Anda di halaman 1dari 30

PARADIGMA DAN FILSAFAT PENELITIAN

Diajukan Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metodologi Penelitian Pendidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Agus Zaenul Fitri, M. Pd.
Dr. Agus Purwowidodo, M. Pd.

Disusun Oleh:
11. Moh Roisul Ma’had 1880507220045

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2022

i
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 1

PEMBAHASAN .................................................................................... 2

A. Paradigma Penelitian............................................................... 2

1. Paradigma dalam penelitian Kualitatif............................... 5

2. Paradigma dalam penelitian Kuantitatif ............................ 11

3. Paradigma Penelitian Mixed Method.................................. 18

B. Filsafat Penelitian..................................................................... 19

C. Hubungan antara paradigma, filsafat Penelitian, dan metode


penelitian ................................................................................. 23

KESIMPULAN....................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 26

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tridarma perguruan tinggi adalah pendidikan, penelitian dan pengabdian.
Penelitian digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang ada, bukan
hanya itu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan juga membutuhkan
penelitian. setiap akademisi di tuntut untuk melakukan penelitian entah secara
tertulis maupun tidak tertulis supaya perkembangan pendidikan terus daopat
berlanjut.

Ketika seorang peneliti melakukan penelitian disadari atau tidak telah


memiliki cara pandang terhadap suatu obyek, masalah, atau peristiwa yang
sedang diteliti. Bahkan dalam diri peneliti telah terbentuk suatu kepercayaan
yang didasarkan pada asumsi–asumsi tertentu yang disebut sebagai paradigma.
Sebagian orang menganggap paradigma sebagai sesuatu yang penting, karena
dapat berfungsi sebagai dasar untuk berinteraksi dengan dunia di sekitarnya.
Hal ini menekankan salah satu tujuan paling penting dari paradigma, yaitu
membentuk kerangka pemikiran dalam mendekati dan terlibat dengan hal-hal
atau orang lain. Oleh karena itu suatu penelitian tidak terlepas dari sebuah
paradigma.1

Karena penelitian tidak akan mungkin dilepaskan dari sebuah Paradigma


dan filsafat penelitian, maka makalah ini akan mamaparkan paradigma
penelitian dan filsafat penelitian.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Paradigma penelitian.
2. Bagaimana Filsafat Penelitian.
3. Bagaimana hubungan antara paradigma, Filsafat dan Metode Penelitian.

1Eko Murdiyanto, Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat, 2020), h. 1

1
PEMBAHASAN

A. Paradigma Penelitian
Paradigma secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, paradigma
berarti type of something, model, pattern (bentuk sesuatu, model, pola).
Dalam bahasa Yunani, paradigma berasal kata para (di samping, di sebelah)
dan kata dekynai (memperlihatkan; yang berarti: model, contoh, arketipe,
ideal).2

Paradigma merupakan kekuatan dasar yang mampu mempertahankan


kebenaran sebuah ilmu pengetahuan. Paradigma penelitian secara kultural
dipahami dalam sebuah dasar kontruksi yang melahirkan model atau cara
pandang yang akan di aplikasikan peneliti dalam menjelajahi dunia
research.3 Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami
kompleksitas dunia nyata. Paradigma dalam penelitian dipahami sebagai
pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti
yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang
perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan
hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan
digunakan.4

Guba dan linkolin dalam salim dan syahrun menjelaskan paradigma


adalah seperangkat kepercayaan dasar (metafisik) yang bermuara pada
tujuan akhir atau keyakinan utama.5

2Zuchri abdussamad, Metode penelitian kualitatif, (Makassar: CV. syakir Media Press, 2021), h.
32

3Agus Zaenul fitri, Metodologi penelitian pendidikan, (Malang: Madani Media, 2020), h. 1.

4Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 42

5Salim dan Syahrun, Metodologi penelotian Kualitatif, (Bandung: Citapustaka Media, 2012), h.
28.

2
3

Guba dalam Agus Zaenul fitri berpendapat bahwa paradigma


penelitian mencangkup tuga hal yakni ontologis, epistemologis dan
Metodologis. berikut penjelasanya:6

a) Ontological, yakni mencari hakikat kebenaran dalam sebuah realitas


persoalan yang di teliti.

b) Epistemological, yakni mencari hakikat hubungan antara satu


fenomena dengan fenomena lainya.

c) Methodological ialah mengetahui cara yang tepat dalammelakukan


penelitian, sehingga terungkapinformasi yang sesuai realitas
lapangan yang diteliti.

Ada dua paradigma klasik dalam penelitian yaitu paradigma


penelitian kualitatif dan paradigma penelitian kuantitatif. Paradigma
kuantitatif penekananya ada pada pengujian teori melalui pengukuran
variable dengan angka dan melakukan analisis data secara statistik,
pendekatan deduktif, yang bertujuan untuk menguji hipotesis. Paradigma
kualitatif penekananya pada pemahaman mengenai masalah dalam
kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang kompleks, pendekatan
induktif dengan tujuan penyusunan konstruksi melalui pengungkapan
fakta.7

Jadi paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir
yang menunjukkan : 8
1. Hubungan antara variabel yang akan diteliti
2. Jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab
3. Teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis
4. Jenis dan jumlah hipotesis
5. Teknik analisis statistik yang akan digunakan

6Agus Zaenul fitri, Metodologi …, h, 4.

7Ibid, h. 2.

