Anda di halaman 1dari 210

TESIS

PENGEMBANGAN MODEL DEVELOPMENTAL CARE BERBASIS


THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TERHADAP PERILAKU
KEPATUHAN PERAWAT DALAM MERAWAT BAYI PREMATUR

Oleh:

CH.R. YENI SURYANDARI


NIM. 131914153018

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
PENGEMBANGAN MODEL DEVELOPMENTAL CARE BERBASIS
THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TERHADAP PERILAKU
KEPATUHAN PERAWAT DALAM MERAWAT BAYI PREMATUR

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)


dalam Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga

CH.R. YENI SURYANDARI


NIM. 131914153018

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : CH.R. Yeni Suryandari

NIM : 131914153018

Tanggal : Desember 2021

Tanda Tangan: …………………………

iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS

PENGEMBANGAN MODEL DEVELOPMENTAL CARE


BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TERHADAP PERILAKU
KEPATUHAN PERAWAT DALAM
MERAWAT BAYI PREMATUR

CH.R. Yeni Suryandari


NIM. 131914153018

TESIS INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL, 2021

Oleh :
Pembimbing I

Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp.,M.Kes.


NIP. 197806062001122001

Pembimbing II

Dr. Sri Utami, S.Kp., M. Kes.


NIP. 196711141990032001

Mengetahui,
Koordinator Program Studi

Dr. Retno Indarwati, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 197803162008122002

iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : CH.R Yeni Suryandari

NIM : 131914153018

Program Studi : Magister Keperawatan

Judul : Pengembangan Model Developmental Care Berbasis


Theory Of Planned Behavior Terhadap Perilaku
Kepatuhan Perawat Dalam Merawat Bayi Prematur

Tesis ini telah diuji dan dinilai


Oleh panitia penguji pada
Program Studi Magister Keperawatan Universitas Airlangga
Pada Tanggal 2021
Mengetahui,
Panitia Penguji:

1. Ketua Penguji : Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp.,M.Kes (...............)

2. Anggota : Dr. Sri Utami, S.Kp., M. Kes (...............)

3. Anggota : Dr. Esti Yunita Sari S.Kp., M.Kes. (...............)

4. Anggota : Ni Ketut Alit Armini S.Kp., M.Kes (...............)

5. Anggota : Nuzul Qur’aniati, S.Kep.Ns., M.Ng., Ph.D. (...............)

Koordinator Program Studi

Dr. Retno Indarwati, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 197803162008122002

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kasih,
karena atas berkat dan anugrah penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul “Pengembangan Model Developmental Care
Berbasis Theori Of Planned Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat
Dalam Merawat Bayi Prematur ”. Berbagai hambatan dan kesulitan ditemui oleh
penulis dalam proses penyusunan proposal penelitian ini, namun berkat usaha dan
kerja keras serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak pada akhirnya
proposal ini dapat diselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA selaku Rektor Universitas
Airlangga beserta para Wakil Rektor Universitas Airlangga
2. Prof. Dr. Ah. Yusuf S, S.Kp., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.
3. Dr. Retno Indarwati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Koordinator Program
Studi Magister Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan motivasi, bimbingan dan memfasilitasi mahasiswa dalam
penyelesaian penyusunan proposal penelitian tesis
4. Dr. Yuni Sufyanti Arief S.Kp., M.Kes.selaku Pembimbing Kesatu Tesis
yang telah memberikan arahan, fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian
penyusunan proposal penelitian tesis.
5. Dr. Sri Utami, S.Kp., M. Kes. selaku pembimbing Kedua telah
memberikan motivasi, bimbingan penyelesaian penyusunan proposal
penelitian tesis.
6. Dr. Esti Yunita Sari S.Kp., M.Kes, Ni Ketut Alit Armini S.Kp., M.Kes,
dan Nuzul Qur’aniati, S.Kep.Ns., M.Ng. Ph.D. selaku Tim Penguji
Proposal yang telah memberikan masukan, bimbingan dan motivasi
dalam meyelesaikan proposal tesis ini
7. Direktur Rumah Sakit Katolik St Vincentius a Paulo Surabaya, Direktur
Rumah Sakit UNAIR, Direktur RSU Haji Surabaya, Direktur RSIA Putri
Surabaya, Direktur RS Husada Utama, Kepala RSPAL dr. Ramelan dan

