Dosen Pengampu:
Disusun oleh :
202031037
2020-2021
DAFTAR ISI
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang karena anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Riba” ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad saw, yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan
menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riba merupakan praktek ekonomi yang sudah dijalankan sama tuanya dengan
peradaban umat manusia. Sejak manusia hidup di bumi praktek-praktek riba sudah ada sesuai
dengan perkembangan masyarakatdalam hal ekonomi pada masa tersebut.
Islam sebagai agama sempurna,dan agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam
juga memberikan rambu-rambu dan regulasi berkaitan dengan praktek riba tersebut. Dalam
Al-Qur’an dan Hadist disebutkan secara jelas mengenai pengharaman dan manfaat di
haramkannya riba.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini
adalah “Riba”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya
pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Riba
2. sejarah riba
4. Jenis Riba
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar. (Zainuddin Ali,2008: 37). Menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta dari harga pokok atau modal secara batil
(Zainuddin Ali, 2008: 88). Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-
riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.
Adapun pengertian tambahan dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal
yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara ‘ , apakah tambahan itu berjumlah
sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan oleh Al-Quran . riba sering diterjemahkan orang
dalam bahasa inggris sebagai “usury’’ artinya “the act of lending money at an exorbitant or
illegal rate of interest” sementara para ulama fikih mendefinisikan riba dengan “kelebihan
harta dalam suatu muammalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya”.
Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat
transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang
jatuh tempo (Muhammad, 2000:147)
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang
merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual
beli , maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mu’ammalat
dalam Islam. Mengenai hal ini Allah mengingatkan dalam AL-Quran Surat An-Nisa’: 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
B. SEJARAH RIBA
Riba merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam
peradaban manusia. Beberapa fakar ekonomi memperkirakan bahwa riba telah ada sejak
manusia mengenal uang (emas dan perak). Riba dikenal sejak peradaban farao dimesir,
peradaban sumeria, babilonia dan Asyuriya di irak, dan peradaban ibrani di yahudi.
Termaktub dalam kitab perjanjian lama bahwa diharamkan orang yahudi mengambil riba dari
orang di luar yahudi1.
Tidak dapat dipastikan keberadaan di atas kecuali keberadaan riba pada peradaban
yahudi. Karena Al-Qur’an menjelaskan bahwa Bani israel (umat nabi musa As) melakukan
riba dan Allah pun melarang mereka memakan riba.
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik(yang dahulunya ) dihalalkan atas mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi(manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan
harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (An-Nisa : 160-161).
Dari kota thaif praktek riba menjalar ke kota mekah dan dipraktekan oleh bangsawan
kaum quraisy jahiliyah2. Maka riba marak dikota mekah. Sebagaimana yang kita ketahui
khutbah Rasulullah di arafah pada haji wada beliau bersabda:
“Riba jahiliyah telah dihapuskan. Riba pertama yang kuhapus adalah riba abbas bin abdul
muthalib sesungguhnya riba telah dihapuskan seluruhnya”. (HR. Muslim).
1. Badr Ad-Din Al-Ayni pengarang Umadatul Qori’ syarah Shahih Al-Bukhari. Prinsip
utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syari’ah riba berarti penambahan atas
harta pokok tanpa adanya transaski biaya riil. (Zainuddin Ali,2008: 89)
1
Dr. Abdullah Al-umrani, Al Manfa’atul fil Qardh, hal 86.
2
Dr. Rafiq al-Mishri, jami ushulurriba, hal 22
Imam Zarkasi dari mazab Hanafi Riba adalah tambahan yang disaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syari’ah atas penambahan
tersebut).
2. Raghib Al-Asfahani Riba adalah penambahan atas harta pokok.
3. Imam An-Nawawi dari Madzab Syafi’i (Zainuddin Ali, 2008: 90). Berdasarkan penjelasan
Imam Nawawi diatas,dapat dipahami bahwa salah satu bentuk riba yang dilarang oleh Al-
Quran dan As-Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam
dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.