8Ratna Wijayanti Daniar Paramita dkk, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2016),
h. 46
4

Paradigam merupakan dasar penelitian karena dalam menyusun kerangka


berfikir hal pertama yang harus di tentukan paradigmanya.9 Menurut Lincolin
dan Guba serta Neuman dalam Suyitno, menyebutkan bahwa kriteria penelitian
kualitas suatu penelitian didasarkan atas tiga kelompok besar paradigmanya.
Ketiga paradigma tersebut adalah sebagai berikut.10

1. Paradigma positivisme dan post-positivism, yang menempatkan kriteria


kebenaran kualitas penduduk yang tergantung pada aspek validitas,
reabilitas, dan objektivitas.

2. Paradigma critical theory, memiliki pandangan yang berbeda, bagi


kelompok ini unsur kebenaran melekat pada situasi historis yang
mendasari kegiatan penelitian dan sifat konstektual.

3. Paradigma konstruktivisme, yang mendasarkan kebenaran pada


kepercayaan (trustworthness), dan keaslian (authenticity). Keduanya
berhulu pada kredibilitas (kepercayaan yang mendalam),
tranfermabilitas (kebenaran yang bisa dikembangkan), konfirmabilitas
(tekanan pada objektivitas), dan ontological authentic (ontologi asli)

Paradigma memang banyak, namun yang mendominasi dalam ilmu


pengetahuan ada dua, yaitu paradigma keilmuan (scientific paradigma) dan
paradigma alamiah (naturalistic paradigma). Paradigma ilmiah bersumber dari
pandangan positivism sedangkan paradigma alamiah bersumber pada
pandangan fenomenologis sebagai yang telah dikemukakan dalam uraian
sebelumnya.11 Seperti tabel Perbedaan Paradigma secara umum.12

Paradigma
Poster tentang
Ilmiah Alamiah

9Raihan, Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI, 2017), h.73

10Suyitno, Metode Penelitian Kualitatif Konsep, Prinsip, dan Operasionalnya, (Tulungagung:


Akademia pustaka, 2018), cet. I, h. 84-85.

11Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016),


hal. 50

12Susilo Pradoko, Paradigma Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: UNY Press, 2017), h. 3
5

Teknik yang digunakan Kuantitatif Kualitatif


Kriteria kualitas Rigor (teliti) Relevansi
Sumber Teori A Priori (prioritas) Dari Dasar (Grounded)
Dapatkah x Apakah x menyebabkan
Persoalan Kausalitas
menyebabkan y ? y dalam latar alamiah ?
Tipe pengetahuan yang Proposisional yang
Proposisional
digunakan diketahui bersama
Pendirian Reduksionis Ekspansionis
Maksud Verifikasi Ekspansionis

Secara umum, paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok


yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Pendekatan kuantitatif
dibangun ber-landaskan paradigma positivisme dari August Comte (1798-
1857), sedangkan penelitian kualitatif dibangun berlandaskan paradigma
fenomenologis dari Edmund Husserl. (1859-1926).13

Jika melihat pengertian paradigma penelitian pendidikan yang ada di


atas, maka bukan hal yang tak mungkin bahwa pembagian paradigma yang
sebenarnya memiliki beberapa macam, berikut akan saya paparkan pembagian
paradigma penelitian yang mendasari pemikiran seseorang saat menjalankan
sebuah penelitian, yaitu:

1. Paradigma dalam penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif merupakan suatu model penelitian yang


bersifat humanistik, dimana manusia dalam penelitian ini ditempatkan
sebagai subyek utama dalam suatu peristiwa sosial. Dalam hal ini hakikat
manusia sebagai subyek memiliki kebebasan berfikir dan menentukan
pilihan atas dasar budaya dan sistem yang diyakini oleh masing-masing
individu.14 Orang yang dianggap memperkenalkan paradigma adalah

13Nikmatur Ridha, Jurnal; Proses Penelitian: masalah variable dan Paradigma penelitian,
(Medan: STAI Medan, 2017), vol. 14, h. 67.

14Moh. Kasiram, Metodelogi Penelitian Refleksi Pengembangan dan Penguasaan Metodelogi


Penelitian. (Malang: UIN Malang Press 2008), h.78-79
6

Thomas Kun. Dalam ilmu sosial, ada empat paradigma yang dikenal
secara umum, yakni paradigma positivistik, pos-positivistik, kritis, dan
konstruktivis.15

Dalam sejarahnya, penelitian kualitatif berada di bawah payung


paradigma interpretatif dan fenomenologi (mengingat metode ini
memiliki kekhasan) yang menggunakan tradisi berpikir ilmu-ilmu sosial
seperti sosiologi dan antropologi yang diawali oleh kelompok sosiolog
dari mazhab Chicago di era 1920-1930 sebagai landasan epistimologis.
Secara garis besar, dalam pandangan mazhab tersebut, penelitian
kualitatif bertujuan untuk memahami dan bukan untuk menjelaskan (to
understand, not to explain).16 Oleh karena itu metoda yang utama dalam
sosiologi dari Max Weber adalah verstehen atau pemahaman.17

Susilo Pradoko menyebutkan bahwa paradigma penelitian


kualitatif bukan hanya fenomenologi melainkan, beliau menyebutkan
paradigma penelitian kualitatif ada 12, sebagai berikut:18

1) Penggunaan Aliran Strukturalisme.


Strukturalisme adalah salah satu paradigma pemikiran yang
digunakan dalam penelitian masyarakat dan ilmu sosial-humaniora.
Penelitian mengupayakan mencari struktur sosial dan kait-mengait
struktur masyarakat dengan peran serta fungsinya. Dalam
penelitian musik misalnya: Model Struktur Aransemen Musik Kyai
Kanjeng, dan yang sejenis. Penelitian ini berupaya mengungkap
struktur (permasalahan apa saja) dalam masyarakat. Tidak terbatas
pada kelompok masyarakat dapat pula melihat struktur bektuk teks,
syair, tulisan dan sebagainya.19

15Puji rianto, metode penelitian kualitatif, (Yogyakarta: UII, 2020), h. 56

16Febri Fajar Pratama dan Dhian Mutia, Jurnal Paradigma Kualitatif sebagai landasan berfikir
pendidikan kewarganegaraan, (Aceh: SMPIT Darul Mutaalimin, 2020), vol 17, h. 56

17Eko Murdiyanto, Metode …, h. 6.

