Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“TINJAUAN FIQIH HADITS-HADITS TENTANG KHITBAH"


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Hukum Keluarga
Dosen Pengampu : DR. H. Wasman, M.Ag.

Oleh:
Ahmad Azhari
No.Reg 222021074

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2021 M/1442 H

1
KATA PENGANTAR
‫ّللا ال َّر ْح َم ِن ال َّرحِ ي ِْم‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ‫ِب‬
Segala puji bagi Allah. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah
atas Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya
dengan baik hingga akhir zaman. Alhamdulillah, atas nikmat Allah SWT kapi
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hadits Hukum Keluarga.
Makalah ini membahas tentang Tinjauan Fiqih Hadits-Hadits Khitbah dan
konsekwensi yang terkandung di dalamnya baik hukum fikihnya dan lainya.
Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen kami
Bapak DR. H. Wasman, M.Ag. yang telah tulus membimbing kami dan berkat
bimbingan beliau penulis dapat menggali dan memahami salah satu mata kuliah
Hadits Hukum Keluarga, sehingga kami dapat mengatahui dan sedikit tahu
tentang hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum keluarga. Khususnya dalam
makalah ini tentang hadist khitbah.
Terakhir penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat dan memudahkan
para pembaca dalam mengkaji Hadits-Hadits tentang Khitbah dengan tujuan
membumikan pemahaman hukum khitbah di masyarakat luas dan menerapkanya.
Makalah ini tentunya jauh dari sempurna dan tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritiknya untuk
memperbaiki dan melengkapi makalah ini.

Cirebon, 24 Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………...6
C. TUJUAN PENULISAN………………………………………………….6
D. KONTRIBUSI KEILMUAN…………………………………………….7
E. PEMBAHASAN…………………………………………………………7
a. Pengertian Khitbah…………………………………………………..8
b. Hadits-Hadits Khitbah……………………………………………….8
(a) Melihat Calon Wanita……………………………………………9
(b) Tidak melamar wanita yang telah dilamar laki-laki lain………...10
(c) Khitbah wanita kepada seorang laki-laki………………………..12
(d) Khitbah dalam Islam……………………………………………..12
c. Aturan Khitbah dan Hikmahnya……………………………………..13
d. Khitbah dalam Adat Indonesia………………………………………15
F. PENUTUP……………………………………………………………….16
a. Kesimpulan…………………………………………………………..16
b. Implikasi Makalah……………………………………………………17
c. Saran………………………………………………………………….18
G. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Allah SWT menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Allah SWT
menciptakan siang dan malam, langit dan bumi, jantan dan betina, positif dan
negative, serta menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan. Firman
Allah SWT dalam QS Al-Hujurat/49:13.

‫ارفُوا ِإ َّن‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
َ ‫شعُ ْوبًا َوقَ َبائِ َل ِلتَ َع‬ ُ َّ‫يا َ أَيُّ َها الن‬
َ ‫لَّلا أَتْقَا ُك ْم ِإ َّن َّلَّلا‬
‫ع ِل ْي ٌم َخ ِبي ٌْر‬ ِ َّ َ‫أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬
Terjemahanya:
Wahai manusia! Sungguh Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
untuk saling mengenal1

Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan agar saling mengenal


satu sama yang lain, sehingga dapat melahirkan suatu generasi atau keturunan.
Salah satu sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan
melahirkan keturunan yang sejalan dengan fitrah manusia adalah pernikahan.
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan merupakan sunnatullah
bagi alam semesta, seluruh tumbuhan dan hewan melakukan perkawinan. Allah
SWT mengagungkan manusia dengan menganugerahkan akal dan hati, dengannya
manusia terbedakan dengan makhluk lainya melalui aturan-aturan yang harus
dipatuhi oleh manusia.2
Oleh karena itu, menikah merupakan anjuran bagi setiap pribadi muslim
yang berkemampuan dan tidak ingin terjerumus dalam perbuatan dosa. Pertalian
nikah tidak hanya pertalian antara suami dan istri melainkan dua keluarga.
Tujuan pernikahan menurut agama Islam yakni untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

1
Maktabah al-Fatih, Al-Quranul Karim Terjemahan perkata (Jakarta: Maktabah al-fatih Rasyid
Media, 2015), hal. 517
2
Kementrian Agama, Tafsir Ilmi: Seksualitas dalam perspektif al-Qur’an dan Sains (Cet. I; Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2012), hal 39.

4
Menurut Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin tentang tujuan
pernikahan:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan menumpahkan
kasih sayangnya,
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertangung jawab menerima hak dan
kewajiban, serta berusaha mendapatkan kekayaan yang halal
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan kasih sayang.3
Oleh karena itu, menikah merupakan anjuran bagi setiap pribadi muslim
yang berkemampuan dan yang tidak ingin terjerumus dalam perbuatan
dosa. Dalam QS al-Nisa/4:3

‫ع فَإِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَالَّ تَ ْع ِدلُ ْوا‬


َ ‫ث َو ُربَا‬ َ ‫اء َمثْنَى َوث ُ ََل‬ َ ِ‫اب لَ ُك ْم ِمنَالن‬
ِ ‫س‬ َ ‫ط‬ َ ‫فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬...
‫ت أَ ْي َمانُ ُك ْم ذَلِكَ أَدْنَى أَالَّ تَعُ ْولُ ْوا‬
ْ ‫احدَة ٌ أَ ْو َما َملَ َك‬
ِ ‫فَ َو‬
Terjemahanya:
…Maka kawinilah wanita-wanita(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil maka(kawinilah)
seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu dalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.4
Sebelum diadakan akad pernikahan, biasanya seorang laki-laki melakukan
pinangan atau khitbah terlebih dahulu kepada wanita yang akan dijadikan seorang
istri oleh laki-laki tersebut. Meminang artinya menyatakan permintaan untuk
menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya atau
hanya melalui perantara seseorang yang dipercayai. Akan tetapi, ada baiknya
Ketika hendak meng-khitbah seseorang perlu terlebih dahulu mempertimbangkan
kriteria dalam hal pemilihan jodoh agar tidak ada penyesalan setelah pernikahan
itu terjadi. Dalam hadis Nabi SAW bersabda:

ُ ‫سلَّ َم قَا َل ت ُ ْن َك ُح ْال َم ْرأَة‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫لَّلا‬ َ ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬ َ ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫ي َّلَّلا‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْن أَ ِبي ه َُري َْرةَ َر‬ َ
ُ‫(ر َواه‬
َ . َ‫ت يَدَاك‬ ْ َ‫الدي ِْن ت ََرب‬
ِ ‫ت‬ ْ َ‫سا ِب َها َو َج َما ِل َها َو ِل ِد ْينِ َها ف‬
ِ ‫ظفَ ْر ِبذَا‬ َ ‫ِِل َ ْربَ ٍع ِل َما ِل َها َو ِل ِح‬
ِ ‫ْالبُخ‬
5
)‫َاري‬

3
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (cet. V; Jakarta:kencana,2003),hal 24.
4
Maktabah al-Fatih, Al-Quranul Karim Terjemahan perkata (Jakarta: Maktabah al-fatih Rasyid
Media, 2015), hal 77
5
Muhammad Ibn Isma’il Abu ‘Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 5 (Cet. II; Bairut: Dar
Ibnu Kasir, 1987/1407)h. 1958

5
Artinya:
Dari Abu Hurairag ra., dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “ Wanita itu
dinikahi karena empath al, karena hartanya, karena keturunanya, karena
kecantikanya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya
kamu akan beruntung.”(HR. al-Bukhari)
Menurut Imam al-Nawawi ra. Berkata bahwa maksud hadis ini adalah
Nabi SAW mengabarkan tentang apa yang menjadi kebiasaan orang-orang yaitu
dalam urusan pernikahan mereka memandang dari empat perkara ini dan
menjadikan perkara agama sebagai kiretria terakhir, oleh karena itu pilihlah
wanita karena agama yang baik niscaya akan beruntung dan kandungan hadis ini
sama sekali tidak bermakna bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk
menikahi wanita yang kaya, terpandang dan cantik sehingga menjadikan agama
sebagai nilai yang terakhir dalam memilih. Hal ini sejalan dengan hadis yang
melarang menikahi seorang perempuan selain faktor agamanya.
Setelah Islam mengatur bahagimana cara memilih pasangan hidup, dalam
Islam juga mengatur bagaimana tatacara dan jalan untuk menuju ke pernikahan.
Salah satunya adalah peminangan atau biasa di kenal dengan khitbah. Mengapa
Islam mengatur kita untuk melaksanakan khitbah sebelum menikah? Dan apa saja
aturan yang telah Islam gariskan dalam permasalahan khitbah? Dan adakah hadis
Nabi SAW yang menerangkan permasalahan khitbah. Kita akan membahasnya di
makalah ini. Di karenakan masih banyak masyarakat awam yang belum
mengetahui khitbah, tata cara khitbah dan dasar hukum atau hal yang
bersinggungan denganya.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini
adalah “Tinjauan Hadits-hadits tentang Khitbah.” Kemudian pokok masalah
tersebut akan diuraikan dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk khitbah menurut hadist Nabi SAW?
2. Bagaimana analisis fiqh al-hadits tentang khitbah?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan bentuk-bentuk hadits yang terkait dengan khitbah sehingga
dapat dipahami baik

6
2. Menjelakan kualitas hadits-hadits terkait dengan khitbah, sehingga dapat
menjadi pedoman dalam mengkhitbah
3. Menjelaskan makna hadits secara teks hadits-hadist yang menyangkut
tentang khitbah sehingga kandunganya dapat dipahami dengan
komprehensif.

D. KONTRIBUSI KEILMUAN.
Adapun kontribusi dari pembahasan makalah ini adalah, memberikan
edukasi masyarakat akan makna khitbah dan hal-hal yang berkaitan denganya.
Dan mengetahui hal-hal yang dilakukan sebelum pernikahan. Dan aturan apa
saja yang berkaitan dengan khitbah, serta konsekwensi dan landasan hukum
daripada khitbah.
dan juga mengetahui hadits-hadist yang berkaitan dengan khitbah serta
kandungan daripada hadist tersebut, sehingga dapat diamalkan hadist tentang
khitbah dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat.

E. PEMBAHASAN
a. Pengertian Khitbah
Kata khitbah memiliki akar kata yang sama dengan al-kitab dan al-khatab.
Kata al-khatab berarti “pembicaraan”. Apabila dikatakan takhtaba
maksudnya”dua orang yang sedang berbincang-bincang”. Jika dikatakan
khatabahu fi amr artinya “ia memperbincangkan sesuatu persoalan pada
seseorang”. Jika al-khatab (pembicaraan) ini berhubungan dengan ihwal
perempuan, maka makna pertama kali ditangkap adalah pembicaraan yang
berhubungan dengan persoalan pernikahan.6 Ditinjau dari akar kata ini,
khitbah berarti pembicaraan yang berkaitan dengan lamaran atau permintaan
untuk nikah.
Khitbah berasal dari kata khataba yang memiliki tiga makna yakni: jelas,
singkat dan padat. Maksud dari makna jelas, Ketika seorang meng-khitbah
maka harus jelas maksud dan tujuanya bahwa ia akan menikahi seorang
perempuan, sedangkan arti dari singkat dan padat, jika telah melangsungkan
peminangan maka alangkah baiknya menyegerakan waktu akad, agar supaya
tidak ada kekhawatiran akan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.
Menurut Wahbah al-Zuhaily, khitbah adalah menampakkan
keinginanmenikah terhadap seorang perempuan tertentu dengan memberitahu

