Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA

“UPACARA ADAT TINGKEBAN”

DISUSUN OLEH (KELOMPOK 2)

 NADYA AULIA (210602500012)


 NURUL ISTIQAMAH (210602500014)
 ANINDA THESA PAMANGIN (210602500016)
 MELANI (210602500018)
 RATNA SARI (210602500020)

PENDIDIKAN SEJARAH/ANGKATAN 2021


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul "Upacara Adat Tingkeban".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai
penyusun, Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan
hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, Kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.

Makassar, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I.............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................4
D. Manfaat...............................................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Sejarah.................................................................................................................................5
B. Tahapan Kegiatan.................................................................................................................6
C. Peralatan dan Bahan............................................................................................................8
D. Tujuan..................................................................................................................................9
E. Mitos....................................................................................................................................9
C. Hubungan Upacara Adat Tingkeban dengan Mitos............................................................10
7 Momen Prosesi Tingkeban Nella Kharisma, Menawan dengan Balutan Adat Jawa................13
BAB III.........................................................................................................................................18
PENUTUP....................................................................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................................18
B. Saran..................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara kaya tradisi dan adat istiadat. Berbagai macam
tradisi hadir dari berbagai sudut daerah. Tradisi yang melekat pada setiap daerah
merupakan tradisi yang turun menurun dari nenek moyang. Salah satunya di daerah
pulau Jawa. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang masih kaya akan tradisi dan
budaya dari nenek moyang. Lahirnya suatu tradisi biasanya berkaitan erat dengan
peristiwa alam atau bencana yang terjadi. Sebagian besar peristiwa tersebut akan
dikaitkan dengan serangkaian ritual tertentu. Ritual yang dilaksanakan tidak lepas dari
berbagai simbol dan arti. Bentuk kebudayaan sering diwujudkan berupa simbol-simbol,
masyarakat Jawa kaya akan sistem simbol tersebut. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa,
simbol telah mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, dan religi. Sistem
simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Salah satu tradisi yang
masih bertahan dimasyarakat hingga saat ini adalah UPACARA ADAT
TINGKEBAN.

Tingkeban adalah salah satu tradisi daur kehidupan manusia dalam selametan kehamilan
anak pertama yang menginjak usia kandungan tujuh bulan. Tradisi ini dilakukan dengan
tujuan mendoakan bayi yang dikandung agar terlahir dengan normal, lancar, dan
dijauhkan dari berbagai kekurangan dan berbagai bahaya. Di Jawa terkenal juga dengan
sebutan mitoni yang berasal dari kata pitu yang berarti tujuh. Kata pitu atau tujuh
mengandung do'a dan harapan. Semoga kehamilan ini mendapat pertolongan dari Tuhan
Yang Maha Esa, bayi yang dikandung selamat, calon ibu yang mengandung selalu
diberikan kesehatan dan keselamatan dalam proses persalinan. Mitoni juga terkenal
dengan sebutan tingkeban. Penamaan ini berdasarkan kisah sepasang suami istri
bernama Ki Sedya dan Ni Satingkeb yang menjalankan laku prihatin atau brata sampai
permohonan dikabulkan oleh Tuhan.
3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah proses terbentuknya upacara adat Tingkeban?
2. Apa saja tahapan kegiatan upacara adat Tingkeban?
3. Apa saja peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan upacara adat
Tingkeban?
4. Apa tujuan pelaksanaan upacara adat Tingkeban?
5. Mitos apa yang muncul pada upacara adat Tingkeban?
6. Bagaimana mitos pada upacara adat Tingkeban dapat dibuktikan secara ilmiah?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui sejarah proses bisa terbentuknya Tradisi Tingkeban.


2. Mengetahui tahapan kegiatan tradisi Tingkeban.
3. Mengetahui peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan tradisi
Tingkeban.
4. Mengetahui tujuan pelaksanaan Tradisi Tingkeban.
5. Mengetahui mitos apa saja yang muncul pada upacara adat Tingkeban.
6. Mengetahui bagaimana mitos pada upacara adat Tingkeban dapat dibuktikan
secara ilmiah.