18Susilo Pradoko, Paradigma …, h. 4.


7

2) Aliran Post-strukturalisme
Poststrukturalisme adalah aliran pemikiran yang menentang
adanya struktur yang tetap dan berlaku secara universal. Dalam
bahasa misalnya tata bahasa ada yang berlaku keseluruhan yang
disebut language namun juga ada parol-parol (bahasa baha
keakraban), atau bahasa terapan pada masyarakat tertentu atau
mudahnya disebut sebagai dialek suatu masyarakat tertentu, bahasa
Indonesia namun dengan dialek Banyumas misalnya.20

3) Strukturasi
Paradigma tentang perubahan suatu masyarakat atau
struktur sosial dikarenakan pengaruh adanya agency, seseorang
atau kelompok yang memiliki gagasan dan terus menerus gagasan
itu diterjemahkan dan mampu diterima dalam masyarakat untuk
merubah struktur yang sudah tetap. Dalam musik misalnya
penelitian peran Sunan Kalijaga dalam syiar Islam melalui
kebudayaan material tradisi agama Hindu dan Budha.21

4) Aliran Dekonstruksi
Dekonstruksi adalah makna tidaklah terdapat dalam teks,
tetapi pemaknaan muncul dari masing-masing pribadi yang
membaca teks. Secara tidak langsung, hal ini seakan menyatakan
bahwa seorang penulis tidak dapat menuntut haknya atas
pemaknaan teks yang ditulisnya, semua orang boleh membaca teks
tersebut dan memaknainya sesuai dengan penafsiran masing-
masing.22

5) Etnografi

19Ibid, h. 4

20Ibid, h. 4.

21Ibid, h. 4.

22Anda juanda, Aliran-Aliran Filsafat: landasan Kurikulumdan pembelajaran, (Bandung: CV.


Convident, 2016), h. 227.
8

Penelitian dengan cara melakukan terjun langsung di


masyarakat yang diteliti. Etnis berarti suku, kelompok masyarakat
tertentu dan grafi berarti tulisan, maka etnografi berarti tulisan
tentang suatu masyarakat etnik tertentu. Cara melakukan penelitian
dengan observasi partisipasi, mengamati langsung masyarakat
pemilik kebudayaan dengan melakukan wawancara, menghubungi
informan-informan, membawa buku catatan melakukan teknik field
work, kerja di lapangan dan dengan segera menuliskan setiap
kejadian, data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitiannya.23

6) Action Research
Penelitian tindakan di sekelompok masyarakat/ sekelompok
murid (class room) untuk memberikan solusi atas permasalahan
yang dihadapi dengan cara menerapkan solusi dan mengamati
hasilnya serta merefleksikan hasil tindakan dan terus menerus
mengembangkan menjadi putaran siklus, biasanya putaran siklus
dilakukan dua atau tiga kali dalam suatu penelitian.24

7) Fenomenologi
Kata fenomelogi berasal dari kata Yunani 'phenomenon'
yang berarti 'menunjukkan diri' (to show it self). lstilah ini
digunakan dalam diskusi filsafat sejak tahun 1765 khususnya oleh
lmmanuel Kant. Namun arti teknis istilah ini dipopulerkan oleh
Hegel.25

Fenomenon dalam pengertian denotatifnya adalah sesuatu


yang ada dan dapat dilihat, dirasakan, dicicipi, dan lain-lain
terutama sesuatu yang tidak biasa atau menarik. Dalam arti filsafat,
fenomenon adalah segala realitas yang tampak. 26 Sebuah

23Susilo Pradoko, Paradigma …, h. 5

24Ibid, h. 5

25J.R.Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 81

26Puji rianto, Metode …, h. 37


9

pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala


yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Tokoh-tokohnya,
Edmund Husserl, Max Scheler, dan Maurice Merlean-Ponty.27

Untuk memahami pikiran fenomenalisme, sedikitnya kita


melihat pendapat Kant dalam hal pengetahuan. Indra hanya dapat
memberikan data indra, dan data indra itu ialah warna, cita rasa,
bau, rasa dan sebaliknya. Memang benar, kita mempunyai
pengalaman; tetapi sama benarnya juga bahwa untuk mempunyai
pengetahuan (artinya menghubungkan hal-hal), maka kita harus
keluar dari atau menembus pengalaman.28

8) Etnometodologi
Penelitian model ini, penelitian melakukan kerja lapangan
untuk mengetahui cara hidup kelompok masyarakat yang diteliti.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengungkapkan metode
yang dipakai kelompok masyarakat etnik dalam menanggapi hidup.
Dalam bidang 6 musik (produksi, pendidik, pemain, perusahaan,
manajemen, media) misalnya penelitian yang akan
mengungkapkan metode pembelajaran musik yang dilakukan oleh
kelompok musik tradisi.29

9) Life History
Penelitian tentang riwayat hidup seseorang yang terkenal,
dia memiliki potensi keilmuwan terhadap bidang yang digeluti,
ditangani. Dalam musik misalnya life history dari pakar musik
kroncong yang membuat lagu Bengawan Solo, Gesang. Riwayat
hidup pesinden dan penyanyi pop lagu-lagu jawa, Waljinah.
Penelitian dengan melakukan in depth interview, wawancara
mendalam tentang fokus permasalahan yang diteliti. Penelitian

27Muliadi, Filsafat Umum, (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2020), h. 83.

