FIQIH SIYASAH
Dosen Pengampu :
Nurush Shobahah,M.H.I.
1
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Maftukin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan dukungan kepada kami dan mengijinkan
kami memakai semua fasilitas yang ada UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung untuk menunjang kelancaran proses perkuliahan kami.
2. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum yang telah bekerja keras mengurus dan mengatur fakultas kami.
3. Ahmad Gelora Mahardika, M.H. Selaku Kepala jurusan Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum atas curahan waktu serta tenaga dalam
mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang ada di Fakultas Syari’ah dan Ilmu hukum
ini.
4. Ibu Nurush Shobahah, S.H.I., M.H.I. selaku dosen mata kuliah Fiqh Siyasah yang
tulus dan ikhlas memberikan bimbingan dan tugas menulis makalah ini.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari pembaca sekalian. Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat
menambah referensi keilmuan masyarakat.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kesimpulan .........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang selamat sebagaimana maknanya. Islam berasal dari kata
salima yuslimu istislaam, artinya tunduk atau patuh. selain yaslamu salaam yang berarti
selamat, sejahtera, atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung
pengertian: islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk
secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam (selamat
sejahtera), dan silm (tenang dan damai).
Sementara sebagai istilah, Islam memiliki arti: tunduk dan menerima segala perintah
dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi
dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima ajaran
Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan
perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat untuk
mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian siyasah dauliyah.
2. Dasar-dasar Siyasah Dauliyah.
3. Prinsip dasar Al-Qur'an dalam hubungan internasional.
4. Hubungan diplomatik islam.
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian siyasah dauliyah dan apa dasar-dasar dari siyasah dauliyah
2. Mengetahui prinsip dasar di dalam Al-Qur’an dalam hubungan internasional
3. Serta mengetahui hubungan diplomatik islam
4
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu hubungan internasional dalam kajian politik islam dikenal dengan istilah
siyasah dauliyah, istilah siyasah dauliyah merupakan rangkaian dari dua kata yang
memiliki makna masing-masing. Makna “siyasah” secara etimologi adalah mengatur,
mengendalikan atau membuat keputusan. Sedangkan kata “dauliyah” secara etimologi
negara, kerajaan, dan kekuasaan. Memiliki ragam makna diantaranya hubungan
antarnegara, kedauluatan, kekuasaan, dan kewenangan. Dari ragam makna kata
dauliyah makna yang relevan dengan kajian ilmu hubungan internasional dalam islam
adalah hubungan antarnegara.
5
3. Persamaan ( Al - Musawah )
Manusia memiliki hal-hal kemanusiaan yang sama untuk mewujudkan keadilan
adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hukum. Demikian pula setiap
manusia adalah subjek hukum, penanggung hak dan kewajiban yang sama.
4. Kehormatan Manusia ( Karomah Insaniyah )
Karena kehormatan manusia inilah maka manusia tidak boleh merendahkan manusia
lainnya. Kehormatan manusia berkembang menjadi kehormatan terhadap suatu kaum
atau komunitas dan bisa dikembangkan menjadi suatu kehormatan suatu bangsa atau
negara.
5. Toleransi ( Tasamuh )
Allah mewajibkan menolak permusuhan dengan tindakan yang lebih baik, penolakan
dengan lebih baik ini akan menimbulkan persahabatan bila dilakukan pada tempatnya
setidaknya akan menetralisir ketengangan.
6. Kerjasama Kemanusiaan
Kerjasama kemanusiaan ini adalah realisasi dari dasar – dasar yang telah dikemukan
di atas, kerjasama disini adalah kerjasama di setiap wilayah dan lingkungan
kemanusiaan. Kerjasama ini diperlukan karena ada saling ketergantungan baik antara
individu maupun antara negara di dunia ini.
7. Kebebasan, Kemerdekaan ( Al – Huriyah )
Kemerdekaan yang sesungguhnya dimulai dari pembebasan diri dari pengaruh hawa
nafsu serta mengendelikan dibawah bimbingan keimanan dan akal sehat. Dengan
demikian kebebasan bukanlah kebebasan yang mutlak, akan tetapi kebiasaam yang
bertanggung jawab kepada Allah, terhadap keselamatan hidup manusia di muka bumi,
kebiasaan bisa di perinci seperti kebebasan berfikir, kebebasan beragama, kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan menuntut ilmu dan kebebasan memiliki harta.
8. Perilaku Moral Yang Baik ( Al – Akhlakul Karimah )
Perilaku yang baik merupakan dasar moral di dalam hubungan antara manusia, antara
umat dan antara bangsa di dunia ini selain itu prinsip ini juga diterapkan terhadap
seluruh makhluk Allah di muka bumi termasuk flora dan fauna.