vi
RS Islam Jemursari Surabaya berserta para responden yang telah
memberikan kesempatan dan dukungan untuk melaksanakan penelitian..
8. Bapak dan Ibu Dosen beserta staff program Magister Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.
9. Direksi Rumah Sakit Katolik Santo Vincentius a Paulo yang sudah
memberikan kesempatan untuk melanjutkan tugas belajar bagi
pengembangan keperawatan.
10. Suamiku J. Soedjatmiko yang setia mendampingiku dan ketiga buah
hatiku (Marcel, Maria, Bona) yang selalu memberikan doa, dukungan
dan motivasi bagi saya.
11. Veronica Rini Puspitasari kakak perempuanku sebagai pengganti
almarhum ibuku yang telah support baik doa dan dukungan materi.
12. Teman-teman di Unit Maria 1 NICU yang sudah memberikan support dan
semangat padaku, thanks pengertiannya saat aku berjuang.
13. Bayi-bayi mungil, karena suatu kondisi harus terlahir premature dan
berjuang untuk bertahan hidup dan membuatku semakin mencintai kalian.
14. Teman-teman Magister Keperawatan Angkatan XII yang telah menemani
dan saling memberikan support dalam menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebut namanya satu persatu atas
bantuan dan dukungan yang telah diberikan dalam penyusunan pra
proposal penelitian.
Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal penelitian ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu segenap saran dan masukan sangat penulis harapkan
untuk perbaikan.
Surabaya, Mei 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

SAMPUL...................................................................................................................i
HALAMAN JUDUL................................................................................................ii
PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS............................................iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS.........................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xvii
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................xviii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................8
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................11
1.4.1 Teoritis.......................................................................................................11
1.4.2 Praktis.........................................................................................................11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................13
2.1 Konsep Bayi Prematur...........................................................................13
2.1.1 Definisi Bayi Premature.............................................................................13
2.1.2 Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Usia Gestasi............................13
2.1.3 Tanda Bayi Premature................................................................................15
2.1.4 Etiologi Prematuritas..................................................................................16
2.1.5 Masalah Pada Bayi Premature...................................................................18
2.2 Konsep Neonatal Integrative Developmental Care Assesment Program
(NIDCAP)..............................................................................................21
2.2.1 Definisi.......................................................................................................21

viii
2.2.2 Dasar Perawatan Bayi di NICU.................................................................22
2.2.3 Tujuh Langkah Inti Neuroprotektif............................................................24
2.2.3.1 Lingkungan Penyembuhan....................................................................24
2.2.3.2 Bermitra dengan Keluarga.....................................................................33
2.2.3.3 Pengaturan Posisi dan Penanganan.......................................................35
2.2.3.4 Menjaga Tidur.......................................................................................38
2.2.3.5 Meminimalkan Stress dan Nyeri...........................................................40
2.2.3.6 Melindungi Kulit...................................................................................42
2.2.3.7 Mengoptimalkan Nutrisi........................................................................45
2.3 Theory of Planned Behavior..................................................................46
2.3.1 Sikap (Attitude Toward Behavioral)..........................................................49
2.3.2 Subjective Norm.........................................................................................51
2.3.3 Perceived Behavior Control.......................................................................53
2.4 Intention.................................................................................................55
2.5 Standar Pelayanan Keperawatan Neonatus di Rumah Sakit..................57
2.5.1 Ruang Lingkup Pelayanan Keperawatan Neonates...................................57
2.5.2 Pelayanan Keperawatan Neonatus.............................................................61
2.6 Konsep Kepatuhan.................................................................................64
2.6.1 Pengertian Kepatuhan................................................................................64
2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan.........................................64
2.7 Keaslian Penelitian................................................................................71
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS.................................82
3.1 Kerangka Konseptual.............................................................................82
3.2 Hipotesis................................................................................................84
BAB 4 METODE PENELITIAN..........................................................................87
4.1 Desain Penelitian...................................................................................87
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................87
4.2.1 Lokasi Penelitian........................................................................................87
4.2.2 Waktu Penelitian........................................................................................88
4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling...........................................................88
4.3.1 Populasi......................................................................................................88
4.3.2 Sampel dan Besar Sampel..........................................................................89