28Muliadi, Filsafat Umum…, h. 83

29Susilo Pradoko, Paradigma …, h. 5


10

menghasilkan deskripsi yang mendalam tentang kehidupan


seniman tersebut, fokus penelitian bisa mengenai masalah teknik
bernyanyi, teknik membuat lagu atau hal-hal lain. In depth-nya
penelitian ini bisa dibantu dengan mencari turning point,
perubahan peralihan, motivasi mendalam mengapa akhirnya
seniman tersebut memilih jalan sebagai seniman.30

10) Analisis Wacana


Penelitian analisis wacana atau dalam bahasa Inggrisnya
disebut Discourse Analysis, atau disebut juga dengan lebih tajam
analisisnya dengan menyebutkan sebagai Critical Discourse
Analysis (CDA). Penelitian ini mengungkapkan makna teks,
mengungkapkan hal-hal yang terselubung dan memiliki tendensi
tertentu dari teks yang ditulis baik melalui buku-buku, karya sastra
maupun media. Tokohnya antara lain Fairclough, Michael Halliday
dan Michael Foucault. Michael Foucault menggagas tentang
genealogi, dimana teks dipilah-pilah kemudian menjadi analisis
yang lebih tajam tentang makna yang diekspresikan dan keinginan
apa/tersembunyi dari teks naskah yang ditulis. Dalam musik
misalnya dengan mengupas syair lagu yang diungkapkan oleh
musikus-musikus yang sering mengkritisi kehidupan sosial semisal
Iwan Fals, Slank.31

11) Hermeneutik
Hermeneutika merupakan ilmu untuk menafsirkan guna
memahami sesuatu yang sifatnya abstrak dan gelap menjadi lebih
terang mampu menjelaskan persoalan yang semula bersifat abstrak
tersebut. Hermeneutik merupakan ilmu tentang penafsiran, suatu
proses tindakan interpretasi guna memahami ke akar permasalahan,

30Ibid, h. 6

31Ibid, h. 6
11

guna proses memahami tersebut seseorang atau peneliti harus


berada “di sana”, di wilayah lokasi penelitian-nya.32

12) Semiotika
Semiotika merupakan ilmu tentang tanda, ilmu untuk
mengungkapkan makna tanda-tanda dalam kehidupan masyarakat.
Tanda merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat,
sedangkan ilmu yang mengkaji tanda adalah Semiotika. Semiotika
semula muncul dalam ilmu bahasa, namun Roland Barthes
berpendapat bahwa tidak hanya digunakan untuk bidang bahasa
saja:33

Namun demikian ada satu benang merah yang mempertemuan


mereka, yaitu pandangan yang sama tentang hakikat manusia sebagai
subjek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan atas dasar sistem
makna yang membudaya dalam diri masing-masing pelaku.34

2. Paradigma dalam penelitian kuantitatif

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode


penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel
pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.35

Berdasar proses penelitian, dalam penelitian kuantitatif, teori


memiliki kegunaan untuk memperjelas persoalan, menyusun hipotesis,
menyusun instrumen dan pembahasan hasil analisis data instrumen dan
32Ibid, h. 6

33Ibid, h. 7

34Eko Murdiyanto, Metode …, h. 6

35Pinton setya Mustafa dkk, Metodologi penelitian Kuantitatif, kualitatif dan PTK dalam
pendidikan olehraga, (Malang: UNM, 2020), h. 4.
12

pembahasan hasil analisis data penelitian dengan paradigma kuantitatif


sebetulnya ialah mencari data untuk dibandingkan dengan teori.36

Guba dan Lincoln dalam puji rianto membagi paradigma ilmu


sosial ke dalam empat paradigma, yakni positivistik, pos-positivistik,
konstruktivis, dan kritis. Pembedaan atas paradigma ini didasarkan pada
empat pertanyaan pokok, yakni ontologis, epistemologis, metodologis,
dan aksiologis.37

1) Positivistik
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry
de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi
Comte.38 Aliran filsafat positivisme muncul Pada abad ke-19
Filsafat positivisme berpangkal dari apa yang diketahui, yang
faktual, dan yang positif. Artinya sesuatu yang di luar fakta dan
kenyataan dikesampingkan. Karena itulah dalam positivisme
menolak metafisika, karena positivisme hanya membatasi yang
diketahui secara positif adalah gejala-gejala yang tampak.39

Tokoh terpenting dari aliran positivisme selain August


Comte (1798-1857) adalah John Stuart Mill (1806-1873), dan
Herbert Spencer (1820-1903).40 August Comte adalah tokoh aliran
positivisme yang paling terkenal. Kaum positivis percaya bahwa
masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode
penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-
hukum sosial.41 Ia juga berpendapat bahwa indera itu sangat

36Sandu Siyoto dan Ali sodiq, Dasar metodologi Penelitian, (Yogyakarta: literasi media
publishing, 2015), cet. I, h. 43

37Puji rianto, Metode…, h. 57

38Taufiq Mandailing, Mengenal Filsafat lebih dekat, (Yogyakarta: tp, 2013), h. 129.

39Ibid, h. 126

40Ibid, h. 127

41Ibid, h. 128.
13

penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus dipertajam


dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan
indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen
memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur
jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk
mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya
kiloan.42

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi


tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena
pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu
atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi
pengetahuan.43 Positivisme merupakan aliran yang berorientasi
pada ilmnu pengetahuan alam gejala-gejala disebut Comte sebagai.
“konsep-konsep” atau “hukum-hukum” dan hukum-hukum itu
bersifat positif. Pandangan metafisis dan spekulatif di pandangan
oleh Comte sebagai tidak positif, tapi negatif. Karena itu filsafat
Comte bersifat anti matematika.44

Paradigma positivistik tersebut amat kuat dan luas


mempengaruhi konsep metode ilmiah dan bahkan konsep ilmu
pengetahuan itu sendiri; termasuk di dalamnya konsep penelitian
ilmiah dan bagaimana penelitian ilmiah itu harus dilakukan.45

Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada


positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali
pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan
kesatuan ilmu yang juga akan menghilangkan perbedaan-
perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika
42Muliadi, Filsafat Umum…, h. 80.

