Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adapun sejarah filsafat dimulai dari zaman Yunani kuno, kemudian
dilanjutkan pada zaman masehi, kemudian berkembang lagi menjadi zaman
Kegelapan yakni pada abad ke 12-13 Masehi, kemudian dilanjutkan dengan zaman
Pencerahan yakni terjadi pada abad ke 15 Masehi kemudian pada awal Abad ke-16
Masehi dimulainya zaman Modern.
Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat atau
pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional, dan tidak irrasional
dogmatis.Filsafat Yunani klasik juga merupakan ilustrasi pemikiran dan pembahasan
masalah filsafat secara  sistematis dan lengkap dan juga berlaku samapai sekarang.
Sejarah fisafat dipelajari dengan tujuan agar diperoleh apa yang menjadi
masalah pokok filsafat dan sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Mempelajari
sejarah filsafat juga menyadarkan kita bahwa ajaran yang baik belum tentu
diterapkan dengan baik oleh sebab itu waktu dan tempat belum cukup masak
memberikan dan berlaku sampai sekarang.
Sejarah filsafat menyadarkan kita bahwa setiap teori ada kelemahannya dan
ada kebaikannya, karena  itu menuntut adanya kerja sama antara sesama pengusaha
filsafat, saling memberi dan menerima (take and give), dalam rangka kepentingan
bersama, demi kesejahteraan hidup manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Filsafat Yunani?
2. Bagaimana sejarah Filsafat Yunani Klasik (KUNO)?
3. Siapa saja Tokoh Filosof Yunani Kuno dan Idenya?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Filsafat Yunani.
2. Untuk mengetahui sejarah Filsafat Yunani Klasik (KUNO)
3. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Filosof Yunani Kuno beserta Idenya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Yunani
Filsafat yunani amatlah besar peranan dan pengaruhnya terhadap falsafah
yang adapada umumnya sekarang menguasai dunia ini. Pengaruhnya ini pada
dasarnya tidaklah baik. Sebabnya oleh karena masyarakat sekarang ini adalah
meruupakan perjuangan  hidup dan ini diakibatkan oleh filsafat yang menjadi dasar
dari masyarakat itu.
Berfalsafah  sebenarnya adalah bertindak, yaitu bertindak dengan
mempergunakan rasio sebagai alat. Sebelum bertindak dalam kenyataan, manusia itu
terlebih dahulu memikirkan baik buruk  dari tindakannya itu. Dan itu telah
merupakan falasafah. Maka baik buruk  tindakan itu akan ditentukan oleh nilai buruk
baik filsafat yang dianut oleh manusia itu.
Dan masyarakat  itu adalah penuh diisi oleh dan berisikan tindakan manusia,
sebagai tindakan manusia dalam kenyataan. Oleh sebab  itu baik buruk nilai
masyarakat adalah ditentukan oleh buruk baik falsafah yang dipakai oleh manusia
itu. Jika Moral masyarakat itu rendah, maka yang demikian  itu adalah disebabkan
filsafat yang dianut oleh manusia itu. Oleh karena itu falsafah Yunani itu
bertanggung jawab juga atas adanya masyarakat itu, dan menententukan
tindakanyang diperbuatan manusia didalam masyarakat antara sesama. Dan tiap-tiap
tindakan dan perbuatan itu tentulah dari pemikiran, perhitungan tentang buruk
baiknya sesuatu tindakan dan perbuatan.
Dasar dari pemikiran adalah falsfah yang dianut atau mempengaruh
pemikiran manusia itu. Jelaslah betapa pentingnya peranan  falsafah itu dalam
perhubungan antara manusia. Pokoknya ialah, akan bergaulkah manusia itu
sesamanya, atau akan bermusuh-musuhkah.
Dikatakan di atas, bahwa masyarakat dewasa ini adalah merupakan
perjuangan hidup, dimana seseorang mencurigai, malahan menganggap orang lain itu
musuh. Dan juga telah dinyatakan diatas, bahwa filsafat yang padau mumnya
menguasai dunia dewasa ini adalah falsafah yang berdasarkan  atas dan
bersumberkan falsafah Yunani.

