Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT SEJARAH

Filsafat Sejarah Timur

Dosen Pengampu : Bapak Rifal S.Pd.,M.Hum

Oleh

Aninda Thesa Pamangin

(210602500016)

Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum

Universitas Negeri Makassar


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India,
Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur
ialah dekatnyahubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk
filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol
daripada agama. Nama – nama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.Pemikiran
filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal
ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak
menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya
berdasarkan pada konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia
dijalin secara runut (Takwin, 2001: 12). Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke
filsafat timur, misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk membangun
kembali bangunan ilmu pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme
(Bagir, 2005: 6). Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat rene Descartes dan William Ockham.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah filsafat yang berasal dari China?

2. Bagaimana sejarah filsafat yang berasal dari India?

3. Bagaimana sejarah filsafat yang berasal dari Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sejarah filsafat yang berasal dari China

2. Mengetahui sejarah filsafat yang berasal dari India

3. Mengetahui sejarah filsafat yang berasal dari Indonesia


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Filsafat China

Menurut rakyat Cina, fungsi filsafat dalam kehidupan manusia adalah untuk mempertinggi
tingkat rohani. Artinya, rohani manusia diharapkan dapat menjulang tinggi untuk meraih nilai-nilai yang
lebih tinggi daripada nilai-nilai moral.

1. Tema yang Menonjol Filsafat Cina

Filsafat Cina erat hubungannya dengan keadaan alam dan masyarakat. Filsafat Cina mempunyai ciri
khusus, yaitu yang menjadi tema dari filsafat dan kebudayaan adalah perikemanusiaan atau jen.
Menurut Confusius jen itu mempunyai dua segi, yaitu

a.) Segi Positif: Chung

Dalam ajaran ini Confusius mengatakan: apa yang kau suka dari orang lain berbuat kepadamu
berbuatlah hal itu kepadanya.

b.) Segi Negatif: Shu

Dalam ajaran ini Confusius mengatakan: apa yang tidak kau suka orang lain berbuat kepadamu kau
berbuat hal itu kepadanya.

Jika dibandingkan dengan filsafat Barat dan India, filsafat Cina lebih antroposentris dan pragmatis.
Antroposentris karena memang dalam sejarah Cina fokusnya masalah manusia, pragmatis dalam arti
bagaimana manusia itu ada keseimbangan antara dunia dan surga dapat tercapai.

2. Periodisasi Filsafat Cina

Filsafat Cina dibagi dalam empat periode, yakni zaman kuno (600-200 SM), zaman pembauran (200 SM-
1000 M), zaman neo-konfusianisme (1000-1900 M), dan zaman modern (1900-sekarang).

a. Zaman Kuno

Zaman ini ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat klasik antara lain sebagai berikut:

• Konfusianisme - Ju Chia

Yaitu suatu aliran yang terdiri atas orang orang terpelajar yang mempunyai keahlian di bidang kitab
kitab klasik. Titik berat aliran ini di bidang etika. Etika Konfusianisme didasarkan pada kebutuhan
manusia, yaitu kebutuhan akan kebahagiaan hidup.

• Taonisme - Tao te Chia


Yaitu suatu mazhab yang terdiri dari orang orang terpelajar dan mengalami kekecewaan karen keadaan
negara pada waktu itu mengalami kemunduran. Tokoh terbesar dari aliran ini adalah Lao Tzu dan
Chuang Tzu. Pokok pokok ajaran dari Tao te Chia terutama mengenai metafisika dan filasfat sosial.
Mazhab Taonisme mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan manusia harus hidup dengan wu
wei, artinya tidak berbuat apa apa, noaction, yaitu tidak berbuat apa apa yang bertentangan dengan
alam. Sesuai dengan ajaran ini maka manusia yang berbahagia menurut aliran Taonisme adalah mereka
yang hidup dekat dengan alam. Mereka itu adalah para petani, nelayan, dan para biarawan.