43Anda juanda, Aliran-Aliran Filsafat…, h. 181.

44Musdiani, Aliran-Aliran Dalam Filsafat, (tkt: tp, 2011), vo II, h. 15

45Hardani, Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, (Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group,
2020), h. 23
14

dianggap sebagai ilmu-ilmu formal. Positivisme berusaha


menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen
yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah
korespondensi yang mengakaitkan keduanya.46

Adapun Komponen-komponen pokok teori dan metodologi


positivis adalah sebagai berikut: Metode penelitian kuantitatif Sifat
metode positivisme adalah obyektif. Penalaran: deduktif. Hipotetik
Munculnya gugatan terhadap positivisme dimulai tahun 1970-
1980. Pemikirannya dinamai post-Positivisme. Tokohnya; Karl R.
Popper, Thomas Kuhn. Sedangkan para filosof mazhab Frankfurt
(Feyerabend dan Richard Rotry). Paham ini menentang
positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu
tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak
bisa diprediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab
manusia selalu berubah tidak sebagaimana halnya alam. Asumsi
dasar Post-Positivsme: Fakta tidak bebas nilai, melainkan
bermuatan teori.47

2) Post-positifisme
Paradigma Post-positivisme lahir sebagai paradigma yang
ingin memodifikasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada
paradigma Positivisme. Asumsi dasar post-positivisme tentang
realitas adalah jamak individual. Hal itu berarti bahwa realitas
(perilaku manusia) tidak tunggal melainkan hanya bisa
menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang
bersangkutan yang bersifat tunggal. Fokus kajian Post-positivis
adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari
sebuah keputusan.48

46Taufiq Mandailing, Mengenal…,h. 132.

47Taufiq Mandailing, Mengenal…, h. 135

48Ibid, h. 136
15

Paradigma Post-positivisme berpendapat bahwa peneliti


tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si
peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada.49
Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh
karena itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu
penggunaan bermacam-macam metode, sumber data dan data.50

3) Konstruktivisme
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil
konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu
bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan.
Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir
seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat
tetap tetapi berkembang terus. Penelitian kualitatif berlandaskan
paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa
pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman
terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran
subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial
berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa
ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi
merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran.51

Selain daripada prinsip, paradigma ini mengembangkan


sejumlah indikator sebagi pijakan dalam melaksanakan penelitian
pengembangan ilmu. Beberapa indikator itu antara lain. (1)
Penggunaan metode kualitatif dalam proses pengumpulan data dan
kegiatan analisis data; (2) mencari relevansi indikator kualitas
untuk mencari data data lapangan; (3) teori–teori yang
dikembangkan harus lebih bersifat membumi (grounded theory);

49Juliana Batubara, Jurnal: Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
dalam Konseling, (Padang: IAIN Imam Bonjol, 2017), vol. III, h. 103.

50Riduwan, Skala Pengukuran Dalam Penelitian. (Bandung: Alvabeta, 2009), h. 35.

51Riduwan, Skala …, h. 35.


16

(4) kegiatan ilmu haruis bersifat natural (apa adanya) dalam


pengamatan dan menghindarkan diri dengan kegiatan penelitian
yang telah diatur dan serta berorientasi laboratorium; (5) pola pola
yang diteliti dan berisi kategori kategori jawaban menjadi unit
analisis dari variabel-variabel penelitian yang kaku dan steril; (6)
penelitian lebih bersifat partisipatif dari mengontrol sumber
sumber informasi lainnya.52

4) Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru di
mana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan
antara rasionalisme dengan emperisme. Zaman baru ini disebut
zaman pencerahan (aufklarung), zaman pencerahan ini muncul di
mana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam
pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman
Immanuel Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik)
terhadap pengetahuan akal.53

Paradigma ini adalah penggabungan dua faham yang saling


berseberangan, yakni rasionalisme Eropa yang teoritis “a priori”
dengan empirisme Inggris yang berpijak pada pengalaman “a
posteriori”. Immanuel Kant beranggapan bahwa kedua paham
tersebut sama baiknya dan dapat digabungkan untuk mencapai
kesempurnaan. Gagasan-gagasannya muncul oleh karena
bentrokan yang timbul dari pemikiran metafisis Jerman, dan
empirisme Inggris. Dari bentrokan ini Kant terpaksa memikirkan
unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia yang telah terdapat
dalam akal manusia dan unsur-unsur mana yang berasal dari
pengalaman.54

52Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu. (Yogyakarta; Belukar, 2005), cet. II, h, 82

53Anda juanda, Aliran-Aliran Filsafat…, h. 161

54Ibid, h. 161
17

Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap


faham rasionalisme dan faham empirisme. Yang mana kedua faham
tersebut berlawanan. Adapun pengertian secara terperinci adalah
sebagai berikut: 1. Paham rasionalisme adalah faham yang
beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan itu ada dalam
pikiran (berasal dari rasio/ akal). Faham ini depelopori oleh Rene
Descartos (1596- 1650). 2. Paham empirisme adalah faham yang
beranggapan bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia itu berasal
dari indra (pengalaman) kita. Faham ini di pelopori oleh David
Hume (1711-1776).55

