Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL ANAK USIA


DINI

Kelompok 5:
Khairuunisa Nazwa Kamilla (2205126006)
Alifia Nur Elga Saputri (2205126010)
Putri Febiane Andrayana (2205126020)
Istighna Ayuningtyas (2205126025)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT


yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga
kami diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah tentang
“Perkembangan sosial dan emosional AUD”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
syarat nilai mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.

Tak lupa juga kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya


kepada semua pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses
penyelesaian tugas ini hingga selesainya makalah ini. Ucapan terima kasih kami
sampaikan pada:

1. Wilda Isna Kartika, S.Pd, M.Pd selaku dosen pengampu dan tugas yang
diberikan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna serta kesalahan yang kami yakini diluar batas kemampuan kami.
Maka dari itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Dan kami berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Samarinda, 9 Oktober 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB 1 PENDAHULUAN 4

LATAR BELAKANG 4

RUMUSAN MASALAH 4

TUJUAN MASALAH 5

BAB 2 PEMBAHASAN 6 Orientasi perkembangan sosial dan emosional


AUD 6

Karakteristik perkembangan sosial dan emosional usia 0 – 6 tahun 8


Kegiatan untuk stimulasi perkembangan sosial dan emosional usia 0 – 6 tahun
11
Peran guru dalam perkembangan sosial dan emosional AUD 14
BAB 3 PENUTUP 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan


pendidikan yang menitikberatkan pada pelekatan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir,
daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan
perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Taman Kanak-kanak
merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun
sampai enam tahun.

Pendidikan di Taman Kanak kanak yang bertujuan untuk membantu anak


didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral
dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik,
kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Perkembangan
sosial emosional pada anak usia dini sangatlah penting, sebab perilaku emosi-
sosial ada hubungannya dengan aktivitas dalam kehidupannya. Semakin kuat
emosi memberikan tekanan, akan semakin kuat mengguncangkan keseimbangan
tubuh untuk melakukan aktivitas tertentu. Jika kegiatan sesuai dengan emosinya
maka anak akan senang melakukannya dan secara mental akan meningkatkan
konsentrsai pada aktivitasnya dan secara psikologis akan positif memberikan
sumbangan pada peningkatan motivasi dan minat pada pembelajaran yang
ditekuninya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja Orientasi Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini?
2. Bagaimana perkembangan karakteristik emosional anak usia 0 – 6 tahun?
3. Apa saja kegiatan untuk meningkatkan perkembangan stimulasi emosional usia

4
0-6 tahun?
4. Bagaimana peran guru dalam perkembangan emosional anak?

C. TUJUAN MASALAH

Agar menambah wawasan kita terhadap perkembangan emosional anak di usia 0 –


6 tahu, supaya kelak nanti bisa kita terapkan di lapangan kerja.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A. ORIENTASI PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL AUD

American Academy of Padiatrics 2012 dalam Maria dan Amalia (2016)


menjelaskan perkembangan sosial emosional anak usia dini adalah kemampuan
anak dalam mengelola dan mengekspresikan emosi secara lengkap baik emosi
positif maupun negatif. Anak mampu berienteraksi dengan teman sebayanya atau
orang dewasa disekitarnya secara aktif belajar dengan mengeksplorasi
lingkungannya. Perkembangan sosial emosional adalah proses belajar anak dalam
menyesuaikan diri untuk memahami keadaan serta perasaan ketika berinteraksi
dengan orang-orang di lingkungannya yang diperoleh dengan cara mendengar,
mengamati, dan meniru hal-hal yang dilihatnya.

Menurut Nurjannah (2017) perkembangan sosial emosional anak usia dini


merupakan proses belajar pada diri anak tentang berinteraksi dengan orang
disekitarnya yang sesuai dengan aturan sosial dan anak lebih mampu dalam
mengandalikan perasaannya yang sesuai dengan kemampuannya dalam
mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaannya yang diperoleh secara
bertahap dan melalui proses penguatan dan modeling.

Berdasarkan dua pengertian di atas, maka dapat disimpulkan


perkembangan sosial emosional anak usia dini adalah proses perkembangan anak
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya kepada orang tua, teman sebaya
dan orang dewasa. Serta proses perkembangan keadaan jiwa anak dalam
memberikan respon terhadap keadaan dilingkungannyan yang sesuai dengan
aturan sosial yang diperoleh melalui mendengar, mengamati, meniru dan dapat
distimulasi melalui penguatan dan modeling (contoh).