ix
4.3.3 Teknik Sampling........................................................................................89
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel.........................89
4.4.1 Variabel......................................................................................................89
4.5 Definisi Operasional..............................................................................91
4.6 Instrumen Penelitian..............................................................................97
4.6.1 Instrumen Sikap Umum.............................................................................98
4.6.2 Instrumen Sifat/Kepribadian......................................................................99
4.6.3 Instrumen Nilai Hidup................................................................................99
4.6.4 Instrumen Kecerdasan Emosional............................................................100
4.6.5 Data Demografi........................................................................................100
4.6.6 Instrumen Pengetahuan............................................................................101
4.6.7 Instrumen Pengalaman.............................................................................102
4.6.8 Instrumen Paparan....................................................................................102
4.6.9 Instrumen Attitude Toward Behavioral (Behavior Belief).......................103
4.6.10 Instrumen Attitude Toward Behavioral (Outcome Evaluation)...............103
4.6.11 Instrumen Subjective Norm (Normative Belief).......................................104
4.6.12 Instrumen Subjective Norm (Motivation to Comply)...............................105
4.6.13 Instrumen Perceived Behavioral Control (Controllability).....................105
4.6.14 Instrumen Perceived Behavioral Control (Perceived Power).................106
4.6.15 Instrumen Intention..................................................................................106
4.6.16 Instrumen Perilaku Kepatuhan.................................................................107
4.7 Prosedur Pengumpulan Data dan Pengambilan Data..........................107
4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas...............................................................109
4.8.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap Umum..................110
4.8.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kepribadian....................111
4.8.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Nilai Hidup....................112
4.8.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosi..........113
4.8.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan...................113
4.8.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengalaman....................115
4.8.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Paparan...........................116
4.8.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Behavior Belief..............116
4.8.9 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Outcome Evaluation......117

x
4.8.10 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Normative Belief............117
4.8.11 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivation to Comply....118
4.8.12 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Controllability................118
4.8.13 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Perceived Power............119
4.8.14 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Intention.........................120
4.8.15 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Perilaku Kepatuhan.........................120
4.9 Analisa Data.........................................................................................121
4.9.1 Analisis Deskriptif...................................................................................121
4.9.2 Analisis Inferensial...................................................................................121
4.10 Kerangka Kerja Operasional Penelitian...............................................125
4.11 Etik Penelitian......................................................................................125
4.11.1 Beneficence dan Non Maleficent..............................................................126
4.11.2 Anonimity dan Confidentiality..................................................................126
4.11.3 Menghargai..............................................................................................127
BAB 5 HASIL PENELITIAN.............................................................................128
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian....................................................128
5.2 Penelitian Tahap 1...............................................................................129
5.2.1 Hasil Analisis Deskriptif..........................................................................129
5.2.2 Model Developmental Care berbasis Theory Planned Behavior.............134
5.2.2.1 Evaluasi Outer Model..........................................................................134
5.2.2.2 Evaluasi Inner Model..........................................................................139
5.3 Penelitian Tahap 2...............................................................................148
5.3.1 Perumusan Isu Strategis...........................................................................148
5.3.2 Focus Group Discussion (FGD)..............................................................150
5.4 Diskusi Pakar.......................................................................................153
5.4.1 Pelaksanaan Diskusi Pakar.......................................................................153
BAB 6 PEMBAHASAN.......................................................................................155
6.1 Pengaruh Faktor Latar Belakang Personal Terhadap Attitude Toward
Behavioral............................................................................................155
6.2 Pengaruh Faktor Latar Belakang Personal Terhadap Subjective Norm156
6.3 Pengaruh Faktor Latar Belakang Personal Terhadap Perceived
Behavioral Control..............................................................................156

