(PERKEMBANGAN SOSIAL)
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberi doa, saran dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat terutama bagi penulis, pembaca dan bagi
perkembangan dunia pendidikan.
PENDAHULUAN
Dengan adanya ketidak berdayaan dan belum mengenal apa-apa maka anak
dapat diserahkan atau dijadikan baik atau buruk khususnya oleh orang tua ataupun
orang-orang disekitarnya. Dimana awal kehidupannya ia tidak berada, tidak
mengenal sesuatu apapun sehingga dapat diarahkan kepada perbuatan dan
perkembangan yang positif atau negative.
1) Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial agar dapat diterima dalam kelompok
maka peserta didik usia SD/MI sebagai anggota harus menyesuaikan perilakunya dengan standar
kelompok tersebut.
2) Memainkan peranan sosial yang dapat diterima dalam kelompok selain perilaku dengan
standar kelompok, peserta didik juga dituntut untuk memainkan peran sosial dalam bentuk pola-
pola kebiasaan yang telah disetujui dan ditentukan oleh para anggota kelompok.
3) Perkembangan sikap sosial untuk dapat bergaul dengan masyarakat, peserta didik juga harus
menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Pada awal manusia dilahirkan belum
bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan
orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat
itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak
mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang
mendengar suara keras) dan kasih sayang.
2. ORIENTASI/PEMAHAMAN SOSIAL
Sebagai makhluk sosioemosional, bayi menunjukkan minat yang kuat pada dunia sosial dan
termotivasi untuk mengorientasikannya dan menggambarkan banyak dasar biologis dan kognitif
yang berkontribusi pada perkembangan orientasi dan pemahaman social.
a. Orientasi Sosial
sejak awal perkembangannya, bayi sudah tepikat oleh dunia social,bayi muda menatap waja
dengan seksama dan terbiasa dengan suara manusia, terutama pengasuh mereka. Permainan
tatap muka mulai menjadi ciri interaksi pengasuh-bayi ketika bayi berusia sekitar 2 sampai 3
bulan, Interaksi sosial terfokus bermain tatap muka mungkin termasuk vokalisasi, sentuhan, dan
gerak tubuh. Permainan seperti itu merupakan bagian dari motivasi banyak ibu untuk
menciptakan keadaan emosi yang positif pada bayinya.
Sebagian karena pertukaran sosial yang positif antara pengasuh dan bayi, pada usia 2 hingga
3 bulan, bayi merespons secara berbeda terhadap orang daripada objek, kebanyakan bayi
mengharapkan orang untuk bereaksi positif ketika bayi memulai suatu perilaku, seperti
senyuman atau vokalisasi. Pada usia 2 sampai 3 bulan, bayi menunjukkan lebih banyak
penarikan, emosi negatif, dan perilaku mengarahkan diri sendiri ketika pengasuh mereka diam
dan tidak responsive. Sebuah meta-analisis baru-baru ini anak. mengungkapkan bahwa afek
positif bayi yang lebih tinggi dan afek negatif yang lebih rendah seperti yang ditampilkan selama
paradigma wajah diam terkait dengan keterikatan yang aman pada usia satu tahun.
Bayi juga belajar tentang dunia sosial melalui konteks selain bermain tatap muka dengan
pengasuh. Meskipun bayi masih berusia 6 bulan mereka sudah bisa menunjukkan minat satu
sama lain, interaksi mereka dengan teman sebaya meningkat pesat di paruh terakhir tahun kedua.
Antara usia 18 sampai 24 bulan, anak-anak secara nyata meningkatkan permainan imitatif dan
timbal balik mereka, seperti meniru tindakan nonverbal seperti melompat dan berlari.
b. Penggerak
Pentingnya kemandirian bagi bayi, terutama di tahun kedua kehidupan. Saat bayi
mengembangkan kemampuan merangkak, berjalan dan berlari, mereka mampu mengeksplorasi
dan memperluas dunia social mereka. Keterampilan Lakomotor yang baru dikembangkan dan
diproduksi sendiri ini memungkinkan bayi untuk secara mandiri memulai pertukaran social lebih
sering.