• Mazhab Yin Yang

Yaitu suatu mazhab yang dipelajari oleh orang orang yang pada mulanya mempunyai kedudukan
penting dalam istana. Mereka itu ahli nujum dab ilmu perbintangan, kemudia mereka menawarkan
keahliannya kepada masyarakat. Menurut pandangan orang Cina, Yin dan Yang merupakan dua prinsip
pokok di alam semesta. Yin: prinsip betina seperti bumi, bulan, air hitam, kepasifan, dan sebagainya.
Yang: prinsip jantan seperti surga, matahari, api, putih, keaktifan, dan sebagainya. Antara Yin dan Yang
jika digabungkan akan memberikan pengaruh timbal balik dan akan terjadilah semua peristiwa yang
terdapat di alam semesta. Dala hubungan dengan makrokosmos maka aliran ini mengajarkan bahwa di
alam semesta ada lima unsur asali, yaitu tanah, logam, air, kayu, dan api. Kelima unsur asali mempunyai
sifat produktif dan destruktif dalam keadaan yang tertutup. Jadi, kelima unsur asali itu merupakan suatu
kekuatan yang dinamis.

• Mohisme atau Mo Chia

Yaitu suatu aliran yang terdiri atas kelompok kaum kesatria yang telah kehilangan kududukannya,
mereka menawarkan keahliannya di bidang peperangan kepada penguasa baru. Tokohnya Mo Tzu (479-
381 SM).

• Dialektisisme Ming Chia

Aliran dialektisi dikenal juga dengan sebutan mazhab nama nama. Aliran ini dipelopori oleh orang
orang yang ahli dalam bidang debat dan pidato. Mereka menyalurkan kepandaiannya kepada rakyat.
Ajaran dimaksudkan untuk mempengaruhi pandangan agar orang dapa dengan mudah untuk
memberikan nama pada suatu objek.

• Legalisme Fa Chia

Yaitu suatu aliran yang dipelopori oleh orang orang yang ahli di dalam bidang pemerintahan, mereka
menawarkan kepandaiannya kepada para penguasa di berbagai daerah. Fa Chia mengajarkan bahwa
pemerintahan yang baik harus didasarka pada kitab undang undang yang tetap dan tidak didasarkan
pada pendapat orang orang berilmu, baik dalam bidang pemerintahan maupun bidang moral. Menurut
pandanganya bahwa setiap manusia itu jahat, oleh karena itu harus diperlakukan dengan kekerasan dan
hukum yang ketat agar tidak melakukan pelanggaran. Tokoh yang terkenal adalah Han Fei Tzu dan Li Sse.

b. Zaman Pembauran
Zaman ini ditandai dengan masuknya Budhisme dari India, yang kemudian berkembang pesat di Cina
dan memberikan warna baru bagi pemikiran kefilsafatan di Cina. Budhisme sendiri banyak berbaur
dengan alam pemikiran filasfat Cina sehingga kemudian melahirkan aliran baru dalam Budhisme Cina
yang diberi nama Chan Budhisme atau Chanisme.

Selain Budhisme muncul juga aliran Neo-Taoisme yang memberikan arti baru Tao sebagai Nirwana.
Puncak dari zaman pembaruan yang terjadi pada waktu pemerintahan Dinasti Han, dengan munculnya
seorang tokoh Tung Chung Shu.

c. Zaman Neo-Konfusianisme

Zaman ini ditandai dengan adanya gerakan untuk kembali kepada ajaran ajaran Konfusius yang asli.

d. Zaman Modern

Pada zaman modern pemikiran kefilsafatan sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran pemikiran yang
berasal dari Barat, hal ini karena banyaknya paderi paderi yang masuk ke daratan Cina. Aliran yang
paling berpengaruh adalah pragmatisme yang berasal dari Amerika Serika. Pada tahun 1950 daratan
Cina dikuasai oleh pemikiran Marx, Lenin dan tokoh yang terkenal Mao Ze Dong.

2.2 Sejarah Filsafat India

India adalah suatu wilayah yang dibatasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain terkecuali
melalui lintasan kaibar. Pada zaman kuno, daerah india sulit dimasuki musuh sehingga penduduknya
dapat menikmati kehidupan yang tenang dan banyak peluang untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan
dengan kerohanian.

