Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERKEMBANGAN EMOSIONAL

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Pengembangan Peserta Didik

Yang Diampuh oleh Bapak Dr. Bahri S.Pd, M.Pd.

Disusun Oleh :

Aninda Thesa Pamangin

210602500016

Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum

Pendidikan Sejarah

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun
yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia
adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun, juga dengan sesamanya. Pada masa ke
masa setiap orang akan mengalami perkembangan mulai dari bayi hingga usia lanjut pasti banyak
perkembangan-perkembangan yang akan mereka lalui. Salah satunya adalah perkembangan emosi.
Kadang mereka merasa marah, sedih, malu,benci dan masih banyak lagi. Karena setiap manusia
mempunyai keunikan masing masing pastinya perkembangan semosi setiap individu pastinya berbeda,
dan cara mereka mengatasi permasalahan perkembangan emosi juga pasti berbeda. Kadang peran kita
sebagai guru, orang tua, bahkan masyarakat pun sangat membantu dalam menghadapi perkembangan
emosi mereka.

Selanjutnya, latar belakang penulisan makalah ini untuk tugas mata kuliah perkembangan peserta didik.

1.2 Rumusan masalah

Makalah ini membahas beberapa masalah berkaitan dengan perkembangan emosi peserta didik hingga
orang dewasa serta anak berkebutuhan khusus (ABK). Maka, rumusan masalah sebagai berikut;

- Bagaimana implikasi perkembangan emosi terhadap cara mengajar guru?

- Apa saja permasalahan emosional yang dihadapi oleh peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK,
dewasa dan lanjut usia, dan ABK?

- Bagaimana solusi permasalahan emosional peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan
lanjut usia, dan ABK?

1.3 Tujuan

Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :

-:Mengetahui implikasi perkembangan emosi terhadap cara mengajar guru

- Mengetahui permasalahan emosional yang dihadapi oleh peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK,
dewasa dan lanjut usia, dan ABK?

- Mengetahui solusi permasalahan emosional peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan
lanjut usia, dan ABK?

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian perkembangan emosi

Setiap manusia pasti mengalami perkembangan emosional, semakin bertambah usia maka semakin
berkembang pula sisi emosionalnya. Emosi yang biasa dialami oleh seseorang ialah berupa rasa senang,
sedih, kesal, frustasi, rasa bersalah, terharu, rasa cinta, cemburu, takut, dan rasa khawatir.

Menurut English and English emosi adalah “a complex feeling state accompained by characteristic motor
and glandular activities” artinya suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik
kegiatan kelenjar dan motoris.

Sarlito Wirawan berpendapat bahwa emosi adalah setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai
warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).

Sedangkan perkembangan menurut Reni Akbar Hawadi, perkembangan adalah proses perubahan dari
potensi yang dimiliki oleh individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru,
mencakup saat pembuahan sampai pada kematian.

Menurut Aliyah B. Purwakania, perkembangan menunjukkan adanya tahapan, pola, prinsip, aspek, dan
faktor yang terlibat dalam perkembangan manusia.

Dari beberapa pengertian diatas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan emosional
adalah proses perubahan dari potensi yang dimiliki oleh manusia yang disertai warna afektif baik pada
tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).        

2.2 Proses perkembangan emosi

Dalam KBBI, definisi proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu.
Perkembangan emosi juga memerlukan waktu untuk berkembang dan menuju pada kesempurnaan.
Berikut ini adalah proses perkembangan emosi dalam menuju kematangan :

1. Infant (Masa Bayi) - Usia 0-2 Tahun

Pada fase bayi, mereka akan membutuhkan belajar banyak hal dan mengetahui lingkungannya dengan
familiar. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perlakuan yang di dapat pada usia ini akan memiliki peran
penting dalam pembentukan rasa percaya diri mereka. Pada minggu 3-4 usia anak, mereka akan mulai
menunjukkan senyumnya ketika merasa nyaman berada di lingkungannya. Dan di minggu ke-8, mereka
akan selalu tersenyum pada orang-orang disekitarnya. Pada bulan ke-4 hingga ke-8. anak akan mulai
belajar untuk mengekspresikan emosi di dalam diri mereka seperti marah, takut, gembira, hingga takut.