Hurlock (1993) perkembangan emosi terjadi sangat kuat pada usia 2,5-3,5
dan 5,5 – 6,4 tahun. Reaksi emosi anak sangat kuat, anak akan merespon peristiwa

6
dengan kadar emosi yang sama. Semakin bertambah usia anak semakin mampu
untuk mengontrol emosinya.

Reaksi emosi muncul setiap peristiwa dengan cara yang diinginkannya dan
dengan waktu yang diinginkannya pula. Emosi mudah berubah dan
memperlihatkan reaksi spontanitas atau kondisi asli dan anak sangat terbuka
dengan pengalaman-pengalaman hatinya. Reaksi emosi bersifat individual dan
pemicu emosi yang sama, namun reaksi yang ditimbulkan berbeda-beda. Hal ini
diakibatkan oleh factor pemicu emosi.

Keadaan emosi anak dikendalikan dengan gejala tingkah laku yang


ditampilkan dan anak sulit mengungkapkan emosi secara verbal dan emosi mudah
dikenali melalui tingkah laku yang ditunjukkan.

Hurlock (1978)

 Perilaku prososial yang umum terjadi pada diri anak diantaranya:

Meniru: melakukan perilaku orang dewasa disekitarnya.

Persaingan: keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain.

Kerja sama: bermain koperatif bersama teman.

Simpati: menggambarkan perasaan belas kasih atas kesedihan orang lain


(KBBI).

Empati: menempatkan diri pada posisi kesedihan orang tersebut (KBBI).

Dukungan sosial: dukungan dari orang sekitar.

Berbagi: memberikan miliknya kepada teman atau orang dewasa sebagai


bentuk keperdulian.

Perilaku akrab: hubungan erat dan personal dengan orang lain atau teman
sebaya.

 Selain perilaku prososial anak juga memiliki perilaku anti sosial:

7
Negatifisme: perilaku melawan otoritas orang dewasa.

Agresif: perilaku menyerang jika diganggu orang lain.

Perilaku berkuasa: menganggap semua benda miliknya.

Memikirkan diri sendiri: mementingkan keinginan sendiri.

Merusak: membanting atau menghancurkan barang-barang.

Perkembangan sosial emosional anak merupakan perkembangan tingkah


laku pada anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam
lingkungan masyarakat. Pada masa ini proses anak belajar dalam menyesuaikan
diri dengan norma, moral dan tradisi dalam masyarakat. Piaget dalam teorinya
menyebutkan adanya sifat egosentris yang tinggi pada anak karena anak belum
dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain. Pada tahap ini anak
hanya mementingkan dirinya sendiri dan belum mampu bersosialisasi dengan baik
dengan orang lain. (Nurmalitasari, 2015)

B. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL


USIA 0 – 6 TAHUN

Karakteristik Anak Usia Dini, masa usia dini merupakan masa kecil ketika
anak memiliki kekhasan dalam bertingkah laku. Bentuk tubuhnya yang mungil
dan tingkah lakunya yang lucu, membuat orang dewasa merasa senang, gemas dan
terkesan. Namun, terkadang juga membuat orang dewasa merasa kesal, jika
tingkah laku anak berlebihan dan tidak bisa dikendalikan. Segala bentuk aktivitas
dan tingkah laku yang ditunjukkan seorang anak pada dasarnya merupakan fitrah.
Sebab, masa usia dini adalah masa perkembangan dan pertumbuhan yang akan
membentuk kepribadiannya ketika dewasa. Seorang anak belum mengerti apakah
yang ia lakukan itu berbahaya atau tidak, bermanfaat atau merugikan, serta benar
maupun salah. Hal yang terpenting bagi mereka adalah ia merasa senang dan

8
nyaman dalam melakukannya. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas orang tua dan
pendidikan untuk membimbing dan mengarahkan anak dalam beraktivitas supaya
yang dilakukannya tersebut dapat bermanfaat bagi dirinya sehingga nantinya
dapat membentuk kepribadian yang baik.

Sigmund Freud memberikan ungkapan “child is father of man” artinya


anak adalah ayah dari manusia. Maksudnya adalah masa anak berpengaruh
terhadap perkembangan kepribadian masa dewasa seseorang. Melihat ungkapan
Freud, menunjukkan bahwa perkembangan anak sejak masa kecil akan
berpengaruh ketika anak tersebut dewasa. Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh anak secara tidak langsung akan tertanam pada diri seorang anak. Untuk
itu sebagai orang tua dan pendidik wajib mengerti karakteristik-karakteristik anak
usia dini, supaya segala bentuk perkembangan anak dapat terpantau dengan baik.

Berikut ini adalah beberapa karakteristik anak usia dini menurut beberapa
pendapat.

