Anda di halaman 1dari 24

PERKEMBANGAN SOSIAL DAN BAHASA PESERTA DIDIK

SEKOLAH DASAR
Oleh :
Anisatuzzahra, Junaedi Retno Manggolo, Tasyaah, ine Febrian Maharani, Meila
Rizka, Lana Camelia, Marsanda Dwi Khanifah.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

A. PENDAHULUAN
Perkembangan sosial emosi semakin dipahami sebagai sebuah krisis
dalam perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena anak terbentuk melalui
sebuah perkembangan dalam proses belajar. erkembangan emosional anak
termasuk mengenali apa perasaan dan emosi yang mereka alami, mengerti
bagaimana dan mengapa hal itu terjadi, mengenali perasaan sendiri dan orang
lain, dan mengembangkan cara yang efektif dalam mengelolanya. Seiring
dengan pertumbuhan anak, perkembangan emosionalnya juga akan menjadi
semakin kompleks tergantung dengan pengalaman yang didapatkannya.
Karena itulah, mengembangkan.
kemampuan untuk mengelola emosi akan menjadi hal yang sangat
penting untuk kesehatan mental anak Dari masa perkembangan awal, bayi
menun-jukkan rasa aman dalam keluarganya apabila kebutuhannya terpenuhi
oleh ling-kungan. Bayi akan mengeksplorasi melalui sentuhan, rasa, dll. Dari
mengeksplorasi itulah bayi akan belajar. Sebaliknya, apabila bayi merasa tidak
aman dalam lingkungan keluarga, bayi akan mengha-biskan energinya untuk
mengatur dirinya sehingga bayi tidak memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi. Ketika bayi tidak dapat kesempatan untuk bereksplorasi, bayi
tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
Proses belajar pada masa inilah yang mempengaruhi perkembangan
pada tahapan selanjutnya Masa perkembangan bayi hingga memasuki sekolah
dasar menjadi “fondasi” belajar yang kuat bagi anak untuk mengembang-kan
kemampuan sosial emosinya menjadi lebih sehat dan anak siap menghadapi
tahapan perkembangan selanjutnya yang lebih rumit. Pada tahap krisis inilah
men-jadi waktu yang tepat dalam meletakkan dasar-dasar pengembangan
kemampuan
Perkembangan sosial anak diperoleh dari kematangan dan kesempatan
belajar dari berbagai respons lingkungan terha-dap anak. Perkembangan sosial
yang optimal diperoleh dari respons sosial yang sehat dan kesempatan yang
diberikan kepada anak untuk mengembangkan konsep diri yang positif.
Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengembangkan minat dan sikapnya
terhadap orang lain. Dan sebaliknya aktivitas yang terlalu banyak didominasi
oleh guru akan meng-hambat perkembangan sosial emosi anak.

B. PEMBAHASAN
a. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembnagkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi
dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan
fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial,
memberi dan menerima nasehat orang lain, mememrlukan kematangan
intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa
juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat
dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental: Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal,
seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.
Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan
sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan
berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika
perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial anak.

b. Perkembangan Emosi Anak Usia Sekolah Dasar


Perkembangan memiliki arti sebagai sebuah proses yang
bersifat kualitatif dan menuju penyempurnaan fungsi psikologis
maupun fungsi sosial yang terjadi pada diri individu salama proses
kehidupan berjalan, (Setyaningsih and Wahyuni, 2018).
Perkembangan juga diartikansebagai proses perubahan yang bersifat
kuantitatif yang mengarah kepada kualitas fungsi organ baik jasmaniah
maupun non jasmaniah, (Hasanah and Latif, 2019).
Perkembangan anak usia sekolah dasar berhubungan dengan
perubahan kuantitatif aspek psikologis ataupun aspek mental. Aspek
ini seperti peresponanan pembicaraan, proses berjalan, memegang
suatu benda dan lain sebagainya. Disinilah kemampuan sosial
diperlukan. Perkembangan juga berhubungan dengan perubahan yang
bersifat kontinyu dan progresif dalam diri individu yang dimulai dari
lahir sampai individu tersebut meninggal, (Syahrul and Nurhafizah,
2021). Maka disimpulkan bahwa sebuah perkembangan terletak pada
proses penyempurnaan fungsi psikologis dari organ fisik yang
berlangsung selama individu tersebut masih menjalankan
kehidupan.Emosi berasal dari kata emover atau emotus yang arti kata
nya mencerca. Emosi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
memdorong dalam melakukan sesuatu, (Merianti and Nuine, 2018).
Emosi dapat dimaknai sebagai suasana pergejolakan dalam proses
penyesuaian diri yang berasal dari dalam diri individu, (Hasim et al,
2012).
Emosi juga diartikan sebagai keadaan diri yang tedapat warna
efektif didalam diri individu. Warna efektif ini merupakan perasaan
tertentu yang dialami individu dalam menghadapi situasi tertentu.
Emosi juga dapat diartikan sebagai sebuah perasaan maupun
pikiranyangmembuat rangkaian tindakan. Oleh sebab itu dapat
diartikan bahwa emosi adalah suasana keadaan individu yang terdapat
didalam diri yang memberikan rasa maupun warna seperti rasa senang,
bahagia maupun takut. Dari definisi perkembangan dan emosi dapat
diartikan bahwa perkembangan emosi merupakan suatu keadaan yang
lebih kompleks dimana pikiran dan perasaan ditandai dalam bentuk
perubahan bilogis yang muncul akibat dari prilaku individu baik
berupa perasaan, nafsu maupun suasana mental yang tidak terkontrol.
Sehingga setiap anak pada fase nya mengalami perkembangan emosi.
Perkembangan emosi yang signifikan yang perlu mendapatkan
perhatian khusus guru sekolah dasar ketika anak memasuki kelas
rendah awal dengan rentang usia 5-6 tahun. Kementerian pendidikan
nasional dalam PP nomor 137 tahun 2013 menyatakan ada beberapa ciri
kusus perkembangan emosi anak dengan rentang umur 5-6 tahun.
Untuk lebih jelasnya maka akan dideskripsikan perkembangan
emosi anak dari anak usia dini sampai menuju anak usia sekolah dasar.
Pada umur 0-18 bulan anak masih belajar untuk memahami keadaan
sekitarnya bahwa lingkungan tersebut familiar dan aman, (Ilham, 2020).
Perlakuan yang diterima oleh anak pada umur ini bertujuan agar
terciptanya rasa percaya diri, dan cara berinteraksi dengan orang lain.
Contoh yang dapat dilihat adalah ketika anak mendapatkan ASI dari
ibu secara teratur akan menimbulkan kenyamanan dan rasa aman
kepada anak. Pada minggu 3-4 umur bayi, anak akan memberikan
respons seperti tersenyum apabila mereka merasaka rasa tenang dan
nyaman. Pada minggu ke 8, anak akan tersenyum apabilan mendengar
suara dan melihat wajah orang yang berada disekitarnya. Ketika bayi
berumur 4-8 bulan bayak akan dapat mengekspresikan emosi nya seperti
sedih, marahm terkejut, senang dan takut. Memasuki bulan 12-15,
bayi akan merasakan ketergantungan yang besar terhadap orang yang
merawatnya sehingga ketika bertemu dengan orang yang belum
pernah dilihatnya maka bayi akan merasakan kegelisahan. Ketika
memasuki ulan 18 bayi akan mulai mengamati dan bahkan meniru
respon yang diberikan oleh orang-orang yang berada disekitarannya. Pada
umur 18 bulan-3 tahun, anak akan memcari tahu batasan dan aturan
yang berada pada lingkungannya, (Ilham, 2020).
Anak akan dapat mengtahui akibat yang ditimbulkan dari
tindakan yang mereka lakukan. Pada masa ini anak akan belajar
untuk mengetahui apa saja yang benar dan salah dalam mencapai
keinginannya. Pada usia 2 tahun anak belum bisa menggunakan banyak
kosa kata dalam menyalurkan emosinya. Tapi anak dapat memahami
hubungan antara emosi dengan ekpresi wajah. Pada masa ini orang tua
dirumah dapat membantu anak dalam mengekpresikan emosinya melalui
bahasa verbal. Pada masa anak berumur 2-3 tahun anak akan mampu
menyalurkan emosinya melalui bahasa verbal.
Anak sudah mampu mehamahi makna kegagaan dan mulai
menguasai dirinya. Pada umur 3-5 tahun anak sudah mampu untuk
dapat mengambil inisiatif sendiri, (Ilham, 2020). Pada umur ini anak
akan mulai belajar dan membina hubungan dengan anal lain dalam proses
pertemanan. Anak akan mulai bergurau, melucu dan mulai timbulnya rasa
simpat dan empati. Pada umur 5-6 tahun anak akan memahami mengenai
aturan dan kaidah yag berlaku di dalam lingkungan. Anak akan
memahami konsep rahasia dan konsep keadilan. Oleh sebab itu pada fase
ini anak akan mampu menjaga rahasia.
Menjaga rahasia merupakan keterampilan yang harus dimiliki
oleh anak dalam menyembunyikan suatu informasi. Pada umur 7-8 tahun
anak sudah mampu menginternalisasikan rasa bangga dan malu terhadap
sesuatu. Anak dapat mengutarakan konflik yang terjadi melalui verbal
nya. Pada masa ini anak semakin mampu untuk memahami perasaan diri
sendiri dan orang lain, (Merianti and Nuine, 2018). Anak dengan umur 9-
10 tahun akan mampu mengelola ekpresi emosi yang dihadapi nya dalam
lingkungan sosial dan dapat memberikan repson balik terhadap ekpresi
emosi dari orang lain, (Ilham, 2020).
Anak pada masa ini juga sudah mampu untuk mengatur rasa
takut, marah dan sedih. Anak akan memahami apa saja hal-hal yang
membuat mereka takut, marah dan sedih sehingga anak belajar untuk
dapat beradaptasi. Untuk anak berumur 11-12 tahun anak akan paham
mengenai hal yang baik dan buruk. Anak akan paham mengenai
norma dan nilai yang berlaku. Pada tahapan ini anak sudah mampu
memahami bahwa suatu penilaian yang baik dan buruk akan dapat
dirubah sesuai dengan situasi dan keadaan munculnya prilaku tersebut.
Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa setiap umur yang dilalui oleh
anak terdapat aktivitas emosi yang terjadi dan saling berkaitan satu
dengan yang lainnya. Oleh sebab itu guru harus mampu memahami
fase yang dilalui oleh siswa sekolah dasar agar dapat mengembangkan
kemampuan emosional siswa. Dalam proses pengembangan emosi
anak sekolah dasar, guru harus juga mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi perkembangan emosi tersebut. Adapun faktor yang
mempengaruhi nya yaitu :
1. Keadaan anak, Keadaan termasuk hal yang akan mempengaruh
kemampuan emosi anak, (Maulina et al. Anak yang memiliki
kekurangan diri seperti cacat tubuh akan berdampak kepada
perkembangan emosional anak seperti mudah tersinggung, rendah diri
bahkan ada yang menarik diri dari lingkungan.
2. Faktor belajar, Proses pembelajaran yang diterima oleh anak akan
berdampak kepada potensi emosiona yang dikeluarkan, (Ilyas, 2019).
Ada beberapa bentuk pembelajaran yang dapat mengembangkan
emosi anak yaitu belajar dengan coba-coba, belajar dengan meniru,
belajar dengan cara mempersamakan diri dengan orang lain,
belajar melalui pengondisian dan belajar melalui pengawasan.
3. Konflik dalam proses perkembangan, Setiap fase perkembangan yang
dilalui oleh anak akan mengalami konflik dan biasanya anak akan
selalu sukses dalam menyelesaikan konflik tersebut. Namun apabila
anak tidak menjumpai adanya konflik selama fase perkembangan
maka kemungkinan besar anak mengalami gangguan emosi.
4. Lingkungan keluarga, Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama dalam proses mendidikan anak besikap dan berprilaku,
(Maullyah, 2017). Pengembangan emosi anak paling besar berada
pada lingkungan keluarga, (Hasiana, 2020). Apabila keluarga mampu
memberikan emosi yang positif selama mendidik anak maka
pengembangan emosi anak akan berjalan dengan baik.Keempat faktor
ini lah yang harus dipahami oleh guru sekolah dasar maupun orang
tua agar perkembangan emosi anak dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan fase nya.
5. Keadaan anak,Keadaan individual pada anak, misalnya cacat tubuh
ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempenaruhi
perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada
kepribadian anak. Misalnya: Rendah diri, mudah tersinggung, atau
menarik diri dari lingkungan.
6. Faktor belajar, Pengalaman belajar anak menentukan reaksi potensi
mana yang mereka gunakan untuk marah.Pengalaman belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain: Belajar dengan coba-
coba, anak belajar dengan coba-coba untuk mengepresikan emosinya
dalam bentuk prilaku yang memberi penguasan sedikit atau sama sekali
tidak memberikan kepuasan.
7. Belajar dengan cara meniru, Dengan belajar meniru dan mengamati hal-
hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengn emosi
dan metode yang sama dengan orang-orang diamati.Belajar dengan
mempersamakan diri anak meniru reaksi emosional orang lain yang
tergugah oleh rangsangannya yang sama dengan rangsangan yang telah
membangkitkan emosi orang yang ditiru.Disini anak yang meniru
emosi orang yang dikagumi.
8. Belajar dengan membimbing dan mengawas, Anak diajarkan cara
bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.Dengan
pelatihan , anak-anak dimotivasi untuk beraksi terhadaprangsangan
yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah
agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang
membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.
9. Belajar dengan pengondisian, Dengan meode atau cara ini objek, situasi
yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil
dengan cara asosiasi Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada
awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa
tidak rasionalnya reaksi mereka.

c. Karakteristik sosial peserta didik sekolah dasar


Interaksi sosial Pada kehidupan sehari - hari sangat dibutuhkan
oleh manusia, dimana dengan berinteraksi dapat berjalannya suatu
kehidupan di dunia ini, dalam berbaur dan berkomunikasi sesama manusia
pastinya akan menggunakan bahasa, baik itu berbentuk dalam penulisan,
percakapan, bahasa isyarat maupun dengan cara mengekspresikan wajah.
Untuk membina interaksi yang baik maka di butuhkan pendidikan yang
baik pula dari Paud hingga sekolah dasar. Karena dalam berkomunikasi
secara aktif penting memerhatikan nilai-nilai budaya yang berlaku di
masyarakat. Nilai tersebut harus diperkenalkan sejak dini sampai sekolah
dasar agar menjadikan suatu pondasi awal dimana siswa atau anak
tertanam hal-hal mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang
boleh dilakukan mana yang tidak boleh dilakukan. Bagaimana cara
berucap mengunakan tutur kata yang sopan terhadap orang lain.
Pembelajaran nilai-nilai tersebut harus di didik dengan acuan yang konkrit.
Kemampuan Berbahasa perserta didik pada dasarnya tidak
diperoleh secara sempurna, melainkan berkembang secara bertahap,
dimulai sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Menurut chomsky
mengambarkan perkembangan bahasa anak itu melalui tahap-tahap yang
akhirnya sampai pada tahap sempurna. Keadaan awal bahasa anak pada
umumnya berisi penyederhanaan tururan orang dewasa, yang dapat berupa
penyingkatan maupun penyesuaian fonologis sesuai dengan
perkembangan kemampuan artikulatorisnya. (Helti 2012)
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 dinyatakan dalam
pasal 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasan belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilam yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. (Septiyantono 2015,114-115).
Di dalam UU yang telah disebutkan diatas walau tidak
terkandung pembahasan kebahasaan tetapi dapat kita lihat dari semua
proses pembelajaran hal yang paling penting yaitu bahasa untuk
mewujudkan potensi diri peserta didik dengan menanamkan kekuatan
yang telah disebutkan diatas. Tanpa adanya bahasa dan interaksi yang baik
maka tidak akan berjalan dengan baik UU yang mengatur tentang
pendidikan.

d. Perkembangan Sosial Peserta Didik SD


Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan bertumbuh dan
berkembang sesuai dengan usianya. Dewi et al. (2020) mengatakan bahwa
perkembangan akan berlangsung secara maksimal apabila sesuai dengan
fase dan tugas perkembangannya masing-masing. Dalam proses
perkembangan anak diperlukan adanya pendidikan.
Keberadaan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia. Manfaat dapat
dirasakan terutama untuk perkembangan peserta didik. Perkembangan
dapat diartikan sebagai proses dalam menuju tingkat integrasi yang jauh
lebih tinggi sehingga menghasilkan struktur tingkah laku yang lebih tinggi
(Tusyana et al., 2019). Salah satu aspek perkembangan yang paling
penting dalam menentukan kesuksesan peserta didik adalah perkembangan
sosial.
Mayar (Maria & Amalia, 2018) mengartikan perkembangan
sosial sebagai kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam
berinteraksi. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Kaffa et al. (2021)
menjelaskan mengenai perkembangan sosial yaitu pencapaian peserta
didik dalam interaksi sosialnya dalam hal bergaul, beradaptasi dengan
lingkungan sekitar dan mampu menyesuaikan diri terhadap norma- norma
yang berlaku. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
perkembangan sosial merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik
dalam hal berinteraksi, bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar
serta menyesuaikan diri terhadap norma yang berlaku.
Aspek perkembangan sosial akan mengalami kegagalan apabila
peserta didik mengalami hambatan pada masa tersebut dan akan berlanjut
pada tahap perkembangan sosial yang selanjutnya. Aspek perkembangan
sosial sudah selayaknya menjadi fokus utama dan perhatian seluruh pihak
agar dapat berkembang secara optimal (Anisah & Hakam, 2022).
Perkembangan sosial dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran
yang ada di sekolah dengan disesuaikan kurikulum saat ini (Nurmaya et
al., 2022). Kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum 2013
(Habibah, 2016). Pada jenjang sekolah dasar, perkembangan sosial juga
disesuaikan dengan Kurikulum 2013.
Pada kenyataannya saat ini beberapa sekolah dasar masih
kurang memahami pola perkembangan peserta didiknya (Anisah &
Hakam, 2022). Senada dengan pernyataan sebelumnya, Syukri (2021)
berpendapat bahwa guru belum benar-benar memahami solusi dalam
mengatasi kekurangan peserta didiknya. Hal tersebut juga dirasakan di SD,
guru belum mampu memahami pola perkembangan sosial pada anak
sehingga menghambat proses pembelajaran. Rendahnya pemahaman guru
terhadap pola perkembangan sosial anak dibuktikan dengan kurangnya
penanaman rasa peduli antar siswa di sekolah, guru kurang mampu
menumbuhkan komunikasi antar siswa, dan guru kurang mampu
menanamkan kemampuan kerjasama antar siswa.
Salah satu aspek perkembangan yang paling penting dalam
menentukan kesuksesan manusia yaitu perkembangan sosial.
Perkembangan sosial didefinisikan sebagai proses pencapaian atas
penyesuaian diri dengan adat, tradisi, moral serta norma- norma yang
berlaku di dalam suatu kelompok (Ariin et al., 2017). Kaffa et al. (2021)
menjelaskan bahwa perkembangan sosial anak sekolah dasar terjadi pada
masa kanak-kanak tengah akhir di mana sikap tersebut dapat diamati dari
hubungan interpersonal dan intrapersonal. Sependapat dengan pernyataan
sebelumnya, Dewi et al. (2020) berpendapat bahwa perkembangan sosial
anak sekolah dasar mulai ada perluasaan hubungan yaitu bukan hanya
dengan keluarga melainkan dengan teman sebaya (peer group) dan anak
juga mulai mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Perkembangan diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada
aspek kualitas (Hidayati, 2016). Aspek kualitas terdiri atas psikis dan
motorik manusia. Perkembangan pada manusia tidak dapat diukur secara
jelas namun dapat dirasakan (Khaironi, 2018).
Perkembangan setiap manusia dipengaruhi oleh timbal balik
dan kerjasama antara potensialitas hereditas dengan faktor lingkungan
(Ajhuri, 2019). Proses kerjasama tersebut juga harus memperhatikan dan
menyesuaikan dengan usia dan masa perkembangan manusia (Jannah et
al., 2017). dilalui oleh peserta didik. Dengan demikian guru dituntut
mampu dalam mengembangkan segala aspek pendidikan terutama dalam
hal perkembangan sosial anak di sekolah dasar.
Peserta didik jenjang sekolah dasar dibagi menjadi dua kelas
berdasarkan usianya yaitu kelas rendah dan kelas tinggi (Surya et al.,
2018). Usia peserta didik kelas rendah berada pada rentang usia 7-9 tahun.
Sedangkan kelas tinggi berada pada rentang usia 10-12 tahun.
Anisah & Hakam (2022) menjabarkan beberapa karakteristik
sosial pada jenjang sekolah dasar kelas rendah yaitu:
(1) keinginan terhadap hal-hal yang bersifat drama;
(2) berkhayal dan suka meniru orang lain;
(3) gemar terhadap keadaan alam sekitarnya;
(4) memiliki kesenangan dalam hal cerita;
(5) bersifat pemberani; dan
(6) senang mendapatkan pujian dari orang lain.
Pada jenjang kelas tinggi, peserta didik memiliki sifat yaitu:
(1) tidak menyukai hal- hal yang bersifat drama;
(2) gemar pada lingkungan sosial;
(3) senang pada cerita yang berada pada lingkungan sosialnya;
(4) bersifat pemberani namun masih menggunakan logika.
Kematangan pada aspek perkembangan sosial peserta didik
jenjang sekolah dasar dapat dibentuk melalui beberapa cara yaitu:
(1) melatih tanggung jawab;
(2) belajar bersaing dalam kegiatan positif dengan orang lain;
(3) berperilaku sosial yang baik dengan orang sekitar;
(4) berlatih dalam hal kerjasama dengan orang sekitar;
(5) belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan;
(6) belajar dalam hal berbagi rasa dengan orang lain;
(7) bersikap sportif dalam berbagai hal.

e. Perkembangan Bahasa Peserta Didik SD

1. Pengertian Perkembangan Bahasa


Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh
seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain.
Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan
alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis,
maupun dengan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat
komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat
memahami dan dipahami orang lain.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif
yang berarti faktor intelek atau kognisi sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan berbahasa. Penggunaan bahasa menjadi
efektif sejak seseorang memerlukan komunikasi dengan orang lain.
Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan
seseorang (bayi-anak) di mulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa
arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun
kalimat sederhana, dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan
menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat perilaku
sosial.
2. Tahap Perkembangan Bahasa
Menurut buku Bidang Pengembangan Kemampuan (Rusoni
Elin, 24:2006 ) Tahap perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua
bagian, yaitu tahap pralinguistik dan tahap linguistik.
a. Tahap Pralinguistik (Masa Meraban)
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak
belumlah bermakna. Bunyi bunyi itu memang telah menyerupai
vocal atau konsonan tertentu. Akan tetapi secara keseluruhan bunyi
tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Tahap
pralinguistik merupakan tahap perkembangan bahasa anak yang
dialami oleh anak yang berusia 0-1 tahun. Tahap pralinguistik
dibagi lagi ke dalam dua tahapan, yaitu:
1) Tahap Meraba Pertama
Tahap meraba pertama dialami oleh anak usia 0-6 bulan.
Pembagian kelompok ini bersifat umum dan tidak berlaku persis
pada setiap anak.
Usia 0-2 bulan
Pada usia tersebut sudah dapat mengetahui asal suara. Mereka
sudah dapat membedakan suku kata, mereka bisa merespon
secara berbeda. terhadap kualitas emosional suara manusia
misalnya, mereka akan tersenyum jika mendengar suara yang
ramah atau sebaliknya mereka akan menangis jika mendengar
suara dengan nada marah.
Usia 2-5 bulan.
Pada usia 2-5 bulan bayi dapat membedakan suara laki-laki dan
perempuan. Anak mulai mendekat dan mengeluarkan bunyi-
bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip
konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap
senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
Pada usia 4-7 bulan
Pada usia tersebut anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh
dengan durasi (rentang waktu) yang lama. Bunyi mirip
konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi. Konsonan
nasal/m/n sudah mulai muncul.
2) Tahap Meraba Kedua
Usia 6-12 bulan.
Pada tahap ini anak mulai memperhatikan intonasi dan ritme
dalam ucapan. Pada tahap ini anak dapat berkomunikasi dan
berceloteh.. Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan
konsonan dan vokal yang sama, seperti/ba ba ba/,ma ma ma/,
dad a da/. Vokal yang muncul adalah dasar /a/ dengan konsonan
hambat labial /p, b/ nasal /m, n. g/, dan alveolar /t, d. selanjutnya
celotehan reduplikasi ini berubah lebuh bervariasi. Vokalnya
sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/, dan konsonan frikatif pun,
seperti /s/ sudah mulai muncul.
b. Tahap Linguistik
Tahap linguistik adalah tahap perkembangan bahasa anak
usia 1-5 tahun. Pada tahapan ini anak mulai bisa mengucapkan
bahasa seperti bahasa orang dewasa. Tahap linguistik terbagi lagi
ke dalam 4 tahapan, yakni:
1) Tahapan Holofrasis (tahap satu kata)
Pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan suatu kata.
Pada periode ini disebut holofrase, karena anak-anak
menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam
suatu kata yang diucapkannya itu.
2) Ucapan Dua Kata
Berlangsung sewaktu anak berusia 1.5 2 tahun. Tahap ini
memasuki tahap pertama kali mengucapkan dua holofrase
dalam rangkaian yang cepat. Komunikasi yang ingin ia
sampaikan adalah bertanya dan meminta. Pada masa ini,
kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat.
Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya apa yang
dituturkan anak hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti
kata benda, kata sifat, dan kata kerja.
3) Pengembangan Tata Bahasa
Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa.
Perkembangan ini ditandai dengan penggunaan kalimat
dengan lebih dari dua kata. Tahap ini umumnya dialami oleh
anak usia sekita 2 sampai 5 tahun.
4) Tata Bahasa Menjelang Dewasa
Tahap perkembangan bahasa anak yang keempat ini biasanya
dialami oleh anak yang sudah berumur antara 5-10 tahun. Pada
tahap ini anak-anak sudah mulai menerapkan struktur tata
bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun kalimat yang
lebih rumit.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Peserta
Didik
a Faktor Lingkungan: Lingkungan sosial dan keluarga dapat
berpengaruh signifikan terhadap perkembangan bahasa peserta
didik. Interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya, paparan
pada bahasa yang kaya, dan dukungan dari lingkungan dapat
memperkaya perkembangan bahasa anak.
b Faktor Genetik: Faktor genetik juga dapat mempengaruhi
perkembangan bahasa peserta didik. Beberapa studi menunjukkan
adanya keterkaitan antara faktor genetik dan kemampuan bahasa
anak.
c Faktor Kognitif: Kemampuan kognitif anak, seperti kemampuan
memori, pemecahan masalah, dan kecepatan pemrosesan
informasi, juga dapat mempengaruhi perkembangan bahasa peserta
didik.
d Faktor Emosional: Emosi anak juga berperan dalam perkembangan
bahasa. Perasaan aman dan dukungan emosional yang diberikan
oleh orang dewasa dapat meningkatkan motivasi anak untuk
menggunakan bahasa.
e Faktor Budaya: Faktor budaya, seperti norma dan nilai yang
berlaku dalam masyarakat, juga dapat mempengaruhi
perkembangan bahasa peserta didik.

Kemampuan berbahasa yang paling nampak dalam kehidupan


keseharian adalah berbicara. Anak pada awal masa kanak-kanak
mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk berbicara karena: (1)
Sebagai sarana bersosialisasi. Kalau mereka tidak dapat berbicara, tidak
dapat diterima sebagai anggota kelompok, (2) Mereka belajar berbicara
sebagai sarana untuk memperoleh kemandirian. Kalau mereka tidak
dapat berbicara, orang tua tidak mengerti keingianan anak, sehingga
anak selalu dibantu seperti bayi, akibatnya tidak mandiri. (Sri Rumini
dan Siti Sundari, 2004: 43 dalam safri mardison).
K. Eileen dan Lynn R. Marotz dalam safri mardison (2020: 159-
215) menjelaskan tentang profil perkembangan dan pola pertumbuhan
anak termasuk perkembangan berbicara dan berbahasa anak usia 6-12
tahun, diantaranya adalah:
a. Perkembangan Berbicara dan Berbahasa Anak Usia 6 Tahun:
1. Berbicara tanpa henti; bisa digambarkan seperti pengoceh.
2. Bercakap-cakap seperti orang dewasa; banyak bertanya.
3. Mempelajari lima sampai sepuluh kata setiap hari; kosa
katanya terdiri dari 10.000 sampai 14.000 kata.
4. Menggunakan bentuk kata kerja, urutan kata dan struktur
kalimat yang tepat.
5. Menggunakan bahasa dan bukan tangisan disertai teriakan
atau agresi fisik untuk mengungkapkan ketidaksenangan: “Ini
punyaku! Kembalikan, Kamu bodoh”.
6. Berbicara sendiri sambil menentukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memecahkan masalah sederhana (walaupun
“logika”nya mungkin tidak jelas bagi orang dewasa).
7. Menirukan ucapan populer dan katakata kotor; menganggap
ucapanucapan jorok sangat lucu.
8. Senang menceritakan lelucon dan tekateki; biasanya,
humornya jauh dari halus.
9. Senang dibacakan cerita dan mengarang cerita.
10. Mampu belajar lebih dari satu bahasa; melakukanya dengan
spontan dalam keluarga dwibahasa atau multibahasa.
b. Perkembangan Berbicara dan Berbahasa Anak Usia 7 Tahun:
1. Senang bercerita; suka menulis cerita pendek, menceritakan
dongeng khayalan.
2. Menggunakan susunan kalimat dan bahasa percakapan seperi
orang dewasa; pola kalimat mencerminkan perbedaan budaya
dan letak geografis.
3. Menjadi semakin tepat dan luas dalam hal penggunaan bahasa;
semakin banyak menggunakan kata sifat deskriptif dan kata
keterangan.
4. Menggunakan gerak tubuh untuk menggambarkan percakapan.
5. Mengkritik hasil karyanya sendiri: “Saya tidak menggambar
dengan benar,” “Gambarnya lebih bagus dari dari gambarku.”
6. Membesar-besarkan kejadian adalah hal yang wajar: “Saya
makan sepuluh hot dog pada waktu piknik.”
7. Menjelaskan kejadian sesuai dengan kemampuan atau
kebutuhannya: “Hari ini tidak hujan karena saya akan pergi
piknik.”
8. Menggambarkan pengalaman secara rinci: “Pertama, kami
memarkir mobil, lalu kami berjalan mendaki jalanan kecil yang
jauh, setelah itu kami duduk di atas pohon yang rubuh di dekat
danau dan makan…”
9. Memahami dan menjalan perintah dalam beberapa tahap
(sampai lima tahap): kadang minta diulang perintahnya karena
tidak mendengarkan seluruhnya pada saat pertama kali
disampaikan.
10. Senang menulis pesan dan catatan singkat untuk temannya.
c. Perkembangan Berbicara dan Berbahasa Anak Usia 8 Tahun:
1. Senang menceritakan lelucon dan tekateki.
2. Mengerti dan melakukan instruksi beberapa tahap (sampai
lima tahap); mungkin minta diulang karena tidak mendengar
seluruhnya.
3. Membaca dengan mudah dan memahaminya.
4. Menulis surat atau mengirim pesan kepada teman, termasuk
deskripsi yang imajinatif dan mendetail.
5. Menggunakan bahasa untuk mengkritik dan memuji orang
lain; mengulang-ulang ucapan popular dan kata umpatan.
6. Memahami dan mengikuti aturan tata kalimat dalam
percakapan dan bentuk tertulis.
7. Berrminat mempelajari kode kata rahasia dan menggunakan
bahasa kode.
8. Bercakap-cakap dengan orang dewasa dengan lancar, mampu
berpikir dan berbicara mengenai masa lampau dan masa
depan; “Jam berapa kita berangkat berenang minggu depan.”
d. Perkembangan Berbicara dan Berbahasa Anak Usia 9-10 Tahun:
1. Senang berbicara, sering kali tidak berhenti dan tanpa alasan
yang jelas; kadang digunakan sebagai alat untuk mendapatkan
perhatian.
2. Mengungkapkan perasaan dan emosinya secara efektif melalui
kata-kata.
3. Memahami dan menggunakan bahasa sebagai sistem
komunikasi dengan orang lain.
4. Menggunakan ucapan populer yang sering diucapkan teman
sebayanya: “manis”, “keren”, “top-abis”.
5. Mengenali bahwa beberapa kata mempunyai arti ganda,
“panjang tangan”, “mengadu domba”.
6. Menganggap perumpamaan yang tidak masuk akal (permainan
kata) dalam lelucon dan tekan-teki sebagai sesuatu yang lucu.
7. Menunjukan pemahaman tingkat tinggi mengenai urutan tata
bahasa; mengenali apabila ada kalimat yang tata bahasanya
tidak tepat.
e. Perkembangan Berbicara dan Berbahasa Anak Usia 11-12 Tahun:
1. Menyelesaikan sebagian besar perkembangan bahasa pada
akhir fase ini; hanya sedikit perbaikan masih diperlukan
selama beberapa tahun mendatang.
2. Senang berbicara dan berargumentasi, sering tidak pernah
berhenti, dengan siapa pun yang mau mendengarkan.
3. Menggunakan struktur bahasa yang lebih panjang dan
kompleks.
4. Semakin menguasai kosa kata yang kompleks, bertambah
4.000 sampai 5.000 kata baru tiap tahun, menggunakan kosa
kata dengan terampil untuk mengembangkan cerita dan
menggambarkannya dengan jelas.
5. Menjadi pendengar yang suka berfikir.
6. Mengerti bahwa kalimat dapat memiliki arti yang tersirat
(bertujuan): ketika ibunya bertanya, “Apakah PR mu sudah
selesai?” beliau bermaksud untuk mengatakan kamu
sebaiknya berhenti bermain, ambil bukumu dan mulai
kerjakan PRmu.
7. Memahami konsep ironi dan sarkasme; mempunyai selera
humor dan senang menceritakan lelucon, teka-teki, dan sajak
untuk menghibur orang lain.
8. Menguasai beberapa gaya bahasa, bisa berubah-ubah
berdasarkan situasi: gaya yang lebih formal ketika berbicara
dengan guru, gaya yang lebih kasual dengan orang tua, dan
gaya yang sering memakai ungkapan populer dan kata rahasia
ketika mengobrol bersama teman.
4. Karakteristik Perkembangan Bahasa Peserta Didik
Perkembangan Bahasa pada peserta didik sekolah dasar
memiliki beberapa karakteristik utama yang perlu dipahami oleh
pendidik, orang tua, dan siapa pun yang terlibat dalam Pendidikan anak-
anak di usia ini. Berikut adalah bebarapa karakteristik perkembangan
Bahasa pada peserta didik SD:
a Perkembangan Bahasa Tertulis: Di SD, peserta didik mulai
memperoleh kemampuan dalam membaca dan menulis. Mereka
belajar membaca dan menulis huruf, kata, dan kalimat. Mereka juga
mengembangkan kemampuan dalam menulis cerita sederhana.
b Perluasan Kosa Kata: Anak-anak di SD mengalami peningkatan
kosa kata mereka secara signifikan. Mereka belajar kata-kata baru
dan frasa, yang membantu mereka dalam berkomunikasi secara lebih
efektif.
c Kemampuan Berbicara: Kemampuan berbicara anak-anak SD
semakin berkembang. Mereka dapat menyusun kalimat yang lebih
kompleks dan mengungkapkan ide dan perasaan mereka dengan
lebih baik.
d Pemahaman Konteks: Anak-anak SD mulai memahami konteks
dalam berbicara dan menulis. Mereka belajar bagaimana
menggunakan bahasa sesuai dengan situasi atau audiens yang
berbeda.
e Pemahaman Struktur Kalimat: Mereka mulai memahami dan
menggunakan struktur kalimat yang lebih kompleks, termasuk
penggunaan tenses (waktu), subjek-predikat, dan klausa.
f Kemampuan Membaca dengan Lancar: Anak-anak SD
mengembangkan kemampuan membaca dengan lancar, dan mereka
mulai memahami isi bacaan secara lebih mendalam.
g Kemampuan Mendengar dan Memahami: Mereka mampu
mendengarkan petunjuk guru dan mengerti apa yang dijelaskan,
serta mampu memahami cerita yang dibacakan.
h Kemampuan Berbicara dengan Benar: Mereka memperbaiki
kesalahan dalam pengucapan dan tata bahasa, dan semakin mampu
berbicara dengan benar.
i Kreativitas dalam Menulis dan Bercerita: Anak-anak SD mulai
mengekspresikan diri secara kreatif dalam menulis dan bercerita,
menciptakan cerita, puisi, dan karangan dengan ide-ide mereka
sendiri.
j Kemampuan Berbahasa Asing: Beberapa sekolah SD juga
mengenalkan bahasa asing, seperti bahasa Inggris, pada tahap ini.
Penting untuk diingat bahwa setiap anak berkembang dengan
kecepatan yang berbeda. Beberapa anak mungkin mengalami
perkembangan bahasa yang lebih cepat daripada yang lain, tetapi semua
anak perlu mendapat dukungan dalam pengembangan bahasa mereka.
Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan orang tua untuk mendukung
perkembangan bahasa anak-anak SD melalui membaca, berbicara,
menulis, dan mendengarkan yang positif.

C. SIMPULAN
Upaya Pengembangan Sosial Emosi Anak Mengembangkan sosial
emosional harus dilakukan sejak dini terutama pada usia taman kanak-kanak.
Hal ini dise-babkan karena pada masa tersebut anak mulai mengembangkan
pergaulan dengan teman sebaya dilingkungan rumah dan di luar rumah.
Bahkan anak-anak yang berbeda wilayah dengan mereka yang tentunya
memiliki ciri khas budaya yang berbeda. Kemampuan Berbahasa perserta didik
pada dasarnya tidak diperoleh secara sempurna, melainkan berkembang secara
bertahap, dimulai sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Menurut chomsky
mengambarkan perkembangan bahasa anak itu melalui tahap-tahap yang
akhirnya sampai pada tahap sempurna. Keadaan awal bahasa anak pada
umumnya berisi penyederhanaan tururan orang dewasa, yang dapat berupa
penyingkatan maupun penyesuaian fonologis sesuai dengan perkembangan
kemampuan artikulatorisnya

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Aina. (2018) . Metode Pengembangan Sosial Anak Usia Dini.
UIN Sunan Ampel Press.
Anzani, R. W., & Insan, I. K. (2020). Perkembangan sosial emosi pada
anak usia prasekolah. PANDAWA, 2(2), 180-193.
Dariyo, Agoes. 2011. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun
Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hildayati, Rini dkk. (2014). Psikologi Perkembangan Anak. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Ilham. (2020). Perkembangan Emosi Dan Sosial Pada Anak Usia
Sekolah Dasar. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar, 4(1), 162-180.
Julrissani, “ karakteristik perkembangan sosial sekolah dasar”. UIN
Sunan kalijaga yogyakarta (2020):72.
Julrissani, (2020), Karakteristik Perkembangan Bahasa Dala,
Berkomunikasi Siswa Sekolah Dasar Di SD Muhammadiyah Karangbendo
Yogyakarta, Jurnal Edumaspul, 4(1), 2020-73.
Purwati ipung, “ analisis perkembangan sosial siswa sekolah dasar”.
Universitas Muhammadiyah Surakarta (2022):96.
Putri Andhina Fitrianita.(2013). Faktor yang Mempengaru
Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah Laku.
Safri Madison, (2016), Perkembangan Bahasa Anak Usia Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, 6(2), 635-643.
S Khoiriyati, N Fansurullah (2019). Peran Lingkungan Terhadap
Perkembangan Bahasa Anak.

Anda mungkin juga menyukai