6
Cahyadi Takiariawan, Izinkan Aku Memingangmu (Solo: Era Intermedia,2004),h.52.

7
perempuan yang dimaksud atau keluarganya(walinya)7. Sayyid Sabiq
mengartikan bahwa khitbah adalah yang menunjukan permintaan untuk
perjodohan dari seorang laki-laki pada seorang perempuan atau sebaliknya
yakni dengan cara ma’ruf(baik).8
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), peminangan adalah kegiatan
upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan wanita.
Dengan demikian, maka dapat di simpulkan khitbah mempunyai kriteria
sebagai berikut:
(a). Khitbah dimulai dengan suatu permintaan
(b). Khitbah bisa dilakukan oleh seorang laki-laki kepada perempuan secara
langsung atau diwakilkan
(c). Khitbah juga bisa dilakukan oleh pihak perempuan kepada laki-laki
melalui seorang perantara
(d). Khitbah dilakukan dengan cara yang baik.
b. Hadits-hadits khitbah
Adapun hadits-hadist yang berkaitan dengan Khitbah adalah sebagai berikut:
(a) Melihat calon/wanita
Melihat yang dimaksudkan disini adalah melihat diri wanita yang ingin
dinikahi dengan tetap berpanutan pada aturan syar’i/hadits Nabi SAW.

ُ ‫ع ِن ْال ُم ِغي َْر ِة ب ِْن‬


‫ش ْع َبةَ قَا َل‬ َ ‫ع ْن َب ْك ِر ب ِْن‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
َ ‫لَّلا‬ َ ‫اص ٌم‬ ِ ‫ع‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَب ُْو ُم َعا ِو َي ِة َحدَّثَنَا‬
َ‫ظ ْرتَ ِإلَ ْي َها قُ ْلتُ ال‬ َ َ‫سلَّ َم أَن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫لَّلا‬ َ ‫لَّلا‬ ُ ‫ام َرأَةً فَقَا َل ِلي َر‬
ِ َّ ‫س ْو ُل‬ ْ ُ‫طبْت‬ َ ‫َخ‬
‫ظ ْر ِإلَ ْي َها فَإِنَّهُ أَح َْرى أَ ْن يُؤْ دَ َم َب ْينَك َما‬
9 ُ ُ ‫قَا َل فَا ْن‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah Telah menceritakan kepada
kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu’bah ia berkata,
“Saya meminang seorang wanita, Rasulullah SAW. Lalu bertanya kepadaku:
“Apakah kamu melihatnya?” Saya menjawab:”Belum”. Beliau bersabda:
“Lihatlah ia karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua.” (HR Ahmad
bin Hambal)

7
Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqh al-Islamy wa Qadhaya al-Mu’ashirah (Beirut: Dar Fikr Islamy,
2010),jilid 8. Hal. 24
8
Abu Sahla dan Nurul Nazara, Buku Pintar Pernikahan (Cet. I; Jakarta: Belanoor, 2011),h. 61.
9
Muhammad ibn ‘Ali Asy-Syaukani, Nail al-Autar syarh Muntaqa al-Akbar.)Kairo: Dar al-Hadits,
1993M/1413H)Jilid 6 Hal. 109

8
Dan syariat juga membolehkan seorang laki-laki melihat wanita dikarenakan
mengkhitbahnya dan ingin menikahinya, dengan berlandaskan hadits:

,َ‫ب أَ َحدُ ُك ْم ْال َم ْرأَة‬ َ ‫( ِإذَا َخ‬:َ‫سلَّ َم قَال‬


َ ‫ط‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫لَّلا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫لَّلا‬ ُ ‫ع ْن ًر‬ َ ‫ي َجا ِب ْر‬ َ ‫ُر ِو‬
:‫ قَا َل َجا ِبر‬,)‫ فَ ْليَ ْف َع ْل‬,‫اح َها‬
ِ ‫عوهُ ِإلًى النِ َك‬ ُ ‫ع أَ ْن يَ ْن‬
ُ ْ‫ظ َر ِم ْن ًها ِإلَي َما يَد‬ َ َ‫فَإِ ْن ا ْست‬
َ ‫طا‬
,‫اح َها‬ ِ ‫عانِي ِإلَى نِ َك‬ َ َ‫ َحتَّى َرأَيْتُ ِم ْن َها َما د‬,‫اريَةَ فَ ُك ْنتُ أَتَ َخبَأْ لَ َها‬ِ ‫طبْتُ َج‬ َ ‫فَ َخ‬
10 ُ
)‫فَتِزَ َّوجْ ت َها‬
Artinya:
Diriwayatkan oleh Jabir dari Rasulullah SAW. Rasulallah SAW bersabda:
“Jika salah satu dari kalian mengkhitbah wanita, jika memungkinkan lihatlah
darinya apa-apa yang bisa mendorongmu untuk menikahinya, maka
lakukanlah!) Jabir berkata: maka aku mengkhitbah seorang budak perempuan
dan saya dengan sembunyi-sembunyi melihatnya, sampai aku melihat darinya
apa yang mendorongku untuk menikahinya, kemudian aku menikahinya). (HR
Imam Ahmad dan Ashab sunan arba’ah)

