Anda di halaman 1dari 14

SIYASAH DAULIYAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

FIQIH SIYASAH

Dosen Pengampu :

Nurush Shobahah,M.H.I.

Disusun Oleh Kelompok 09 :

1. Rizal Andika Akbar (126103213276)

2. Anjrah Ayu Lestari (126103213301)

3. Batary Ayu Laxmy (126103213314)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

AGUSTUS TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Siyasah mengatur berbagai bentuk tentang meminpin, dan membangun pemerintahan.


Kajian mengenai sistem tata laksana pemerintah dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu
masa ke masa lain. Kemudian dari pada itu, kami sadar dalam menyusun makalah ini banyak
yang membantu terhadap usaha kami, mengingat hal itu dengan segala hormat kami
sampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Maftukin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan dukungan kepada kami dan mengijinkan
kami memakai semua fasilitas yang ada UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung untuk menunjang kelancaran proses perkuliahan kami.
2. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum yang telah bekerja keras mengurus dan mengatur fakultas kami.
3. Ahmad Gelora Mahardika, M.H. Selaku Kepala jurusan Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum atas curahan waktu serta tenaga dalam
mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang ada di Fakultas Syari’ah dan Ilmu hukum
ini.
4. Ibu Nurush Shobahah, S.H.I., M.H.I. selaku dosen mata kuliah Fiqh Siyasah yang
tulus dan ikhlas memberikan bimbingan dan tugas menulis makalah ini.

Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari pembaca sekalian. Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat
menambah referensi keilmuan masyarakat.

Tulungagung, 31 Agustus 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2

DAFTAR ISI .....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................4

A. Latar Belakang ............................................................................................4


B. Rumusan Masalah .......................................................................................4
C. Tujuan .........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................5

A. Pengertian Siyasah Dauliyah ......................................................................5


B. Dasar - Dasar Siyasah Dauliyah .................................................................5
C. Prinsip – Prinsip Dasar Al – Qur’an dalam Hubungan Internasional..........7
D. Hubungan Diplomatik Islam ......................................................................7

BAB III PENUTUP...........................................................................................................13

Kesimpulan .........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang selamat sebagaimana maknanya. Islam berasal dari kata
salima yuslimu istislaam, artinya tunduk atau patuh. selain yaslamu salaam yang berarti
selamat, sejahtera, atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung
pengertian: islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk
secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam (selamat
sejahtera), dan silm (tenang dan damai).

Sementara sebagai istilah, Islam memiliki arti: tunduk dan menerima segala perintah
dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi
dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima ajaran
Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan
perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat untuk
mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian siyasah dauliyah.
2. Dasar-dasar Siyasah Dauliyah.
3. Prinsip dasar Al-Qur'an dalam hubungan internasional.
4. Hubungan diplomatik islam.

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian siyasah dauliyah dan apa dasar-dasar dari siyasah dauliyah
2. Mengetahui prinsip dasar di dalam Al-Qur’an dalam hubungan internasional
3. Serta mengetahui hubungan diplomatik islam

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Siyasah Dauliyah

Ilmu hubungan internasional dalam kajian politik islam dikenal dengan istilah
siyasah dauliyah, istilah siyasah dauliyah merupakan rangkaian dari dua kata yang
memiliki makna masing-masing. Makna “siyasah” secara etimologi adalah mengatur,
mengendalikan atau membuat keputusan. Sedangkan kata “dauliyah” secara etimologi
negara, kerajaan, dan kekuasaan. Memiliki ragam makna diantaranya hubungan
antarnegara, kedauluatan, kekuasaan, dan kewenangan. Dari ragam makna kata
dauliyah makna yang relevan dengan kajian ilmu hubungan internasional dalam islam
adalah hubungan antarnegara.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasannya “dauliyah” mengandung


arti daulat. Artinya “Siyasah Dauliyah” berarti sebagai kekuasaan kepala negara untuk
mengatur hubungan negara dalam hal hubungan internasional, masalah teritorial,
nasionalisme, ekstradisi, persaingan, tawanan politik, pengusiran warga negara asing,
selain itu juga mengurusi kaum dzimmi, perbedaan agama, akad timbal balik dengan
kaum dzimmi, hudud dan qisash. Yang pada intinya adalah mengatur segala aspek
yang terkait dengan politik hukum internasional.