Pada usia 12-15 bulan, anak akan merasakan ketergantungan yang semakin besar pada orang-orang
yang merawatnya. Mereka akan merasa tidak nyaman bila ada orang asing yang menghampirinya. Pada
usia mencapai 2 tahun, anak mulai pandai meniru reaksi emosi yang diperlihatkan oleh orang-orang di
sekitarnya.
2. Masa Balita – Usia 2-5 Tahun

Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa
verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai
diri. Usia 3-5 tahun anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai
belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta
mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Pada fase ini untuk pertama kali anak
mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada
beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara
yang kalah akan sedih.

3. Masa Kanak-Kanak – Usia 5-12 Tahun

Masa kanak-kanak juga disebut “the golden age” mengapa demikian? Karena pada usia inilah benih dari
sikap, kebiasaan, sopan-santun, akhlak, belajar, pendidikan awal, dan lain sebagainya akan ditanam.
Maka sebaiknya, orang tua harus memperhatikan lebih anaknya saat usia emas ini.

Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep
keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut
kemampuan untuk menyembunyikan informasi

Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan
bangga. Anak dapat merasakan konflik emosi yang dialaminya.

Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon
terhadap distress (stress yang sifatnya negative) emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat
mengontrol emosi negative seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih,
marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol.

Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta
nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di
usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat
diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.

Dalam masa ini, bimbingan para orang tua serta guru PAUD, TK sangatlah penting untuk
mengembangkan kecerdasan emosional dengan kebiasaan-kebiasaan baik, misalkan jika kita berbuat
salah, kita harus berani meminta maaf. Seorang guru ketika berbicara dengan anak TK sebaiknya
merendah, agar mata dapat saling bertemu tanpa si Kecil menghadap keatas, ini adalah salah satu cara
agar anak mengerti caranya menghormati dan menghargai sesama.

4. Masa Remaja - 12-18 Tahun

Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang
dewasa lainnya. Hal ini terkadang bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan dengan
pendapat orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan
pendapat ini seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak
terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung mencari jalan keluar di luar
rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib. Seringkali karena yang
dihadapi adalah remaja yang seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum
berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, solusi yang didapatkan sendiri bersifat kurang
bijaksana.

Pada dasarnya usia remaja merupakan masa kritis bagi pembentukan kepribadian. Remaja yang sedang
dalam masa pancaroba ini apabila tidak mendapat bimbingan serta suasana lingkungan yang baik dapat
menjurus pada berbagai kelainan tingkah laku, kenakalan, bahkan sampai melibatkan diri pada tindak
kejahatan, termasuk penyalahgunaan obat narkotika serta perilaku seksual.

5. Dewasa Awal – Usia 18-40 Tahun

Perkembangan yang terjadi pada masa dewasa awal emosinya mengikuti faktor hormonal, dan masa ini
pula mereka sudah dapat mengendalikan emosi. Emosi yang dimiliki sudah terbentuk pada saat remaja,
dan pada masa dewasa ini mereka sudah bisa lebih bijak dalam bersikap dengan emosi yang mereka
miliki. Pada masa dewasa madya pola emosi antara laki-laki dan perempuan berbeda.

Dewasa Awal merupakan satu tahap yang dianggap kritikal selepas alam remaja. Ia dianggap kritikal
karena disebabkan pada masa ini manusia berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga.
Pada peringkat ini, seseorang perlu membuat pilihan yang tepat demi menjamin masa depannya
terhadap pekerjaan dan keluarga. Pada masa ini juga seseorang akan menghadapi dilema antara
pekerjaan dan keluarga. Berbagai masalah mulai timbul terutama dalam perkembangan karir dan juga
hubungan dalam keluarga.Dan masalah yang timbul tersebut merupakan salah satu bagian dari
perkembangan sosio-emosional.

Pada masa ini, sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan sampai taraf
universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya. Kehidupan
psikososial dewasa muda makin kompleks dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja,
mereka akan memasuki kehidupan pernikahan, membentuk keluarga baru, memiliki seorang anak, dan
tetap harus memperhatikan orang tua yang makin tua.