َ‫( إِذ‬: ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ُ‫لَّلا‬ َ ‫لَّلا‬ ِ َّ ‫س ْو ُل‬ُ ‫ قَ َل َر‬:َ‫ع ْن أَبِي ُح َميْد أَ ْو َح ِم ْيدَة قَال‬ َ ‫َو‬
ُ ‫ظ َر ِم ْن َها إِذَا َكانَ إِنَّ َما يَ ْن‬
‫ظ ُر إِلَ ْي َها‬ ُ ‫علَ ْي ِه أَ ْن يَ ْن‬
َ ‫ام َرأَةَ فَ ََل ُجنَا َح‬
ْ ‫ب أَ َح ِد ُك ْم‬
َ ‫ط‬ َ ‫َخ‬
11 َ َ َ ْ
)‫ َو إِ ْن َكانَت ال ت ْعل ْم‬,‫طبَ ِة‬ ْ ‫ِل ِخ‬
Artinya:
Dari Abi Humaid atau Hamidah berkata: Rasulullah SAW bersabda:”Jika
salah satu diantara kalian mengkhitbah wanita maka tidaklah berdosa baginya
untuk melihatnya, sesungguhnya meliahat kepadanya untuk keperluan
khitbah, walaupun wanita tersebut tidak kamu ketahui”. (HR Imam Ahmad)
Jadi para ulama telah bersepakat akan kenolehan melihat wanita yang di
khitbah dengan niat ingin menikahinya, akan tetapi berbeda pendapat dalam
miqdar atau Batasan kadar bolehnya melihat kepada tubuh wanita.
Para Sebagian besar Fuqoha berpendapat bahwa bagi laki-laki yang
mengkitbah wanita hendaknya melihat wanita dengan batasan wajah dan
kedua telapak tangan saja.12 Karena dengan melihat wajah dan tangan sudah
mewakili apa yang di minta(untuk dilihat) baik itu akan kecantikanya atau
kekuranganya. Adapun melihat wajah maka mewakili kecantikannya, Adapun

10
Muhammad Ibn Isma’il al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salam Syarh Bulug al-maram(Kairo: Dar
al-Hadits,tt)Jilid 3 Hal. 112-113
11
Muhammad ibn ‘Ali Asy-Syaukani, Nail al-Autar syarh Muntaqa al-Akbar.)Kairo: Dar al-Hadits,
1993M/1413H(Jilid 6 Hal. 110
12
Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqh al-Islamy wa Qadhaya al-Mu’ashirah (Beirut: Dar Fikr Islamy,
2010),jilid 8 Hal. 36-37

9
melihat kedua telapak tangan untuk melihat contoh anggota badanya yang
lain.
Imam Abu Hanifah berpendapat membolehkan melihat kepada kedua
kakinya. Adapun Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bolehnya melihat
kepada anggota tubuh yang biasa di gunakan dalam bekerja, dan anggota
badan tersebut adalah: wajah, leher, tangan, kaki, kepala dan betis. Karena
belia berpendapat ada kebutuhan untuk melihatnya
Adapun Daud Ad-Dhohiri berpendapat bahwa boleh melihat kepada
seluruh anggota badan, karena berhujjah mengartikan matan hadits Undzur
ilaiha secara tekstual. Dan pendapat ini munkar dan syad, dan bisa
menimbulkan kemafsadatan lebih besar.13
Dalam hal kapan diperbolehkanya melihat wanita yang di khitbah dan
syaratnya ulama berbeda pendapat:
Imam Syafi’I Rahimahullah berpendapat waktu yang di bolehkan seorang
laki-laki melihat wanita yang dikhitbah adalah sebelum melaksanakan proses
khitbah, dan mensyaratkan secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengatahuan
wanita tersebut, sebagai bentuk menghormati muru’ah kemuliaan wanitanya
dan keluarganya. Jika merasa takjub maka bersegeralah menemui keluarganya
untuk mengkhitbahnya.
Imam Malik Rahimahullah berpendapat boleh melihat wajah dan
kedua telapak tanganya sebelum akad.menelisik hakikat dari perkara tersebut
dengan sepengatahuan wanita dan walinya. Dan melihatnya boleh dengan
dirinya sendiri atau diwakilkan.14
(b) Tidak melamar wanita yang telah dilamar laki-laki lain
Hal penting lain yang mesti di perhatikan adalah tidak boleh mengkhitbah
wanita yang telah terkhitbah terlebih dahulu oleh laki-laki lain, selama telah
sempurna ijab nya atau pinangan sang laki-laki yang pertama. Telah berijma’
Ulama atas haramnya mengkhitbah perempuan yang telah terkhitbah oleh
laki-laki lain.selama telas sempurna khitbahnya, maka haram baginya
mengkhitbah, dan jika memaksakan untuk mengkhitbah, maka dia telah
berdosa.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW.