D. Manfaat
1. Memperluas wawasan dan menambah pengetahuan tentang Tradisi Tingkeban.
2. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan sumber pembelajaran.
4

BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah

Pada masa Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Jayabaya, ada rakyat wanita bernama
Niken Satingkeb. Ia menikah dengan punggawa kerajaan yang setia bernama Sediya.
Dari pernikahan ini, dikaruniai sembilan orang anak. Tapi, nasib malang menimpa
keluarga mereka, tidak ada seorang anak pun berumur panjang. Sediya dan Niken
Satingkeb tidak menyerah dan putus asa dan selalu berdoa agar kembali mempunyai
anak yang kelak tidak ditimpa nasib malang seperti anak-anak sebelumnya. Segala
petuah dari orang lain selalu diperhatikan, tapi belum ada tanda-tanda istrinya
mengandung. Setelah selang waktu beberapa lama, mereka menghadap raja untuk
mengadukan nasib buruk yang menimpanya dan mohon diberi petunjuk agar
dianugerahi anak lagi yang tidak mengalami nasib buruk seperti anak-anak sebelumnya.
Sang raja yang bijaksana itu terharu mendengar pengaduan dan kisah keluarga Nyai
Niken Satingkeb. Maka dari itu, beliau memberi petunjuk supaya Nyai satingkeb pada
hari Tumbak (Rabu) dan Budha (Sabtu) harus mandi air suci dengan gayung tempurung
kepala atau batok. Selama mandi harus disertai pembacaan do'a Hong Hyang Hanging
Amarta, Martini Sarwa Huma, humaningsun ia wasesaningsun, ingsun pudyo sampurno
dadyo manungso. Setelah selesai mandi, Niken Satingkeb harus memakai pakaian yang
sangat bersih. Kemudian dijatuhkan dua buah kelapa gading yang berjarak antara perut
dan baju yang dipakai. Kelapa gading tersebut diberi gambar Arjuna dan Subadra atau
Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Maksudnya jika kelak anaknya telah lahir, diharapkan
mempunyai paras cantik atau

ganteng seperti yang tertera pada gambar. Selanjutnya, calon ibu harus mebelitkan daun
tebu wulung pada perutnya yang nantinya akan dipotong sebilah keris. Segala petuah
dan saran yang diberikan sang raja dijalankan dengan cermat. Ternyata, segala
permintaan mereka dikabulkan. Semenjak kisah itu terjadi, upacara tingkeban
diwariskan secara turun-temurun dan jadi tradisi wajib untuk orang Jawa yang
menghormatinya.

B. Tahapan Kegiatan
Tahapan pertama dalam pelaksanaan tradisi tingkeban adalah siraman atau memandikan
calon ibu oleh tujuh orang sesepuh yaitu bapak, ibu, bapak ibu mertua, nenek dan
keluarga terdekat. Kedua, memecahkan telur yang dimasukan ke dalam kain. ketiga,
membelah kelapa yang telah digambar tokoh Kamajaya (untuk anak laki-laki) dan Ratih
(untuk anak perempuan). Keempat, pada malam hari sebelum pelaksanaan tingkeban
dilakukan selamatan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, do’a dan sedekah
dari tuan rumah kepada para tetangga. Masyarakat melakukan tradisi tingkeban ada juga
yang lebih sederhana seperti hanya acara selamatan saja yang dilakukan pada malam
hari dengan pembacaan surat Yasin dan do’a dan diakhiri dengan memberikan makanan
kepada para tamu yang hadir.
Rangkaian Upacara Tingkeban terdiri dari :

 Sungkeman
Sungkeman ini dilakukan oleh istri kepada suami dan dilanjutkan oleh suami –
istri pada orangtuanya.