4. Qatadah Riba, Jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga
waktu tertentu. Apabila telah dating saat membayar dan si pembeli tidak mampu
membayar, makan ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
5. Zaid Bin Aslam yang dimaksud dengan Riba Jahiliyah yang beramplikasi pelipatgandaan
sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat
jatuh tempo ia berkata “bayar sekarang atau tambah”.
6. Mujtahid, mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan
(tidak mampu membayar) sinpembeli memberikan “tambahan” atas tambahan waktu.
7. Ja’afar As-Shodiq dari kalangan Madzab Syi’ah Ja’far As-Shodiq berkata ketika ditanya
mengapa Allah SWT mengaharamkan riba supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan
karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman maka seseorang tadi
tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord
bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.
8. Imam Ahmad Bin Hambal. Pendiri madzab Hambali Imam Ahmad Bin Hambal ketika
ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu adalah sesorang memiliki
utang maka dikatakn kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak
mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas
penambahan waktu yang diberikan.
Secara garis besar dikelompokan menjadi dua . masing-masing adalah riba utang-
piutang dan riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi lagi menjadi riba jahiliyah dan
riba qardh riba hutang piutang (Riba Dayn). Sedangkan kelompok kedua riba jual beli terbagi
menjadi riba Fadhl dan riba Nasi’ah (riba Ba’i).
a) Riba Dayn
1. Riba Qardh
Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang disaratkan terhadap yang
berhutang (Muqtaridh). Contoh : Vina memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000
dan wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan uang ini tidak
jelas untuk apa.
2. Riba Jahiliyah
Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya tepat waktu yang ditentukan. Contoh : Misalnya menukarkan emas
bagus / baru dengan emas lama yang sama beratnya, akan tetapi emas yang bagus baru dapat
diterima setelah satu bulan dari waktu transaksi dilaksanakan. Misal lain: Bila A menukarkan
uang kertas pecahan Rp 100.000,- dengan pecahan Rp. 1.000,- kepada B, akan tetapi B pada
waktu akad penukaran hanya membawa 50 lembar uang pecahan Rp. 1.000,- , maka sisanya
baru dapat ia serahkan setelah satu jam dari saat terjadinya akad penukaran, perbuatan
mereka berdua ini disebut riba nasi’ah.
b) Riba Ba’i
1. Riba Fadhl
Adalah pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu termasuk jenis barang ribawi. Riba Fadhl tmbul
akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi
mistlin), sama kuantitasnya ( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bin
yadin). Pertukaran jenis ini mengandung gharar , yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak
akan masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak jelasan ini akan menimbulkan
tindak zalim terhadap salah satu pihak , kedua pihak, dan pihak-pihak lain.
Dasar hukum riba fadhl adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Muslim:
“Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar (kurma) dengan kurma, garam dengan garam,
kecuali sama jenis dan kadarnya dan sama sama tunai. Barang siapa yang menambah atau
meminta tambah, maka sesungguhnya dia telah melakukan riba. (H.R. Bukhori dan Ahmad)
Barang ribawi (yang terkena hukum riba)
1. Emas
2. Perak
3. Burr (Suatu jenis Gandum)
5. Kurma
6. garam
Contoh: 2 kg gandum yang bagus ditukar dengan 3 kg gandum yang sudah berkutu.
2. Riba Nasi’ah
Menurut Satria Efendi Riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal
yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam
tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si
peminjam. Riba Nasi’ah ini terjadi dalam hutang piutang (Satria Efendi, 1988 : 147).
Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1 bulan jika
pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000
Dalam kitam Fathul Mu’in, Riba dibagi 3 yaitu :
A. Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua barang yang sama
jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah Riba Qordh yaitu jika dalam utang kembali
pada pihak pemberi utang.
B. Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah dari akad sebelum serah
terima
C. Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua barang ma’qud ‘alaih
dalam penukarannya (Jual Beli).
E. HUKUM RIBA
Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang dan termasuk
dari salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses pelarangan riba dalam Al-Quran
tidak diturunkan oleh Allah swt. sekaligus melainkan diturunkan dalam 4 fase, yakni (Syafi’i
Antonio, 2007 2-4).