1. Ciri Khas Filsafat India

Menurut Rabindranath Tagore (1861-1941) filsafat india berpangkal pada keyakinan bahwa ada
kesatuan fundamental antara manusia dan alam, harmoni antara indivisu dan kosmos. Harmoni ini harus
disadari supaya dunia tidak dialami sebagai tempat keterasingan ataupun penjara. Orang Insia bukan
belajar untuk menguasai dunia, tetapi untuk berteman dengan dunia.

Semua filsafat muncul dari pemikiran pemikiran yang semula bersifat keagamaan, baik dari Filsafat
Yunani, maupun Filasfat Cina dan Filsafat India. Karena kurang puas akan keterangan keterangan yang
diberikan agama, atau karena sebab sebab lainnya akal manusia mulai dipaki untuk memberi jawaban
atas segala persoalan yang dihadapi.

Di barat, sekalipun semula filsafat tumbuh dari perkembangan agama, namun lama kelamaan filsafat
memisahkan diri dari agama dan berdiri sendiri sebagai kekuatan rohani, yang saring bahkan
bertentangan dengan agama. Akan tetapi, tidak demikian keadaan filsafat India. Filsafat itu tidak pernah
berkembang sendiri lepas dari agama, serta menjadi kekuatan yang berdiri sendiri. Di India, filsafat
senantiasa bersifat religius. Tujuan terakhir bagi filsafat adalah keselamatan manusia di akhirat.
Menurut Harun Hadiwijono (1985), pertumbuhan filsafat India keluar dari agama itu meliputi suatu
proses yang sangat pelan pelan. Jikalau zaman Upanisad pada umumnya dipandang sebagai saat
kelahiran sang bayi filsafat India maka bayi sudah ada di dalam kandungan sang ibu Agama Hindu
selama lebih dari sepuluh abad. Di dalam waktu yang sekian lamanya itu embrio filsafat India
berkembang sehingga khirnya lahir sebagai Filsafat India, sekalipu setelah kelahirannya Filsafat India
tidak pernah melepaskan diri dari pelukan sang ibu Agama Hindu.

2. Periodisasi Filsafat India

Filsafat India bercorak religius dan etis. Sejarah filsafat India dibagi menjadi empat periode, yaitu
periode Weda (1500-600 SM), periode Wiracarita (600 SM 200 M), periode Sutra Sutra (200-sekarang),
periode Skolastik (200 M sekarang).

a. Periode Weda

Periode ini ditandai dengan kedatangan bangsa Arya dan penyebarannya di India. Bangsa Arya mulai
menanamkan kekuasaan di India, demikian juga kebudayaan Arya mulai berkembang dan berpengaruh.
Pada periode Weda ini tercatat berdirinya perguruan perguruan di hutan hutan di mana idealisme yang
tiggi dari India mulai berkembang.

Di sini dihadapkan pada aliran aliran yang susul menyusul dan mulai dikena karena adanya mantra
mantra, brahmana brahmana, serta upanisad upanisad. Asas asas filsafat sudah terdapat pada
brahmana dan upanisad walaupun belum sistematis. Zaman ini belum dapat disebut zaman filsafat
dalam arti yang sebenarnya atau dalam arti teknis. Periode ini adalah suatu periode di mana orang
masih meraba-raba dan mencari-cari di mana pikiran dan tahayul susul menyusul. Konsep konsep religi
masih boleh dikatakan bersifat mitologis.

Literatus suci mereka disebut Weda. Jarak waktu antara pewahyuan yang pertama dan pembukuan yang
terakhir meliputi zaman hingga berabad-abad, kira-kira dari tahun 2000 SM hingga tahun 500 SM,
selama kira-kira 1500 tahun. Pembukuan itu bukan terjadi sekaligus, melainkan bertahap. Pertama-tama
terkumpullah bagian Weda yang disebut Weda smhita, kemudia bagian Weda yang disebut Brahmana
dan akhirnya bagian Weda yang disebut Upanisad.