2
Pada umumnya orang-orang Yunani sebelum abad VI S.M. masih
mempercayai dongeng-dongeng atau mythos. Segala sesuatunya harus diterima
sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Saat itu logos (akal) tidak
bicara. Segala sesuatunya harus diyakini dengan iman.
Sekitar abad VI SM. Mulai muncul para pemikir yang tidak puas dengan
segala dongeng-dongeng tersebut. Mereka menginginkan jawaban yang dapat
diterima akal atas segala misteri yang ada di alam semesta ini. Ini adalah awal
kebangkitan pemikiran filsafat Yunani, dimana orang-orang mulai mencari
kebenaran dengan menggunakan logos dan mulai meninggalkan mythos. Dengan
adanya kebebasan mimbar, pemikiran filsafat tumbuh subr di Yunani. Pada saat itu
orang-orang Yunani sangat menghargai berpikir dan menyampaikan buah pikirnya.
Mereka berpikir secara murni, mereka berpikir karena mereka senang berpikir,
senang mencari tahu akan hakikat sesuatu. Jadi mereka berpikir bukan karena
dibebani tujuan praktis demi penerapan apa yang ingin mereka ketahui dan juga
bukan atas perintah raja.Pada saat itu mereka sudah kenal dan menganut demokrasi
(demos mempunyai kratos; rakyat mempunyai kekuasaan).
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota
perantauan Yunai yang terletak di pesisir Asia kecil. Mereka kagum pada alam yang
penuh nuansa dan ritme dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ada di belakang
semua misteri itu. Mereka itu disebut para Fisuf alam, sebab perhatian mereka
terutama pada gejala-gejala alam, bukan pada manusia. Mereka mencari arche (asas
pertama) yang asal mula dari segala yang ada.
 Thales ( ± 625-545 S.M )
 Anaximander (± 610-540 S.M)
 Anaximes ( ± 538-480 S.M) 1

B. Filsafat Yunani Klasik (KUNO)


Perubahan jalan pikiran dalam filosofi tidak terjadi sekonyong-konyong. Ini
ternyata benar dengan timbulnya Filosofi Klasik Yunani. Seperti dissebut di atas,

1
M.A.W., Brouwer, Drs., Heryadi., B.Ph., M.P. Sejarah Fisafat Barat Modern dan
Sejaman, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 2

3
aliran sofisme mulai mengubah pandangan  kemanusia sebagai makhluk yang
berpengetahuan dan berkemauan. Tetapi sofime terlalu mengemukakan pendirian
yang subyektif, relatif dan skeptis. Sebab itu tak mungkin ia menjadi suatu sistim
pengetahuan yang bulat. Sofisme tak lebih dari masa pendahuluan ke zaman klasik.
Adapun latar belakang penentuan dijatuhkan  pada Filsafat Yunani Klasik,
adalahsebagai berikut :
1. Bahwa filsafat Yunani Klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran
filsafat atau pembahasan masalah filsafat secara spekluatif rasional, dan tidak
irrasional dogmatis.
2. Bahwa Filsafat Yunani klasik merupakan contoh ilustrasi pemikiran dan
pembahasan maslah filsafat secara sitematis dan lengkap dan berlaku sampai
sekarang.
3. Bahwa sesuai dengan butir pada dasarnya pemikir-pemikir filsafat saat ini
merupakan komentator filsafat Yunani klasik dan menyesuaian dasar-dasar
pemikiran tokoh Klasik dengan tuntutan zaman da perkembangan
kebudayaan.
4. Bahwa Filsafat Yunani Klasik dan  para tokohnya merupakan bukti yang
jelas, bahwa apabila kebebasan pemikiran manusia dijamin akan
menghasilkan sesuatu, termasuk ajaran filsafat, yang benar, baik dan
bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia yang manusiawi.
5. Bahwa filsafat Yunani Klasik yang agung itu menyadarkan kita yang lama
tidak selamanya itu salah dan jelek, bahkan menuntut kita  untuk lebih cermat
dan giat menciptakan sesuatu lebih dari yang dilakukan mereka.
6. Bahwa berpikir dan pemikiran filsafat tidak berada dalam kekosongan sosial,
artinya berpikiran dan pikiran filsafat kita diilhami, bersumber dan
bermodalkan informasi-informasi hasil pemikiran para ahli filsafat sebelum
kita.2