A. Fase pertama Al-Quran Surat Ar-Rum : 39
(“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian”)
itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
(“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat gandadan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”).
Yang dimaksud di sini ialah Riba Nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba
nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa (gila). Keadaan
mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal soleh, mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula mereka bersedih hati) ” .
“Hai orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba
(yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman.”
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa Allah
dan Rosulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula dianiaya).”
“Dan jika (orang yang berhutang ini) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui.”
Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi saw. telah bersabda “Riba
itu mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya), sama dengan orang yang berzina
dengan ibunya.” HR. Mutafakum ‘Alaihi )
Ketika imam malik ditanya oleh seorang yang mengatakan,”istri saya tertalak jika ada
yang masuk ke dalam rongga anak adam lebih buruk daripada khamar.” Ia berkata,
“pulanglah, aku cari dulu jawaban pertanyaanmu. Keesokan harinya orang tersebut datang
dan Imam Malik mengatakan hal serupa. Setelah beberapa hari orang itu datang kembali dan
Imam Malik berkata,” istrimu tertalak. Aku telah mencari dalam seluruh ayat A-Qur’an dan
hadist Nabi tidak aku temukan yang paling buruk yang masuk ke rongga anak adam selain
Riba, karena Allah memberikan saksi pelakunya dengan berperang melawanya3.
Dari Jabir RA. Ia berkata “Rosululloh saw. mengutuk orang yang memakan riba,
orang yang memberikan makan dari hasil riba, penulis dan saksinya, Rosululloh saw.
bersabda Mereka itu sama.” (HR. Muslim/Bulughul Maram : 853)
Bukhari juga meriwayatkan hadist semisal dari hadist Abu Juhaifah (HR Bukhari/ Bulughul
maram 854) “Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73
bab. Yang paling ringan ialah seperti seorang lelaki menikahi ibunya dan riba yang paling
berat ialah mencemarkan kehormatan seorang muslim”. (HR. Ibnu Majah dengan singkat,
Hakim dengan cukup sempurna dan telah disahihkan . Bulughul maram 855).
“Tidak boleh ada dua akad dalam suatu akad jual beli. Sesungguhnya Rasulullah melaknat
pemakan riba,yang member makan orang lain dengan riba,dua saksinya , dan pecatatnya”.
3
Tafsir Al-Qurthubi , jilid IX, Hal 405.
(HR. Ibnu Hibban no. 1053, Al-Bazzar dalam Musnadnya no. 2016 dan Al-Marwazi dalam
As-Sunnah (159-161) dengan sanad hasan)
4. Zina dengan muhrim termasuk dosa paling buruk ,paling besar dan paling menjijikan.
Hakikat larangan tersebut tegas , mutlak , dan tidak mengandung perdebatan. Tidak
ada ruang bahwa riba hanya mengacu sekedar pinjaman dan bukan bunga,karena Nabi
melarang mengambil,meskipun kecil, pemebrian jasa atau kebaikan sebagai syarat pinjaman,
sebagai tambahan dari uang pokok.
Pengertian Bunga
Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Secara istilah
sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interest is a charger for
afinacial loan, usually a presentage of the amount of loaned.bunga adalah tanggungan pada
pinjaman uang,yang biasanya dinyatakan dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan .
Pendapat lain menyatakan interest itu sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan untuk
penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase
modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
Berbeda dengan bunga (interest) dalam bahasa inggris riba lebih dikenal dengan
“usury” yang artinya “ the act of lending money at exorbitant or illegal rute of interest” tapi
bila disimpulkan dari sejarah masyarakat barat, terlihat jelas bahwa “interest” dan “usury”
yang dikenal saat ini pada hakikatnya sama. Keduanya berarti tambahan uang , umumnya
dalam presentase , istilah “usury” muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada
zaman itu sehingga pengusaha harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar.
(Muhammad , 2000: 146-147). 11
Kemudharatan sistem bunga sehingga dikategorikan sebagai riba, antara lain adalah
(Muhammad,2000:146-147) :
1. Mengakumulasi dana untuk keuntungan sendiri
Dalam uaraian diatas dapat dikatakan bahwa bunga sama halnya dengan riba nasi’ah yang
dalam al-Quran dan hadis telah dijelaskan .