Teori kritis (critical theory) Teori kritis memandang bahwa


kenyataan itu sangat berhubungan dengan pengamat yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain serta nilai-nilai yang dianut oleh
pengamat tersebut turut mempengaruhi fakta dari kenyataan
tersebut. Paradigma teori kritis ini sama dengan paradigma Post-
positivisme yang menilai realitas secara kritis.56

Dari beberapa kepercayaan dasar berbagai paradigma penelitian


kuantatif maka akan dapat diambil kesimpulan terkait perbedaan anatar
paradigma penetian, sebagai berikut:

Sumber: Guba dan Linkolin dalam salim syahrun.57


Dimensi Positivism Post- Kritik teori Konstruktivisme
positivism
Ontologi Realisme Realisme Relativisme local
Naif, kritis, dan realitas
“Kepercayaan “kenyataan khusus yang di
adalah nyata, hanya tidak bangun
tetapi dapat sempurna dan

55Ibid, h. 161

56Riduwan, Skala…, h. 35.

57Salim dan Syahrun, Metodologi …, h. 30


18

ditangkap” dimungkinkan
untuk di
tangkap”
Dualism, Modifikasi Transaksional Transaksional/
Objektif, dari dualistic, / Subjektif,
“penemuan- objektifis, Subjektifitas,, penemuan yang
penemuan tradisi kritis, nilai menjadi diciptakan.
adalah komunitas, mediasi
Epistemologi
sebagai penemuan – temuan.
kebenaran” penemuan
mungkin
mencapai
kebenaran.
Eksperimenta/ Modifikasi Dialogis/ Hermeneutic/
bersifat manipulasi dialektis dialektis.
manipulasi eksperimental,
dat, verifikasi kritik yang
hipotesis, beragam,
Metodologi menggunaka falsifikasi
metode terhadapa
Kuantitatif. hipotesis,
menggunaka
metode
kualitatif
Paradigma penelitian kualitatif dan Kuantitatif secara garis besar,
masing-masing metode tersebut berbeda sangat tajam dalam memandang
persoalan yang diangkat menjadi masalah penelitian, mulai dari tujuan
penelitian, desain penelitian, proses penelitian, bentuk pertanyaan penelitian,
metode perolehan data, mengukur keabsahan data, analisis data hingga makna
dan kegunaan teori.58

58Sandu Siyoto dan Ali sodiq, Dasar …, h. 43


19

Tapi Secara umum dapat Tarik benang merah dari perbedaan paradigma
penelitian kuantutatif dan kualitatif, seperti table di bawah ini:59

Perbedaan Mendasar penelitian Kuantitatif dan Kualitatif


Kuantitatif Kualitatif
1. Positifistik 1. Fenomenologik
2. Deduktif-Hipotetis 2. Induktif
3. Partikularistik 3. Holistik
4. Obyektif 4. Subjektif
5. Berorientasi kpd hasil 5. Berorientasi kpd proses
6. Menggunakan pandangan ilmu 6. Menggunakan pandangan ilmu
pengetahuan alam sosial

3. Paradigma Penelitian Mixed Method

Penelitian kombinasi Mixed Method memiliki Paradigma


Pragmatis. Pragmatis memiliki makna berorientasi pada suatu
kepentingan dan tujuan tertentu. Juga berarti bahwa penelitian kombinasi
ingin menghentikan pertarungan wacana antara positivisme Kuantitatif
dan post-positivisme/interpretif/naturalisme kualitatif. Perdebatan antara
objektifitas penelitian dan subjektifitas penelitian, sebab keduanya sama-
sama memiliki kelemahan.60

Aliran pragmatisme atau disebut jugan instrumentalisme. Aliran


filsafat ini secara tidak langsung diispirasi oleh Heraclitos. Ajaran
Heraclitos memandang segala sesuatu berubah (tentatif) bagaikan air
sungai mengalir. Filsafat pragmatisme memilih bahan ajar bebas, tidak
terikatatau tidak panatik seperti filsafat idealisme dan realisme. Pelajaran
yang diutamakan oleh filsafat ini yang penting berdampak terhadap
kesejahteraan kehidupan masyarakat (sosial change).61

59Eko Murdiyanto, Metode …, h. 6

60Agus Zaenul fitri, Metodologi…, h. 8.

61Anda juanda, Aliran-Aliran Filsafat…, h. 7.


20

Dengan demikian pragmatisme berarti ajaran yang menekankan


bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kriteria kebenaran dari
pragmatisme adalah seberapa besar “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori
atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu
hasil, dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it works (apabila teori
tersebut dapat diaplikasikan).62

Penggunaan metode Mixed Method bertujuan untuk mencapai


manfaat yang sama dan “saling melengkapi” bukan “Kecocokan” hal
tersebut bisa di lakukan.63

B. Filsafat penelitian
Kiranya semuanya ilmu pengetahuan berasal dari Filsafat, begitu
juga dengan penelitian, yang mendasari seorang meneliti adalah sebuah
pemikiran atau filsafat. Kata Filsafat merupakan rangkaian dari dua kata
philos yang berarti cinta dan shopos berarti kebijaksanaan (philos: love:
shopos: a sage, a wise one, wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.
Shopia juga bermakna pengetahuan (al-hikmah).64

Filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas


(tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-
dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.65 dan filsafat itu
merujuk pada pencarian secara tak jemu-jemu kebenaran dan
penerapannya yang pas pada kehidupan kita. Pencarian ini pasti berkobar
dengan semangat “ketakjuban” alice in wonderland, semangat belajar
untuk menuju kebenaran.66 Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mengenai segala sesuatu dengan memandang sebab yang terdalam.