B. Dasar – Dasar Siyasah Dauliyah


1. Kesatuan Umat Manusia
Meskipun manusia ini berbeda-beda suku bangsa, berbeda warna kulit, berbeda tanah
air bahkan berbeda agama, akan tetapi merupakan tetap satu keasatuan manusia
karena sama-sama makhluk Allah, sama bertempat tinggal di bumi, sama-sama
mengharapkan hidup bahagia dan damai dan sama-sama dari Adam. Dengan
demikian maka perbedaan-perbedaan diantara manusia harus disikapi dengan pikiran
yang positif untuk saling memberikan kelebihan masing-masing dan saling menutupi
kekurangan masing-masing.
2. Keadilan ( Al -‘Adalah )
Ajaran islam mewajibkan penegakan keadilan baik terhadap diri sendiri, keluarga,
tentangga, bahkan terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil.

5
3. Persamaan ( Al - Musawah )
Manusia memiliki hal-hal kemanusiaan yang sama untuk mewujudkan keadilan
adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hukum. Demikian pula setiap
manusia adalah subjek hukum, penanggung hak dan kewajiban yang sama.
4. Kehormatan Manusia ( Karomah Insaniyah )
Karena kehormatan manusia inilah maka manusia tidak boleh merendahkan manusia
lainnya. Kehormatan manusia berkembang menjadi kehormatan terhadap suatu kaum
atau komunitas dan bisa dikembangkan menjadi suatu kehormatan suatu bangsa atau
negara.
5. Toleransi ( Tasamuh )
Allah mewajibkan menolak permusuhan dengan tindakan yang lebih baik, penolakan
dengan lebih baik ini akan menimbulkan persahabatan bila dilakukan pada tempatnya
setidaknya akan menetralisir ketengangan.
6. Kerjasama Kemanusiaan
Kerjasama kemanusiaan ini adalah realisasi dari dasar – dasar yang telah dikemukan
di atas, kerjasama disini adalah kerjasama di setiap wilayah dan lingkungan
kemanusiaan. Kerjasama ini diperlukan karena ada saling ketergantungan baik antara
individu maupun antara negara di dunia ini.
7. Kebebasan, Kemerdekaan ( Al – Huriyah )
Kemerdekaan yang sesungguhnya dimulai dari pembebasan diri dari pengaruh hawa
nafsu serta mengendelikan dibawah bimbingan keimanan dan akal sehat. Dengan
demikian kebebasan bukanlah kebebasan yang mutlak, akan tetapi kebiasaam yang
bertanggung jawab kepada Allah, terhadap keselamatan hidup manusia di muka bumi,
kebiasaan bisa di perinci seperti kebebasan berfikir, kebebasan beragama, kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan menuntut ilmu dan kebebasan memiliki harta.
8. Perilaku Moral Yang Baik ( Al – Akhlakul Karimah )
Perilaku yang baik merupakan dasar moral di dalam hubungan antara manusia, antara
umat dan antara bangsa di dunia ini selain itu prinsip ini juga diterapkan terhadap
seluruh makhluk Allah di muka bumi termasuk flora dan fauna.

6
C. Prinsip – Prinsip Dasar Al – Qur’an Dalam Hubungan Internasional

Hubungan international dalam islam didasarkan pada sumber - sumber normative


tertulis dan sumber-sumber praktis. Yang pernah diterapkan umat islam dalam
sejarah. Sumber-sumber normative berasal dari Al-Qurran dan Hadist Rasulullah Saw.
Dari kedua sumber ini kemudian ulama menuangkannya kedalam kajian Fiqh Al-
Syiar wa al-jihad (hukum international tentang damai dan perang). Dalam peraturan
islam juga erat ketegasan yang tidak boleh dilanggar, yakni perintah untuk memilih
perdamaian jika orang kafir itu tabiatnya cenderung untuk perdamaian. Hal ini jelas
terdapat didalam Al – Qur’an.

‫اخنَح لهََا َوت َو اكلْ َعلَى اال ِّل انِاهُ ه َُوال اس ِمي ُع ْال َعلِي ُم‬
ْ َ‫اسلم ف‬ ْ ‫َواِ ْن َجنَح‬
ِ ‫ُوالِل‬

Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya
dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui” (Al-Anfal, 8.61).