Bunga yang ditarik bank dari pihak yang diberikan pinjaman modal atau yang
diberikan bank kepada nasabah pemilik rekening atau tabungan hukumnya haram dan
termasuk riba. Karena hakikatnya bunga adalah pinjaman yang harus dibayar belebih. Bank
memberikan pinjaman kepada pengusaha dalam bentuk modal, pinjaman tersebut harus
dikembalikan dalam jumlah yang sama ditambah bunga yang dinyatakan dalam persen, atau
denda yang ditarik bank dari pihak peminjam jika terlambat membayar pada tempo yang
telah di tentukan. Ini jelas-jelas sama dengan riba kaum jahiliyah.
Menabung di bank sekalipun dinamakan simpanan, akan tetapi dalam pandangan fikih
akadnya adalah pinjaman. Karena pinjaman (Qardh) dalam terminologi fikih berarti
menyerahkan uang kepada seseorang untuk dipergunakannya dan dikembalikan dalam bentuk
uang nilai pinjam. Pengertian Qardh ini sama dengan tabungan, di mana uang tabungan
disimpan di bank digunakan oleh bank, kemudian bank mengembalikan kapan dibutuhkan
oleh penabung dalam bentuk penarikan uang tabunga.
Akad ini tidak dapat dikatakan wadi’ah (simpanan), karena para ulama mengatakan
seperti dinukil oleh ibnu Utsman-Rahimhullah, ”para ahli fiqih menjelaskan bahwa bila orang
yang menitipkan uang memberikan izin kepada yang dititip untuk menggunakanya maka
akad wadi’ah berubah menjadi akad Qardh4 .
4
Al- Syarh al mumti’, jilid X, Hal 286.
Bila hakikatnya menabung di bank adalah akad pinjaman (Qardh) maka pinjaman
tidak boleh dikembalikan berlebih, bila dikembalikan berlebih dalam bentuk bunga maka
bunga ini dinamakan riba5.
Kaidah fikih menyatakan,”setiap pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi
pinjaman adalah riba”6.
Bunga Bank adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang
diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok
tersebut, berdasarkan lamanya peminjaman (durasi) , dan diperhitungkan secara pasti diawal
secara prosentase.
Selanjutnya dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa riba adalah tambahan tanpa
imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya.
Ini adalah riba nasi’ah.
5
Dr. Abdullah Al- Umrani, Al-Manfa’atul fil qardh, hal423.
6
Al-mawardi , AL-hawi, jilid V, hal 356 , sihuna, al-mudawwanah Al Kubra 4/133.
Lembaga Keuangan lainnya, termasuk juga dilakukan oleh orang orang tertentu secara
perorangan.
Dengan demikian, keputusan fatwa MUI tentang keharaman bunga bank didasarkan
pada tiga argument pertama argument yang dikemukakan oleh para pakar fikih secara
peroranga, kedua pendapat ulama secara kolektif yang ditetapkan melalui institusi Islam
internasional dan ketiga pendapat ulama Indonesia secara kolektif yang diputuskan dalam
berbagai lembaga fatwa ; DSN-MUI , Majlis Tarjih Muhammadiyah, dan Bahtdul masa’il
NU.
Islam dengan t egas pasti mengharamkan riba . hal ini untuk menjaga kemaslahatan
hidup manusia dari kerusakan moral (akhlak) , social dan ekonominya. Yusuf Qrdhawi dalam
Abdul Rahman Ghazali dkk menyebutkan tentang hikmah diharamkannya riba,diantaranya
adalah :
1. Riba mengambil harta orang lain tanpa hak
2. Riba dapat melemahkan kreatifitas manusia untuk berusaha atau bekerja, sehingga
manusia melalaikan perdagangannya. Hal ini memutuskan kreatifitas hidup manusia
di dunia. Hidupnya bergantung pada riba yang di perolehnya tanpa usaha , sehingga
akan merusak tatanan ekonomi.