Dorongan bayi dan balita untuk kemandirian juga kemungkinan didorong oleh
perkembangan keterampilan gerak. Yang lebih penting adalah impliakasi motivasi penggerak .
begitu bayi memiliki kemampuan untuk bergerak dalam pengejaran yang diarahkan pada tujuan,
penghargaan dari pengerjaan ini mengarahkan pada upaya lebih lanjut untuk mngeksplorasi dan
mengembangkan keterampilan.
d. Referensi Sosial
Pada 1 tahun pertama anak, ekspresi wajah ibu “tersenyum atau takut” mempengaruhi
apakah bayi akan menjelajahi lingkungan yang tidak dikenalnya. Biasanya pada usia 2 tahun
bayi lebih baik dalam referensi social, mereka “memeriksa” dengan ibu mereka sebelum
bertindak : mereka menatapnya untuk melihat apakah dia bahagia, marah, atau takut. Bayi
berusia 14 hingga 22 bulan lebih cenderung melihat wajah ibu mereka sebagai sumber informasi
tentang bagaimana bertindak dalam suatu situasi daripada bayi berusia 6 hingga 9 bulan.
Para peneliti menemukan bahwa bayi secara sosial lebih canggih dan berwawasan luas
pada usia yang lebih muda daripada yang dibayangkan sebelumnya. Kecanggihan dan
wawasan ini tercermin dalam persepsi bayi tentang tindakan orang lain sebagai motivasi
yang disengaja dan diarahkan pada tujuan dan motivasi mereka untuk berbagi dan
berpartisipasi dalam intensionalitas itu pada usia pertama mereka. Keterampilan kognitif
sosial yang lebih maju dari bayi kemungkinan mempengaruhi pemahaman dan kesadaran
mereka tentang keterikatan pada pengasuh
3. ATTACHMENT/KELEKATAN
Kelekatan muncul karena anak merasa dipenuhi kebutuhannya baik secara fisik maupun
psikis. Kelekatan dapat timbul dari berbagai figur, sebab kelekatan merupakan proses terjadinya
hubungan dua arah antara anak dan figur lekat yang berkembang setiap saat. Proses ini tidak
hanya tergantung bagaimana pengasuh merespon, namun respon anak terhadap pengasuh juga
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mengembangkan kelekatan.
Menurut Berndt (dalam Agustina & Irma). dalam teori etologi, kelekatan merupakan kombinasi
konsep yang unik dari beberapa teori. Untuk memudahkan dalam memahami, maka konsep-
konsep teori tersebut digabungkan dan dirangkum menjadi beberapa konsep di bawah ini;
a. Tingkah laku pada bayi merupakan perubahan yang alami dan instinkif. Untuk membantu
bayi bertahan dalam kehidupan dengan perlindungan orang tua.
b. Kelekatan manusia tidak tegantung pada makanan yang dibutuhkan bayi atau ibu yang
selalu memberi susu.
c. Bayi akan dekat dengan orang yang banyak melakukan interaksi dengannya.
d. Tahun pertama kelahiran anak, merupaka periode yang peka dalam perkembangan
kelekatan
e. Tingkah laku lekat bayi akan bias terhadap orang tertentu saja, biasanya ibu. Walaupun
bayi akan dekat dengan beberapa orang lain selain ibu, kelekatan dengan ibulah yang
banyak mempengaruhinya. f. Pada usia tiga tahun, kelekatan dikembangkan dalam
pencapaian tujuan yang tepat antara anak dan ibu.dll
a. Figur Lekat
Figur lekat adalah orang-orang yang dijadikan anak-anak sebagai objek keterikatan.
Sosok yang dilampirkan tidak hanya ibu, tetapi juga ayah, pengasuh atau nenek, tergantung pada
siapa bayi nyaman. Anak-anak selalu ingin bersama orang tuanya. Hal ini terlihat dari pola
perilaku anak yang menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan seperti: menangis ketika
ditinggalkan, Anda selalu melihat ke arah figure lekatnya berjalan, dan akan sangat senang
ketika karakter kesayangannya kembali, serta hal yang paling menonjol adalah anak berani
bereksplorasi bebas jika berada dekat figur lekatnya.