xi
6.4 Pengaruh Latar Belakang Faktor Sosial Terhadap Attitude Toward...156
6.5 Pengaruh Faktor Latar Belakang Sosial Terhadap Subjective Norm...156
6.6 Pengaruh Faktor Latar Belakang Sosial Terhadap Perceived Behavioral
Control.................................................................................................156
6.7 Pengaruh Latar Belakang Faktor Informasi Attitude Toward..............156
6.8 Pengaruh Latar Belakang Faktor Informasi Subjective Norm.............156
6.9 Pengaruh Latar Belakang Faktor Informasi Perceived Behavioral
Control.................................................................................................156
6.10 Pengaruh Attitude Toward Behavioral Terhadap Intention................156
6.11 Pengaruh Subjective Norm Terhadap Intention...................................156
6.12 Perceived Behavioral Control Terhadap Intention..............................156
6.13 Pengaruh Intention Perawat Terhadap Perilaku Kepatuhan................156
6.14 Temuan Baru Penelitian......................................................................156
6.15 Keterbatasan Penelitian.......................................................................156
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................157

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dasar Klasifikasi Bayi Baru Lahir Menurut BB........................15


Tabel 2.2 Penyebab Bayi Lahir Prematur..................................................16
Tabel 2.3 Keywords Pencarian Jurnal Menggunakan MeSH.....................71
Tabel 2.4 Keaslian Penelitian Pengembangan Model Developmental Care
Berbasis Theory of Planned Behavior Terhadap Perilaku
Kepatuhan Perawat dalam Merawat Bayi Prematur..................73
Tabel 4.1 Besar Populasi Penelitian...........................................................88
Tabel 4.2 Variabel Penelitian.....................................................................90
Tabel 4.3 Definisi Operasional Penelitian Pengembangan Model
Developmental Care Berbasis Theory of Planned Behavior
Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat dalam Merawat Bayi
Prematur.....................................................................................91
Tabel 4.4 Blueprint Instrumen Sikap Umum.............................................98
Tabel 4.5 Blueprint Instrumen Kepribadian..............................................99
Tabel 4.6 Blueprint Instrumen Nilai Hidup...............................................99
Tabel 4.7 Blueprint Instrumen Kecerdasan Emosional...........................100
Tabel 4.8 Blueprint Instrumen Kuesioner Pengetahuan..........................102
Tabel 4.9 Blueprint Instrumen Kuesioner Pengalaman...........................102
Tabel 4.10 Blueprint Instrumen Kuesioner Paparan..................................103
Tabel 4.11 Blueprint Instrumen Kuesioner Behavior Belief......................103
Tabel 4.12 Blueprint Instrumen Kuesioner Outcome Evaluation..............104
Tabel 4.13 Blueprint Instrumen Kuesioner Normative Belief...................104
Tabel 4.14 Blueprint Instrumen Kuesioner Motivation to Comply............105
Tabel 4.15 Blueprint Instrumen Kuesioner Perceived Behavioral Control
(Controllability).......................................................................106
Tabel 4.16 Blueprint Instrumen Kuesioner Perceived Power...................106
Tabel 4.17 Blueprint Instrumen Kuesioner Intention................................107
Tabel 4.18 Blueprint Instrumen Kuesioner Perilaku Kepatuhan...............107
Tabel 4.19 Uji Validitas Kuesioner Sikap Umum.....................................110
Tabel 4.20 Uji Validitas Kuesioner Nilai Hidup.......................................112