Dari kutipan di ats di atas dapat diartikan pula bahwa mustahil pemikiran
filsafat timbul dan berkembang di dalam tata susunan sosiokultural yang tidak
mendukung ke arah itu. Maka dari itu, pengajuan beberapa pendapat tentang dasar-
dasar sosiokultural masyarakat, bangsa atau negara Yunani mungkin akan diperoleh
manfaat  daripadanya.

2
Ali Saipullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hal. 56

4
C. Tokoh Filosof Yunani dan Idenya
1. Sokrates
Sokrates lahir di atena pada tahun 470 sebelum Masehi dan meninggal pada
tahun 399 S.M. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada permulaannya
Sokrates mau menuruti jejak bapaknya menjadi tukang pembuat patung pula. Tetapi
akhirnya ia berganti  haluan. Dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak
manusia.
Tokoh filosof ini adalah yang tertua diantara ketiganya, dan merupakan tokoh
marginal, orang perbatasan, dimana di saatu segi dapat dikategorikan ke dalam
kelompok kaum sofis tetapi dari sudut lain menentang golongan kaumnya sendiri.
Ambivalensi status intelektual ini dipersulit lahi kenyataan bahwa tidak menulis
sesuatu karya apa pun, karena warisan alam pemikirannya hanya dapat dipelajari
melalui corong murid dan sekaligus rekannya Plato. Dalam setiap pemabahasannya
tentang problema yang sama dalam karya tulisnya.3
Socrates adalah seorang filosof dengan coraknya sendiri. Ajaran filosofinya tak
pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak
mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan
hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup.
Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak
mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. kebenaran itu tetap dan
harus dicari.
Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-
lamanya. Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan,
bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang
skeptis. Socrates berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir
sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab.
Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai
kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari
jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong

Hadian Noor. Pengantar Sejarah Filsafat. (Malang: Citra Mentari Group. 1997), hal. 201

5
mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya
disebut maieutik. Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana
dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang
ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut.
Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia
tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi
dan lawan saksi.4
2. Plato
Plato dilahirkan di Antena dalam kalangan bangsawan, ia mendirikan sekolah
diberi Akademia. Menurut Plato, manusia dapat dibandingkan orang tahanan, mereka
hanya melihat bayang-bayang yang dipantulkan dinding gua, namun setelah
dilepaskan mereka melihat cahaya matahari yang menyilaukan, dan orang yang lepas
tadi, masuk lagi ke dalam gua dan memberitahukan kepada teman-temannya bahwa
bayangan di dalam gua itu bukan realitas, Tapi realitas yang diceritakan kepada
teman-temannya dalam gua tidak dipercaya oleh mereka.
Plato adalah satu-satunya filosof  yang berhasil membangun suatu sistim
pemikiran filsafat yang integral yang terdiri dari unsur-unsur ajaran filosof
pendahulunya. Ia setuju dengan Anaxagoras dalam hal ini bahwa pikiran adalah
pengatur segala sesuatu, karena itu berbeda dengan bahan atau benda, dengan
Heraclitus ia peroleh ajaran bahwa dalam segala sesuatu ada jamak dua prinsip dasar
yang diperoleh Plato dari kaum Mazhab Elea, bahwa Tuhan adalah Esa, dan bahwa
dunia yang sebnarnya adalah tidak berubah, dan bagi Plato dunia tersebut adalah
dunia idea (eidos) bahwa Plato sependapat dengan kaum Sofis bahwa pengetahuan
adalah tidak mungkin, apabila hanya terbatas pada yang menampak saja (sensibilia)
dan dari Sokrates gurunya ia memperoleh pengertian bahwa pengetahuan yang
sebenarnya adalah dengan malalui pembentukan konsep.
Adapun Ajaran filsafat idealisme Plato
1. Ajaran tentang dunia EIDOA atau dunia ide atau bentuk. Pengertian apriotis
yang diperoleh tentang bentuk lebih dulu dan nyata dari pengertian tentang
bendanya.