Weda samhita adalah suatu pengumpulan mantra-mantra yang berbentuk syair, yang dipergunakan
untuk mengundang Dewa, yang untuknya akan dipersembahkan korban, agar ia berkenan menghadiri
upacara korban itu, juga untuk menyambut dewa yang diundang tadi, setelah dianggapnya sebagai telah
hadir, dan untuk mengubah korban yang dipersembahkan hingga menjadi makan dewa yang
sebenarnya. Selain dari bagi Weda samhita yang berkaitan dengan persembahan korban kepada dewa-
dewa ini, ada bagian yang dihubungkan dengan tenung dan sihir serta segala hal yang berhubungan
dengan magis hitam.

Kitab Brahmana, yaitu bagian kedua Kitab Weda, berbentuk prosa yang pewahyuannya terjadi setelah
zaman mantra-mantra diwahyukan. Bagian ini berisi peraturan dan kewajiabn keagamaan, terlebih-lebih
keterangan yang mengenai korban.
Kitab Upanisad berbentuk prosa dan diwahyukan setelah zaman Brahmana. Bagian ini berisi keterangan
keterangan yang mendalam mengenai asal mula alam semesta serta segala isinya, terlebih-lebih yang
mengenai manusia dan keselamatannya.

Jadi, yang menonjol untuk filsafat India adalah dalam Upanisad, yakni ajaran tentang hubungan antara
Atman dan Brahman. Atman adalah segi subjektif dari kenyataan diri manusia. Brahman adalah segi
objektif makrokosmos, alam semesta. Upanisad mengajar bahwa Atman dan Brahman memang sama
dan bahwa manusia mencapai keselamatan (moksa,mukti) kalau ia menyadari identitas Atman dan
Brahman.

b. Periode Wiracarita

Periode ini sering disebut periode epic atau periode hikayat cerita-cerita kepahlawanan. Periode ini
meliputi berkembangnya upanisad-upanisad yang tertua dan sistem-sistem filsafat (Darsyana). Sistem-
sistem dari Budhisme, Jainisme, Syiwaisme, dan Wishnuisme termasuk periode ini.

c. Periode Suta-Sutra

Pada periode ini bahan yang berupa konsep-konsep pemikiran menjadi banyak, sehingga sukar sekali
untuk disederhanakan serta perlu untuk membuat semacam rangkuman, skema kefilsafatan yang
pendek dan ringkas. Ikhtisa ini dibuat dalam bentuk sutra-sutra.

d. Periode Skolastik

Sukar sekali dipisahkan dengan periode sutra-sutra, tetapi di sini muncul tokoh-tokoh besar seperti
Kumarila, Sankara, Syridhara, Ramanuja, Madhwa, Wacapati, Udayana, Bhaskara, dan Jayanta. Guru-
guru filsafat itu dijumpai berselisih paham karena masing-masing mempunyai teori-teori sendiri yang
cukup mantab, dengan mengajukan alasan-alasan yang tersusun rapi. Mereka dengan penuh harapan
saling mengajukan argumentasi dengan menetapkan sifat-sifat umum atas dasar logika

3. Kesamaan dalam Ajaran di Filsafat India

Filsafat di India di dalam perjalanannya di sepanjang zaman, sekalipun terdapatbanyak perbedaan di


sana-sini, namun pada pokoknya menampakkan suatu kesamaan. Kesamaan itu ternyata bahwa filsafat
India bukan hanya bermaksud untuk memuaskan orang-orang yang gemar akan pikiran yang spekulatif
saja, melainkan terlebih-lebih bermaksud untuk membawa orang kepada pengrealisasi cita-cita yang
tertinggi di dalam agama dan hidup. Adanya kesamaan dalam empat ajaran, yaitu sebagai berikut,

• Ajaran tentang Kenyataan yang Tertinggi

Seberapa sistem yang mengajarkan hal ini, semua mengemukakan bahwa kenyataan yang tertinggi
adalah Zat yang Mutlak, dalam arti filsafati, artinya bahwa kenyataan yang tertinggi itu bebas dari segala
sebutan dan bebas dari segala hubungan. Akal manusia tidak dapat menerobos kenyataan itu untuk
menyelaminya. Sejak Upanisad hingga Sri Ramana ajaran yang demikian itu bertahan, mungkin juga
akan bertahan terus di dalam perkembangan filsafat India selanjutnya. Kecuali itu diajarkan, bahwa Zat
yang mutlak tadi karena emanasi, menjadi lapisan dasar alam semesta. Demikian tidak ada perbedaan
yang asasi di antara Zat yang Mutlak dengan dunia, antara Tuhan dengan dunia.