13
Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqh al-Islamy wa Qadhaya al-Mu’ashirah (Beirut: Dar Fikr Islamy,
2010),jilid 8 hal 37
14
Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqh al-Islamy wa Qadhaya al-Mu’ashirah (Beirut: Dar Fikr Islamy,
2010),jilid 8 hal 39

10
َ َ‫عيَ ْينَة‬
‫ع ْن‬ ُ ‫س ْفي‬
ُ ‫ًان ْب ُن‬ ُ ‫س ْه ٍل قَاالَ َحدَّثَنَا‬ َ ‫س ْه ُل ْب ُن أَبِي‬
َ ‫ار َو‬ َ ‫َحدَّثَنَا ِهشَا ُم ب ُْن‬
ٍ ‫ع َّم‬
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫لَّلا‬ ِ َّ ‫س ْو ُل‬
َ ‫لَّلا‬ ُ ‫ قَال َر‬:َ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ قَال‬ َ ‫ب‬ ِ َّ‫سي‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫س ِع ْي ِد ب ِْن ُم‬ َ ِ ‫الز ْه ِري‬ ُّ
ْ ‫علَى ِخ‬
.‫ط َب ِة أَ ِخ ْي ِه‬ َ ‫الر ُج ُل‬
َّ ْ‫طب‬ ُ ‫سلَّ َم الَ َي ْخ‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Hisyam nin Ammar dan Sahl bin Abu
Sahl keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan nin Uyainah dari
Az-Zuhri dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: “ Janganlah seorang laki-laki meminang pinangan saudaranya.” (HR
Ibnu Majah)
Dalam hadits di atas secara jelas pelarangan atas mengkhitbah wanita yang
telah di khitbah laki-laki lain. Akan tetapi jika belum sempurna khitbah laki-laki
pertama dalam artian masih dalam pertimbangan atau musyawarah antara
menerima pinangan atau menolaknya, maka pendapat yang kuat adalah tidak
haram, akan tetapi makruh menurut pendapat Imam Abu Hanifah.
Dan mayoritas membolehkannya mengkhitbah wanita selama masih dalam
pertimbangan mengambil dalil dari cerita bahwasanya Fatimah binti Qois di
khitbah oleh 3 orang laki-laki, yaitu: Mu’awiyah, Abu Jahm bin Hudzafah, dan
Usamah bin Zaid, setelah di talak oleh suaminya Abu Umar bin Hafs bin
Mughirah dan telah selesai masa iddahnya15. Lalu Fatimah binti Qais pergi untuk
menemui Rasulullah dan bersabda:

‫ أَ ْن ِك ِحي‬,ُ‫صعَلُ ْو ِك َال َمال لَه‬


َ َ‫ َو أَ َّما ُمعَا ِويَةَ ف‬,ُ‫عاتِقَه‬
َ ‫ع ْن‬
َ ُ‫صاه‬
َ ‫ع‬ َ َ‫(أَ َّما أَب ُْو َج ْه ِم فَ ََل ي‬
َ ‫ض ْع‬
16
)‫سا َمةَ ب ِْن زَ يْد‬ َ ُ‫أ‬
Artinya:
“Adapun Abu Jahm, ia tidak pernah meletakan tongkatnya dari pundaknya,
Adapun Mu’awiyah akan membuatmu dalam keadaan sulit karena tidak
mempunyai harta. Nikahlah dengan Usamah bin Zaid.”
Mengambil makna penjelasan dari hadits diatas, Abu Jahm adalah seorang
laki-laki yang ber watak keras, suka merantau dan berwatak keras sehingga sering
berpergian dan meninggalkan istrinya, sedangkan Rasulullah menolak Mu’awiyah
karena tidak memiliki harta, tetapi bukan berarti harta sebagai pilihan utama
dalam memilih pasangan. Karena Rasulullah SAW memilih kecocokan karakter

15
Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqh al-Islamy wa Qadhaya al-Mu’ashirah (Beirut: Dar Fikr Islamy,
2010),jilid 8 hal. 26
16
Muhammad Ibn Isma’il al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salam Syarh Bulug al-maram(Kairo: Dar
al-Hadits,tt)Jilid 3 Hal.129

11
dalam memilih pasangan, dan pasangan yang cocok dengan Fatimah bin Qois
adalah Usamah bin Zaid.
Maka dari itu kisah dalam hadits di atas menjadi dalil bahwasanya boleh
mengajukan khitbah lebih dari satu selama wanita belum menerima pinangan
salah satu dari laki-laki yang meminang.
(c) Khitbah seorang wanita kepada seorang laki-laki
Khitbah pada lazimnya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap wanita,
tetapi tidak ada larangan wanita melamar laki-laki.17 Sebagaimana dibolehkan
pula bagi wali wanita itu untuk menawarkan pernikahanya pada laki-laki.
Sama saja apakah laki-laki tersebut jejaka atau beristri.
Seroang wanita boleh mengungkapkan sendiri keinginanya untuk menikah
dengan seorang laki-laki dan meminta untuk dinikahi, namun harus tetap
berpijak pada nilai-nilai yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Islam dan
keinginan tulus untuk memelihara kesucian dan kehormatan diri.18
Dalam sejarah menyebutkan Ketika Khadijah terkesan dengan
keistimewaan yang dimiliki Rasulullah SAW, mengagumi akhlak dan
kejujuran Nabi SAW. Semua prilaku dan sifatnya di laporkan Maisarah19
kepada Khadijah.
Setelah memantapkan hatinya, Khadijah ra meminta kepada sahabatnya
Nafisah binti manyah20 untuk menyampaikan Hasrat hati Khadijah. Nafisah
pun mendatangi Rasulullah SAW untuk menyampaikan maksud Khadijah,
yaitu untuk menikahinya. Maksud Hasrat itu pun dipenuhi Nabi SAW. Ia
menyetujui untuk kenikahi Khadijah ra. Setelah terjadi dialog, Kemudian
Nafisah pun menyampaikan hasil dialognya kepada Khodijah.
Penjelasan diatas memberi pemahaman bahwa bila seorang wanita hendak
atau menginginkan untuk menikah dengan seorang laki-laki yang disukainya
maka boleh menyampaikan hasratnya tersebut. Penyampaian maksud tersebut
bisa diwakili oleh seorang yang dipercaya. Kemudian Nabi Muhammad SAW
menyampaikan kepada pamanya untuk menikahi Khadijah, merekapun
mendatangi keluarga dari Khadijah untuk melakukan Khitbah(pinaangan).21