Hadian Noor. Pengantar Sejarah Filsafat. (Malang: Citra Mentari Group. 1997), hal. 212

6
2. Ide ata konsep yang potensial, abstrak dan umum lebih nyata dari benda yang
aktual, individual dan konkrit.
3. Filsafat ala Plato mengakui dualisme antara dunia ideal dan dunia riil, dimana
dunia ideal  merupakan asaa pertama dan utama, sedang dunia  riil yang
disebut dunia kebendaan Plato adalah asas sekunder
4. Filsafat psikologi mengakui trichotomi daripada hakekat jiwa, cipta, rasa dan
karsa. (kognisi, emosi dan konasi). Jiwa bersifat “immortal” (abadi, tidak
mati)
5. Filsafat etika dan sosil mengakui dan bersifat aristokkratis, yang mengakui
tiga strata sosial, yaitu kelas filosof yang menjunjung nilai norma
kebijaksanaan (wisdom), kelas tentara yang menjunjung nilai keberanian
(courage), dan kelas pekerja yang mengamalkan nilai  ketabahan
(perverance). Plato menentang milik perseorangan dan monogami.
6. Filsafat pengetahuan atau epitemologi atau teori pengetahuan mengakui
perbedaaan antara “opinion” hasil persepsi pancaindera, dan “pure
knowledge”. Atau ilmu murni yang bersifat rasional dan aprioris.5
“ideas are neither mental or a physical, but nonetheles real”, non temporal
non spatial, eternal an immutable”oleh sebab itu “ide” adalah sesuatu pengertian yan
bersifat abstrak, dan di mana tidak mungkin dimengerti atau diperoleh dengan
pengamatan, sehingga harus dicapai atau diperoleh dengan berpikir dan pikiran.
Itulah sebabnya dia membagi ilmu pengetahuan menjadi dua tingkat, yang pertama
“Opinion” pendapat yang diperoleh dengan pancaindera, dan yang kedua adalah
“genuine knowledge” yang dianggap lebih tinggi dan diperoleh dengan berpkir dan
pikiran meleluui metode diatlektika sehingga diperoleh apa yang disebut konsep
(koncepts)
3. Aristoteles
Aristoteles berasal dari Stageira di daerah thrake, Yunani utara, belajar dalam
Akademi Plato di Anthena, tinggal di sana sampai Plato wafat, 2 tahun mengajar
pangeran Alexander Agung, lalu kemudian Ia mendirikan sekolah bernama Lykeion

5
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Pengembangannya di Indonesia, (Bumi Aksara, Jakarta, 2009),
hal. 82