Dalam buku Sapiens, pada masa lampau, seorang dewasa awal akan diajak berburu karena menurut
para tetua mereka pemikiran mereka telah matang dan mental sudah terbentuk sehingga ketika
menghadapi binatang buas tidak gugup dan tahu harus berbuat apa.

6. Dewasa Madya – Usia 40-60 Tahun

Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur 40 sampai 60 tahun. Ciri-cirinya yang menyangkut
pribadi dan sosial yaitu: masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam
kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru.
Aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra, dan mengalami sakit dengan
penyakit tertentu yang belum pernah dialami (rematik, asam urat, dll). Perhati terhadap agama lebih
besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap
agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial. Mereka akan mencapai tanggung jawab sosial sebagai
warga negara, membantu anak remaja belajar dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan
perubahan pada aspek fisik, mencapai dan mempertahankan prestasi karier, serta memantapkan peran-
perannya sebagai orang dewasa.

7. Masa Usia Lanjut – Usia 60 Tahun sampai mati

Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lanjut usia mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat
mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini menyebabkan lanjut usia kemudian
menjadi menarik diri dari lingkungan sosial.

Hal ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis (pendengaran, penglihatan,
daya ingat, cara berpikir dan interaksi sosial). Mereka akan lebih memantapkan diri dalam pengamalan
ajaran-ajaran agama, mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan,
masa pensiun, berkurangnya penghasilan dan kematian pasangan hidup. Mereka akan membentuk
hubungan dengan orang seusia dan memantapkan hubungan dengan anggota keluarga.

Emosi pada orang usia lanjut akan memunculkan rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan
menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia. Karena sebab
inilah, terkadang mereka memiliki sifat yang seperti anak-anak

2.3 Tahap-tahap perkembangan emosi

Berikut adalah teori milik Erik Erikson mengenai tahap perkembangan emosi seseorang :

• Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)

Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan

Terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.

Karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan
kualitas dari pengasuh kepada anak.

Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh
yang tidak konsisten, tidak dapat mengasuh dengan emosional yang baik, dapat mendorong perasaan
tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan
menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia itu buruk

• Tahap 2. Autonomy vs shame and doubt (otonomi vs malu dan ragu-ragu)


Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun

Terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.

Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini.
Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada
perasaan mengendalikan dan kemandirian.

Mulai memiliki rasa pengendalian lebih atas pemilihan makanan,mainan yang disukai, dan juga
pemilihan pakaian.

Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak
berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

• Tahap 3. Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah)

Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.

Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui
permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia
sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.

Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya
peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.

Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan
kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi
kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.

• Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)

Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga
terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. 

Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru akan membangun perasaan kompeten dan
percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya. Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali
dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk
berhasil.

Prakarsa yangdicapaisebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman
baru.

Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka
menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.

Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah


diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.

• Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)

Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun

Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.

Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka
menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).

Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan


romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang
berbeda dalam suatu peran khusus.

Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam
kehidupan, identitas positif akan dicapai.

Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak
peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.

Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri,
perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.

Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman
dan bingung terhadap diri dan masa depannya.

• Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)

 Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)

 Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap
berkomitmen dengan orang lain.

Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.

Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang
intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung
memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara
emosional, kesendirian dan depresi.

Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.

• Tahap 7. Generativity vs Stagnation (bangkit vs stagnan)

Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).

Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia
dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.

Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.

• Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)

Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)

Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.

Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak
penyesalan.

Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa

Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan
yang pernah dialami.

Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Implikasi perkembangan emosi peserta didik terhadap cara mengajar guru

Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik dituntut untuk benar-benar memahami
mengenai segala bentuk perilaku, baik itu perilakunya sendiri ataupun perilaku orang-orang yang
terlibat dalam tugasnya termasuk perilaku peserta didik. Hal ini dimaksudakan agar guru mampu
menerapkan kewajiban dan perannya dengan efektif, efisien dan bermanfaat nyata dalam mencapai
tujuan pendidikan di sekolah sebagai tempat dia mengajar.

Berikut adalah beberapa peran guru dalam psikologi perkembangan:

- Membuat konsep yang tepat

Konsep seperti apa yang dimaksud? Konsep disini adalah berarti konsep perkembangan dalam
mewujudkan tujuan pendidikan dan pengajaran di masing-masing kelas.