17
Abu Al-Ghifari, Pacaran Yang Islami Adakah? (Bandung: Mujahid Press, 2003),hal. 494
18
Abu Al-Ghifari, Pacaran Yang Islami Adakah?. Hal. 124
19
Muharrahman, Muhammad dan Khadijah:Satu konsep Hukum Pernikahan Sebelum Risalah
Islam, Petita, vol 2, Nomor 1, April 2017 http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index.
ISSN-P: 2502-8006 di akses:25 februari 2021
20
Martin Ligs, Muhammad(Kuala Lumpur: Foundation for Traditional Studies, 1983),h.35.
21
Syaifurrahman Mubarakfury, al-Rahiqul Makhtum (Cet. I: Riyad: Kantor Dakwah dan Bimbingan
Bagi Pendatang al-Sulay, 2005),h. 16.

12
Imam Bukhari mencantumkan satu bab yang berkenaan dengan masalah
ini dengan judul bab Ardh al-Mar’ah Nafsaha ‘ala al-Rijali al-Shalih (Bab
tentang Perempuan yang Menawarkan dirinya untuk dinikahi Pria yang
shalih).22
Dikisahkan dalam hadits Nabi SAW:

‫ت‬ْ ‫لَّلاُ َيقُ ْو ُل َجا َء‬


َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫سا َر‬ ً َ‫س ِم َع أَن‬َ ُ‫س ِم ْعتُ ثَا ِبتًا أَنَّه‬َ ‫سدَّدُ حدَّثَنَا َم ْر ُح ْو ٌم‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
ٌ‫ت ه َْل لَكَ َحا َجة‬ ْ َ‫س َها فَقَال‬
َ ‫علَ ْي ِه نَ ْف‬
َ ‫ض‬ ُ ‫سلَّ َم تَ ْع ِر‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫لَّلا‬ َ ‫ام َرأَة ٌ ِإلَى النَّ ِبى‬ ْ
‫صلَّى‬َ ‫س ْو ِل‬ ُ ‫علَى َر‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ض‬ َ ‫ع َر‬ َ ‫ي َخي ٌْر ِم ْن ِك‬ َ ‫ت ت ْبنَتُهُ َما أَقَ َّل َحيَا َءهَا فَقَا َل ِه‬ ْ َ‫ي فَقَال‬َّ ِ‫ف‬
23
َ ‫سلَّ َم نَ ْق‬
‫س َها‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ُ‫لَّلا‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada
kami Marhum saya mendengar Tsabit bahwa dia mendengar Anas ra. berkata:
“Seorang wanita dating kepada Nabi saw. Menawarkan dirinya, katanya:
“Apakah engkau membutuhkanku?” ,aka anak perempuan (Anas bin Malik)
berkata : “ Alangkah sedikit malunya perempuan itu” Anas bin Malik berkata:
“Ia lebih baik darimu, dia tawarkan disinya kepada Rasulullah saw.” (HR al-
Bukhari)
c. Aturan Khitbah dalam Islam dan Hikmahnya
Berbicara mengenai khitbah, khitbah sendiri memiliki beberapa aturan yang
mesti di penuhi, salah satunya adalah syarat khitbah. Syarat khitbah terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Syarat Mustahsinah
Syarat Mustahsinah adalah syarat yang berupa anjuran seorang laki-laki yang
akan meminang wanita agar ia meneliti lebih dahulu wanita yang akan
dipinangnyaitu. Apakah sudah sesuai dengan keinginanya apa belum,
sehingga nantinya dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga yang
Sakinah mawaddah wa rahmah.24
Syarat mustahsinah ini bukan merupakan syarat wajib yang dipenuhi
sebelum peminangan dilakukan, akan tetapi hanya berupa anjuran dan menjadi
kebiasaan yang baik saja. Tanpa ada syarat mustahsinah peminangan tetap
sah.

22
Abd Nashir Taufiq al-Athar, Saat Anda Meminang (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001),h.25.
23
Muhammad Ibn Isma’il Abu ‘Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 8 (Cet II: Bairut: Dar
Ibni Katsir, 1987/1407)h. 29
24
Hady Mufa’at Ahmad, Fikih Munakahat (t.tt Duta Grafika, 1992), h. 37.

13
Adapun syarat mustahsinah yaitu:
(a) Wanita yang dipinang itu hendaknya setara atau sekufu’ dengan laki-laki
yang meminangnya, seperti sama dalam agamanya, ilmunya, hartanya,
bentuknya. Adanya keserasian yang harmonis kehidupan suami-istri
sangan menunjang untuk tercapainya tujuan dari suatu pernikahan.25
(b) Wanita yang dipinang hendaklah mempunyai sifat kasih sayang dan bisa
memberikan keturunan
(c) Sebaiknya mengetahui keadaan jasmani, budi pekerti dan sebagainya dari
wanita yang dipinang. Sebaliknya wanita yang dipinang harus mengetahui
pula keadaan laki-laki yang akan meminangnya.26

