Namun demikian, menurut hukum Islam tidak setiap laki-laki dibolehkan kawin dengan setiap
perempuan. Ada di antara perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki tertentu karena antara
keduanya terdapat penghalang perkawinan yang dalam fiqh munakahat disebut dengan mawani’ an-
nikah.
Dimaksud dengan penghalang perkawinan atau mawani’ an-nikah yaitu hal-hal, pertalian-pertalian
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang menghalangi terjadinya perkawinan dan
diharamkan melakukan akad nikah antara keduanya.
Ibnu Rusyd membagi penghalang perkawinan menurut hukum Islam menjadi dua bagian, yaitu: (1).
Mawani’ muabbadah ( = )موانع مؤبدةpenghalang perkawinan yang bersifat selamanya, (2) Mawani’
gaeru muabbadah (مؤبدة =)موانع غيرpenghalang perkawinan yang bersifat sementara. Ada juga yang
menyebut dengan istilah mahram muabbad (haram bersifat selamanya) dan mahram muaqqat (haram
untuk sementara waktu). Dimaksud dengan penghalang perkawinan yang bersifat selamanya ialah
sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan tidak boleh melakukan
perkawinan. Adapun yang dimaksud dengan penghalang perkawinan yang bersifat sementara ialah
larangan kawin antara laki-laki dan perempuan itu berlaku dalam keadaan dan waktu tertentu; suatu
saat apabila keadaan dan waktu tertentu itu sudah berubah maka tidak lagi dilarang.
Lebih lanjut Mawani’ muabbadah, dibagi lagi kepada: yang disepakati dan yang diperselisihkan.
Adapun yang disepakati ada tiga, yaitu: (a) karena hubungan nasab, (b) karena hubungan musaharah,
dan (c) karena hubungan persusuan, sedangkan yang diperselisihkan ialah: (a) penghalang karena zina,
(b) penghalang karena sumpah li’an.
Mawani’ gaeru muabbadah ada 9, yaitu: (a) mani’u al-‘adad (penghalang karena bilangan isteri);
(b) mani’u al-jam’u (penghalang karena permaduan); (c) mani’u ar-riqqi (penghalang karena
perbudakan); (d) mani’u al-kufri (penghalang karena kekufuran); (e) mani’u al-ihram (penghalang
karena sedang ihram); (f) mani’u al-marad (penghalang karena sakit,; (g) mani’u al-iddah (penghalang
karena menjalankan iddah); (h) mani’u tatliqu salasan (penghalang karena talak tiga), dan (i). mani’u
az-zaujiyyah (penghalang karena ikatan perkawinan).
حرمت عليكم امهاتكم وبناتكم.)22( … وال تنكحوا مانكح اباؤكم من النسآء االّ ما قد سلف
واخواتكم وعماتكم وخاالتكم وبنات االخ وبنات االخت وامهاتكم التى ارضعنكم واخواتكم من
ّ الرضاعة وامهات نسآئكم وربآئبكم التى فى حجوركم من النسآئكم التى دخلتم
بهن فإن لم
ّ تكونوا دخلتم
بهن فال جناح عليكم وحآلئل ابنآئكم الذين من اصالبكم وان تجمعوا بين االختين
( االّ ما قد سلف ان هللا كان غفورا رحيما23)
a. Karena ada hubungan nasab. Dari ayat di atas, wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan
nasab ialah:
1). Al-ummahaat (ibu kandung), termasuk al-ummahat ialah ibunya ibu (nenek) dst ke atas.
2). Al-banaat (anak perempuan kandung), termasuk al-banaat ialah cucu perempuan dst ke bawah
3). Al-Akhawaat (saudara perempuan), baik saudari perempuan sekandung, seayah, amupun seibu
4). Al-‘ammaat (saudari perempuannya ayah), baik sekandung, seayah, maupun seibu
5). Al-khaalaat (saudari perempuannya ibu), baik sekandung, seayah, maupun seibu
6). Banaatul akhi (anak perempuannya saudara laki-laki/keponakan dari saudara laki-laki)
7). Banaatul ukhti (anak perempuannya saudari perempuan/keponakan dari saudari perempuan).
b. Karena ada hubungan musaharah. Adapun perempuan yang diharamkan karena ada
hubungan musaharah (persemendaan) ialah:
1). Zaujatu al-abi (isteri ayah/ibu tiri): النساء والتنكحوا ما نكح اباؤكم من. Para fuqaha sepakat bahwa
semata-mata akad (sekalipun belum terjadi hubungan seksual antara ayah dengan isterinya) sudah
mengakibatkan keharaman menikahi ibu tiri.