 Siraman
Siraman ini dilakukan kepada calon orang tua jabang bayi dengan air dari 7
sumber dan dilakukan oleh tujuh orang sesepuh keluarga. Gayung yang dipakai
untuk siraman ini terbuat dari kelapa yang masih ada dagingnya dan bagian
dasarnya diberi lobang. Setelah siraman si calon ibu dpakaikan kain 7 warna,
yang melambangkan sifat-sifat baik yang akan dibawa oleh jabang bayi dalam
kandungan. Calon ayah si bayi kemudian menjatuhkan tropong (alat tenun
tradisional ) di sela kain 7 warna yang melambangkan proses kelahiran si bayi
kelak yang berjalan lancar dan sempurna.
 Pantes-pantes (Ganti Busana 7 kali)
Dalam acara pantes-pantes ini calon ibu dipakaikan kain dan kebaya 7 macam.
Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang
menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Ibu-ibu yang hadir saat ditanya apakah
si calon ibu pantas menggunakan busana-busana tersebut menberikan
jawaban :“dereng Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke tujuh
yang berupa kain lurik dengan motif sederhana baru ibu-ibu yang hadir
menjawab : “pantes” (pantas). Di sini merupakan perlambang bahwa ibu yang
sedang mengandung sebiknya tidak memikirkan hal yang sifatnya keduniawian
dan berpenampilan bersahaja.
 Tigas Kendit
Calon ibu kemudian diikat perutnya (dikenditi) dengan janur kuning. Ikatan
janur ini harus dipotong (ditigas) oleh calon ayah si bayi untuk membuka ikatan
yang menghalangi lahirnya si jabang bayi. Ikatan tersebut dipotong dengan keris
yang ujungnya diberi kunyit sebagai tolak bala.
 Brojolan
Dalam acara brojolan ini, dua buah Cengkir gading (kelapa gading muda) yang
telah diberi gambar wayang (biasanya gambar Betara Kamajaya-Dewi Ratih
atau Harjuna – Sembadra) dimasukkan oleh calon ayah melalui perut calon ibu
dan diterima oleh nenek jabang bayi. Harapan dari acara ini adalah supaya si
jabang bayi yang lahir memiliki fisik dan sifat seperti tokoh wayang tersebut.

7
 Angrem
Di sini Calon Ibu duduk di tumpukan kain yang tadi digunakan dalam
acaraPantes-pantes seperti ayam betina yang sedang mengerami telurnya.
Harapannya adalah agar si jabang bayi dapat lahir cukup bulan.
 Dhahar Ajang Cowek
Di sini calon ayah duduk mendamping calon ibu di tumpukan kain dan berdua
mengambil makanan yang disediakan dengan alas makan cowek (cobek)dan
mereka berdua memakannya sampai habis. Harapannya adalah supaya plasenta
bayi menjadi sehat sehingga si jabang bayi dapat bertumbuh dengan sehat.
 Setelah semua acara ini selesai, dilanjutkan dengan acara dodol dawet/dodol
rujak,yang merupakan penutup rangkaian upacara Tingkeban. Tamu yang hadir
membeli dawet tersebut menggunakan uang yang terbuat dari kreweng (tanah
liat).

Waktu upacara Tingkeban menurut pakemnya adalah pada hari Selasa atau Sabtu, pada
siang hari sampai sore (11.00-16.00). Acara ini lebih baik diadakan pada setiap tanggal
ganjil sebelum bulan purnama.
C. Peralatan dan Bahan

Bahan yang dipersiapkan dalam tradisi tingkeban adalah nasi tumpeng dengan lauk
pauk sederhana, hidangan ayam ingkung, tumpeng kuat (satu tumpeng besar dan enam
tumpeng kecil yang mengelilingi tumpeng besar), jajan pasar yang dibeli dari pasar
langsung seperti kue cucur, jalabria, kue lapis, dan kue lainnya. Keleman yang
merupakan jenis ubi-ubian sebanyak 7 macam seperti ubi jalar, kentang, ketelan dan
lain-laim. Rujakan terdiri dari buah-buahan segar, bubur merah putih, dawet, kupat,
lepet dan kurapan. Tadisi tingkeban tidak memerlukan perlengkapan khusus. Apabila
dilakukan

proses siraman maka peralatan yang dibutuhkan hanya bokor, sekar tempurung, boreh,
dan kendi.