62Khaidir dkk, Teori filsafat manajemen pendidikan Islam, (Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad
Zaini, 2021), h. 177.

63Agus Zaenul fitri, Metodologi…, h. 9.

64Rahmad salahudin dan muadz, Buku Ajar Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam,
(Sidoarjo: Umsida Press, 2019), cet. I, h. 2.

65Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang. 1987), h. 3

66Hisarma Saragih dkk, filsafat pendidikan, (Medan: yayasan kita menulis, 2021), cet I, h. 3
21

Filsafat mencari jawaban atas pertanyaan yang dihadapi dengan


berpangkal pada manusia dan pikirannya.67

Secara lebih komprehensif, filsafat yang melatarbelakangi sebuah


riset atau penelitian meliputi: 1) Ontologi, 2) Epistemologi. 3) Aksiologi
dan 4) metodologi.68 Setelah kita mengetahui berbagai dasar filsafat yang
melatarbelangi penelitian, maka akan dipaparkan penjelasannya sebagai
berikut:

1. Ontologi

Ontologi mengkaji persoalan-persoalan tentang “ada” dan


“tiada”. Ontologi didefinisikan sebagai suatu penyelidikan tentang
karakter segala sesuatu yang ada sebagaimana adanya (an
investigation concerning the character of everything that is insofar
as it is). Diasumsikan bahwa semata-mata ‘adanya’ (to be) sesuatu-
bukan adanya manusia, rumah atau pohon mesti memiliki suatu
“struktur” tertentu.69 Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri
pada kajian yang bersifat empiris.70

Ontologi merupakan kajian penelitian yang mendasar dari


sebuah penelitian yang akan di lakukan karena posisi ontologi
menempati posisi paling dasar dalam piramida ilmu pengetahuan.
Seperti tabel berikut:71

67Ivonne Ruth Vitamaya Oishi Situmeang, jurnal filsafat ilmu dan pendidikan dalam kajian
filsafat ilmu pengetahuan, (Medan: tp, ttt), h. 91

68Agus Zaenul fitri, Metodologi…, h. 16.

69Hisarma Saragih dkk, filsafat…, h. 9.

70Amka, Filsafat Pendidikan, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2019), h. 33.

71Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: IPB Press, 2016), h. 88


22

Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek ontologi


selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya
dalam kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder proses kegiatan
ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.72

2. Epistemologi

Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan


yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan
logos. Episteme berarti pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti
pikiran, kata atau teori. Dengan demikian epistimologi dapat
diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenahi pengetahuan.
Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang
benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur
dan validitas atau kebenaran pengetahuan.73

Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana


sesuatu itu datang, bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita
membedakan dengan lainnya, jadi berkenaan dengan situasi dan

72Amka, Filsafat …, h. 37

73Ivonne Ruth Vitamaya Oishi Situmeang, jurnal filsafat ilmu …, h. 80.


23

kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.74 Jika di aplikasikan


pada penelitian, epistemologi berarti sebagai landasan seseorang
mengungkap suatu fenomena yang ada, supaya fenomena menjadi
jelas keteranganya.

3. Aksiologi

Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti


nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang
nilai“.75 Sementara aksiologi meliputi aspek nilai normatif dalam
pemaknaan terhadap kebenaran.76

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan


ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, aksiologi merupakan ilmu yang
mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan,
dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula karena akhir-akhir ini
banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan dijalan yang tidak benar. Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai
kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama.77

Berarti bisa di katakan bahwa dasar konsep aksiologi adalah


final, atau tujuan dari sebuah peneltian, mau di bawa kemana arah

74Amka, Filsafat …, h. 38.

75Khaidir dkk, teori filsafat …, h. 10

76Hisarma Saragih dkk, filsafat …, h. 43

77Ivonne Ruth Vitamaya Oishi Situmeang, jurnal filsafat ilmu…, h. 81.


24

penelitian tersebut, apakah positif ataukah negatif, semua tergantung


sikap peneliti dalam aksiologi penelitiannya.

4. Metodologis
Filsafat metodologis adalah membahas persoalan tentang
konsep, metode, baik metode pada umumnya, metode filsafat,
maupun metode ilmu. Metodologi merupakan cabang filsafat
sistematis yang membahas metode. Metode adalah suatu tata cara,
teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses
memperoleh pengetahuan jenis apapun.78

Dalam metodologi penelitian terdapat metode atau cara untuk


mencapai satu-kesatuan pemahaman. Metode ilmiah yang kan
menentukan teori apa yang akan digunakan dalam melaksanakan
penelitain.79 Filsafat metodologi dipakai oleh seorang peneliti
sebagai dasar acuan langkah-langkah yang harus dilakukan, tahap
demi tahapanya terdapat dalam metodologi penelitian.

C. Hubungan antara Paradigma, Filsafat Penelitian, dan Metode


penelitian
jika di telaah dari awal hingga akhir pembahasan makalah ini, akan
memberikan gambaran wawasan terkait hubungan antara paradigma,
filsafat penelitian dan metode penelitian, ketiga pokok bahasan tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan, contoh penelitian
tindakan kelas, dalam penelitian tindakan kelas seseorang tidak bisa hanya
memakai metode penelitian saja, lalu dari mana dia bisa menemukan
masalah?, dengan apa dia menganalisis bahwa itu merupakan masalah di
dalam kelas/ masalah belajar? Atau mengapa dia ingin meneliti PTK?.

Seperti yang di kemukakan oleh Agus Zaenul Fitri, yang


mengatakan, bahwa melakukan penelitian berarti menelusuri suatu gejala
untuk melakukan kebenaran konkret. Kebenaran itu dapat maksimal dan

78Hisarma Saragih dkk, filsafat …, h. 11.