2). Zaujatu al-ibni (steri anak/menantu): اصالبكم وحآلئل ابنآئكم الذين من. Para fuqaha sepakat bahwa
semata-mata akad sudah mengakibatkan keharaman menikahi menantu
2. Penghalang perkawinan yang bersifat selamanya tetapi masih diperselisihkan oleh para fuqaha
a. Mani’u az-Zina (Penghalang perkawinan karena perbuatan zina). Dimaksud dengan mani’u az-zina
di sini ialah bahwa perbuatan zina itu menjdi penghalang bagi perkawinan, sehingga diharamkan orang
yang bersih dari zina mengawini wanita pezina. Dasar hukumnya ialah firman Allah surat an-Nur ayat
3:
:الزانى ال ينكح إالّ زانية أو مشركة والزانية ال ينكحها إال زان او مشرك وحرم ذلك على المؤمنين (النور
)3
Maksud ayat di atas ialah tidak pantas orang yang beriman kawin dengan wanita yang berzina, demikian
pula sebaliknya. Para ulama berbeda pendapat tentang haram atau tidaknya laki-laki mu’min
mengawini wanita pezina. Penyebab perbedaan pendapat dalam masalah ini ialah apakah larangan
dalam ayat 3 surat an-Nisa di atas sebagai celaan atau menunjukkan keharaman. Lebih lanjut, apakah
lafadz dzalika dalam firman Allah di atas (wa hurima dzalika) itu menunjuk kepada zina atau
nikah. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa bahwa ayat 3 surat an-Nisa’ itu menunjukkan dzam (celaan)
bukan mengharamkan. Hal ini harus dihubungkan dengan hadits yang menerangkan bahwa seorang
sahabat menghadap Nabi dan mengemukakan bahwa isterinya tidak menolak tangan laki-laki lain yang
memegangnya , kemudian Nabi memerintahkan agar isteri yang demikian itu dicerai saja. Sahabat
menjawab bahwa ia masih mencintainya. Kemudin Nabi menyuruh agar isteri yang demikian itu tetap
dipelihara……
b. Mani’u Li’an (Penghalang perkawinan karena sumpah li’an). Sumpah li’an yaitu sumpah yang
dilakkan oleh suami terhadap isterinya karena suami menuduh isterinya berbuat zina dengan laki-laki
lain atau suami mengingkari kehamilan isteri dari perbuatannya. Tuduhan zina atau pengingkaran
kehamilan itu dilakukan dengan cara suami mengucaqpkan empat kali dan sumpah/peraksian dan
sumpah yang kelima disertai sumpah bahwa tuduhnnya itu benar, suami bersedia menerima laknat Allah
kalau jika tuduhannya itu bohong. Atas tuduhan suaminya itu, isteri dapat terbebas dari sanksi pidana
zina apabila ia mau bersumpah empat kali bahwa tuduhan suaminya itu bohong dan sumpahnya yang
kelima disertai pernyataan bahwa ia bersedia menerima murka Allah jika tuduhan suaminya itu benar.
Dasar hukum sumpah li’an ialah firman Allah surat an-Nur ayat 6-8:
… الذين يرمون أزواجهم ولم يكن لهم شهداء إال انفسهم فشهادة احدهم اربع شهادات باهلل.
Setelah terjadi prosesi mula’anah (saling meli’an) antara suami isteri, maka terputuslah perkawinan
mereka. Setelah putus perkawinan itu apakah suami yang telah meli’an isterinya itu masih mungkin
kembali kepada isterinya dengan akad perkawinan yang baru, terdapat perbedaan pendapat di kalangan
ulama. Jumhur fuqaha, di antaranya imam Malik, imam asy-Syafi’I, as-Sauri, berpendapat bahwa
percerian antara keduanya bersifat selamanya sehingga antara keduanya tidak diperbolehkan kawin
untuk selamanya. Mereka beralasan dengan hadis Nabi:
فرق رسول هللا صلعم بين المتالعنين وقال حسبكما على هللا احدكما كاذب السبيل
“Rasulullah saw telah menceraikan di antara dua orang yang saling meli’an dan bersabda
“perhitunganmu diserahkan kepada Allah, salah seorang di antaramu adalah pembohong, tidak ada jalan
cara untukmu kembali keadanya”.
Sementara itu imam Abu Hanifah berpendapat bahwa antara keduanya bisa kembali membangu
perkawinan apabila salah seorang di antara keduanya mencabut sumpah li’annya.
Perempuan yang haram dikawini untuk sementara waktu
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perempuan yang diharamkan untuk sementara waktu ada 9 .
Akan tetapi tidak semua harus dijelaskan karena yang dulu dilarang, sekarang sudah tidak ada lagi
wujudnya, seperti perbudakan.
1. ( مانع العددpenghalang perkawinan karena bilangan isteri).