 Perlengkapan Upacara untuk Bangsawan


Dilansir dari Jogjaprov.go.id, perlengkapan upacara Tingkeban terbagi menjadi
dua, yaitu perlengkapan untuk golongan bangsawan dan perlengkapan untuk
rakyat biasa. Bagi para bangsawan, perlengkapan upacara sajennya sebagai
berikut: tumpeng robyong, tumpeng gundul, sekul asrep-asrepan, ayam hidup,
sebutir kelapa, lima macam bubur, dan jajanan pasar. Sementara itu kendurinya
terdiri dari berbagai jenis makanan antara lain nasi majemukan, tujuh macam
nasi, pecel ayam, sayur menir, ketan kolak, apem, nasi gurih, ingkung, nasi
punar, ketupat, rujak, dawet, air bunga, dan kelapa tabonan.
 Perlengkapan Upacara untuk Rakyat Biasa
Sedangkan untuk rakyat biasa, perlengkapan upacara sajennya sebagai berikut:
sego hangan, jajanan pasar, jenang abang putih, jenang baro-baro, emping ketan,
tumpeng robyong, sego golong, sego liwed, dan bunga telon. Sedangkan untuk
kendurinya antara lain: sego gurih, sego ambegan, jajanan pasar, ketan kolak,
apem, psang raja, sego jajanan, tujuh buah tumeng, jenang, kembang boreh, dan
kemenyan.

D. Tujuan
Upacar tingkeban dilakukan dengan tujuan sebagai sarana berdoa agar jabang bayi yang
ada dalam kandungan selalu diberi kesehatan. Selain itu, masyarakat Jawa juga
meyakini tingkeban harus dilaksanakan agar ibu dan anak dalam kandungan terhindar
dari malapetaka. Upacara tingkeban juga mengandung makna solidaritas primordial
yang berkaitan dengan adat-istiadat yang sudah turun-temurun. Bagi masyarakat Jawa,
mengabaikan adat akan menimbulkan celaan dan nama buruk bagi keluarga. Oleh
karena itu, meninggalkan tingkeban tidak hanya melanggar etik status sosial, namun
juga tidak menghormati tatanan para leluhur.

E. Mitos
Menurut Murniatmo (2000), tingkeban adalah upacara yang diadakan untuk
keselamatan seorang perempuan yang pertama kali mengandung besertaanak yang
dikanduungnya.

Upacara ini diadakan pada saat kandungan berumurtujuh bulan sehingga disebut juga
sebagai upacara mitoni. Sementara bagi orangJawa, upacara tingkeban atau mitoni
merupakan upacara terpenting di antaraupacara lain yang berhubungan dengan
kehamilan. Mereka beranggapan jika tidakmelakukan upacara ini akan timbul akibat
yang tidak diharapkan bagi keselamatanibu dan anak yang akan dilahirkannya. Untuk
melaksanakan upacara tingkebanatau mitoni telah ada ketentuannya. Adapun ketentuan
tanggal untukmelaksanakan upacara mitoni yaitu tanggal ganjil menurut perhitungan
Jawa dantanggal-tanggal sebelum bulan purnama.Upacara mitoni merupkan upacara
peralihan yang dipercaya sebagaisarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam
inisiasi yang menunjukkan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-
unsur kepercayaanlama. Selain sebagai penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama,
dalam upacaramitoni juga terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah
adatistiadat yang secara turun temurun dan dilestarikan oleh kelompok
sosialnya.Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk
bagikeluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial masyarakatnya ( Yana,2010).