2. Syarat Lazimah
Syarat Lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan
dilakukan.27 Dengan demikian sahnya peminangan tergantung dengan
adanya syarat-syarat lazimah. Yang dimaksud syarat lazimah yaitu:
(a) Wanita yang dipinang tidak dalam pinangan laki-laki lain atau sedang
dipinang oleh laki-laki lain, sampai laki-laki tersebut telah melepaskan
hak pinanganya28
(b) Wanita yang tidak dalam masa iddah. Haram hukumnya meminang
seorang wanita yang dalam masa talak raj’i. apabila wanita dalam
masa iddah raj’I yang lebih berhak mengawininya Kembali adalah
bekas suaminya. Kaitanya dengan hukum haram lamaran atau
pinangan, dibagi menjadi tiga:
1) Boleh dilamar wanita yang diceraikan dan belum disetubuhi, sebab
wanita tersebut sama sekali tidak masuk dalam hitungan iddah
menurut kesepakatan para Ulama.
2) Wanita yang tidak boleh dilamar atau dipinang baik isyarat
maupun secara terang-terangan, yaitu wanita yang ditalak raj’i,
karena masih dalam hukum wanita yang diperistri.
3) Wanita yang boleh dilamar atau dipinang dengan isyarat, tapi tidak
boleh terang-terangan, yaitu wanita pada masa iddah karena
suaminya meninggal dunia.29
4) Wanita yang dilamar atau dipinang itu tidak berada dalam ikatab
pernikahan dengan laki-laki lain.30 Contoh dari ucapan terang-

25
Hady Mufa’at Ahmad, Fikih Munakahat, h 37-38
26
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),h.
35.
27
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 33.
28
A. Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998),h. 65
29
Busainan al-Sayyad al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002),
h. 54-55
30
Muhammad Ali al-Sabuni, Pernikahan Dini (Kairo: Pustaka al-Naba, 2002), h. 57.

14
terangan dan sindiran dalam pinangan seperti, Bahasa terus terang
yaitu: “ Bila kamu dicerai oleh suamimu saya akan mengawinimu”.
Atau dengan Bahasa sindiran seperti: “Jangan khawatir dicerai
suamimu, saya akan melindungimu”.

d. Khitbah dalam adat Indonesia


Adat dalam KBBI merupakan aturan yang lazim dilakukan sejak
dahulu kala/cara yang sudah menjadi kebiasaan sedangkan istiadat yakni
tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi sat uke generasi
lain sebagai warisan.31 Dalam artian bahwa adat merupakan kebiasaan
yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat.
Kegiatan pranikah dan upacara perkawinan mencerminkan aplikasi
agama dan budaya/adat. Meskipun dewasa ini sudah banyak upacara adat
yang ditinggalkan oleh masyarakat umumnya dalam satu daerah karena
adanya kecendrungan kea rah efektifitas, efisiensi, biaya dan lainya. 32
Prosesi adat dalam mengkhitbah yang dilakukan di Indonesia
berbeda-beda tergantung pada suku dan daerah masing-masing, yaitu di
antaranta:
1. Daerah Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan terdapat banyak adat perkawinan sesuai
dengan suku dan kepercayaan masyarakat. Bagi orang bugis-makassar
sebelum melaksanakan lamaran dilakukan pendekatan kepada orang
tua/gadis yang akan dilamar (mammanu-manu’) kemudian setelah itu
dilaksanakan prosesi melamar ‘assuro’(Makassar) dan madutta(Bugis).
Jika lamaran diterima, dilanjutkan dengan proses membawa uang lamaran
dari pihak laki-laki yang akan dipakai untuk acara pesta perkawinan oleh
pihak perempuan ini disebut dengan ‘mappenre dui’(Bugis) atau ‘appanai
leko caddi’(Makassar) pada saat mengantarkan uang lamaran kemudian
ditetapkan hari baik untuk acara pesta perkawinan yang ditetapkan oleh
kedua belah pihak.33
2. Daerah Jawa
Melamar wanita Jawa untuk dijadikan pendamping hidup dalam berumah
tangga memilik beberapa tahapan yang biasanya akan di lakukan oleh
keluarga calon mempelai pria. Tahapan-tahapan ini dilakukan untuk

31
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi III (Cet. II: Jakarta Balai Pustaka, 2002), h. 145
32
33
Wahyuni, Sosiologi Bugis Makassar (Cet. I: Makassar: Alaudin University Press, 2014), h.141.

15
membicarakan dan memastikan kesediaan keluarga wanita yang ingin
dinikahi hingga proses tembung atau melamar.
Secara garis besar Langkah-langkah dalam melamar wanita
menurut adat Jawa diantaranya adalah:34
a. Proses cangkog, merupakan sebuah proses dimana keluarga calon
pengantin pria mengutus seorang duta/perwakilan untuk menanyakan
dan mendapatkan berbagai informasi mengenai kondisi calon
pengantin wanita yang akan dilamar. Bisa berupa status perkawinan,
kesiapan calon wanita hingga rencana pelamaran. Pada proses ini
pihak mempelai wanita bisa memberikan jawaban atau menunggu
beberapa hari.

b. Proses salar. Acara biasanya dilakukan Ketika proses cangkog pihak


duta/perwakilan dari keluarga mempelai pria belum mendapatkan
jawaban dari pihak keluarga calon mempelai wanita. Pada proses
inilah pihak mempelai pria sudah mendapatkan kepastian apakah
kedua mempelai dapat disatukan atau tidak.

c. Proses nontoni. Proses nontoni ini merupakan pertemuan pertama


antara calon mempelai pria dan wanita setelah disetujui oleh pihak
mempelai wanita, seperti diketahui pada zaman dahulu, pernikahan
sering kali tidak dilakukan tanpa proses pacarana terlebih dahulu.

d. Proses ngelamar atau sering disebut lamaran ini merupakan proses di


mana orang tua calon mempelai pria mengutus seseorang untuk
melamar wanita sekaligus menentukan waktu yang tepat untuk
melakukan acara pernikahan.

e. Hikmah dari Khitbah

Menguatkan hati kedua calon pasangan yang akan melakukan


khitbah oleh karena itu untuk menguatkan/memantapkan hati
keduanya maka keduanya dibolehkan untuk melihat/memandang
terlebih dahulu, hal ini dibolehkan agar tidak adanya penyesalan yang
akan terjadi setelah akad itu dilakasanakan.