• Ajaran tentang Jiwa

Kecuali beberapa sistem yang tidak mengakui adanya Tuhan, dapat dikatakan bahwa semua sistem
mengajarkan bahwa karena emanasi, jiwa manusia adalah sebagian dari Zat yang Mutlak, atau bahwa
jiwa adalah Zat yang Mutlak itu selengkapnya. Jiwa itu disebut dengan berbagai sebutan, yaitu atman,
purusa atau jiwa. Jiwa adalah bagian yang tetap dari manusia, bagian yang murni dan yang tidak tercela,
yang berada di samping ego yang lebih rendah atau di samping alat-alat bainiah, dengannya manusia
berhubungan dengan dunia luar. Jiwa sebagai asas yang lebih tinggi, tidak turut aktif di dalam segala
pergumulan hidup ini. Oleh karena itu, segala hal yang jahat tidak menjadi bagian yang nyata dari jiwa.

• Ajaran tentang Karma

Segala sistem filsafat India mengajarkan bahwa segala perbuatan manusia, yang baik maupun yang
jahat, meninggalkan bekas-bekasnya pada manusia, yang tinggal sebagai daya terpendam, yang
kemudianakan menghasilkan kegirangan atau kesusahan. Sehubungan dengan itu, diajarkan bahwa jiwa
manusia berada di dalam samsara, yaitu perputaran jantera hidup. Oleh karena itu, dunia tampak
beraneka ragamnya, baik dipandang sebagai khayalan maupun sebagai hal yang nyata, mewujudkan
suatu godaan yang besar bagi hidup manusia. Manusia harus berusaha melepaskan diri dari belenggu
dunia ini. Akibatnya, bahwa filsafat-filsafat itu cenderung untuk menyangkal dunia atau menolak dunia
sebagai hal yang jahat.

• Ajaran tentang Kelepasan

Jikalau ajaran karma dan samsara memberikan sikap hidup yang pesimistis, maka ajarannya tentang
kelepasan memberikan harapan yang optimis kepada hari depan manusia. Sebab ajaran tentang
kelepasan itu memberi keyakinan, bahwa perputaran jantera hidup, yaitu perputaran karma dengan
buah-buahan, ada akhirnya. Padahal akhir itu tidak perlu dicari jauh-jauh. Sebab akhir itu telah berada di
dalam diri manusia sendiri. Segala perbuatan yang didorong oleh emosi-emosi membawa akibatnya,
membawa karmanya. Maka jalan kelepasan yang membebaskan manusia dari samsara, ialah berbuat
tanpa emosi. Jiwa manusia dapat melepaskan diri dari segala perbuatan, perasaan atau cita-citanya,
jiwanya akan dapat tahu, bahwa hubungannya dengan dunia sebenarnya adalah hubungan yang hanya
lahiriah saja, hubungan yang tidak mendalam dan yang semu. Itu jikalau jiwa dapat hiduo tanpa emosi.
Selanjutnya jiwa juga akan dapat tahu, bahwa hakikat yang sebenarnya tidak dipengaruhi oleh
kekotoran hidup ini. Dengan demikian, barang siapa dapat hidup tanpa emosi, ia akan merealisasikan
kedudukannya yang tinggi itu dan lepaslah ia.

2.3 Sejarah Filsafat Indonesia

Pandangan hidup dan sistem pemikiran bangsa Indonesia tidak sama dengan pandangan hidup dan
sistem pemikiran bangsa di negara lainnya. Seperti bangsa-bangsa di negara-negara Barat, dimana
pandangan hidup dan sistem pemikirannya bersumber pada pemikiran filsafat Yunani, walaupun
pemikiran filsafat Yunani ini telah dapat dibuktikan dengan keberhasilannya membangun peradaban
manusia, tetapi pada akhirnya akan mengalami kepincangan hidup. Kepincangan tersebut dapat kita
lihat bahwa manusia produk dari pemikiran Yunani hanya melahirkan manusia-manusia yang
individualistis, yang di dalam dirinya terdapat sifat saling curiga, saling bermusuhan. Juga, dari
pandangan bahwa di dalam pribadinya terdapat hal-hal yang selalu dipertentangkan dengan rasio (akal).

