Oleh:
Dosen Pembimbing :
Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes.
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik anak usia pra sekolah dimulai dari tiga tahun, empat
tahun dan lima tahun. Pertumbuhan tinggi badan dengan rata-rata 6,75 cm sampai
7,5 cm per tahun dan umumnya terjadi pada perpanjangnan tungkai kaki. Pada
usia tiga tahun adalah 95 cm, pada usia empat tahun 103 cm, dan pada usia lima
tahun adalah 110 cm (Wong, 2008). Pertambahan berat badan rata-rata per tahun
adalah 2,225 kg dan pertambahan panjang badan anak rata-rata 5-7,5 cm setiap
tahun (James & Ashwill, 2007).
b. Perkembangan Psikologis
Pada masa usia pra sekolah rasa ingin tahu (corious) dan daya imaginasi
anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya tentang segala hal di
sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Anak belum mampu membedakan hal
yang abstrak dan konkret sehingga orang tua sering menganggap anak berdusta
padahal anak tidak bermaksud demikian. Anak juga akan mengidentifikasi figur
atau perilaku orang tua sehingga mempunyai kecendrungan untuk meniru tingkah
laku orang dewasa (Ridha, 2014).
c. Perkembangan Kognitif
Anak pada usia pra sekola berada dalam masa peralihan antara fase
preconceptual dan fase intuitive thought. Saat anak berada pada fase
preconceptual anak akan lebih menggunakan satu istilah untuk beberapa hal yang
memiliki kemiripan atau memiliki ciri-ciri yang sama, misalnya menyebut nenek
atau kakek kepada orang yang sudah tua, sudah bongkok, keriput, dan memakai
tongkat, sedangkan anak yang berada pada fase intuitive thought, mereka sudah
bisa memberikan alasan terhadap tindakan yang mereka lakukan. Anak usia pra
sekolah memiliki asumsi bahwa setiap orang memiliki pemikiran yang sama
seperti mereka, sehingga perlu menggali pemikiran mereka dengan pendekatan
non verbal. (Supartini, 2002).
d. Perkembangan Spiritual
Pemahaman anak usia pra sekolah mengenai spiritualitas dipengaruhi oleh
tingkat kognitif, pengetahuan tentang keyakinan, dan agama yang dipelajari dari
keyakinan orang tuanya. Berdasarkan perkembangan rasa bersalah anak sering
mempunyai persepsi yang kurang tepat mengenai suatu penyakit dianggap sebagai
hukuman. Pengalaman keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan dapat membantu
koping anak dalam menghadapi penyakit dan hospitalisasi (Hockenberry &
Wilson, 2009).
e. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak pada usia pra sekolah yaitu anak akan makin
ingin untuk melakukan berbagai macam kegiatan yang disukainya. Pada masa ini
anak akan dihadapkan dengan tuntutan sosial yang baru. (Gunarsa, 2008). Anak
usia pra sekolah sudah mampu mengatasi banyak kecemasan yang berhubungan
dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Anak usia pra sekolah dapat berhubungan dengan orang-orang yang
tidak dikenal dengan mudah dan mentoleransi perpisahan singkat dari orang
tuanya dengan sedikit atau tanpa protes. Namun anak usia pra sekolah masih
membutuhkan perlindungan dari orang tua, bimbingan, dan persetujuan ketika
memasuki masa pra sekolah. (Wong, 2008).
II. Konsep Perkembangan Sosial Anak Pra Sekolah
Awal perkembangan sosial pada anak tumbuh dari hubungan anak dengan
orang tua atau pengasuh dirumah terutama anggota keluarganya. Anak mulai
bermain bersama orang lain yaitu keluarganya. Tanpa disadari anak mulai
belajar berinteraksi dengan orang diluar dirinya sendiri yaitu dengan orang-
orang disekitarnya. Interaksi sosial kemudian diperluas, tidak hanya dengan
keluarga dalam rumah namun mulai berinteraksi dengan tetangga dan tahapan
selanjutnya ke sekolah.
Anak akan merasa kurang percaya diri ketika anak tersebut berhubungan
dengan orang lain sehingga akan menyebabkan anak jarang berkomunikasi
dengan orang lain dan akan menutup diri (Hurlock, 2012). Dampak lainnya jika
perkembangan sosial tidak diketahui dari sejak dini, pada masa yang akan
datang anak selalu mengalami cemas, anak hanya berinteaksi dengan keluarga
dan cenderung lebih banyak diam di rumah dan sulit bergaul dengan orang lain
ketika berada di masyarakat,anak cemas ketika bertemu dengan orang baru,
anak takut mengungkapkan perasaan dan anak akan menjadi pendiam (Sari,
2018).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial pada Anak
Prsekolah
Berkaitan dengan hubungan interaksi antara satu individu dengan individu lainnya,
manusia juga pada umumnya saling membutuhkan. Berkaitan dengan hal itu
perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan
yang kondusif bagi sosial anak
2. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat
orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
3. Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan keluarga dalam lingkungan masyarakat.Sehubungan hal itu, dalam
kehidupan anak senantiasa “menjaga” status sosial anak dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya”
itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan yang tidak tepat.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak
dipengaruhi oleh kehidupak keluarga, masyarakat dan kelembagaan.
5. Kepastian mental: emosi dan intelegensi
Kemampuan berfikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan bahasa secara baik. Pada kasus
tertentu, seorang jenius atau superior, sukar untuk bergaul dengan kelompok
sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur
yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
“menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan defisiensi stimulus
(D.0106)
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat
(D.0118)
3. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak (D. 0111)
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa No. 1
a) Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan
kelompok usia.
b) Skrining pemeriksaan perkembangan sosial sesuai dengan instrumen
c) Dengan cermat kaji tingkat perkembangan anak dalam seluruh area
fungsi, menggunakan alat pengkajian yang spesifik.
d) Dorong untuk perawatan diri: merias diri sendiri, memakai baju
sendiri, perawatan mulut, perawatan rambut.
e) Beri waktu bermain dengan orang lain yang sering dan dengan
berbagai mainan.
f) Beri waktu untuk bermain sendiri dan menggali lingkungan bermain.
g) Perintahkan untuk memberi respon verbal dan mengajukan
permintaan.
h) Beri pujian untuk perilaku yang positif.
2. Diagnosa No. 2
a) Bila ada perilaku antisosial pada anak, bantu untuk:
Menggambarkan perilaku yang memengaruhi sosialisasi.
Bermain peran sesuai respon.
Munculkan umpan balik sebaya untuk perilaku positif dan negatif.
b) Ajarkan orang tua untuk:
Menghindari ketidaksetujuan di depan anak
Membuat kontak mata sebelum memberi instruksi dan minta
anak untuk mengulangi apa yang dikatakan.
3. Diagnosa No. 3
a) Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan
kelompok usia.
b) Beri pendidikan kesehatan atau informasi mengenai pertumbuhan dan
perkembangan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Sukatin, Chofifah, N., Turiyana, T., Paradise, M. R., Azkia, M., & Ummah, S. N.
(2020). Analisis perkembangan emosi anak usia dini. Golden Age: Jurnal
Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 5(2), 77–90.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.