F. Hubungan Upacara Adat Tingkeban dengan Mitos


Pada tradisi mitoni muncul mitos bahwa jika tradisi nenek moyang initidak
dilaksanakan maka dikhawatirkan akan timbul akibat yang tidak diharapkanterhadap
keselamatan bayi dan ibunya. Kepercayaan yang cukup kuat tentangmitos ini
mendorong masyarakat Jawa tetap melestarikan tradisi mitoni demimenghindari akibat
buruk yang akan terjadi. Sebenarnya mitos mengenaikeselamatan bayi dalam
kandungan yang tersebar dalam tradisi mitoni ini adakaitannya dengan salah satu
rangkaian acara mitoni yaitu membaca ataumendengarkan ayat suci al-Qur’an.
Masuknya bacaan al-Qur’an dalam tradisi mitoni mengakibatkan terjadinya akulturasi
budaya. Budaya lama merupakan budaya Jawa yang dimasuki oleh budaya baru yakni
Islam. Unsur-unsur Islamyang masuk dalam tradisi mitoni berupa pembacaan surat-
surat tertentu pada saatupacara mitoni. Sedangkan unsur budaya Jawa masih tetap
dilaksanakan.Udara dan air berdifusi bebas menembus plasenta, tetapi bagaimana
mekanismenya belum diketahui. Pada fase prenatal terjadi pertumbuhan yang penting di
dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangatmempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rahimnya.Rangsangan yang diberikan ibu
kepada anaknya dalam rahim sangat penting

10

bagi perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi dengan anak


sejak dalam rahim. Memasuki bulan keenam dan ketujuh masa kehamilan, bayi mulai
mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suara usus dan paru-paru,dan juga
suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketubanyang ada dalam
rahim.Menurut penelitian Surilena menyatakan bahwa stimulus bunyi darilingkungan
yang tersedia melalui pendengaran mempunyai presentase cukuptinggi, dan buktinya
jelas bahwa dari kira-kira 18 minggu masa perkembangandalam Rahim, musik
memainkan peran sangat penting dalam proses pembentukansinaps di otak seorang
anak. Begitu anak lahir dan tumbuh menjadi besar, musikakan terus menyempurnakan
fisiologisnya, kecerdasannya, juga perilakunya.Selain musik, Al-Qur’an juga
memberikan pengaruh besar jika diperdengarkankepada bayi. Hal tersebut diungkapkan
Dr. Nurhayati dari Malaysia dalamseminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia
pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya
diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan respon tersenyum dan menjadi lebih
tenang.

Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam al-Qur’an. Salah satunya adalah
al-Qur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan meningkatkan
intelegensinya. Setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan
panjanggelombang tertentu. Nah, ternyata, bacaan al-Qur’an yang dibaca dengan
tartilyang bagus dan sesuai dengan tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang
yang mampu mempengaruhi otak secara positif dan mengembalikankeseimbangan
dalam tubuh. Al-Qur’an memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti:
memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas,meningkatkan kekebalan
tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi,menyembuhkan berbagai penyakit,
menciptakan suasana damai dan meredakanketegangan saraf otak, meredakan
kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuatkepribadian, meningkatkan kemampuan
berbahasa dan sebagainya. Hal inidikarenakan frekuensi gelombang bacaan al-Qur`an
memiliki kemampuan untukmemprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan
kemampuan, sertamenyeimbangkannya (Kusrinah, 2013).Otak telah tumbuh jauh
sebelum bayi lahir. la telah mulai bekerja yanghasilnya merupakan benih penginderaan
berdasarkan prioritas. Umumnya pendengaran lebih dulu. Jadi, selama masa itu penting
sekali untuk selalu