1. Unik, yaitu sifat anak itu berbeda satu sama lainnya. Anak memiliki bawaan,
minat kapabilitas, dan latar belakang kehidupan masing-masing.

2. Egosentris, yaitu anak lebih cendrung melihat dan memahami sesuatu dari
sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Bagi anak sesuatu itu penting
sepanjang hal tersebut terkait dengan dirinya.

3. Aktif dan energik, yaitu anak lazimnya senang melakukan aktivitas. Selama
terjaga dalam tidur, anak seolah-olah tidak pernah lelah, tidak pernah bosan, dan
tidak pernah berhenti dari aktivitas. Terlebih lagi kalau anak dihadapkan pada
suatu kegiatan yang baru dan menantang.

4. Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Yaitu, anak
cendrung memperhatikan , membicarakan, dan mempertanyakan berbagai hal
yang sempat dilihat dan didengarnya, terutama terhadap hal-hal baru.

5. Eksploratif dan berjiwa petualang, yaitu anak terdorong oleh rasa ingin tahu
yang kuat dan senang menjelajah, mencoba dan mempeajari hal-hal yang baru.

9
6. Spontan, yaitu prilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak
ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan
pikirannya.

7. Senang dan kaya dalam fantasi, yaitu anak senang dengan hal-hal yang
imajinatif. Anak tidak hanya senang dengan cerita-cerita khayal yang disampaikan
oleh orang lain, tetapi ia sendiri juga senang bercerita kepada orang lain.

8. Masih mudah frustasi, yaitu anak masih mudah kecewa bila menghadapi
sesuatu yang tidak memuaskan. Ia mudah menangis dan marah bila keinginannya
tidak terpenuhi.

9. Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, yaitu anak belum


memiliki pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan dengan hal-hal yang
dapat membahayakan dirinya.

10. Daya perhatian yang pendek, yaitu anak lazimnya memiliki daya perhatian
yang pendek, kecuali terhadap hal-hal yang secara intrinsik menarik dan
menyenangkan.

11. Bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, yaitu anak
senang melakukan berbagai aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan
tingkah laku pada dirinya sendiri.

12. Semakin menunjukkan minat terhadap teman, yaitu anak mulai menunjukkan
untuk bekerja sama dan berhubungan dengan teman-temannya. Hal ini beriringan
dengan bertambahnya usia dan perkembangan yang dimiliki oleh anak.

Karakteristik unik yang dimiliki anak persis sama dengan Islam yang
memiliki keunikan. Anak adalah makhluk unik yang berbeda dengan orang
dewasa. Anak memiliki keunikan dapat berubah sesuai dengan lingkungan dimana
mereka hidup sama halnya dengan islam yang dipandang relevan dengan
persoalan ruang dan waktu itu sendiri. Antara anak dengan Islam adalah 2 unsur
yang sama, yang sama-sama merupakan sebuah ciptaan Tuhan.

10
C. KEGIATAN UNTUK STIMULASI PERKEMBANGAN SOSIAL DAN
EMOSIONAL USIA 0 – 6 TAHUN

Kegiatan pembelajaran/stimulasi yang sesuai untuk mengembangkan


aspek sosial emosional anak. Kecerdasan sosial-emosional pada anak tidak
dimiliki secara alami tetapi harus ditumbuhkan dan dikembangkan oleh orangtua
maupun oleh pendidik PAUD. Dalam mengembangankan sosial-emosional anak
diperlukan metode yang bisa digunakan untuk mengembangkan aspek tersebut,
berikut beberapa metode yang dapat digunakan.

1. Keteladanan

Pembelajaran dengan melalui keteladanan adalah pembelajaran melalui


contoh-contoh yang baik, dapat diterima oleh masyarakat, dan sesuai dengan
standar dan sistem nilai yang berlaku. Metode ini efektif diterapkan pada anak
melalui proses pencontohan dan peniruan. Kegiatan keteladanan dapat ditularkan
kepada anak usia dini untuk mengembangkan sosial-emosional antara lain sebagai
berikut: (Nurjannah, 2017: 59)

a. Keteladanan dalam beribadah, seperti adab dalam berdoa dan solat.

b. Keteladanan yang berhubungan dengan oranglain, seperti cara menyapa,


cara meminta, cara berkomunikasi, dan tata krama.

c. Keteladanan dalam bekerja dan menyelesaikan masalah, seperti


bersabar, bersemangat, dan displin.

d. Teladan dalam berpakaian dan berbusana, seperti berpakaian ke


sekolah, berpakaian melayat orang yang meninggal, dan berpakaian
beribadah.

e. Teladan gaya hidup, yaitu tidak boros, sederhana, suka menabung, dan
lain-lain.

f. Teladan cara belajar, seperti pemanfaatan waktu belajar, adab belajar,


dan sebagainya.