Mengapa demikian. Karena dari sifat individualistis dan materialistis yang akarnya dari pemikiran Yunani
tidak terdapat warna yang Transedental atau yang Immanent, tetapi pemikiran Yunani hanya diwarnai
oleh warna mitologi dan rasio.

Dengan demikian, pandangan hidup atau pemikiran yang diperuntukkan membangun peradapan
manusia, akan melahirkan manusia-manusia yang egoistis, yaitu manusia yang mementingkan dirinya
sendiri dan menganggap orang lain sebagai objek kepentingan diri sendiri.

Demikian juga halnya dengan pandangan hidup yang mengacu pada materialisme, di mana di dalamnya
mengandung bibit keserakahan, kemurkaan, dan menganggap orang lain sebagai objek keuntungan
material, yang pada akhirnya akan melahirkan manusia-manusia yang tidak bermoral atau jauh dari nilai-
nilai moral.

Jadi, sesuatu pandangan hidup atau pemikiran (paham kehidupan) yang berasaskan individualisme akan
melahirkan manusia-manusia yang berpola dangkal dalam lingkup pergaulan social. Sementara itu,
pandangan hidup yang berasaskan materialisme akan melahirkan manusia-manusia yang berpola pada
penyimpangan nilai-nilai moral dalam lingkup sosial.

1.Pemikiran Filsafat Indonesia

Maksud pemikiran filsafat Indonesia adalah suatu pemikiran filsafat yang diperuntukkan dalam
atau sebagai landasan hidup bangsa Indonesia. Setiap manusia tentu menginginkan hidupnya dalam
keadaan baik, sejahtera, dan bahagia. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan suatu sistem pemikiran yang sesuai dengan hakikat manusia dan hakikat
kehidupannya. Manusia akan kehilangan sebagian kehidupannya apabila hidupnya tidak atau tanpa
suatu sistem pemikiran yang digunakan dalam tujuan kehidupan sehingga hidupnya akan mengalami
kepincangan, selanjutnya akan mengalami kekecewaan hidup. Untuk itu, perlu sekali adanya suatu
sistem pandangan hidup yang di dalamnya terdapat keselarasan atau keharmonisan antara hakikat
pribadi manusia Indonesia dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan,
kebahagiaan, dan ketenteraman. Maksud hakikat pribadi dalam kedudukannya sebagai manusia
Indonesia adalah sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Untuk mencapai
kesejahteraan, kebahagiaan, dan ketenteraman seseorang harus mngupayakan dengan tiga cara
keselarasan atau keharmonisan, yaitu:

a. Selaras atau harmonis dengan dirinya sendiri;

b. Selaras atau harmonis dengan (terhadap) pergaulan sesame manusia, dan lingkungan kehidupannya;
c. Selaras atau harmonis dengan (terhadap) Tuhan Yang Maha Kuasa.

Ketiga keselarasan atau keharmonisan tersebut merupakan harmoni yang mutlak adanya, di
mana di dalamnya tidak terdapat lagi pertentangan satu sama lainnya (harmoni sempurna). Dengan
demikian, sistem pemikiran seperti di atas diharapkan akan membawa pada suatu bentuk manusia
Indonesia yang diwarnai dan sekaligus mengarah pergaulan hidup (bukannya perjuangan hidup). Sistem
pemikiran tersebut juga diharapkan dapat dijadikan sebagai mot or penggerak setiap tindakan dan
perbuatan manusia Indonesia. Suatu pemikiran filsafat yang implementasinya sebagai suatu pandangan
hidup bagi setiap orang Indonesia mempunyai peranan yang penting, yaitu apabila seseorang tidak
mempunyai pandangan hidup niscaya hidupnya tidak mengarah. Bagi bangsa dan rakyat Indonesia
tidaklah demikian, karena manusia-manusia Indonesia mempunyai kedudukan sebagai makhluk Tuhan.
Karena hidup ini tidak hanya diperuntukkan di dunia, akan tetapi juga untuk akhirat (kehidupan setelah
kehidupan dunia). Dimensi keakhiratan inilah yang mengharuskan manusia Indonesia untuk
mendasarkan pada suatu sistem pandangan hidup yang selaras atau harmoni, tidak bertentangan, dan
sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan. Jadi, pandangan hidup model Indonesia
mempunyai dimensi yang berakar keselarasan atau keharmonisan dengan hakikat kedudukan kodrat
manusia, yang implementasinya berupa asas kekeluargaan dan asas kehidupan yang diridai Tuhan.