Dalam keadaan tertentu dan dengan syarat-syarat yang berat dibolehkan seorang laki-laki beristri lebih
dari seorang, yaitu dua, tiga, dan maksimal empat orang. Apabila seorang laki-laki sudah beristeri
empat orang, maka tidak diperbolehkan untuk menambah isteri lagi. Dengan demikian yang dimaksud
dengan penghalang perkawinan karena jumlah isteri ialah ketika seorang laki-laki sudah beristeri
empat orang maka perempuan yang manapun haram untuk dijadikan isteri yang kelima, karena batas
maksimal poligami adalah empat orang iseri, hal ini sebagamana disebutkan dalam firman Allah:
… )3 :وإن خفتم آن ال تقسطوا فى اليتمى فانكحوا ما طاب من النسآء مثنى وثالث ورباع… (النسآء
2. ( مانع الجمعpenghalang perkawinan karena permaduan).
Diharamkan laki-laki memadu antara dua orang perempuan bersaudara dalam satu waktu yang
bersamaan. Apabila mengawini mereka secara berganti-ganti, umpama seorang .laki-laki menikahi
seorang wanita tetapi kemudian isterinya itu meninggal atau dicerai, maka laki-laki itu boleh menikahi
adik atau kakak mantan isterinya Tidak diperbolekan juga mengumpulkan seorang wanita dengan
bibinya (‘ammah maupun khalah). Larangan mengumpulkan dua orang wanita yang mempunyai
hubungan nasab dalam satu perkawinan, seperti disebutkan di atas adalah didasarkan kepada:
a. Surat an-Nisa’ ayat 23 di atas: االختين وأن تجمعوا بين
b. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah:
ى صلعم نهى أن تجمع بين إمرأةٍ وع ّمتها وبين أمرأةٍ وخالتها
ّ أن النب
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang mengumpulkan (sebagai isteri) antara seorang
wanita dengan ‘ammahnya dan antara seorang wanita dengan khalahnya.”
3. ( مانع الكفرpenghalang perkawinan karena kekafiran).
Wanita muslimah hanya boleh kawin dengan laki-laki muslim dan tidak boleh kawin dengan laki-laki
kafir. Hal ini didasarkan kepada firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 221 dan surat al-Mumtahanah
ayat 10. Selain itu wanita muslimah yang dikawinkan dengan laki-laki kafir akan menggoyahkan
aqidah, membahayakan agama si wanita karena biasanya wanita mengikuti suaminya, termasuk
mengikuti agama suami dan suami akan menariknya kepada kekafiran. Laki-laki muslim dibolehkan
kawin dengan perempun muslimah atau kitabiyah, tidak boleh menikah dengan wanita kafir atau
musyrikah.
4. ( مانع االحرامpenghalang perkawinan karena ihram)
Orang yang sedang ihram haji ataupun umrah tidak boleh mengadakan akad nikah, baik untuk dirinya
ataupun orang lain. Aqad nikah yang dilakukan pada waktu ihram menjadi batal. Hal ini didasarkan
kepada hadis riwayat Muslim, bahwa Rasul bersabda:
ال يَ ْن َك ُح المحر ُم وال يُ ْنكح وال يخطب
Artinya: “Orang yang sedang ihram tidak boleh kawin, mengawinkan, dan meminang.”
Yang berpendapat bahwa orang yang sedang ihram tidak boleh melakukan akad nikah, tidak boleh
menikahkan ialahUmar bin Khattab, Ali, Ibn Umar, Zaid bin Tsabit, asy-Syafi’I, Ahmad. Adapun ulama
Hanafiyah membolehkan mengadakan akad perkawinan ketika sedang ihram, yang tidak diperbolehkan
ialah melakukan hubungan seksual selama ihram.
5. ( مانع العدةpenghalang perkawinan karena menjalani iddah)
Wanita yang sedang menjalani iddah, baik iddah cerai maupun iddah ditinggal mati haram dikawini
berdasarkan firman Allah surat al-Baqarah ayat 228 dan ayat 234
6. ( مانع الزوجيةpenghalang perkawinan karena ikatan perkawinan).