34
Kosolo.com Tatacara Melamar Wanita Menurut Adat Jawa
https://www.google.co.id/amp/kesolo.com/tata-cara-melamar-wanitamenurut-adat-jawa.
(diakses 23 februari 2021)

16
F. PENUTUP

a. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada subab sebelumnya dapat dibuat poin-poin
kesimpulan sebagai jawaban dari masalah yang dibahas.
1. Klasifikasi hadits yang dipaparkan terkait dengan khitbah menjadi
bentuk dari khitbah itu sendiri, yakni: hadits tentang khitbah, hadits
tentang larangan mengkhitbah di atas pinangan orang lain dan hadits di
bolehkanya memandang wanita yang dikhitbah.
2. Analisis Terhadap Hadits Khitbah dalam prespektif hadits nabi SAW.
Peminangan adalah kegiatan upaya kea rah terjadinya hubungan
perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita atau seorang
laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya,
dengan cara-cara yang ma’ruf.
3. Aturan-Aturan dalam khitbah dalam prespektif Hadits Nabi SAW.
Secara syar’i perempuan yang boleh dikhitbah memiliki beberapa
syarat, yakni:
a. Bukan perempuan yang haram untuk dinikahi maksudnya haram
karena hubungan nasab(keturunan), karena saudara sesusuan dan
haram karena mushoharoh.
b. Bukan perempuan yang sedang menjalani masa ‘iddah baik itu
iddah karena talak raj’i, karena talak ba’in, karena Khulu’Fasakh
atau karena kematian suami.
c. Bukan perempuan yang sudah dikhitbah oleh laki-laki lain, hal ini
diharamkan jika mengkitbah wanita yang sudah di khitbah terjadi
pada kasus dimana kedua belah pihak telah sama-sama sepakat
tentang mahar, telah saling ridha dan yang tersisa hanya proses
akad saja.
d. Tidak berkhalawat atau bahkan menyentuh sebelum atau sesudah
khitbah itu dilakasanakn.

b. Implikasi makalah
Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran atau dapat menambah informasi dan memperkaya khazanah,
khususnya dalam mengkhitbah.
Untuk umat Islam secara umum memberikan pemahaman hadits
tentang mengkhitbah. Melalui pemahaman tersebut diharapkan
masyarakat lebih memahami konsep khitbah menurut hadits Nabi
SAW. sehingga bisa mengetahui batasan-batasan sebelum dan setelah
dikhitbah.

17
c. Saran
Dalam makalah ini, mungkin masih banyak terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu saran kami untuk para pembaca agar bisa
membaca dan memperkaya literatur lain yang bersinggungan dengan
pembahasan khitbah agar lebih berkembang bahasanya, khususnya
dalam Hukum Perdata di Indonesia dan permasalahan-permasalahan
yang muncul didalam prakteknya. Dan juga memperdalam lagi tentang
darajat hadits tersebut dan men-takhrijnya beserta ilmu jarh wa ta’dil.
Dengan harapan tersebut bisa memperkaya dan melengkapi makalah
sudah kami sampaikan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Maktabah al-Fatih. 2015. Al-Quranul Karim Terjemahan perkata Jakarta: Maktabah


al-fatih Rasyid Media

Kementrian Agama. 2012. Tafsir Ilmi: Seksualitas dalam perspektif al-Qur’an dan
Sains.Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an

Ghozali, Abdul Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta:kencana.

al-Bukhari, Muhammad Ibn Isma’il Abu ‘Abdullah. 1987/1407. Shahih al-Bukhari.


Bairut: Dar Ibnu Kasir

Takiariawan,Cahyadi. 2004. Izinkan Aku Memingangmu. Solo: Era Intermedia.

Zuhaily,Wahbah. 2010. Mausu’ah Fiqh al-Islamy wa Qadhaya al-Mu’ashirah . Beirut:


Dar Fikr Islamy.

Sahla , Abu dan Nazara,Nurul. 2011. Buku Pintar Pernikahan. Jakarta: Belanoor.

Asy-Syaukani, Muhammad ibn ‘Ali. 1993M/1413H. Nail al-Autar syarh Muntaqa al-
Akbar. Kairo: Dar al-Hadits.

as-San’ani,Muhammad Ibn Isma’il al-Kahlani. Tt. Subul as-Salam Syarh Bulug al-
maram. Kairo: Dar al-Hadits.

Al-Ghifari, Abu.2003. Pacaran Yang Islami Adakah? .Bandung: Mujahid Press.

Ligs,Martin.1983. Muhammad.Kuala Lumpur: Foundation for Traditional Studies

Mubarakfury,Syaifurrahman.2005. al-Rahiqul Makhtum .Riyad: Kantor Dakwah dan


Bimbingan Bagi Pendatang al-Sulay

al-Athar, Abd Nashir Taufiq. 2001. Saat Anda Meminang.Jakarta: Pustaka


Azzam.

Ahmad,Hady Mufa’at.1992.Fikih Munakahat. t.tt Duta Grafika

Mukhtar,Kamal.1993. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan .Jakarta:


Bulan Bintang.

A. Rofiq. 1998. Hukum Islam di Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

al-Sabuni, Muhammad Ali.2002. Pernikahan Dini.Kairo: Pustaka al-Naba

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2002.


Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka

19
Wahyuni.2014. Sosiologi Bugis Makassar.Makassar: Alaudin University Press.

20

Anda mungkin juga menyukai