79Agus Zaenul fitri, Metodologi …, h. 18.


25

dipertanggungjawabkan secara ilmiah manakala ditelusuri dengan


metodologi penelitian yang memuat metode dan teknik, langkah,-langkah,
atau pendekatan penelitian. Metode atau cara kerja yang dilakukan
dipengaruhi oleh pandangan gejala atau objek, kemudian, cara pandang
untuk memahami kenyataan dipengaruhi oleh pemahaman filsafat. Filsafat
positivistik dan post-positifistik secara umum adalah yang
melatarbelakangi realitas.80

80Ibid, h. 19.
KESIMPULAN

1. Paradigma penelitian merupakan konsep dasar peneliti yang melatar belakangi


peneliti untuk melakukan penelitian, dan sebagai acuan dasar peneliti dalam
menentukan 1) teknik peneliian yang akan digunakan, 2) sumber teori yang di
perlukan, 3) tipe pengetahun yang digunakan, 4) maksud dan tujuan
penelitian. Walaupun paradigma peelitian yang didasari oleh filsafat sangat
banyak, namun secara umum paradigma penelitian yang berkembang di dunia
penelitian ada dua, yaitu: 1) paradigma Ilmiah (Kuantitatif), 2) Alamiah
(Kualitatif).

2. Penelitian selalu didasari oleh filsafat, karena filsafat selalu mendenifikan


sesuatu secara Radikal, terperinci, komprehensif, empiris dan logis, meelalui
konsep Ontology (apa?) yang mendeskripkan hakikat sesuatu yang di teliti;
Epistemology (Bagaimana?) mendeskrikpsikan cara memperoleh data dan
fakta yang ada supaya penelitian menjadi konkret adanya; Aksiologi (untuk
apa?) yang mendeskripsikan manfaat atau arah tujuan penelitian, untuk apa
penelitian ini dilakukan, untuk hal yang positif atau negative, tergandung
peneliti.

3. Keterkaitan antara paradigma, Filsafat dan Metode Penelitian memiliki


hubungan yang sangat erat dan mustahil untuk dipisahkan, karena penelitian
akan selalu membutuhkan dan menghubungkan tiga komponen ini supaya
penelitian yang akan di jalankan mencapai tujuannya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad, Zuchri. 2021. Metode penelitian kualitatif. Makassar: CV. syakir


Media Press.
Amka. 2019. Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
Batubara, Juliana. 2017. Jurnal: Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat
Ilmu Pengetahuan dalam Konseling. Padang: IAIN Imam Bonjol. vol.
III.
Febri Fajar Pratama dan Dhian Mutia. 2020. Jurnal Paradigma Kualitatif sebagai
landasan berfikir pendidikan kewarganegaraan. Aceh: SMPIT Darul
Mutaalimin.
Fitri, Agus Zaenul. 2020. Metodologi penelitian pendidikan. Malang: Madani
Media.

Hardani. 2020. Metode penelitian kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: CV.


Pustaka Ilmu Group.
J.R.Raco. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Grasindo.
Juanda, Anda. 2016. Aliran-Aliran Filsafat: landasan Kurikulumdan
pembelajaran. Bandung: CV. Convident.
Kasiram, Moh. 2008. Metodelogi Penelitian Refleksi Pengembangan dan
Penguasaan Metodelogi Penelitian. Malang: UIN Malang Press.
Khaidir dkk. 2021. teori filsafat manajemen pendidikan Islam. Aceh: Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini.
Mandailing, Taufiq. 2013. Mengenal Filsafat lebih dekat. Yogyakarta: tp.
Moleong, Lexy J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muliadi. 2020. Filsafat Umum. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Murdiyanto, Eko. 2020. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Yogyakarta
Press.
Musdiani. 2011. Aliran-Aliran Dalam Filsafat. tkt: tp. Vol. II.
Muslih, Muhammad. 2005. Filsafat Ilmu. Yogyakarta; Belukar. cet. II.
Mustafa, Pinton setya dkk. 2020. Metodologi penelitian Kuantitatif, kualitatif dan
PTK dalam pendidikan olehraga. Malang: UNM.

27
28

Nasution, Harun. 1987. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.


Paramita, Ratna Wijayanti Daniar dkk. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif.
Bandung: Alfabeta.
Pradoko, Susilo. 2017. Paradigma Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
UNY Press.
Rahmad salahudin dan muadz. 2019. Buku Ajar Paradigma Baru Filsafat
Pendidikan Islam. Sidoarjo: Umsida Press. Cet. I.
Raihan. 2017. Metodologi Penelitian. Jakarta: UI.
Rianto, Puji. 2020. metode penelitian kualitatif. Yogyakarta: UII.
Ridha, Nikmatur. 2017. Jurnal; Proses Penelitian: masalah variable dan
Paradigma penelitian. Medan: STAI Medan. Vol. 14.
Riduwan. 2009. Skala Pengukuran Dalam Penelitian. Bandung: Alvabeta.
Salim dan Syahrun. 2012. Metodologi penelotian Kualitatif. Bandung:
Citapustaka Media.
Sandu Siyoto dan Ali sodiq. 2015. Dasar metodologi Penelitian. Yogyakarta:
literasi media publishing. Cet. I.
Saragih, Hisarma dkk. 2021. filsafat pendidikan. Medan: yayasan kita menulis.
Situmeang, Ivonne Ruth Vitamaya Oishi. Ttt. jurnal filsafat ilmu dan pendidikan
dalam kajian filsafat ilmu pengetahuan. Medan: tp.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suyitno. 2018. Metode Penelitian Kualitatif: Konsep, Prinsip Dan
Operasionalnya. Tulungagung: Akademia pustaka. Cet. I.

Anda mungkin juga menyukai