Temuan ke Permukaan

Pengangkatan temuan ke permukaan dibedakan dalam 2 cara; yaitu dibawa oleh si


peneliti dengan kedua belah tangan bagi temuan-temuan kecil, sedangkan temuan besar dan
berat (misalkan tempayan keramik, keranjang temuan ataupun komponen bangkai kapal)
diangkut ke permukaan dengan menggunakan balon pengangkut. Balon ini diisi dengan udara
hingga bergerak ke atas dan dilepaskan oleh si peneliti di dasar perairan, untuk kemudian
ditangkap oleh peneliti lainnya yang berada di atas kapal.22

21
Ibid., hlm 37.
22
Ibid., hlm 38.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Dari pemaparan materi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Metode Pengumpulan
Data Arkeologi dalam penerapannya di lapangan, data arkeologi secara umum dikumpulkan
melalui 3 metode dasar , yaitu penjajagan , survei dan ekskavasi. Dari 3 metode dasar
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian , seperti metode dan tetknik yang digunakan
dalam apa yang ditemukannya , medannya seperti apa, geografisnya , keadaan kultur
budayanya seperti apa, itu sangat berpengaruh terhadap teknik yang digunakan pula.

Memang sangat banyak dan tidak mudah dipahami, oleh karena itu untuk
menyempurnakannya diperlukan praktek secara langsung dalam hal metode pengumpulan
data tersebut. Agar yang ada didalam otak kita tak hanya gambarannya saja , tetapi mampu
menerapkannya secara langsung dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Haris Sukendar , dkk , Metode penelitian Arkeologi, (Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,
1999)

Sofwan M. Nugraha, Pembelajaran PAI Berbasis Media Digital , (Arsip Universitas Pendidikan
Indonesia, 2015

Anda mungkin juga menyukai