• Memperkuat kewaspadaan dalam suasana damai


• Peperangan dizinkan hanyalah kalau terpaksa dan untuk tujuan
defensive bukan opensif.
• Mengajak orang lain kepada islam dengan cara yang baik dan
bijaksana. Jika jika mereka berbuat jahat balaslah kejahatan mereka
dengan yang setimpal, tidak boleh berlebihan.
• Tidak boleh memaksakan agama kepada orang lain.
• Menghormati fakta-fakta perjanjian yang telah di tanda tangani

D. Hubungan Diplomatik Dalam Islam


A. Hubungan Diplomatik

Islam merupakan agama yang damai oleh karena itu islam lebih mengutamakan
perdamaian dengan kerja sama dengan sesama negara mana saja. Allah menghindari
umatnya untuk melakukan peperangan apalagi menjarah negara lain.
Perang dalam islam hanya diizinkan dalam kondisi yang sangat terdesak dan hanya
untuk membela diri (QS. Al-Hajj, 22:39-40).1

1 Iqbal Muhammad, 2014, Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, Perpustakaan Nasional : KDT, cet 1, h 278

7
Para ulama mengemukakan bahwa jalinan kerja sama dengan berbagai negara, umat
islam yang diharapkan dapat memberi kesan sosok islam yang damai serta sejuk.
Yang pada dasarnya hubungan antar negara itu adalah perdamaian dalam masa Nabi
Muhammad SAW yang merupakan kepala negara juga melakukan hubungan kerja
sama antar negara sahabat, yang mana dipererat dengan hubungan diplomatic. Dalam
islam negara-negara sahabat disebut dengan dar al-islam. Menurut Sir Earnest Satow
dalam bukunya Guide O Diplomatic Pratice mengatakan bahwa diplomasi adalah
penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungan resmi antara pemerintah
dengan negara-negara berdaulat.2 Diplomasi juga berarti kepentingan nasional suatu
negara dalam dunia internasional, namun diplomasi lebih menekankan pada proses
negosiasi, perjanjian atau sebgai posisi tawar-menawar dengan negara lain.
Jadi garis besarnnya bahwa diplomasi :

1. Pada intinya diplomasi juga merupakan negosiasi (unsur pokok)

2. Negosiasi dilakukan hanya untuk kepentingan negara

3. Perilaku atau tindakan diplomatic diambil untuk kepentingan nasional sejauh


mungkin dan dilaksanankan secara damai, tanpa memberi efek negative atau
memberikan kerusakan kepentingan nasional yang mana merupakan tujuan
utaama diplomasi.

4. Diplomasi berhubungan erat dengan tujuan politik luar negeri suatu negara

5. Diplomasi tidak bisa dipisahkan dalam urusan suatu negara

Tidak ada satu negarapun yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan negara lain bahkan
untuk memasarkan produksinya atau mendapatkan produk-produk negara yang tidak mereka
miliki. Akan semakin mudah jika mereka melakukan kerja sama dan membuka hubungan
diplomatic dengan negara-negara lain. Adanya rasa ketergantungan juga bisa menjadi
komponen terbentuknya hubungan diplomasi, menurut Umar Kamal Tawfiq, tujuan utama
pembentukan hubungan diplomatic adalah untuk memelihara tatanan kehidupan dunia agar
tercipta rasa aman serta damai.

Hubungan diplomatic sudah terjadi sejak awal peradaban manusia. Menurut Elmira
Ahmetova dalam bukunya berjudul Diplomasi dalam islam : Sebuah Tinjauan Sejarah bahwa
hubungan diplomatic yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau penerus dan penguasa
muslim di seluruh dunia yang dalam definisinya sama dengan hubungan diplomatic dari
2 Prayuda Rendi, Jurnal Diplomasi Dan Power : Sebuah Kajian Analisis, cet 3, h 84