3. Riba menghilangklan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang piutang. Keharaman
riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat . Hal ini mengandung
pesan moral yang sangat tinggi.
4. Biasanya orang memberi utang adalah orang yang kaya dan orang yang berutang
adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari orang miskin sangat
bertentangan dengan sifat rahmah Allah SWT. Hal ini akan merusak sendi sendi
kehidupan social (Abdul Rahman Ghazali (dkk),2015:222).
Adapun Sayyid Sabiq berpendapat, diharamkannya riba karena didalamnya terdapat
empat unsur yang merusak yakni:
Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong menolong . semua agama
terutma Islam sangat menyeru tolong menolong dan membenci orang yang mengutmakan
kepentingan sendiri dan egois serta orang yang mengekploitasi kerja orang lain.
Riba akan melahirkan mental pemboros yang tidak mau bekerja ,menimbulkan penimbunan
harta tanpa usaha tak ubahnya seperti benalu (pohon parasit) yang menempel dipohon lain.
Islam menghargai kerja keras dan menghormati orang lain yang suka bekerja dan menjadikan
kerja sebagai sarana mata pencharian,menuntun orang pada keahlian dan akan mengangkat
semangat seseorang.
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari
unsur riba:
1. Wadiah atau titipan uang,barang dan surat berharga atau deposito.
2. Mudarabah adalah kerja sama anatara pemilik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit dan loss sharing.
3. Syirkah (perseroan) adalah dimana pihak bank dan pihak pengusaha sama sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (join ventura).
4. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan
penghargaan.
6. Menerapkan prinsip bagi hasil ,hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya,
maka yang dibagi adalah keuntungan yang didapat kemudian dibagi sesuai nisbah
yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya adalah 60%:40% , maka
bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapatkan oleh pihak bank.
Dalam bank syariah ,akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi
karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar
kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum positif belaka ,tapi tidak demikian
bila perjanjian tersebut mempunyai pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.
Setiap akad dalam perbankan syariah ,baik dalam hal barang ,pelaku,transaksi,
maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut:
Pertama : rukun seperti (1) penjual (2) pembeli (3) barang (4) harga (5) ijab qabul.
Kedua : syarat yakni (1) barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa
yang haram menjadi batal demi hukum syariah (2) Harga barang dan jasa harus jelas (3)
Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada baiaya transportasi .
(4) Barang yang di transaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan . Tidak boleh menjual
sesuatu yg belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam
pasar modal.
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional ,misalnya
dalam hal komisaris dan direksi,tetapi unsur yang sangat membedakan antara bank syariah
dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas syariah yang bertgas
mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syari’ah.
Dalam bank syariah,bisnis dan usaha yang dilksankan tidak terlepas dari saringan
syariah. Karena itu,bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di
dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam bank syariah suatu pembiayaan tidak akan
disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok,diantaranya sebagai berikut:
(1) apakah obyek pembiayaan halal atau haram
(2) apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat.
(3) apakah proyek berkaitan perbuatan mesum/asusila.
(4) apakah proyek berdasarkan perjudian
(5) apakah usaha itu berkaitan dengan industry senjata yang ilega; atau berorientasi pada
pengembangan senjata pembunuhan missal
(6) apakah proyek dapat merugikan syiar islam , baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sebuah bank syariah selayaknya mempunyai lingkungan kerja yang sejalan dengan
syari’ah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah,sidiq,harus melandasi setiap karyawan
sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu karyawan bank
syariah harus skillfull,professional dan mampu melaksanakan tugas secara team work dimana
informasi merata di seluruh fungsional organisasi.
6. Skema Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Melakukan investasi yang halal saja Investasi yang halal dan haram
1
A. Kesimpulan
Ditinjau dari materi yang telah kelompok kami susun, dapat disimpulkan bahwa
“Riba” berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-
macam riba yaitu: Riba Yad,Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.
1) Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).
4) Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu
pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga
yang dinaikan karena pembayaran tertunda.
2. Allah Subhanahu wata’ala secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di
antaranya pada:
4. Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi) seperti resesi,
depresi, inflasi dan pengangguran.
Daftar Pustaka