7
(dilatinkan Lyceum). Aristoteles lebih kearah ilmu pengetahuan yang sedapat
mungkin menyelidiki dan mengumpulkan data kongkret. Kritik tajam ditujukan pada
Plato tentang ide-ide, jadi manusia yang kongkret saja. Ia berpendapat setiap jasmani
terdiri 2 hal yaitu bentuk dan materi, Namun yang dimaksudkannya bentuk materi
dalam arti metafisika. Materi menurutnya adalah materi yang pertama (hyle prote) .
dengan kata pertama dimaksudkan bahwa meteri sama sekali tidak ditentukan.
Pembahasan tentang tokoh dan kontroversial ini tidaklah mudah, bukan
karena sulitnya jalan pemikirannya, tetapi luasnya bidang masalah yang
dikemukakan dan diselesaikan, sehingga penulis dipaksa untuk menentukan pilihan
mana yang harus  dibahas dan mana yang harus dilewatkan dalam buku sederhana
ini. Ini berarti apa yang dibahas oleh tokoh ini.
Langsung pada pokok persoalan pembahasan tentang aliran pemikiran filsafat
Aristoteles akan du mulai dengan pengajuan suatu bagan  perbandingan antara
filsafat moral Plato dan Aristoteles, seperti di bawah ini.
Bagan perbandingan antara filsafat moral  plato dan aristoteles
Plato Aristoteles
a.       Kebijakan (wisdom) a.       Kebijakan (wisdome)
b.      Keberanian (courage) b.      Ketabahan (prudence)
c.       Ketabahan-ketekunan (perseverence) c.       Disciplin (habituation)
d.      Keadilan (justice)
e.       Madyatama (doctrine of mean)
f.       Reason (logis rasional)

Masa triumvirat disebut masa pembangunan kembali ajaran-ajaran filosof


sebelumnya dengan cara menentukan perbedaan dn persamaanya, meneliti mana
yang benar dan baik, serta membuang yang salah  dan jelek. Hasil analisa komparasi
tersebut diperoleh suatu ajaran filsafat yang lebih sistematis, yang merupakan sistem
pemikiran yang lebih koheren dan konsisten, yang mampu menyelesaikan problema
mandasar daripada ilmu filsafat, seperti subtansi pertama, teori moral kesusilaan dan
teori ilmu pengetahuan.
Aristoteles adalah seorang aristokrat intelektual di antara triumvirat, atau
trimurti filosof Yunanni Klasik, dan seperti biasanya si bungsu orangnya cerdas,

8
keras dan lebih realistik, sehingga mendapat julukan “the great synthiser or
compromiser”. Itulah sebabnya ajaran filsafat Aristotele lebih sistematis, sempurna
dari ajaran filosofi klasik yang mendahuluinya. Termasuk kedua gurunya, sokrates
dan Plato yang dihormatinya. Aristoteles mampu melengkapi, meluruskan dan
mengsistematiskan ajaran-ajaran filosofi-filosofi sebelumnya.6
Problema filosofis yan mendasar dan yang dihadapi oleh Aristoteles adalah
Problema “idea transendental” dari Plato dan diganti dengan teori “hule-morphisme”
dan bahan dan bentuknya, yaitu hubungan antara yang potensial dan yang aktual atau
konsep dengan objeknya atau antara bentuk dan bendanya. Sebagai seorang tokoh
“pemadu dan komentator pemikiran dan ajaran yang ulung”, pada dasarnya,
Aristoteles mencoba memadukan realisme dari Demokritos dan idealisme dari Plato,
yang dengan bagan perbandingan antara kedua alira tersebut dibawah ini dapat 
diikuti apa yang dilakukan oleh Aristoteles.

BAB III
PENUTUP

6
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Pengembangannya di Indonesia, (Bumi Aksara, Jakarta, 2009).
hal. 86