8
representasi untuk negosiasi, mencipatakan ekonomi dan hubungan budaya yang mana dulu
sifatnya hanya hubungan sederhana, berdasarkan kebutuhan dan keadaan yang tidak seperti
keadaan seperti ini dimana melalui konsep pendirian kedutaan besar, perwakilan dari suatu
negara bisa tinggal di negara lain secara permanen, yang cukup masuk akal karena perbedaan
politik dan social struktur hari ini dan waktu sebelumnya. 3
Hubungan diplomatic inipun
dapat pula berakhir dengan peperangan bila antar kedua negara terjadi perselisihan yang tidak
dapat didamaikan. Ali’Mansur mencatat bahwa hubungan diplomatic yang pertama terjadi
dalam sejarah manusia adalah yang dilakukan oleh Fir’aun Rames II dari Mesir dengan Raja
Kheta dari Anatolia (Asia Kecil) pada abad ke13 SM.4 Dalam dunia kehidupan, para diplomat
melaksanakan tugas-tugasnya dengan membawa surat-surat kepercayaan dari negara asal
mereka, mereka juga harus membawa nama baik serta mempertahankan martabat dari
kehormatan negaranya.

Dalam fungsi politis diplomat merupakan perpanjangan tangan negara untuk


menentukan kebijakan luar negerinya. Diplomat juga dapat memberikan informasi
perkembangan yang terjadi negara tempat ia bertugas, sehingnga negaranya bisa pula
menentukan sikap dan kebijakna terhadap negara sahabatnya secara tepat. Karena kesalahan
dalam memandang suatu negara dapat membawa persepsi yang kearah negative. Hal ini akan
menimbulkan kesalahan dalam mengambil sikap terhadap negara sahabatnya, sehingga bisa
merusak hubungan diplomatic antara kedua negara. Berikut bagaimana Islam memberi
teladan dalam hubungan antar bangsa. Sebagaimana praktik yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam penandatangan pakta-pakta perjanjian dan pandangan ulama
sebagaimana tertuang dalam kitab-kitab yang mereka susun.

1. Pakta Perjanjian

Adanya hubungan diplomatic antara satu negara lainnya diawali oleh


penandatanganan pakta perjanjian. Nabi dan sahabat telah mempraktikkan bagaimana
dari al-islam harus tunduk dan patuh pada pakta perjanjian yang telah disepakati
dengan negara lain. Pakta perjanjian damai yang pertama kali dilakukan Nabi dalam
sejarah Islam adalah perjanjian Hudaibiyah dengan pihak Quraisy Mekkah pada tahun
6 H. Jika dicermati, isi perjanjian ini timpang dan merugikan umat islam, terutama
3 Shekaib mohammad, 2019, Islam And Diplomacy:The Quest For Human Seicurity, IAIS Malaysia dan
Pelanduk, cet 3, h 560
4 Iqbal Muhammad, 2014, Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, Perpustakaan Nasional : KDT, cet 1, h 281

9
pasal dua yang mengharuskan ekstradisi secara sepihak. Namun Nabi Muhammad
SAW, sebagai pihak yang telah menandatangani perjanjian Hudaibiyah ini tidak
punya pilihan kecuali mematuhi dan melaksanakanyya. Tidak lama setelah ratifikasi
perjanjian ini Abu Jandal Putra Suhail delegasi kaum Quraisy Mekkah yang
menandatangani perjanjian yang telah memeluk islam, yang berlutut kepada Nabi
dengan keadaan tangan terbelenggu, untuk meminta bantuan perlindungan dari
perlakuan kasar dan siksaan Quraisy terhadap dirinya. Suhail bersikeras menghendaki
agar anaknya diserahkan kembali ke Mekkah, sesuai dengan perjanjian yang baru saja
disepakati. Umar sendiri memohon kepada Nabi agar melindungi Abu Jandal, namun
Nabi tetap pada pendiriannya menghormati perjanjian dan tidak dapat melindungi
Abu Jandal. Akhirnya Abu Jandal diekstradisi ke Mekkah. Oleh sebab itu telah
disepakati bahwa betapa pentinganya perjanjian itu harus dipatuhi dan tidak boleh
dikhianati. Agar pakta perjanjian tersebut dapat terlaksana secara efektif maka
menurut tokoh ulama Hanafi mengatakan bahwa pakta perjanjian harus dibuat tertulis,
lengkap dengan tanggal penulisan, tanggal mulai berlaku dan jangka waktu
berlakunya perjanjian. Perjanjian dapat berlaku sementara sesuai dengan batas waktu
yang ditetapkan kedua belah pihak dan bisa pula berlaku selamanya. Bentuk
perjanjian ini harus dipatuhi dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak oleh umat
islam, kecuali kalau pihak lain tidak menepatinya lagi.