Menurut Adiyanti, tingkah laku lekat pada anak terhadap figur lekatnya dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Signaling Behavior merupakan tingkah laku yang dilakukan anak dengan memberikan
tanda supaya figur lekat mendekat. anak melakukan suatu perbuatan Untuk menarik
perhatian figur lekat ini, anak akan melakukan hal-hal berikut;
1) Menangis
2) Tersenyum & meraban Ketika
3) Mengacungkan tangan
4) Mencoba menarik perhatian
2) Approaching Behavior anak berusaha mendekati figur lekat agar diperhatikan dan
terjadi kelekatan afektif. Biasanya anak akan melakukan hal-hal dibawah ini;
1) Mendekati dan mengikuti Anak mendekati figur lekat dan mengikutinya.
2) Clinging Tingkah laku ini dilakukan untuk mendapatkan kontak yang sangat dekat.
3) Menghisap
Anak tidak hanya mengisap tangan, tetapi anggota badan lainnya dengan maksud
supaya dekat dengan figur lekat.
Keterikatan-keterikatan yang muncul pada diri anak merupakan dasar dari perkembangan
sosialnya. Ikatan yang harmonis memungkinkan anak merasa nyaman dan bebas untuk
mengeksplorasi lingkungan. Menurut Wenar & Kerig, pengasuh perlu peka terhadap sinyal anak
mereka dan merespons dengan cepat dan penuh kasih. Anak masih terikat dengan seseorang,
tetapi karena kebutuhan psikologis anak tidak terpenuhi secara memadai, anak mengalami
kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial.
d. Manfaat Kelekatan
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak akan memberikan dampak pada
perkembangan sosial anak. Ketika pola asuh anak dapat berkembang secara optimal maka anak
dapat mengontrol diri dan mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu mengahadpi stress,
mempunyai minat pada hal-hal baru.
Adalah gaya yang membatasi dan menghukum di mana orang tua Orang tua yang otoriter
menempatkan batasan dan kontrol yang tegas pada anak dan memungkinkan sedikit pertukaran
verbal. Anak-anak dari orang tua otoriter sering tidak bahagia, takut, dan cemas membandingkan
diri mereka dengan orang lain, gagal memulai aktivitas, dan memiliki keterampilan komunikasi
yang lemah.
Pengasuhan yang otoritatif mendorong anak-anak untuk mandiri tetapi tetap memberikan
batasan dan kendali atas tindakan mereka. Anak-anak yang orang tuanya berwibawa sering kali
ceria, mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi; mereka cenderung
memelihara hubungan persahabatan dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa,
dan mengatasi stres dengan baik.
Pola perilaku sosial menurut Elizabeth B. Hurlock (1978: 239) terbagi atas dua kelompok, yaitu
pola perilaku yang sosial dan pola perilaku yang tidak sosial.
a.) Kerja sama, sekelompok anak belajar bermain atau bekerja bersama dengan anak lain.
b.) Persaingan, persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha sebaik-
baiknya. Hal itu akan menambah sosialisasi mereka.
c.) Kemurahan hati. Kemurahan hati terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan
anak lain.
d.) Hasrat akan penerimaan sosial. Jika hasrat pada diri anak untuk diterima kuat, hal itu
mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.
e.) . Simpati. Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah mengalami
situasi yang mirip dengan duka cita.
f.) Empati. Empati adalah kemampuan meletakan diri sendiri dalam posisi orang lain dan
menghayati pengalaman orang tersebut.
g.) Ketergantungan. Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian, dan
kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
h.) Sikap ramah. Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediannya melakukan
sesuatu untuk orang lain atau anak lain dan dengan mengekspresikan kasih sayang
kepada mereka.
i.) Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Anak perlu mendapat kesempatan dan dorongan
untuk membagi apa yang mereka miliki. Belajar memikirkan orang lain dan berbuat
untuk orang lain.
j. Meniru. Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anakanak
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan sifat dan meningkatkan penerimaan
kelompok terhadap diri mereka. Perilaku kelekatan (attachment behaviour). Dari
landasan yang diberikan pada masa bayi, yaitu ketika bayi mengembangkan kelekatan
yang hangat dan penuh cinta kasih kepada ibu atau pengganti ibu, anak kecil
mengalihkan pola perilaku ini kepada anak atau orang lain dan belajar membina
persahabatan dengan mereka.
b. Adapun Pola Perilaku Yang Tidak Sosial Adalah Perilaku Yang Menunjukkan:
a.) Negativisme. Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain untuk
berperilaku tertentu. Ekspresi fisiknya mirip dengan ledakan kemarahan, tetapi secara
setahap demi setahap diganti dengan penolakan lisan untuk menuruti perintah.
b.) Agresi. Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman permusuhan.
Biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain.
c.) Pertengkaran. Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang mengandung
kemarahan yang umunya dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan yang tidak
beralasan.
d.) Mengejek dan menggertak. Mengejek merupakan serangan secara lisan terhadap orang
lain, sedangkan menggertak merupakan penyerangan serangan yang bersifat fisik.
e.) Perilaku yang sok kuasa. Perilaku ini adalah kecenderungan untuk mendominasi orang
lain atau menjadi "majikan".
f.) Egosentrisme. Hampir semua anak memiliki sifat egosentrik. Dalam arti bahwa mereka
cenderung berpikirdan berbicara tentang diri mereka sendiri.
g.) Prasangka. Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal yaitu ketika anak
menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka dala hal penampilan dan perilaku
dan bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial dianggap sebagai tanda kerendahan. Bagi
anak kecil tidaklah umum mengekspresikan prasangka dengan bersikap membedakan
orang-orang yang mereka kenal.
h.) h. Antagonisme jenis kelamin. Ketika masa kanak-kanak berakhir, banyak anak lakilaki
ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari pergaulan dengan
anak perempuan atau memainkan "permainan anak perempuan".
1) Fase 1: Dari lahir sampai 2 bulan. Bayi secara naluriah mengarahkan ketertarikan
mereka pada sosok manusia. orang tua, saudara kandung, bahkan orang asing
memiliki kemungkinan yang sama untuk membuat bayi tersenyum dan menangis.
2) Fase 2: Dimulai dari usia 2-7 bulan. Ketertarikan menjadi terfokus pada satu objek,
misalnya pengasuh, karena bayi mulai belajar secara bertahap untuk membedakan
orang yang akrab dan orang yang tidak dikenal.
3) Fase 3: Dimulai dari 7-24 bulan, pada tahap ini keterikatakan khusus berkembang,
dengan peningkatan keterampilan lokomotor, bayi secara aktif mencari kontak
dengan orang terdekatnya, misalnya pengasuh, orang tua, seperti ibu atau ayah.
4) Fase 4: Dimulai 24 bulan. Anak menjadi sadar akan perasaan, tujuan, dan rencana
orang lain dan mulai memperhitungkannya dalam membentuk tindakan mereka
sendiri.
Secara kronologis, masa kanak-kanak awal adalah masa perkembangan dari usia 2-6 tahun.
Masa kanak-kanak awal disebut masa estetika, karena pada masa ini merupakan saat tejadinya
perasaan keindahan. Disebut juga sebagai masa indera, karena pada masa ini pengindraan anak
berkembang pesat. Masa kanak-kanak awal juga disebut masa menentang, karena anak-anak
senang mengandalkan eksplorasi (efek perkembangan). Pada anak-anak awal, perilaku sosial
dimulai dari kemampuan bermain dengan teman sebaya, memahami perasaan, merespon,
memiliki sikap egosentris dimana selalu memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya
sendiri, anak-anak juga banyak meniru, banyak bermain ataupun berkhayal, sehingga itu akan
memberikan keterampilan dan pengalaman terhadap si anak. Masa kanak-kanak ini dimulai
sebagai penutup masa bayi dan berakhir sampai dengan sekitar usia masuk sekolah dasar.
a) Pertumbuhan Fisik
1. Biasanya anak-anak bertambah tinggi dan berat badannya
2. Selama 4-6 bulan pertama masa anak awal, 4 gigi geraham belakang sudah mulai
tumbuh
b) Perkembangan Motorik
1. Pada usia 1,5-3,5 tahun, anak harus belajar mandi dan berpakaian sendiri, mengikat
tali sepatu, serta menyisir rambut dengan sedikit bantuan.
2. Antara usia 5-6 tahun, sebagian besar anak sudah pandai melempar dan menangkap
bola, menggunakan gunting, membentuk tanah liat, mewarnai, dan lain-lain.
3. Keterampilan umum yang sering dilakukan anak-anak biasanya berkaitan dengan
keterampilan tangan dan kaki, lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas
dinding atau pagar, sepatu roda, bermain sepatu es, dan menari.
c) Perkembangan Intelektual
1. Kognitif
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak pada masa
kanak-kanak awal berada pada tahap perkembangan praoperasional (2-7 tahun).
ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional adalah sebagai berikut:
a) Anak mulai menguasai fungsi simbolis b) Terjadi tingkah laku imitasi
c) Cara berpikir anak egosentris
d) Cara berpikir anak centralized, yaitu terpusat pada satu dimensi saja
2. Bahasan dan bicara
1. Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh imitasi. Jadi, bila tidak ada yang
ditiru atau diimitasi, maka tidak ada input perkembangan bahasa.
2. Perkembangan bahasa juga dipengaruhi oleh teori Language Acquisition Device
dari Chomsky (Monks, dkk., 1992), yakni dalam diri seseorang anak ada suatu
pembawaan untuk membuat sistematik sendiri mengenai bahasa, seakan
merangkum dan menyusun bahasa itu di dalam dirinya. Hal ini dapat menerangkan
mengapa anak dapat mengeluarkan bahasa yang khas.
d) Perkembangan Sosial-Emosional
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosialemosional pada masa
kanak-kanak awal:
1) Kegiatan bermain anak Bermain adalah mediua/sarana belajar yang luar biasa
ampuhnya bagi anak-anak kecil. Permainan sosiodrama (bermain pura-pura) akan
membantu daya imajinasi anak agar berkembang secara luar biasa.
2) Hubungan teman sebaya Semakin populer seorang anak, pada umumnya anak semakin
mampu menginterpretasi, memprediksi, dan merespon perilaku orang lain, begitu pula
sebaliknya.
e) Perkembangan Moral
Dengan mengambil sudut pandang orang lain, akan membantu anak memahami apa yang
benar dan apa yang salah. Melalui interaksi anak dengan orang lain, ia segera menangkap
apa yang diharapkan dalam situasi sosial, dan anak akan sampai pada perkembangan
sejumlah pemahaman sosial. Ketika anak berinteraksi, mereka akan berhubungan dengan
konsep tentang keadilan, kejujuran, kewajiban, dan kebaikan.
Pada tahap ini anak melakukan sesuatu atau memberi bantuan karena adanya perintah
terlebih dahulu yang disertai dengan adanya reward ataupun punishment. Pada tahap ini, anak
memiliki perpektif egosentris, yaitu tidak memikirkan bahwa orang lain mempunyai perasaan
serta pikiran yang berbeda dengan mereka.
2) Compliance
Pada tahap ini, anak melakukan atau memberi bantuan karena adanya perintah dari orang
lain yang lebih berkuasa, bukan karena inisiatiifnya sendiri. Pada tahap ini, anak sudah
menyadari bahwa orang lain mempunyai perasaan serta pikiran yang berbeda. Tindakan
menolong pada tahap ini dimotivasi oleh kebutuhan mendapatkan persetujuan dan untuk
menghindari hukuman.
3) Internal initiative & concrete reward
Pada tahap ini, anak menolong karena tergantung bagaimana penghargaan yang akan
diterima nantinya.
4) Normative behavior
Tahap ini anak menolong orang lain karena tuntutan dari masyarakat sekitarnya. Tingkah
laku menolong yang dilakukan karena ingin dianggap menjadi orang baik dimata orang lain.
Orientasinya mencakup keinginan untuk menerima persetujuan dan menyenangkan orang
lain. Harapan reward untuk menolong tidak kongkrit namun berarti.
5) Generalized reciprocity
Pada tahap ini seorang anak melakukan atau memberi bantuan karena berfikir bahwa kelak
bila membutuhkan bantuan akan mendapatkan pertolongan, ttahap ini didasari oleh prinsip
universal dari pertukaran.
6) Altruistik behavior
Pada tahap ini anak melakukan tindakan menolong secara sukarela. Tindakannya semata-
mata hanya bertujuan menolong dan menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan hadiah
dari luar. Tindakan menolong dilakukan karena pilihannya sendiri dan didasarkan pada
prinsip-prinsip moral.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uinsby.ac.id/10831/5/bab%202.pdf
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/34-BAB_II.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/235260317.pdf
https://ejournal.upi.edu/index.php/cakrawaladini/article/view/10392
https://educhannel.id/blog/artikel/perkembangan-sosial-anak-usia-dini.html