11
g. Teladan dalam menyikapi lingkungan, seperti membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan kamar atau kelas sendiri, dan sebagainya.

Selain dari contoh-contoh di atas masih banyak teladan lain yang bisa
dilakukan, sesuai dengan perkembangan budaya dan kebutuhannya. Pendekatan
ini sangat penting karena anak memiliki daya imitasi yang tinggi.

2. Metode Mendongeng atau Bercerita

Mendongeng adalah suatu kegiatan yang bersifat professional, karena


membutuhkan keahlian khusus, seperti mengatur gaya dan intonasi ketika
bercerita agar membuat anak tertarik untuk mendengarkan dan memahami cerita
atau dongeng yang disampaikan. Nilai yang terkandung dalam dongeng pun harus
di bungkus dengan sebaik mungkin, baru setelah selesai mendongengkan pendidik
menjelasakan nilai tersebut (Santoso, 2011: 4.22-4.23). Cerita yang disampaikan
dengan baik akan mampu mengajak anak memasuki sebuah “dunia baru” dan
membuat membangkitkan kehidupan yang baru dan menambah nilai seni anak
(Efendi, 2006: 4). Melalui kegiatan mendongeng ini pendidik dapat membentuk
sikap anak melalui nilai, pesan, atau sikap yang terkandung dalam dongeng yang
disampaikan (Santoso, 2011: 4.22-4.23). Selain itu juga, melalui pengenalan dan
pemahaman nilai-nilai yang ada dalam kegiatan mendongeng ini, anak akan
terdorong untuk terus berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain (Efendi,
2006: 3).

3. Bermain Kooperatif

Menurut Nugraha (2004) dalam Wardany, Jaya, dan Anggraini (2016)


bermain kooperatif adalah permainan yang dilakukan oleh sekolompok anak,
dimana setiap anak mendapatkan peran dan tugasnya masing-masing yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Kibtiyah (2006) dalam Wardany, dkk (2016), efek dari bermain kooperatif
menunjukkan bahwa anak yang tumbuh dengan sering bermain, secara sosial ia
lebih aktif, lebih kreatif, lebih kaya akan kosa kata, lebih lancar dalam berbicara,
dan lebih bahagia dalam menjalankan tugas-tugasnya jika dibandingkan dengan

12
anak yang tidak bermain. Kemudian menurut hasil penelitian Kartika (2015)
dalam Wardany, dkk (2016), bermain kooperatif dapat meningkatkan perilaku
kerjasama dan membantu anak untuk tidak berperilaku agresif. Selain itu, bermain
jenis ini dapat meningkatkan rasa penghargaan pada teman sebaya, pada diri
sendiri, dan ketrampulan sosial lainnya.

4. Bermain Pura-Pura atau Bermain Peran

Kegiatan bermain peran ini dapat dilakukan sejak anak berusia 3 tahun.
Kegiatan bermain ini melibatkan unsur imajinasi dan daya imitasi pada perilaku
orang dewasa. Contohnya, bermain sekolah-sekolahan, pasar-pasaran, dan dokter-
dokteran. Dalam permainan ini anak menggunaka imajinasi untuk menghasilkan
gagasannya sendiri, seperti sebatang ranting yang dianggap sebagai sebuah
pedang. Imajinasi anak juga menggambarkan keinginan, perasaan, dan pandangan
anak terhadap lingkungan sekitarnya (Mulyani, 2014: 143).

5. Outbound

Outbound merupakan suatu kegiatan bermain yang dilakukan di alam


terbuka dengan berdasarkan prinsip experiential learning (belajar melalui
pengalaman langsung) yang bersifat kreatif, edukatif, serta rekreatif, dan
petualangan dijadikan sebagai media penyampaian materi dengan anak dilibatkan
dalam seluruh kegiatan yang dilakukan (Isbayani, Sulastri, dan Tirtayani (2015)
dalam Istiqomah, ,dkk, 2016: 20). Jenis permainan outbound yang dapat dipilih
diantaranya adalah permainan halang rintang, estafet tongkat, dan moving water.

13
D. PERAN GURU DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL DAN
EMOSIONAL AUD

Peran Guru dalam Pengembangan Sosial dan Emosi Anak

1. Memberikan berbagai stimulasi pada anak

Pendidik perlu memberikan stimulasi atau rangsangan edukatif agar


kemampuan sosial emosi anak dapat berkembang sesuai dengan tahapan usianya.