2. Sikap Islam Terhadap Anggota Korps Diplomatik


Yang disini merupakan duta dan utusan – utusan utusan tetap suatu negara di negara
asing untuk menyelenggarakan hubungan diplomatic. Islam tetap memperlakukan
mereka dengan terhormat meskipun mereka pernah membenci islam atau menyakiti
umatnya mereka tidak boleh diganggu, dianiaya, apalagi dibunuh. Pada masa Nabi
terdapat kemunculan nabi palsu yaitu Musailamah al-Kadzdzab dia merupakan
pendusta yang dilindungi Nabi. Beliau tetap melindungi keselamatan jiwanya, meski
Nabi juga sedikit “jengkel” melihatnya. Dalam sebuah kesempatan beliau pernah
berucap kepada Musailamah, “kalaulah kamu bukan seorang duta, tentu sudah
kuperintahkan agar kepalamu dipenggal”. Meskipun mengakui hakhak kekebalan
diplomatic duta asing, Nabi juga pernah menahan para duta asing (kaum Qurasiy
Mekkah) sebagai jaminan atas keselamatan duta islam yang sedang bertugas.

B. Perang Dalam Islam


10
Perang merupakan sesuatu yang sangat tidak disukai Allah SWT, Al- Qur’an
sendiri telah menggaris bawahi bahwa perang merupakan sesuatu yang sangat
dibenci Allah SWT menurut QS. Al-baqarah, ;216 menyatakan bahwa boleh jadi
sesuatu yang tidak disukai itu terdapat kebaikan yang tidak diketahui manusia.
Sebaliknya, boleh jadi pula, sesuatu yang disenangi manusia ternyata membawa
petaka bagi hidup mereka. Peperangan hanya boleh dilakukan pada situasi yang
sangat terpaksa. Islam merupakan agama penuh perdamaian, kesejahteraan, dan
rahmat-Nya jika darah manusia sudah dianggap tidak berharga karena maraknya
pembunuhan dan umat islam diperangi, maka tidak ada kedamaian lagi dalam
kehidupan, oleh karena itu Allah mewajibkan umat Islam untuk bangkit membela
diri menghadapi musuh. Umat islam diwajibkan membalas serangan mereka.
Haram hukumnya bagi umat Islam berdiam diri dan menerima perlakuan tersebut
begitu saja. Islam memang menyukai perdamaian, namun kemerdekaan dan
kehormatan umat Islam adalah lebih berharga dari perdamaian itu sendiri. Dalam
hal inilah Allah memerintahkan perang kepada umat islam.5 “Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa menolong mereka itu. Mereka diusur
dari kampung halaman mereka sendiri tanpa hak, (dan diperangi karena) mereka
berkata, tuhan kami Allah.” (QS. Al-Hajj, 22:39-40)

Ayat tersebut merupakan ayat pertama mengenai peperangan yang diturunkan Allah.
Menurut al-sarakhsi sebagaimana dikutip, sebelum memerintahkan perang, terlebih dahulu
Allah memberikan bebrapa tuntutan menghadapi orang-orang yang menggangu Islam dan
umatnya. Peperangan hanya diizinkan Allah apabila umat islam disakiti dan diusir dari tanah
air mereka agar tidak dapat menjalankan agama mereka sebagaimana mestinya. Hal ini
menunjukan bahwa peperangan dalam islam bukanlah unutk tujuan ofensif, melainkan
defensive.

Perang merupakan Fardhu Kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada


sebagian orang yang dapat berperang. Tetapi jika sebagian orang yang berperang telah
5 Iqbal Muhammad, 2014, Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, Perpustakaan Nasional : KDT, cet 1, h 290

11
berhasil mengusir musuh atau perang berakhir dengan perjanjian, maka kewajiban tersebut
gugur atas kaum muslilin lainnya (QS. At-Taubah, 9;122)