2. Materi Filsafat (Pandangan Hidup) Indonesia

Suatu pandangan hidup yang sesuai dengan manusia Indonesia adalah suatu pandangan hidup
yang berasal dari akar hikmat yang terkandung dalam khasanah budaya Indonesia, yang dapat dijumpai
dalam berbagai adat istiadat, peribahasa, pepatah yang kesemuanya itu merupakan ungkapan-ungkapan
perilaku kehidupan manusia Indonesia. Melihat uraian di atas, budaya yang terungkap tersebut
merupakan esensi filsafat bangsa Indonesia. Karena budaya tersebut sebagai hasil perkembangan
rohaniah dan intelektual bangsa. Setelah rakyat Indonesia terbebas dari penjajahan tahun 1945, rakyat
Indonesia mulai timbul kesadarannya bahwa suatu Negara apabila tidak mempunyai kebudayaan
dikatakan sebagai bangsa yang miskin. Pengertian budaya di sini dalam artian yang luas, yaitu budaya
yang memperlihatkan kepribadian bangsa Indonesia. Negara Republik Indonesia terdiri dari 17 ribu
pulau lebih, beragam adat istiadat, dan berates suku dan bangsa. Dari sekian banyak suku yang tersebar,
yang paling besar adalah suku Jawa, sedangkan yang kedua adalah suku Minangkabau. Dari keragaman
tersebut menunjukkan adanya kekayaan budaya yang semuanya itu lebih ditentukan oleh aspek-aspek
geografis, lingkungan, dan budaya, semuanya mempunyai suatu kesamaan hakikat. Dari kesamaan
hakikat inilah nantinya akan muncul suatu rumusan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Filsafat
Pancasila. Untuk membentuk kesatuan budaya yang meliputi seluruh wilayah kesatuan Indonesia
dibutuhkan waktu yang lama, penuh tantangan, dan berliku-liku. Menurut sejarahnya, 2000 tahun yang
lalu telah ada sekelompok orang yang kelak akan melahirkan bangsa Indonesia. Keberadaannya baru
terwujud sebagai embrio. Kemudian, tercetusnya Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 merupakan wujud embrio kesatuan bangsa Indonesia, di mana
pada saat itu belum mencapai taraf yang memuaskan. Pada tahun 1945, lahirnya Negara kesatuan
Republik Indonesia, diikuti kepribadian bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang saat itu jumlahnya baru
puluhan juta telah mempunyai kedudukan sebagai negara kesatuan seperti negara lainnya. Di mata
Negara lain, bangsa dan neraga Indonesia dengan segala corak kebangsaannya sudah terlihat, tetapi
apabila dilihat dari dalam masih banyak kekurangannya. Setelah terbebas dari penjajahan, setapak demi
setapak bangsa Indonesia mengupayakan untuk mengembangkan kepribadian, yaitu dengan jalan
dirintis oleh beberapa tokoh: Moh. Yamin, Ir. Soekarno, dan lain-lainnya. Upaya tersebut didasarkan
pada, semakin tinggi tingkat kepribadian suatu bangsa, semakin tinggi tingkat filsafat bangsanya, karena
pandangan hidup bangsalah yang menentukan corak kepribadiannya, sekaligus menentukan corak
moralnya. Upaya yang lainnya adalah memantapkan kebudayaan nasional yang terbentuk dari
kebudayaan-kebudayaan daerah atau lokal, sehingga kepribadian dan kebudayaan nasional terbentuk
lewat kepribadian atau kebudayaan daerah atau lokal. Maka kepribadian dan kebudayaan secara
bersama-sama membentuk suatu titik kulminasi, yaitu terbentuknya pandangan hidup dalam wadah
Negara kesatuan Republik Indonesia. Bersyukurlah baha para pemimpin bangsa Indonesia dengan segala
kemampuan dan kebijaksanaannya telah berbuat untuk menggali khasanah kepribadian dan
kebudayaan untuk mencari titik kulminasi. Maka, lahirlah Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai-
niali luhur yang mencerminkan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Hanya Pancasilalah yang
pantas dijadikan pandangan hidup sekaligus landasan pemikiran bangsa dan negara Indonesia.