11

menghadirkan lingkungan kondusif dan baik bagi perkembangan otaknya. Dalam musik
terkandung komposisi not balok secara kompleks dan harmonis, yangsecara psikologis
merupakan jembatan otak kiri dan otak kanan, yang output-nya berupa peningkatan
daya tangkap/konsentrasi. Ternyata al-Qur’an pun demikian, malah lebih baik. Ketika
diperdengarkan dengan tepat dan benar, dalam artiansesuai tajwid dan makhraj, al-
Qur’an mampu merangsang syaraf-syaraf otak padaanak. Kita semua tahu, neuron pada
otak bayi yang baru lahir itu umumnya seperti “disket kosong siap pakai”. Artinya, siap
dianyam menjadi jalinan akal melaluimasukan berbagai fenomena dari kehidupannya.
Kemudian akan terciptalah sirkuit dengan wawasan tertentu. Istilah populernya
“intelektual”. Sedangkan anyaman tersebut akan semakin mudah terbentuk pada waktu
dini. Neuron yangtelah teranyam di antaranya untuk mengatur faktor yang menunjang
kehidupandasar seperti detak jantung dan bernapas. Sementara neuron lain menanti
untukdianyam, sehingga bisa membantu anak menerjemahkan dan bereaksi
terhadapdunia luar.Menurut penelitian Yasmin dalam Fatmawati (2013) tentang
kehamilan diatas 30 minggu yaitu bayi dalam kandungan telah dapat mendengar suara
dari luardirinya. Bayi yang sedang berkembang mendengar bunyi saluran pencernaan
yang bising dan denyut jantung ibu. Janin mendengar suara ibunya juga, tetapi
tidakdapat mendengar suara dengan intonasi tinggi. Dia juga mengemukakan
bahwadenyut jantung janin meningkat dalam berespon terhadap intonasi suara
yangdidengar melalui abdomen ibunya, sehingga bayi baru lahir ditemukan
lebihmenyukai suara ibunya daripada suara orang asing. Fatmawati (2013) menyatakan
bahwa denyut jantung janin akan sangat terpengaruhi oleh intonasi suara yanglembut
atau mirip dengan suara ibu ini akan membuat suasana menjadi tenang dandenyut
jantung janin relatif stabil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan denyut
jantung janin saat diberi stimulasi musik klasik lebih besardibandingkan dengan
murotal. Stimulasi murotal akan mempengaruhi denyut jantung menjadi lebih stabil
dibandingkan dengan musik klasik.Dr. Al Qadhi melalui penelitiannya di Klinik Besar
Florida AmerikaSerikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan murotal,
denganditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi
tekanandarah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran
listrik.Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan bahwa bacaan murotal berpengaruh
besarhingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

12

CONTOH UPACARA ADAT TINGKEBAN :

7 Momen Prosesi Tingkeban Nella Kharisma, Menawan dengan Balutan Adat Jawa

Memasuki usia kehamilan 7 bulan, pedangdut Nella Kharisma menggelar upacara


Tingkeban atau mitoni pada Sabtu (12/6/2021). Prosesi yang disebut juga dengan mitoni
itu berlangsung dengan nuansa yang kental dengan adat Jawa. Prosesi Tingkeban itu
dihadiri oleh seniman kondang Solo seperti maestro dalang Ki Mantep Sudarsono dan
musisi serta penyanyi Endah Laras. Tampak dari unggahannya, Endah Laras
membagikan foto bersama Nella Kharisma dan Dory Harsa, tak lupa panjatan doa untuk
Nella dan buah hati pun ia tulis pada caption. 

Untuk diketahui, upacara tingkeban atau mitoni merupakan salah satu tradisi daur
kehidupan manusia dalam selametan kehamilan anak pertama yang menginjak usia
kandungan tujuh bulan. Upacara ini bertujuan untuk mendoakan bayi yang dikandung
agar terlahir dengan normal, lancar, dan dijauhkan dari berbagai kekurangan dan mara
bahaya. Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, berikut beberapa momen
saat pedangdut Nella Kharisma menjalani prosesi/upacara Tingkeban.

13

1. Nella Kharisma tampak mengenakan kain kemben didampingi sang suami yang juga
mengenakan beskap Solo.
2. Acara Tingkeban itu juga dihadiri oleh maestro dalang Ki Mantep Sudarsono.

14

3. Aura kecantikan Nella Kharisma makin terlihat ketika menjalani acara siraman.
4. Selain siraman, rangkaian upacara Tingkeban Nella Kharisma juga dilakukan
brojolan.