Peperangan dapat berakhir dengan menyerahnya musuh dan perjanjian atau gencatan senjata. 6
Apabila musuh telah menyerah, mereka tidak boleh diserang lagi dan kepada mereka dapat
diberikan dua alternative pilihan, dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,
Muslim, dan Abu Dawud, Nabi menyatakan bahwa beliau hanya diperintahkan memerangi
musuh, sehingga mereka mengucapkan kalimat tauhid lailahaillaallah maka jiwa mereka
telah selamat. Nabi pernah menugaskan dua orang sahabat untuk melihat kembali apabila ada
diantaranya pasukan yang masih tertinggal, dalam perjalanan sahabat bertemu 3 orang
pasukan musuh salah seorangnya menyerah dan mengucapkan syahadat 2 diantaranya
menyerah namun menolak dan dibunuh oleh sahabat, mendengar kabar tersebut Nabi marah
karena para sahabat membunuh musuh yang telah menyerah tersebut. Hadis ini menunjukan
bahwa musuh yang telah menyerah dan mengucapkan syahadat wajib dilindungi dan tidak
boleh dibunuh. Islam mewajibkan umatnya untuk memperlakukan mereka secara baik dan
kasih sayang (rahmat). Dalam sejarah, nabi tidak pernah memperlakukan tawanan perang
dengan kasar, apalagi membunuhnya, kecuali karena hal-hal yang sangat prinsip, seperti
tawanan perang tersebut melakukan tindak pidana atau sangat berbahaya kalua dibiarkan
hidup, sebagaimana dilakukan nabi dalam kasus perang badar.

BAB III

PENUTUP

6 Muhammad Syadid, Al-Jihad fi al-islam, (Beirut: Mu’assash al-Risalah, 1985), h.148-149

12
Kesimpulan :

Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang. Sedangkan


Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan Kepala Negara untuk mengatur negara dalam
hal hubungan Internasional, masalah teritorial, nasionalitas, ektradisi, tahanan, pengasingan
tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu, juga mengurusi masalah kaum
dzimmi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum dzimmi, hudud dan
qishash Atau dapat dikatakan yang mengatur hubungan antar negara tersebut Keektifan
diplomasi sebuah negara dipengaruhi oleh berbagai factor dan salah satu factor kuncinya
adalah kekuatan nasional sebuah negara.
Siyasah Dauliyah bermakna: kekuasaan Kepala Negara untuk mengatur negara dalam
hal hubungan Internasional, masalah territorial, nasionalitas, ektradisi, tahanan, pengasingan
tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu, juga mengurusi masalah kaum
dzimmi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum dzimmi, hudud dan
qishash. Dasar-dasar Siyasah Dauliyah, diantaranya adalah: kesatuan umat manusia,
al-‘adalah, musawah, karomah insaniyah, tasamuh, kerja sama kemanusiaan, hurriyah, dan
akhlakul karimah. Hubungan Internasional dibagi menjadi dua yaitu hubungan Internasional
dalam waktu damai dan hubungan internasional dalam waktu perang.
Umat islam diwajibkan berperang demi kedamaian dan keadilan, bila kedua hal ini
tidak dapat dilakukan maka mereka harus mengunakan perang sesungguhnya yaitu dengan
gencatan senjata, kewajiban berperang merupakan bentuk yang dapat mendukung
kemenangan tentara muslim, penentuan sikap terhadap tawanan perang harus sebelum
pembagian harta rampasan perang karena mereka juga merupakan sesuatu yang akan dibagi-
bagikan.

DAFTAR PUSTAKA

13
Ismail, “Siyasah Dauliyah Konsep Dasar Komunikasi Diplosmasi Internasional

(Sebuah Introspeksi Bagi Kebangkitan Umat Islam Duia).” Jurnal Peurawi: Media Kajian
Komunikasi Islam 1.1 (2017). Hal. 4-5.

Ismail,Ismail. "Siyasah Dauliyah Konsep Dasar Komunikasi Diplosmasi Internasional


(sebuah Introspeksi Bagi Kebangkitan Umat Islam Dunia)." Jurnal Peurawi: Media Kajian
Komunikasi Islam 1.1 (2017) Hal.6
https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/peurawi/article/view/1990

Ismail, Ismail. "Siyasah Dauliyah Konsep Dasar Komunikasi Diplosmasi

Internasional (sebuah Introspeksi Bagi Kebangkitan Umat Islam Dunia)." Jurnal Peurawi:
Media Kajian Komunikasi Islam 1.1 (2017). Hal. 4
https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/peurawi/article/view/1990

14

Anda mungkin juga menyukai