Kegiatan belajar seraya bermain dapat dioptimalkan sebagai cara untuk


menstimulasi anak, misalnya: mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok
kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak menceritakan
pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam
kegiatan kemanusiaan.

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif

Pendidik perlu mengelola kelas menjadi tempat yang dapat


mengembangkan kemampuan sosial emosi anak, terutama kesadaran anak untuk
bertanggung jawab terhadap benda dan tindakan yang dilakukannya.

Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik dan psikis. Lingkungan fisik
menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial
emosinya sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan
yang penuh cinta kasih sehingga anak merasa aman dan nyaman di kelas.

3. Memberikan contoh Pendidik adalah contoh konkret bagi anak.

Segala tindakan dan tutur kata pendidik akan diikuti oleh anak. Oleh
karena itu, pendidik seyogyanya dapat menjaga perilaku sesuai dengan norma
sosial dan nilai agama, seperti menghargai pendapat anak, bersedia menyimak
keluh kesah anak, membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah
yang dihadapi anak, dsb.

14
4. Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak

Pendidikan sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap


kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian
dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Secara lisan, pujian diberikan
sesegera mungkin setelah anak menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan
pengembangan sosial emosional tercapai. Sementara pujian non lisan dapat
berupa senyuman, pelukan, atau pemberian benda-benda tertentu yang bermakna
untuk anak.

5. Peran Guru dalam Meingkatkan Sosialisasi dan Emosi Anak Usia Dini

Peran Guru dalam pengembangan program untuk meningkatkan sosialisasi


dan emosi anak dalam mengembangkan program untuk optimalisasi keterampilan
sosialisasi dan emosi anak, guru perlu melakukan hal sebagai berikut:

- Memberikan pilihan pada anak.


- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan
kreativitasnya.
- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan.
- Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri.
- Menghargai ide/gagasan anak.
- Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah.

15
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkembangan sosial emosional adalah proses belajar menyesuaikan diri


untuk memahami keadaan serta perasaan ketika berinteraksi dengan orang-orang
di lingkungannya baik orang tua, saudara, teman sebaya dalam kehidupan sehari-
hari. Perkembangan sosial emosional erat kaitannya dengan interaksi, baik dengan
sesama atau benda-benda lainnya. Jika interaksinya tidak baik, maka pertumbuhan
dan perkembangan anak menjadi tidak optimal. Resiliensi adalah kemampuan
individu dalam mengatsi tantangan hidup serta mempertahankan kesehatan dan
energi yang baik sehingga dapat melanjutkan hidup secara sehat. Resiliensi anak
adalah proses pendampingan oleh pendidik untuk mempersiapkan anak usia dini
agar mampu menghadapi kerentanan dan tantangan, terhindar dari kemunduran,
sehingga sukses dalam segala bidang kehidupan di masa depan. Perkembangan
sosial anak masih sering pilih-pilih teman dan hanya memiliki salah satu teman
untuk bermain selain itu anak juga masih sering bertengkar karena
memperebutkan mainan dan seseorang yang dianggap miliknya sendiri. Metode
yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan sosial-emosional anak
diantaranya adalah dengan bermain dan keteladanan yang dilakukan oleh orangtua
maupun pendidik PAUD

B. SARAN

Kemampuan menyesuaikan diri dengan baik akan memudahkan anak


memiliki keterampilan dalam bergaul atau berteman. Dan memiliki kemampuan
bergaul yang baik akan membuat anak giat dalam berpartipasi di lingkungannya.
Aspek sosial emosional pada anak usia dini sangat penting dikembangkan sejak
usia dini. Anak yang cerdas sosial emosionalnya akan mengatarkannya memiliki
jaringan pergaulan yang luas dan kedepan anak akan memiliki keterampilan kerja
sama yang baik dan memudahkannya dalam memperoleh pekerjaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

(Nurmalitasari, 2015), (Nurjannah, 2017: 59), (Santoso, 2011: 4.22-4.23), (Efendi,


2006: 4), (Santoso, 2011: 4.22-4.23), (Efendi, 2006: 3), (Mulyani, 2014: 143),
(Isbayani, Sulastri, dan Tirtayani (2015) dalam Istiqomah, ,dkk, 2016: 20).

https://kampusitahnews.iain-palangkaraya.ac.id/sosok/mahasiswa/2020/01/13/
perkembangan-sosial-emosional-anak-usia-dini/

87-182-1-SM (1).pdf

1. PERKEMBANGAN ASPEK SOSIAL_Ina_edited.pdf

https://www.paud.id/peran-guru-pengembangan-sosial-emosi-anak/

17

Anda mungkin juga menyukai