6
C. Prinsip – Prinsip Dasar Al – Qur’an Dalam Hubungan Internasional
اخنَح لهََا َوت َو اكلْ َعلَى اال ِّل انِاهُ ه َُوال اس ِمي ُع ْال َعلِي ُم
ْ َاسلم ف ْ َواِ ْن َجنَح
ِ ُوالِل
Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya
dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui” (Al-Anfal, 8.61).
Islam merupakan agama yang damai oleh karena itu islam lebih mengutamakan
perdamaian dengan kerja sama dengan sesama negara mana saja. Allah menghindari
umatnya untuk melakukan peperangan apalagi menjarah negara lain.
Perang dalam islam hanya diizinkan dalam kondisi yang sangat terdesak dan hanya
untuk membela diri (QS. Al-Hajj, 22:39-40).1
1 Iqbal Muhammad, 2014, Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, Perpustakaan Nasional : KDT, cet 1, h 278
7
Para ulama mengemukakan bahwa jalinan kerja sama dengan berbagai negara, umat
islam yang diharapkan dapat memberi kesan sosok islam yang damai serta sejuk.
Yang pada dasarnya hubungan antar negara itu adalah perdamaian dalam masa Nabi
Muhammad SAW yang merupakan kepala negara juga melakukan hubungan kerja
sama antar negara sahabat, yang mana dipererat dengan hubungan diplomatic. Dalam
islam negara-negara sahabat disebut dengan dar al-islam. Menurut Sir Earnest Satow
dalam bukunya Guide O Diplomatic Pratice mengatakan bahwa diplomasi adalah
penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungan resmi antara pemerintah
dengan negara-negara berdaulat.2 Diplomasi juga berarti kepentingan nasional suatu
negara dalam dunia internasional, namun diplomasi lebih menekankan pada proses
negosiasi, perjanjian atau sebgai posisi tawar-menawar dengan negara lain.
Jadi garis besarnnya bahwa diplomasi :
4. Diplomasi berhubungan erat dengan tujuan politik luar negeri suatu negara
Tidak ada satu negarapun yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan negara lain bahkan
untuk memasarkan produksinya atau mendapatkan produk-produk negara yang tidak mereka
miliki. Akan semakin mudah jika mereka melakukan kerja sama dan membuka hubungan
diplomatic dengan negara-negara lain. Adanya rasa ketergantungan juga bisa menjadi
komponen terbentuknya hubungan diplomasi, menurut Umar Kamal Tawfiq, tujuan utama
pembentukan hubungan diplomatic adalah untuk memelihara tatanan kehidupan dunia agar
tercipta rasa aman serta damai.
Hubungan diplomatic sudah terjadi sejak awal peradaban manusia. Menurut Elmira
Ahmetova dalam bukunya berjudul Diplomasi dalam islam : Sebuah Tinjauan Sejarah bahwa
hubungan diplomatic yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau penerus dan penguasa
muslim di seluruh dunia yang dalam definisinya sama dengan hubungan diplomatic dari
2 Prayuda Rendi, Jurnal Diplomasi Dan Power : Sebuah Kajian Analisis, cet 3, h 84
8
representasi untuk negosiasi, mencipatakan ekonomi dan hubungan budaya yang mana dulu
sifatnya hanya hubungan sederhana, berdasarkan kebutuhan dan keadaan yang tidak seperti
keadaan seperti ini dimana melalui konsep pendirian kedutaan besar, perwakilan dari suatu
negara bisa tinggal di negara lain secara permanen, yang cukup masuk akal karena perbedaan
politik dan social struktur hari ini dan waktu sebelumnya. 3
Hubungan diplomatic inipun
dapat pula berakhir dengan peperangan bila antar kedua negara terjadi perselisihan yang tidak
dapat didamaikan. Ali’Mansur mencatat bahwa hubungan diplomatic yang pertama terjadi
dalam sejarah manusia adalah yang dilakukan oleh Fir’aun Rames II dari Mesir dengan Raja
Kheta dari Anatolia (Asia Kecil) pada abad ke13 SM.4 Dalam dunia kehidupan, para diplomat
melaksanakan tugas-tugasnya dengan membawa surat-surat kepercayaan dari negara asal
mereka, mereka juga harus membawa nama baik serta mempertahankan martabat dari
kehormatan negaranya.