Yang dimaksud dengan penghalang perkawinan karena ikatan perkawinan bahwa perempuan yang
sedang terikat dalam tali perkawinan dengan seorang laki-laki haram dikawini oleh siapapun. Bahkan
perempuan yang sedang dalam perkawinan itu dilarang untuk dilamar baik secara jahr, terus-terang
ataupun secara sindiran, meskipun dengan janji akan dikawini apabila nanti diceraikan dan sudah habis
iddahnya. Keharaman ini berlaku selama suaminya masih hidup atau belum dicerai. Setelah suaminya
mati atau telah diceraikan, maka ia boleh dikawini oleh siapa saja. Keharaman mengawini perempuan
yang sedang bersuami ini didasarkan kepada firman Allah surat an-Nis ayat 24:
والمحصنات من النسآء إال ما ملكت ايمانكم
Dari ayat di atas menutup kemungkinan berlakunya perkawinan poliandri dalam Islam
1. نكاح الخدنyaitu suatu bentuk perkawinan yang terjadi antara seorang laki-laki dan perempuan secara
diam-diam, sembunyi-sembunyi, tidak melalui peminangan, tanpa ijab qabul, dan tanpa mahar,
melainkan secara lagsung antara keduanya hidup bersama sebagai suami isteri. Pada masyarakat
Indonesia, perkawinan yang demikian disebut “kumpul kebo”. Nikah al-khidn terjadi pada masa
jahiliyah dan kemudian dibatalkan oleh Islam, sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 25,
al-Maidah ayat 5
2. نكاح البدلyaitu bentuk perkawinan yang terjadi dengan cara tukar menukar isteri, misalnya seorang
laki-laki yang sudah beristeri menukarkan isterinya dengan isteri laki-laki laian, dengan menambah
sesuatu. Perkawinan jenis ini terjadi ada masa jahiliyah dan selanjutnya dibatalkan oleh Islam.
3. نكاح االستبضاعyaitu suatu perkawinan sementara yang terjadi antara seorang isteri yang telah bersuami
dengan laki-laki lain untuk mengambil benihnya. Apabila si wanita telah hamil, ia diambil kembali oleh
suaminya. Motif perkawinan demikian adalah untuk memperoleh anak yanh cerdas. Bentuk perkawinan
seperti ini terjadi apada jaman jahiliyah kemudian dibatalkan oleh Islam.
4. نكاح المتعةyaitu perkawinan ntuk sementara waktu, yaitu suatu bentuk perkawinan yang dalam akad
perkawinannya dinyatakan bahwa perkawinan itu berlaku untuk beberapa waktu tertentu, seperti satu
tahun, satu bulan, dan sebagainya. Oleh karena itu pula nikah mut’ah bisa disebut dengan nikah
mu’aqqat (nikah yang ditentukan waktu berlakunya).
Tentang nikah mut’ah ini pernah Rasulullah beberapa kali memberikan rukhsah, kemudian oleh beliau
diharamkan untuk selamanya. Jumhur ulama menetapkan keharaman nikah mut’ah, tetqapi golongan
Syi’ah membolehkannya.
Dalam nikah mut’ah dilihat dari unsure nikah tidak ada rukun yang dilanggar, akan tetapi dari segi
persyaratan ada yang tidak terpenuhi, yaitu ada masa tertentu bagi umur atau waktu perkawinan sebagai
batasan waktu, sedangan tidk adanya masa tertentu merupakan salah satu syarat dari akad perkawinan.
5. نكاح التحليلyaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang ditalak tiga oleh
suaminya. Perkawinan ini dimaksudkan agar setelah isteri ditalak oleh suami kedua dapat kawin lagi
dengan suami pertama . Dengan demikian nkah tahlil bertujuan menghalalkan bekas isteri kawin lagi
dengan bekas suaminya yang telah mentalak tiga.Pernikahan tahlil ini tidak menyalahi rukun yang telah
ditetapkan, akan tetapi karena niat orang yang mengawini itu tidak ihlas dan tidak untuk maksud
sebenarnya, perkawinan tahlil ini dilkarang oleh Nabi dan pelakunya, baik laki-laki yang menyuruh
kawin (muhallal lahu) atau laki-laki yang menjadi penghalal (muhallil) dilaknat oleh Rasulullah,
sebagaimana disebutkan dalam hadis:
ُلَعَنَ رسو ُل هللا صلعم ا َ ْل ُم َح ِّلّ َل َو ْال ُم َحلَّ َل َلََ ه
“Rasulullah saw melaknat muhallil (orang yang disuruh kawin) dan muhallal lahu (orang yang
menyuruh kawin)”
6. نكاح الشعارyaitu perkawinan dengan cara seorang laki-laki (wali) mengawinkan anak perempuannya
dengan laki-laki lain dengan syarat lelaki itu mengawinkan anak perempuannya dengan dia tanpa
adanya mahar. Nikah syigar merupakan tukar menukar anak peremuan tanpa maskawin. Yang tidak
terdapat dalam perkawinan demikian ialah mahar dan adanya syarat untuk saling mengawini dan
mengawinkan. Oleh karena itu nikah syigar dilarang oleh Islam, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
نهى رسو ل هللا صلعم عن الشغار
“Rasulullah saw melarang perkawinan syigar”