- Strategi yang tepat


Guru harus memahami psikologi pendidikan atau psikologi perkembangan, tepat mengambil strategi
aau cara pengajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, segala bentuk metode belajar dan
gaya belajar yang sedang dihadapi siswanya.

- Memberikan bimbingan atau konseling

Seorang guru mampu memberikan saran psikologis yang tepat dan benar yakni dengan menumbuhkan
hubungan interprsonal Anda dalam suasan keakraban antar individu satu dengan individu lainnya.

- Memberikan fasilitas dan mendorong motivasi belajar

Memfasilitasi merupakan usahan untuk meningkatkan segala bentuk potensi yang dimiliki oleh siswa
antara lain bakat, intelegensi dan minat. Lain halnya dnegan memotivasi berarti usaha guru untuk
memberikan pacuan semangat kepada siswanya dalam mencapai sesuatu seperti prestasi dalam belajar.

- Suasana belajar kondusif

Belajar akan lebih efektif jika terjadi di dalam suasana yang kondusif.

- Lebih cepat tanggap dan berinteraksi

Guru dengan memiliki pemahaman psikologi yang baik akan lebih bisa membaca segala sesuatu yang
terjadi pada peserta didik.

- Menilai dengan adil

Psikologi yang baik juga akan mengarahkan guru dalam memberikan penilaian secara adil baik itu dari
segi teknis penilaian, bentuk-bentuk prinsip penilaian guru terhadap siswa hingga pada penentuan hasil-
hasil pendidikan.

- Menguasai bahan materi

Dengan memiliki pemahaman psikologi yang baik, guru akan lebih bertanggung jawab untuk
mempersiapkan segala bentuk materi sehingga peserta didik dapat lebih mudah untuk menerima dan
memahami materi yang disampaikan.

- Memiliki pengetahuan yang luas

Guru seyogyanya juga harus memiliki pengetahuan yang luas dalam segala topik permasalahan terbaru
atau terupdate pada saat itu. Sebab, siswa yang memiliki pemikiran kritis tidak segan akan lebih banyak
bertanya apalagi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang baru.

- Sebagai mediator yang baik

Selain pengetahuan yang luas akan segala hal, guru yang memiliki pemaham psikologi yang baik juga
akan menguasai media pendidikan. Media pendidikan adalah alat bantu komunikasi agar proses
pembelajaran lebih efektif dan peserta didik dapat menangkap dengan jelas maksud dari materi yang
diajarkan.

Demikian peran guru dalam psikologi perkembangan. Kita dapat menyimpulkan bahwa guru bukan
hanya sekedar memberikan pelajaran atau materi namun guru dituntut untuk mengembangkan dan
meningkatkan faktor-faktor di dalam suasana pembelajaran sehingga peserta didik dapat menangkap
materi dengan lebih mudah.

Permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut
Usia, dan ABK

Perkembangan emosi juga membawa beberapa masalah. Masalah yang dihadapi setiap individu dalam
tahapan perkembangan emosi itu berbeda-beda begitupun cara menyikapinya dan menyelesaikannya.
Beberapa masalah yang dibahasa di subtopik ini masih belum lengkap dan kami tidak bisa menyebutkan
semua masalah apa saja yang dialami peserta didik. Maka dari itu, kami selalu membuka kritik dan saran
untuk pembaca yang ingin menambahkan.

Berikut ini adalah masalah yang dihadapi peserta didik SD sederajat hingga SMA sederajat, dewasa, dan
lanjut usia serta ABK:

a. Permasalahan emosi peserta didik SD/MI

Permasalahan yang umum untuk anak SD adalah keadaan emosi yang belum stabil.

Keadaan psikis anak juga berpengaruh proses belajar anak akan berjalan dengan baik jika psikisnya
mendukung. Misalnya saja ketika si peserta didik mempunyai masalah, ia akan terbebani dengan
masalah tersebut dan konsentrasi belajarnya akan sangat berkurang.

Pada umumnya, ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu:

1. Perasaan marah

Perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada
sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam
keadaan sakit.

2. Perasaan takut

Rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi mereka takut akan suara-suara yang gaduh
atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya
gelap.

3. Perasaan gembira

Perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu.
4. Rasa humor

Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang dewasa.

Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan
merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor
merupakan sikap emosi yang positif.

b. Permasalahan emosi peserta didik SMP/MTS

Pendidikan SMP diisi oleh para remaja baru. Remaja dengan tipikal yang mulai memiliki pemikiran
sendiri, lebih berani, dan mulai mencari cinta. Mereka akan mengalami masa gejolak krisis identitas,
dimana mereka sedang berusaha mencari jati diri mereka sendiri. Dengan itu, maka dibutuhkanlah
seorang pendamping dan penasehat yang harus sabar dalam membimbingnya.

Karena remaja berada pada masa “panca roba”, beberapa diantara mereka oleh Slavin disebut
“kekacauan emosi” (1997, dalam Nur, 2004:74). Kekacauan emosi ditunjukkan dalam bentuk-bentuk: (1)
perilaku murung; (2) putus asa; dan (3) marah yang tidak diketahui sebabnya.

Untuk itu salah satu tugas orang tua, termasuk pendidik adalah memastikan dan membimbing meraka
untuk melalui masa remaja itu dengan sebaik-baiknya agar tumbuh menjadi manusia dewasa yang sehat
jasmani, mental, dan emosionalnya. Elias, Tobias, dan Friedlander (2003:33) berpesan kepada orang tua
(termasuk guru) dengan menyatakan: tugas orang tua adalah memastikan mereka sampai pada tujuan
yang sebenarnya, yaitu menjadi orang dewasa yangmemiliki kepekaan emosional dengan sedikit
kecelakaan di sepanjang jalan dan membantu ketika mereka satu, dua kali terperosok dan mendapat
masalah.

Masalah lain yang dihadapi remaja SMP adalah ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam
fungsi mental ), sepertimenampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung
kurang. Selanjutnya, yaitu, kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan
diri ( maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.

c. Permasalahan emosi peserta didik SMA/MA/SMK

Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun :

• “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak
menuju dewasa

Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka

Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka

Luella Cole mengemukakan tiga jenis emosi yang sering kali menjadi masalah bagi remaja SMA yaitu :

1.) Emosi marah


Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingkan dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja.
Penyebab timbulnya emosi marah pada diri remaja ialah apabila mereka direndahkan, dipermalukan,
dihina dan lainnya.

2.) Emosi takut

Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti seperti rendahnya prestasi, sakit,
kesepian dan lain-lain. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah keberanian
menghadapi rasa takut tersebut.

3.) Emosi cinta / kasih saying

Emosi ini telah ada sejak bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Faktor ini penting dalam
kehidupan remaja adalah untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari
orang lain.

Pada masa remaja rasa cinta mulai diarahkan kepada lawan jenis. Menurut Cole kecenderungan remaja
wanita tertarik terhadap sesama jenis berlangsung lebih lama. Keadaan ini terlihat pada sikap kasih
sayang terhadap sesama wanita seperti kepada kakak, adik.

d. Permasalahan emosi orang dewasa

Seseorang dikatakan sebagai orang dewasa secara emosional terlihat dari kemampuan dalam menerima
emosi dan juga bagaimana menguasai emosi tersebut dengan sewajarnya sekaligus cara meluapkan
emosi dengan baik. Ini mengartikan semua bentuk emosi yang dialami tetap harus bisa dikuasai dan
dikelola dengan sangat baik tanpa diikuti dengan rasa gelisah serta takut. Seseorang bisa mengontrol
emosi jika tidak sampai merugikan orang lain dan darisini bisa terlihat jika orang dewasa juga memiliki
kecerdasan emosi yang cukup tinggi.

Karakteristik kedewasaan seseorang dalam segi emosi bisa terlihat dari berbagai segi dan hal khususnya
bagaimana cara individu tersebut dalam menghadapi sebuah masalah dalam hidup.

•Pribadi dewasa bisa menerima dirinya sendiri seperti bagaimana Tuhan menciptakan.

•Pribadi yang dewasa akan merasa diuntungkan dari kesalahan dan juga saran orang lain.

•Pribadi dewasa dalam emosi akan dapat menyesuaikan diri pada beberapa hal yang tidak bisa diubah
atau pasti.

•Pribadi dewasa dalam emosi akan selalu menerima dan melakukan tanggung jawabnya dimana
kedewasaan sendiri melibatkan kemandirian.

•Pribadi yang dewasa pada ciri ciri emosi dalam psikologi memiliki kepuasan terbesar ketika bisa
membuat orang lain bahagia.
e. Permasalahan emosi orang lanjut usia

- Kesepian, kehilangan pasangan hidup atau berada jauh dengan anak-anak yang telah mempunyai
kesibukannya masing-masing kadang membuat para lansia merasa kesepian.

- Duka cita akibat kehilangan orang yang dicintai adalah hal yang dapat menimbulkan depresi yang
sangat mendalam pada lansia sehingga memicu gangguan fisik dan kesehatannya.

- Depresi, beragam permasalahan hidup seperti kemiskinan, penyakit yang tak kunjung membaik,
kematian pasangan, keturunan yang tidak bisa merawatnya dapat menyebabkan depresi.

- Kecemasan yang berlebihan, gangguan kecemasan biasanya terjadi karena depresi, efek samping obat
ataupun penghentian konnsumsi suatu obat.

- Parafenia, merupakan suatu bentuk scizofenia yang berbentuk pada rasa curiga yang berlebihan.

-Sindroma diganose, keadaan dimana seorang lansia menunjukan tingkah atau prilaku yang mengganggu
seperti bermain-main dengan urin atau menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur.

- Sakit, merupakan masalah bagi lansia. Kesejahteraan mereka akan direnggut dan tidak akan nyaman
pastinya.

f. Permasalahan emosi ABK

Anak berkebutuhan khusus memiliki permasalahan perkembangan emosi antara lain:

- Sulitnya berkomunikasi

- Kesulitan belajar

- Bersikap menbanggakan

- Mengalami kelainan fisik

- Tingkat emosional yang tinggi

- Sulit membaca atau menulis

- Senang meniru

- Tidak mengerti arah

- Bersikap sesuai kebiasaan

- Bertindak gugup

- Berbicara tanpa henti

- Memiliki sensitifitas yang tinggi, dan


- Melukai dirinya sendiri

3.3 Solusi permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, Dewasa
dan Lanjut Usia, dan ABK

Subtopik sebelumnya telah membahas masalah apa saja yang menimpa peserta didik dari jenjang
SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, hingga seseorang yang dewasa, lanjut usia, serta anak berkebutuhan
khusus. “Tidak ada masalah tanpa solusinya”, maka kami mendiskusikan solusi dari berbagai masalah
yang telah tertulis di subtopik sebelumnya.

Berikut ini adalah beberapa solusi yang berhasil kami diskusikan :

1. Solusi permasalahan emosi anak SD/MI

Anak SD/MI tergolong kedalam anak usia dini . maka dari itu peran orang tua dan guru untuk menangani
permasalahan perkembangan emosi anak sangat memiliki peran penting, seperti

- membuat anak merasa aman dan nyaman

- mengalihkan dengan kegiatan positif lain

- memahami apa yang dibutuhkan anak

- tidak memarahi saat anak dalam keadaan emosi

- kerjasama antar guru dan orang tua juga sangat diperlukan agar lebih cepat dalam menyelesaikan
permasalahan yang dialami anak

- ajak anak untuk bermain dan melakukan hal yang menyenangkan

2. Solusi permasalahan emosi anak SMP/MTS

Pada masa smp anak akan mulai masuk kedalam masa remaja . pada masa ini mereka mulai mengalami
permalahan yang cukup banyak karena menginggat pada periode ini anak mulai memasuki masa
pubertas . Peran orang tua, sekolah dan masyarakat sangat diharapkan dalam rangka membantu para
remaja untuk mengontrol dan mengelola emosinya kepada penyaluran yang positif.

a. Peran orangtua

Orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian dan kasih sayang, meningkatkan komunikasi dua
arah, siap menerima keluhan dan mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan yang dialami remaja
akan memberikan suasana yang sejuk bagi remaja.
Tidak memeberikan tuntutan yang berlebihan dan mnghindari larangan yang tidak terlalu penting serta
memberikan pengawasan dan pengarahan secukupnya merupakan hal yang menyenangkan bagi remaja.
Pembatasan dan tuntutan terhadap remaja hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan
remaja. Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya.

b. Peran guru

Guru diharapkan dapat menjadi orang tua kedua di sekolah. Di samping memberikan ilmu pengetahuan
juga memberikan teladan yang baik. Membina hubungan yang baik dengan peserta didik, sabar,
pengertian, siap membantu peserta didik yang mengalami kesulitan tau permasalahan, tidak arogan,
tidak sewenang-wenang merupakan sikap yang didambakan oleh peserta didik untuk melakukan tugas
dan kewajibannya dalam rangka mencapai prestasi yang tinggi.

c. Peran masyarakat

Masyarakat diharapkan dapat menjadi wahana yang baik bagi perkembangan emosi remaja.
Menyediakan fasilitas untuk penyaluran emosi remaja secara positif dan memberi contoh yang baik atau
memberikan norma-norma dalam mengontrol dan mengelola emosi.

3. Solusi permasalahan emosi anak SMA/MA/SMK

Masa SMA adalah masa dimana mereka mulai mencari jati dirinya atau biasa disebut masa peralihan
dari remaja menuju dewasa karena mereka memiliki sifat mudah terpengaruh, Semua masalah yang
terjadi pada anak SMA perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan
calon penerus generasi bangsa. Di tangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah
emosi yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain:

- Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai usia)

- Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga, bermain,
dan kesenian serta keterampilan lainnya

- Hindarkan mereka dari NAPZA dan pergaulan bebas

- Sebagai orangtua jangan terlalu mengekang mereka

- permasalahan emosi orang dewasa

Pada usia dewasa, mereka bisa mengelola sekaligus menguasai emosi dengan wajar sehingga meski
emosi yang dimilikinya tinggi, maka tetap bisa dikendalikan dengan sangat baik yang tidak terpengaruh
dengan rasa gelisah maupun takut. Orang dewasa secara emosi bisa mengontrol emosi mereka sehingga
tidak sampai merugikan orang lain dan dari sini bisa terlihat jika orang dewasa memiliki kecerdasan
emosi tinggi serta memiliki kecenderungan untuk sadar dan tetap terkontrol secara baik pada emosi
dibandingkan dengan anak anak. Selama mereka tidak terpengaruh oleh minuman keras atau narkoba
mungkin permasalahan perkembangan emosi usia dewasa akan bisa diatasi oleh mereka sendiri.
4. Solusi permasalahan emosi orang usia lanjut

Hal penting dalam menyikapi perubahan emosi yang dialami lansia adalah peran penting keluarga dalam
membina kondisi emosinya.

Upaya yang bisa dilakukan keluarga dalam membina emosi lansia yaitu :

- Keluarga harus menyediakan waktu untuk mengajak lansia berbicara dari hati ke hati sehingga lansia
tersebut tidak merasa kesepian dan mengungkapkan segala keluh kesahnya.

- Memberikan perhatian, kasih sayang yang tulus dan rasa aman serta motivasi.

- Memahami apa yang mereka rasakan dan mencari penyebab permasalahannya.

- Keluarga harus dapat memberi penjelasan agar lansia tersebut menerima perubahan dirinya dengan
lapang dada dan dengan senang hati memasuki tinkatan kehidupan yang baru.

- Untuk lansia yang sedang sakit, sebaiknya pihak keluarga selalu memberikan perhatian dan setia
menunggu. Usaha untuk mengobatkannya, memberikan semangat untuk sembuh.

Sebaiknya, lansia yang sehat pun harus rutin dalam melakukan pemeriksaan kesehatan, namun
terkadang banyak juga yang tidak mau diperiksakan karena alasan takut atau yang lainnya. Disinilah
peran anak sebagai mediator untuk negosiasi dan terus memberikan penjelasan bahwa menemui dokter
itu tidak harus sakit.

5. Solusi permasalahan emosi ABK

Untuk anak yang memiliki kemampuan di luar teman sebayanya ini, maka perlu dilakukan cara
mengatasi gangguan sosial emosional anak usia dini oleh orang tua dan juga guru:

- Orangtua, keluarga tidak boleh membedakan anak yang lain dengan anak cerdas dan berbakat
istimewa dalam memberikan perhatian dan kasih sayang.

- Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mempelajari hal-hal baru, seperti
mengembangkan potensi yang diminatinya, ide-ide yang digagasnya, dan lain sebagainya.

- Memberi kesempatan anak untuk bermain bersama teman sebayanya guna meningkatkan kemampuan
sosial dan emosinya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Manusia yang selalu bertumbuh dan berkembang sejak masa prenatal merupakan suatu anugerah Sang
Mahakuasa. Kita sebagai makhluk yang lemah sudah semestinya selalu bersyukur kepada-Nya.

Perkembangan emosi adalah momen dimana setiap manusia pasti mengalami. Setiap tahapan
perkembangan emosi memiliki beberapa masalah. Hal itu wajar karena logikanya ketika kita akan naik
kelas maka aka nada ujian terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku pada perkembangan emosi. Tapi, setiap
masalah yang ada didunia ini pasti ada solusinya. Jadi, tinggal bagaimana cara kita menyikapi.

Masalah dalam perkembangan emosi yang dialami ketika menjadi anak, remaja, usia lanjut, serta ABK
membuat seseorang yang memiliki kematangan yaitu orang dewasa harus mengerti dan mau
membantu.

4.2 Saran

Setiap tahapan perkembangan sebaiknya harus ada pendampingan dan seorang penasehat yaitu orang
tua dan guru. Keduanya merupakan kunci seorang anak dalam meraih kematangan emosi, maka dari itu
mereka harus peduli dan peka dalam mengamati perkembangan emosi anak.

Dengan makalah ini setidaknya kita dapat mengetahui gambaran umum dan sederhana bagaimana
perkembangan emosi seseorang sehingga kita dapat mengatasi serta menemukan bagaimana cara yang
terbaik dalam menghadapinya.

DAFTAR RUJUKAN

Harari, Yuval Noah. 2011. Sapiens. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Martani, Wisnu. 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi, 39,
112 – 120.

Mulyana, Edi Hendri., dkk. 2017. Kemampuan Anak Usia Dini Mengelola Emosi Diri Pada Kelompok B Di
Tk Pertiwi Dwp Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Jurnal PAUD Agapedia, 1, 214-232.

Prawitasari, Johana E. 1994. Aspek Sosio-Psikologis Lansia di Indonesia. Jurnal UGM. 1, 27-34.

Amin, Saiful. (2012). ”Perkembangan Emosi Siswa SMP”.

Dalam https://pakgurusaiful.blogspot.com/

Dra. Sri Winarsih, DKK. (2013). “Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping”.

Dalam https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/b3401-panduan-penanganan-abk-bagi-
pendamping-_orang-tua-keluarga-dan-masyarakat.pdf
Elvinov, Anhar. (2015). “Perkembangan Emosi Anak SD”.

Dalam http://anharelvinov.blogspot.com/

Febri, Fitri. (2017). “10 Peran Guru Dalam Psikologi Perkembangan”.

Dalam https://dosenpsikologi.com/

Hesti Gustina, DKK. (2014). “Masalah Perkembangan Anak SMA”.

Dalam http://hertigustin.blogspot.com/

Malik, Muhammad Abdul. (2014). “Perkembangan Emosi Remaja”.

Dalam https://imammalik11.wordpress.com/

Mares, Barnet. (2018). “Perkembangan Emosi Usia Dewasa Dalam Tahap Perkembangan”.

Dalam https://dosenpsikologi.com/

Rento, Devinta. (2018). “15 Cara Mengatasi Gangguan Sosial Emosional Anak Usia Dini”.

Dalam https://dosenpsikologi.com/

Ryannie, Surya. (2010). “Masalah-Masalah Siswa Di SD”.

Dalam https://suryannie.wordpress.com/

Savitra, Khanza. (2017). “Psikologi Lansia – Perkembangan – Faktor”.

Dalam https://dosenpsikologi.com/

Suharyanto, Arby. (2018). “13 Gangguan Emosi Pada Anak Berkebutuhan Khusus yang Wajib Diketahui”.

Dalam https://dosenpsikologi.com/

Anda mungkin juga menyukai