3. Bentuk Filsafat Indonesia

Bentuk filsafat Indonesia terdiri dari lima sila berikut.

Sila I : Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sila II : Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sila III : Persatuan Indonesia.

Sila IV : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaaratan /perwakilan.

Sila V : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sila di atas juga disebut lima dasar sebagai
suatu totalitas, merupakan suatu kebulatan tunggal, yang setiap sila-silannya selalu harus mengandung
keempat sila yang lainnya. Setiap sila tidak boleh dipertentangkan terhadap sila yang lain karena di
antara sila-sila itu memang tidak terdapat hal-hal yang bertentangan. Dengan demikian, Pancasila
mempunyai sifat yang abstrak, umum, universal, tetap tidak berubah, menyatu dalam suatu inti hakikat
mutlak: tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil, yang kedudukannya sebagai inti pedoman dasar yang
tetap. Kejadian tersebut, melalui suatu proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan
bangsa, akan tetap berakar pada kepribadian kita berarti Pancasila merupakan pandangan hidup seluruh
bangsa Indonesia, yang telah disetujui oleh para wakil rakyat menjelang dan sesudah Proklamasi
Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Jadi, Pancasila adalah satu-satunya pandangan hidup (filsafat)
yang dapat mempersatukan rakyat dan bangsa Indonesia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam memahami asal mula Filsafat Cina, ada 3 hal yang perlu diketahui. Pertama, filsafat adalah
sebuah usaha sadar untuk memformulasikan pandangan-pandangan dan nilai-nilai sebagai ekspresi dari
keyakinan fundamental sekelompok orang. Karenanya filsafat tidak dapat dilepaskan dari latar belakang
budaya dan tradisi kelompok tersebut. Dalam hal ini adalah bahasa, seni, literatur, dan agama. Yang
kedua, filsafat sebagai sebuah aktivitas yang berkelanjutan haruslah dipandang sebagai sesuatu yang
muncul dari aktivitas praktis kehidupan yang berfokus pada pemecahan masalah tentang pengetahuan
yang benar, pemahaman asali, dan penghargaan yang wajar atas berbagai masalah kehidupan, entah
secara individu ataupun sosial. Yang ketiga adalah lebih berupa konstruksi-konstruksi teoretis sebagai
hasil pemikiran filosofis ataupun kegiatan kultural dari suatu kelompok orang/masyarakat. Filsafat India
mengusung keyakinan akan kesatuan fundamental antara manusia (individu) dengan alam (kosmos).
Dengan demikian, tidaklah mustahil jika filsafat India bisa menjadi solusi bagi krisis spiritual dan alam
saat ini. Menurut filsafat India, harmoni yang terjalin akan mengantarkan seseorang menjadi waskita
(arif bijaksana) terhadap hidup. Tidak terasing dari kehidupan dunia (alam semesta) dan mampu
beramah-tamah dengan semua benda di sekelilingnya. Bagaikan bersahabat dengan gemericiknya air,
kesuburan tanah yang menumbuhkan segalanya, dan sinar matahari yang menghangatkan semesta raya.
Di Indonesia sendiri melalui suatu proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa,
akan tetap berakar pada kepribadian kita berarti Pancasila merupakan pandangan hidup seluruh bangsa
Indonesia, yang telah disetujui oleh para wakil rakyat menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Negara Republik Indonesia. Jadi, Pancasila adalah satu-satunya pandangan hidup (filsafat) yang dapat
mempersatukan rakyat dan bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai