PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang
merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan.
Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan
perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi
fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga
merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa,
sosio emosional, agama dan moral.
Kemampuan sosial-emosional serta moralnya anak bertujuan agar anak merasa
percaya diri, mampu bersosialisasi dengan orang lain, menahan emosinya jika berada dalam
suatu keadaan sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan anak serta berakhlak
dan bermoral dilingkungannya. Pengembangan sosial serta moral anak dapat dikembangkan
dengan mengajak anak untuk mengenal diri dan lingkungannya. Interaksi dengan keluarga
sendiri dan orang lain juga akan menbantu anak membangun konsep dirinya.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan
spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Tetapi
kenyataannya, sebagian besar orang tua dan guru tidak memahami akan potensi luar biasa
yang dimiliki anak-anak pada usia itu. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki
orang tua dan guru, menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang dan juga
kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang dasar teoritis
perkembangan sosial emosional serta perkembangan nilai agama dan moral pada masing-
masing (individu) anak usia dini, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat
pengertian sosial dan emosi serta agama dan moral, menggambarkan mekanisme terjadinya
berbagai emosi dan moral dalam diri peserta didik, serta memahami penahapan
perkembangan sosial emosional dan moral anak.
1
RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan emosi dan sosial pada anak usia dini?
Apa saja karakteristik dan faktor-faktor perkembangan sosial dan emosional pada
anak usia dini?
Apa saja perkembangan sosial dan emosional anak usia dini?
Bagaimana cara menstimulasi perkembangan sosial emosional anak usia dini?
Apa yang dimaksud dengan moral pada anak usia dini?
Apa saja karakteristik dan faktor-faktor perkembangan moral pada anak usia dini?
Apa saja perkembangan moral anak usia dini?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses perkembangannya, emosi anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak diantaranya: 1) heredity, 2)
brain development, 3) gender, 4) family relationships and environtment, 5) culture influens.
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi anak meliputi faktor keturunan, perkembangan otak (perkembangan
intelektual), jenis kelamin, hubungan keluarga dan lingkungan, serta pengaruh budaya.
Faktor hereditas merupakan faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifatnya seperti sifat jahat,
baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, dan sebagainya.
Faktor kematangan intelektual memberikan pengaruh yang besar terhadap seberapa
besar kemampuan emosi anak berdasarkan tingkat usianya. Perkembangan intelektual
menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti.
Orangtua sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak, memiliki
peran yang sangat penting terutama dalam mengasah kemampuan emosi yang dimiliki oleh
3
anak. Anak dalam mengekspresikan emosinya dihubungkan pada perubahan kemampuan
sosialnya dengan orang lain dilingkungan sosialnya.
Terakhir faktor budaya, budaya membentuk anak memiliki ciri khas yang berbeda
satu sama lain. Misalnya anak yang berlatar belakang budaya Jawa berbeda cara
mengekspresikan emosinya dengan anak yang berlatar belakang Batak.
Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan belajar anak.
Oleh karena itu dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, guru-guru di taman
kanak-kanak sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak-anak agar dapat
mengembangkan hal-hal berikut :
Kemampuan untuk mengenal, menerima dan berbicara tentang perasaan-perasaannya
Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial
Kemampuan untuk menyalurkan keinginannya tanpa mengganggu perasaan orang lain
Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain
4
3. Cenderung mengungkapkan ketidak sukaan secara verbal dari pada dengan tindakan
agresif
4. Mengenali berbagai perasaan atau emosi orang lain
5. Pada sebagian besar waktunya mampu menunjukkan temperamen yang stabil dan patut
6. Emosi anak berlangsung singkat dan muncul cukup sering
7. Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya
8. Kekuatan dan ekspresi emosi anak dapat berubah
Adapun beberapa bentuk emosi umum terjadi pada awal masa anak-anak yang di
kemukakan oleh Hurlock adalah :
1. Amarah
2. Takut (malu, merasa sulit, tidak mampu dalam melakukan sesuatu serta khawatir dan
cemas)
3. Cemburu
4. Ingin tahu
5. Iri hati
6. Senang
7. Sedih
8. Kasih sayang
PERKEMBANGAN SOSIAL
Menurut Hurlock, perkembangan sosial anak adalah tahapan kemampuan anak dalam
berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan.
Departemen pendidikan dan kebudayaan menyatakan bahwa perkembangan sosial
adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus-menerus menuju pendewasaan
yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat. Masa kanak-kanak merupakan
awal kehidupan sosial yang berpengaruh pada anak, diamana anak akan belajar mengenal dan
menyukai orang lain melalui aktifitas sosial. Apabila pada masa kanak-kanak ini anak
mampu melakukan hubungan sosial dengan baik akan memudahkan bagi anak dalam
melakukan penyesuaian sosial dengan baik dan anak akan mudah diterima sebagai anggota
kelompok sosial di tempat mereka mengembangkan diri.
Menurut para ahli, pengertian Perkembangan Sosial antara lain adalah sebagai berikut :
5
1. Syamsuddin mengungkapkan “Sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk
sosial.”.
2. Menurut Loree “Sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu (anak) melatih
kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan kehidupan serta belajar bergaul dengan bertingkah laku seperti orang lain
didalam lingkungan sosialnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa Perkembangan sosial adalah pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain, baik dengan
teman sebaya, orang tua maupun saudara-saudaranya. Sejak kecil anak telah belajar cara
berperilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling dekat dengannya, yaitu
dengan ibu, ayah, saudara, dan anggota keluarga yang lain.
Aktivitas bermain bagi seorang anak yang memiliki peranan yang cukup besardalam
mengembangkan kecakapan sosialnya sebelum anak mulai bertemandan anak akan
menyiapkan mainan dalam menghadapi pengalaman sosialnya.
Hurlock mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal
masa kanak-kanak yaitu sebagai berikut :
1. Kerja Sama
2. Persaingan
3. Kemurahan hati
4. Hasrat akan penerimaan sosial
5. Simpati
6. Empati
7. Ketergantungan
8. Sikap ramah
9. Meniru
10. Perilaku kedekatan
6
Menurut Patmonodewo menjelaskan ada 5 tingkatan dalam bermain sosial yaitu :
1. Bermain solitaire
Anak–anak bermain dalam satu ruangan, mereka tidak saling mengganggu dan tidak
saling memperhatikan.
2. Bermain sebagai penonton / pengamat
Pada tahap ini anak mulai peduli terhadap teman – temannya yang bermain disatu
ruangan dan ia pun masih bermain sendirian.
3. Bermain parallel
Pada tahap ini anak bermain bersama dengan mainan yang sama dalam satu ruangan.
4. Bermain asosiatif
Yaitu permainan yang melibatkan beberapa orang anak, namun belum terorganisasi.
5. Bermain kooperatif
Dilakukan secara berkelompok masing – masing anak memiliki peran untuk mencapai
tujuan permainan
7
4. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
5. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas
motorik dan mental anak.
Hurlock mengatakan fungsi dan peranan kemampuan sosial pada perkembangan anak
adalah sebagai berikut :
1. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2. Belajar memainkan peran sosial yang ada dimasyarakat.
3. Mengembangkan sikap atau tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial
yang ada di masyarakat.
PERKEMBANGAN MORAL
PENGERTIAN PERKEMBANGAN MORAL
Sebelum memahami pengertian perkembangan moral maka terlebih dahulu perlu dipahami
pengertian moral. Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa Latin mos, moris (adat,
istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak,
akhlak). Menurut Purwadarminto (dalam Sunarto, 2008) moral adalah ajaran tentang baik
buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral berkaitan dengan
kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan
demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Santrock mengemukakan pengertian moralitas yaitu perilaku proporsional ditambah beberapa
sifat seperti kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebutuhan-
kebutuhan orang lain. Kolhberg (dalam Santrock, 2002:370) menekankan
bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang
secara bertahap. Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan
konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Dalam mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga
bidang yang berbeda yaitu: (1) Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-
aturan untuk perilaku etis; (2) Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam
keadaan bermoral; (3) Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu.
Perkembangan moral (moral development) melibatkan perubahan seiring usia pada pikiran,
perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana seseorang
seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai dasar
dalam diri seseorang dan makna diri) dan dimensi interpersonal (apa yang seharusnya
dilakukan orang dalam interaksinya dengan orang orang lain) (King, 2006).
8
Ada dua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai perkembangan moral anak dan
remaja:
1. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng, sambil mempelajari
bagaimana mereka bermain dan memikirkan aturan-aturan permainan.
2. Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan etis, misalnya mencuri,
berbohong, hukuman dan keadilan.
Dari hasil studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak
berpikir dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang moralitas, tergantung pada kedewasaan
perkembangan mereka Piaget mengemukakan bahwa seorang manusia dalam
kehidupannyaakan mengalami rentangan perkembangan moral sbb :
a. Tahap heteronomous
Seseorang yang pada saat awal kehidupannya belum memiliki pendirian yang kuat dalam
menentukan sikap dan perilaku atau dapat dikatakan bahwa dalam mnentukan pilihan
keputusan sebuah perilaku masih dilandasi oleh anekaragam dan sering bertukarnya
ketentuan dan kepentingan. Contoh : anak kecil jika ditanya pilih warna merah atau
kuning . Maka antara jawaban pertama kedua dan seterusnya besar kemungkinan akan
berbeda.
Ø Heteronomous Morality
1. Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori Piaget yang terjadi kira-
kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia
yang tidak boleh berubah, yang lepas dari kendali manusia.
2. Pemikir Heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku dengan
mempertimbangkan akibat dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku.
3. Misal: memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk daripada memecahkan 1
gelas dengan sengaja, ketika mencoba mencuri sepotong kue.
4. Pemikir Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dan digugurkan oleh
semua otoritas yang berkuasa.
5. Ketika Piaget menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalam permainan
kelereng), anak-anak kecil menolak. Mereka bersikeras bahwa aturan harus selalu sama
dan tidak boleh diubah.
6. Meyakini keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar,
hukuman akan dikenakan segera.
7. Yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan hukuman.
b. Tahap Autonomous
Seorang anak telah memiliki sikap dan perilaku moralitasnya yang tercermin dari dirinya dan
telah didasari oleh pendiriannya sendiri. Contoh : anak yang menginginkan sebuah mainan
dia akan tetap berusaha memainkan mainan tersebut meskipun harus antri menunggu giliran .
Ø Autonomous Morality
1. Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang diperlihatkan oleh anak-
anak yang lebih tua (kira-kira usia 10 tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa
9
aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu
tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-maksud pelaku dan juga akibat-
akibatnya.
2. Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang terpenting.
3. Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomos, dapat menerima
perubahan dan mengakui bahwa aturan hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang
sudah disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan menurut kesepakatan.
4. Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi apabila seseorang
yang relevan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.
Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi lebih pintar dalam berpikir
tentang persoalan sosial, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan kerja sama.
Pemahaman sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang saling
memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota memiliki kekuasaan
dan status yang sama, merencanakan sesuatu dengan merundingkannya, ketidaksetujuan
diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Relasi antara orang tua dan anak, orang tua
memiliki kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknya kurang mengembangkan pemikiran
moral, karena aturan selalu diteruskan dengan cara otoriter. Untuk memperjelas teori Piaget
yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
10
2) TEORI PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG
11
perlunya aturan.
Tahap 4: Memperhatikan hukum dan 1. Anak dan remaja memiliki sikap pasti
peraturan terhadap wewenang dan peraturan
12
Kritik terhadap Kohlberg
Teori perkembangan moral Kohlberg yang provokatif tidak berlalu tanpa tantangan. Kritik
mencakup hubungan antara penalaran moral dan perilaku moral, kualitas penelitian,
pertimbangan yang memadai tentang peran kebudayaan dalam perkembangan moral, dan
pengabaian perspektif pengasuhan.
Teori Kohlberg dikritik karenamemberi terlalu banyak penekanan pada penalaran moral dan
kurang memberi penekanan pada perilaku moral. Penalaran moral kadang-kadang dapat
menjadi tempat perlindungan bagi perilaku immoral. Seperti para penipu, koruptor, dan
pencuri mungkin mengetahui apa yang benar, tetapi masih melakukan apa yang salah.
Kritik lain terhadap pandangan Kohlberg ialah bahwa pandangan ini secara kebudayaan bias.
Suatu tinjauan penelitian terhadap perkembangan moral di 27 Negara menyimpulkan bahwa
penalaran moral lebih bersifat spesifik kebudayaan daripada yang dibayangkan oleh Kohlberg
dan bahwa sistem skor Kohlberg tidak mempertimbangkan penalaran moral tingkat tinggi
pada kelompok-kelompok kebudayaan tertentu. Penalaran moral lebih dibentuk oleh nilai-
nilai dan keyakinan-keyakinan suatu kebudayaan daripada yang dinyatakan oleh Kohlberg.
Carol Gilligan percaya bahwa teori perkembangan moral Kohlberg tidak mencerminkan
secara memadai relasi dan keperdulian terhadap manusia lain. Perspektif keadilan (justice
prespective) ialah suatu perspektif moral yang berfokus pada hak-hak individu; individu
berdiri sendiri dan bebas mengambil keputusan moral. Teori Kohlberg ialah suatu perspektif
keadilan. Sebaliknya, perspektif kepedulian (care perspective) ialah suatu perspektif moral
yang memandang manusia dari sudut keterkaitannya dengan manusia lain dan menekankan
komunikasi interpersonal, relasi dengan manusia lain, dan kepedulian terhadap orang lain.
Teori Gilligan ialah suatu perspektif kepedulian. Menurut Gilligan, Kohlberg kurang
memperhatikan perspektif kepedulian dalam perkembangan moral. Ia percaya bahwa hal ini
mungkin terjadi karena Kohlberg seorang laki-laki, karena kebanyakan penelitiannya adalah
dengan laki-laki daripada dengan perempuan, dan karena ia menggunakan respons laki-laki
sebagai suatu model bagi teorinya.
Altruisme
Altruisme ialah suatu minat yang tidak mementingkan diri sendiri dalam menolong
seseorang. Timbal balik dan pertukaran (reciprocity and exchange) terlibat dalam altruisme.
Timbal balik ditemukan di seluruh dunia manusia. Timbal balik mendorong anak-anak untuk
berbuat baik kepada orang lain sebagaimana mereka mengharapkan orang lain berbuat yang
sama kepada mereka. Sentimen-sentimen manusia disarikan dalam timbal balik ini.
13
Barangkali kepercayaan adalah prinsip yang paling penting dalam jangka panjang dalam
altruisme. Rasa bersalah dapat muncul di permukaan kalau anak tidak membalas (melakukan
timbal balik), dan kemarahan dapat terjadi kalau seseorang tidak melakukan timbal balik.
Tidak semua altruisme dimotivasi oleh timbal balik dan pertukaran, tetapi interaksi dan reaksi
dengan orang lain dapat menolong kita memahami hakekat altruisme.
14
• Meningkatnya kepedulian untuk melaksanakan tugasnya sendiri dan tuduk pada
peraturan-peraturan masyarakat secara utuh alih-alih sekadar menyenangkan figur-figur yang
memiliki otoritas
• Empati yang murni terdap mereka yang berkesusahan
• Keyakinan bahwa masyarakat bertanggung jawab menolong orang lain yang
membutuhkan.
Michel meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja
(Hurlock, 1980:225) sebagai berikut:
1) Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2) Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3) Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja lebih berani
mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4) Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5) Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Kehidupan moral merupakan problematika yang pokok dalam masa remaja. Maka perlu
kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk
dapat memahami mengapa justru pada masa remaja hal tersebut menduduki tempat yang
sangat penting.
Menggunakan Alasan
Memberikan anak alasan tentang mengapa aturan khusus yang diperlukan dan menahan
mereka bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya dapat membantu
meningkatkan perkembangan moral anak.
Anak belajar banyak tentang moralitas dalam interaksi dengan anak yang lain, baik yang
menyenangkan ataupun yang penuh konflik.
Penalaran moral kaum laki-laki dan kaum perempuan sering berpusat disekitar keperdulian-
keperdulian dan isu-isu yang berbeda. Kaum perempuan sering kali mengartikulasikan
perspektif kepedulian sementara kaum laki-laki perspektif keadilan.
Perbedaan Budaya
15
Perbedaan kebudayaan suatu kelompok memiliki sesuatu yang membedakan standar tentang
prilaku benar dan salah.
Perasaan Diri
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berfikir bahwa
mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki
efikasi diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narvaez
dalam Ormrod, 200:140).
16
Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen
terhadap nilai-nilai moral kedalam identitas mereka secara keseluruhan. Mereka menganggap
diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan
kebaikan orang lain. Tindakan belarasa yang mereka lakukan tidak terbatasa hanya pada
teman-teman dan orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.
17
Menciptakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Lingkungan merupakan faktor yang cukup luas dan sangat bervariasi, maka tampaknya yang
perlu diperhatikan adalah lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang
berfungsi sebagai pendidik dan pembina, yaitu orang tua dan guru.
Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam
keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri.
Pedoman ini juga untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian yang matang
dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini.
Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengajarkan tingkah
laku yang baik dan buruk, sehingga secara psikologis berpedoman kepada agama termasuk
dalam final.
18