1. Pakta Perjanjian
9
pasal dua yang mengharuskan ekstradisi secara sepihak. Namun Nabi Muhammad
SAW, sebagai pihak yang telah menandatangani perjanjian Hudaibiyah ini tidak
punya pilihan kecuali mematuhi dan melaksanakanyya. Tidak lama setelah ratifikasi
perjanjian ini Abu Jandal Putra Suhail delegasi kaum Quraisy Mekkah yang
menandatangani perjanjian yang telah memeluk islam, yang berlutut kepada Nabi
dengan keadaan tangan terbelenggu, untuk meminta bantuan perlindungan dari
perlakuan kasar dan siksaan Quraisy terhadap dirinya. Suhail bersikeras menghendaki
agar anaknya diserahkan kembali ke Mekkah, sesuai dengan perjanjian yang baru saja
disepakati. Umar sendiri memohon kepada Nabi agar melindungi Abu Jandal, namun
Nabi tetap pada pendiriannya menghormati perjanjian dan tidak dapat melindungi
Abu Jandal. Akhirnya Abu Jandal diekstradisi ke Mekkah. Oleh sebab itu telah
disepakati bahwa betapa pentinganya perjanjian itu harus dipatuhi dan tidak boleh
dikhianati. Agar pakta perjanjian tersebut dapat terlaksana secara efektif maka
menurut tokoh ulama Hanafi mengatakan bahwa pakta perjanjian harus dibuat tertulis,
lengkap dengan tanggal penulisan, tanggal mulai berlaku dan jangka waktu
berlakunya perjanjian. Perjanjian dapat berlaku sementara sesuai dengan batas waktu
yang ditetapkan kedua belah pihak dan bisa pula berlaku selamanya. Bentuk
perjanjian ini harus dipatuhi dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak oleh umat
islam, kecuali kalau pihak lain tidak menepatinya lagi.
Ayat tersebut merupakan ayat pertama mengenai peperangan yang diturunkan Allah.
Menurut al-sarakhsi sebagaimana dikutip, sebelum memerintahkan perang, terlebih dahulu
Allah memberikan bebrapa tuntutan menghadapi orang-orang yang menggangu Islam dan
umatnya. Peperangan hanya diizinkan Allah apabila umat islam disakiti dan diusir dari tanah
air mereka agar tidak dapat menjalankan agama mereka sebagaimana mestinya. Hal ini
menunjukan bahwa peperangan dalam islam bukanlah unutk tujuan ofensif, melainkan
defensive.
11
berhasil mengusir musuh atau perang berakhir dengan perjanjian, maka kewajiban tersebut
gugur atas kaum muslilin lainnya (QS. At-Taubah, 9;122)
Peperangan dapat berakhir dengan menyerahnya musuh dan perjanjian atau gencatan senjata. 6
Apabila musuh telah menyerah, mereka tidak boleh diserang lagi dan kepada mereka dapat
diberikan dua alternative pilihan, dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,
Muslim, dan Abu Dawud, Nabi menyatakan bahwa beliau hanya diperintahkan memerangi
musuh, sehingga mereka mengucapkan kalimat tauhid lailahaillaallah maka jiwa mereka
telah selamat. Nabi pernah menugaskan dua orang sahabat untuk melihat kembali apabila ada
diantaranya pasukan yang masih tertinggal, dalam perjalanan sahabat bertemu 3 orang
pasukan musuh salah seorangnya menyerah dan mengucapkan syahadat 2 diantaranya
menyerah namun menolak dan dibunuh oleh sahabat, mendengar kabar tersebut Nabi marah
karena para sahabat membunuh musuh yang telah menyerah tersebut. Hadis ini menunjukan
bahwa musuh yang telah menyerah dan mengucapkan syahadat wajib dilindungi dan tidak
boleh dibunuh. Islam mewajibkan umatnya untuk memperlakukan mereka secara baik dan
kasih sayang (rahmat). Dalam sejarah, nabi tidak pernah memperlakukan tawanan perang
dengan kasar, apalagi membunuhnya, kecuali karena hal-hal yang sangat prinsip, seperti
tawanan perang tersebut melakukan tindak pidana atau sangat berbahaya kalua dibiarkan
hidup, sebagaimana dilakukan nabi dalam kasus perang badar.
BAB III
PENUTUP
12
Kesimpulan :
DAFTAR PUSTAKA
13
Ismail, “Siyasah Dauliyah Konsep Dasar Komunikasi Diplosmasi Internasional
(Sebuah Introspeksi Bagi Kebangkitan Umat Islam Duia).” Jurnal Peurawi: Media Kajian
Komunikasi Islam 1.1 (2017). Hal. 4-5.
Internasional (sebuah Introspeksi Bagi Kebangkitan Umat Islam Dunia)." Jurnal Peurawi:
Media Kajian Komunikasi Islam 1.1 (2017). Hal. 4
https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/peurawi/article/view/1990
14