15

5. Prosesi Tingkeban dilanjutkan dengan mbelah cengkir (membelah kelapa muda).


6. Lanjut dengan pantes-pantesan atau berganti kain jarik hingga tujuh kali.

16

7. Kenakan busana kebaya kutubaru lengkap dengan kain dan sanggul klasiknya, Nella
Kharisma lanjut prosesi 'dodol dawet' atau berjualan dawet.
17
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi tingkeban (tujuh bulanan) adalah suatu adat kebiasaan atau upacara yang
dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan (seorang ibu),
yang mana tingkeban ini merupaka suatu peninggalan atau warisan kebudayaan yang
diciptakan oleh para leluhur sebagai ritual adat dengan maksud supaya embrio dalam
kandungan dan ibu yang mengandung memperoleh keselamatan. Tradisi Tingkepan ini
di lakukan hanya untuk kehamilan anak pertama, sedangkan untuk anak kedua, ketiga,
dan seterusnya biasanya tidak ada acara Tingkepan. Dalam pelaksanaan upacara ini
terdapat beberapa rangkaian acara yang harus dilaksanakan di antaranya adalah siraman
kemudian dilanjutkan dengan adanya acara selamatan.

B. Saran
Sering kali kita tidak menyadari, di era globalisasi saat ini banyak masyarakat yang
kurang menghargai kebudayaan Indonesia yang beragam. Semangat nasionalisme di
Indonesia patut dipertanyakan karena dampak globalisasi. Hal ini menjadi pertanyaan
yang lebih besar di kalangan anak muda karena mereka adalah penerus bangsa.
Nasionalisme mengacu pada cinta tanah air yang dipengaruhi oleh keterikatan
emosional sebagai warga negara Indonesia.

Kebudayaan adalah salah satu yang menggambarkan sifat nasionalis. Mari cintai
kebudayaan negeri ini, karena budaya adalah salah satu hal yang membentuk negara
Indonesia. Mulai dari memperkenalkan kebudayaan Indonesia sejak dini dan
menanamkan rasa cinta terhadap Tanah Air. Dengan menerapkan hal tersebut maka
Indonesia akan menjadi negara yang bersatu warganya walaupun memiliki banyak
perbedaan. Bersama-sama kita wujudkan semboyan bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka
Tunggal Ika. Sehingga budaya Indonesia tetap terjaga dan diharapkan tidak akan ada
lagi perpecahan di negeri ini sehingga menjadikan Indonesia negara yang aman, adil,
dan makmur.
18

DAFTAR PUSTAKA

Geertz, Clifford (2013). Agama Jawa : Abangan, Santri , Priyayi dalam Kebudayaan
Jawa. Depok: Komunitas Bambu. hlm. 41. ISBN 978-602-9402-12-4.

"ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI TINGKEBAN PADA


MASYARAKAT JAWA DI DESA CENDANA KECAMATAN MUARA SUGIHAN
KABUPATEN BANYUASIN". webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal
2020-09-12.

Utomo, Sutrisno Sastro (2005). Upacara daur hidup adat Jawa: memuat uraian
mengenai upacara adat dalam siklus hidup masyarakat Jawa. Effhar. hlm. 5–7. ISBN
978-979-501-457-7.

"ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI TINGKEBAN PADA


MASYARAKAT JAWA DI DESA CENDANA KECAMATAN MUARA SUGIHAN
KABUPATEN BANYUASIN". webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal
2020-09-12.

"RITUAL TINGKEBAN DALAM PERSPEKTIF AQIDAH ISLAM (Studi Kasus Di


Kelurahan Srondol Kulon Kecamatan Banyumanik Kota Semarang) SKRIP".
webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2020-09-12.

"NELONI, MITONI ATAU TINGKEBAN: (Perpaduan antara Tradisi Jawa dan


Ritualitas Masyarakat Muslim)". webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal
2020-09-12.

https://m.merdeka.com/jateng/mengenal-tingkeban-upacara-adat-jawa-rayakan-
kehamilan-anak-pertama.html

https://amp.kompas.com/surabaya/read/2022/01/29/151748178/tradisi-tingkeban-asal-
usul-rangkaian-dan-tujuannya

http://indonesianall.blogspot.com/2015/05/upacara-adat-tingkeban.html?m=1
19

Anda mungkin juga menyukai