9
A. Kesimpulan
Perubahan jalan pikiran dalam filosofi tidak terjadi sekonyong-konyong. Ini
ternyata benar dengan timbulnya Filosofi Klasik Yunani. Seperti dissebut di atas,
aliran sofisme mulai mengubah pandangan  kemanusia sebagai makhluk yang
berpengetahuan dan berkemauan. Tetapi sofime terlalu mengemukakan pendirian
yang subyektif, relatif dan skeptis. Sebab itu tak mungkin ia menjadi suatu sistim
pengetahuan yang bulat. Sofisme tak lebih dari masa pendahuluan ke zaman klasik.
Sistematis periodisasi, masalah-masalah yang dihadapi diajukan mendahului
pembahasan masing-masing tokoh dan ajarannya, dan ini dengan maksud untuk lebih
jelas memberikan gambaran umum tentang ilmu filsafat, yang sampai saat ini masih
dianggap sebagai induk dari cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain. Dua hal ini
yang perllu mendapatkan perhatian adalah pertama tentang penulisan tahun
perkembangan pemikiran atau ajaran dan penulisan nama-nama tokoh yang
nampaknya terdapat tidak keseragaman di antara sumber-sumber kepustakaan yang
digunakan.
Tiga tokoh filosofi Yunani yakni, Sokrates, Plato, Aristoteles.
1. Socrates (470 – 399 SM)
Dengan sekuat tenaga ia menentang ajaran para sofis. Ia membela yang benar
dan yang baik, sebagai nilai-nilai yang obyektif yang harus di junjung tinggi oleh
semua orang. Ia seorang filsuf yang jujur dan berani. Ia dihukum mati dengan
meminum cawan berisi racun. Murid yang paling setia adalah Plato.
2. Plato (427 – 347 SM)
Menurut plato realitas seluruhnya seakan terbagi atas 2 dunia (dunia yang
terbuka dengan rasio dan dunia yang terbuka dengan pancaindra).
Dunia rasio terdiri dari ide-ide dan dunia pancaindra terdiri dari jasmani.Dunia yang
ideal. (yang terdiri dari ide-ide) merupakan obyek bagi rasio kita, Apabila dunia
jasmani dengan cara yang tidak sempurna, maka filsuf harus sanggup melepaskan
diri dari dunia jasmani agar sanggup memandang dunia ideal yang sempurna Dalam
manusia terdapat terdapat jiwa dan tubuh, Sebelum dilahirkan dalam tubuh jasmani,
jiwa sudah berada dan memandang ide-ide, sekarang jiwa merasa terkurung dalam

10
tubuh dan senantiasa rindu akan memandang bahagia yang dinikmatinya sebelum
lahir dalam tubuh, tetapi dalam eksistensi jasmani sekarang. Manusia sanggup pula
memperoleh sedikit pengetahuan tentang ide-ide yang pernah dipandang dan ingatan
itu dapat dihidupkan kembali sejauh manusia melepaskan diri dari dunia jasmani.
3. Aristoteles (384 – 322 SM)
            Aristoteles lebih kearah ilmu pengetahuan yang sedapat mungkin menyelidiki
dan mengumpulkan data kongkret. Kritik tajam ditujukan pada Plato tentang ide-ide,
jadi manusia yang kongkret aja. Ia berpendapat setiap jasmani terdiri 2 hal yaitu
bentuk dan materi, Namun yang dimaksudkannya bentuk materi dalam arti
metafisika. Materi menurutnya adalah materi yang pertama (hyle prote) . dengan kata
pertama dimaksudkan bahwa meteri sama sekali tidak ditentukan. Dengan kata
pertama materi pertama selalu mempunyai salah satu bentuk Bentuk (morphe) ialah
perinsip yang menentukan. Karena materi pertama suatu benda merupakan benda
kongkret mempunyai kodrat tertentu,termasuk jenis tertentu (pohon misalnya bukan
binatang) dan akibatnya dapat di kenal oleh rasio kita. Dengan itu kiranya jelas
bahwa buat nya ilmu pengetahuan dimungkinkan atas dasar bentuk yang terdapat
dalam setiap benda kongkret. Teori ini dinamakan Hilemorfisisme (berdasarkan kata
yunani Hyle dan morphe) menjadi dasar ia melihat manusia. Sehingga bila manusia
mati dapat disimpulkan maka jiwanya pun mati.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali Saipullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1980.

M.A.W., Brouwer, Heryadi. Sejarah Fisafat Barat Modern dan Sejaman, Bandung:


Alumni, 1986

Hadian Noor. Pengantar Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997.

Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Pengembangannya di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta,


2009.

12

Anda mungkin juga menyukai