xiii
Tabel 4.21 Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Emosi.............................113
Tabel 4.22 Uji Validitas Kuesioner Paparan..............................................116
Tabel 4.23 Uji Validitas Kuesioner Behavior Belief.................................116
Tabel 4.24 Uji Validitas Kuesioner Outcome Evaluation.........................117
Tabel 4.25 Uji Validitas Kuesioner Normative Belief...............................117
Tabel 4.26 Uji Validitas Kuesioner Motivation to Comply.......................118
Tabel 4.27 Uji Validitas Kuesioner Controllability...................................119
Tabel 4.28 Uji Validitas Kuesioner Perceived Power...............................119
Tabel 4.29 Uji Validitas Kuesioner Intention............................................120
Tabel 4.30 Uji Validitas Kuesioner Perilaku Kepatuhan...........................120
Tabel 5.1 Hasil Deskripsi Faktor Personal Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021.....................129
Tabel 5.2 Hasil Deskripsi Faktor Sosial Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021.....................130
Tabel 5.3 Hasil Deskripsi Faktor Informasi Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021.....................131
Tabel 5.4 Hasil Deskripsi Attitude Toward Behavioral Perawat di 7
Rumah Sakit Surabaya pada 1 November-30 November 2021131
Tabel 5.5 Hasil Deskripsi Subjective Norm Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021.....................132
Tabel 5.6 Hasil Deskripsi Perceived Behavioral Control Perawat di 7
Rumah Sakit Surabaya pada 1 November-30 November 2021132
Tabel 5.7 Hasil Deskripsi Intention Perawat di 7 Rumah Sakit Surabaya
pada 1 November-30 November 2021.....................................133
Tabel 5.8 Hasil Deskripsi Perilaku Perawat di 7 Rumah Sakit Surabaya
pada 1 November-30 November 2021.....................................133
Tabel 5.9 Hasil Pengujian Validitas Konvergen......................................135
Tabel 5.10 Hasil Pengujian Validitas Diskriminan Cross Laoding...........137
Tabel 5.11 Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk.....................................138
Tabel 5.12 Hasil Koefisien Determinasi (R2)............................................139
Tabel 5.13 Hasil Pengujian Predictive Relevance (Q2).............................140
Tabel 5.14 Hasil Pengujian Hipotesis........................................................141

xiv
Tabel 5.15 Isu Strategis yang Diperoleh dari Hasil Kuesioner Penelitian.148
Tabel 5.16 Hasil Focus Grup Discussion (FGD).......................................151
Tabel 5.17 Hasil Konsultasi Pakar.............................................................154

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 New Ballard Score..........................................................................14


Gambar 2.2 Kategori Prematur..........................................................................15
Gambar 2.3 Neonatal Integrative Developmental Care Models........................21
Gambar 2.4 Skin to Skin Contact.......................................................................23
Gambar 2.5 Rekomendasi Suara di NICU < 55dB............................................31
Gambar 2.6 Pengaturan Cahaya di NICU..........................................................32
Gambar 2.7 Pemberian Posisi pada Bayi Prematur............................................36
Gambar 2.8 Pengaturan Cahaya untuk Menjaga Pola Tidur..............................38
Gambar 2.9 Sentuhan Meminimalkan Stress.....................................................40
Gambar 2. 12 Pemberian empeng..........................................................................42
Gambar 2. 13 Konsep The Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005).................47
Gambar 2. 14 Rumus Menghitung Attitude toward behavioral.............................50
Gambar 2. 15 Rumus Menghitung Subjective Norm.............................................52
Gambar 2. 16 Rumus Menghitung Perceived Behavioral Control........................54
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengembangan Developmental Care Berbasis
Theory of Planned Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat Dalam
Merawat Bayi Prematur.........................................................................................81
Gambar 4. 1 Kerangka analisa model..................................................................110
Gambar 4.2 Kerangka kerja operasional..............................................................112

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Responden Penelitian........................................119


Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden Penelitian....................................121
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian........................122
Lampiran 4 Instrument A: Data Demografi Responden......................................123
Lampiran 5 Instrumen B: Kuesioner Sikap Umum.............................................124
Lampiran 6 Instrumen C: Kuesioner Sifat/Kepribadian......................................125
Lampiran 7 Instrumen C: Kuesioner Nilai Hidup................................................126
Lampiran 8 Instrumen E: Kecerdasan Emosional...............................................128
Lampiran 9 Instrument F: Pengetahuan...............................................................130
Lampiran 10 Instrumen G: Kuesioner Pengalaman.............................................133
Lampiran 11 Instrumen H: Kuesioner Paparan Informasi...................................134
Lampiran 12 Instrumen I: Kuesioner Behavior Belief.........................................136
Lampiran 13 Instrumen J :Outcomes Evaluations...............................................138
Lampiran 14 Instrumen K: Kuesioner normative belief......................................139
Lampiran 15 Instrumen L: Motivation to Comply...............................................140
Lampiran 16 Instrumen M: Kuesioner Controllability/Control...........................141
Lampiran 17 Instrumen N: Perceived Power.......................................................143
Lampiran 18 Instrumen O: Kuesioner Intensi......................................................145
Lampiran 19 Instrumen P: Kuesioner Perilaku....................................................147

xvii
DAFTAR SINGKATAN

ASD = Autism Spectrum Disorders


ADHD = Attention-deficit hyperactivity disorder, 
ASI = Air Susu Ibu
BBLR = Berat Badan Lahir Rendah
BBLSR = Berat Badan Lahir Sangat Rendah
BBLASR = Berat Badan Lahir Amat Sangat Rendah
CDC = Centers for Disease Control and Prevention
EEG = Electroencephalogram
EFR = Extended Family Room
ELBW = Extremely Low Birth Weight 
IQ = Intelligence Quotient
KMC = Kangaroo Mother Care
NICU = Neonatal Intensive Care Unit
NIDCAP = Neonatal Integrative Developmental Care Model
NNS = Non Nutritive Sucking
NREM = Non-Rapid Eye Movement
PDA = Patent Ductus Arteriosus
PTSD = Post Traumatic Stress Disorder
REM = Rapid Eye Movement
ROP = Retinopathy of Prematurity
SFR = Single Family Room
SSC = Skin To Skin Contact
TEWL = Transepidermal Water Loss
TPB = Theory of Planned Behavior
WHO = World Health Organiza

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi prematur menurut (WHO, 2012) adalah bayi yang dilahirkan

sebelum usia gestasi 37 minggu. Bayi prematur karena kondisinya harus dirawat

di NICU dengan menghadapi berbagai masalah antara lain gangguan pada

pernafasan, termoregulasi, hemodinamik dan nutrisi (Goldstein and Malcolm,

2019). Selama dirawat di NICU bayi prematur akan menghadapi lingkungan yang

sama sekali berbeda dengan lingkungan didalam rahim (Park and Kim, 2019).

Lingkungan yang baru ini berpotensi memberikan efek merugikan terhadap

kualitas hidup bayi prematur dan keluarganya karena dapat menimbulkan stress

pada bayi (Macho, 2018). Kondisi stress yang dialami secara terus menerus dapat

mempengaruhi perkembangan otak secara struktur maupun fungsinya (Altimier,

Kenner and Damus, 2015). Perkembangan otak yang optimal pada bayi prematur

dapat ditingkatkan dengan melaksanakan manajemen asuhan bayi prematur

berbasis developmental care (Mosqueda-Peña et al., 2016).

Developmental care diperkenalkan sebagai metode untuk melindungi

sistem neurologis bayi prematur dan untuk mengurangi efek negatif pada bayi

prematur (Als, 2009). Developmental Care Model pada neonatal yang terintegratif

menguraikan tujuh langkah inti untuk melindungi syaraf. Selama ini

implementasi developmental care oleh perawat NICU belum dilaksanakan secara

konsisten (Zhang et al., 2016) masih terbatas pada menyediakan nesting, minimal

handling, mengurangi pencahayaan serta kangaroo mother care (Armina, Hayati

and Nurhaeni, 2018). Implementasi developmental care yang menerapkan 7

1
2

ukuran inti masih belum dilakukan. Asuhan keperawatan untuk bayi di NICU

terbatas pada penyediaan lingkungan fisik tetapi tidak berfokus pada asuhan

individual dan berpusat pada keluarga. Jam berkunjung yang dibatasi juga

menyulitkan akses orang tua untuk terlibat dalam perawatan perkembangan.

(Zhang et al., 2016). Pengetahuan, sikap, keterampilan dan persepsi perawat yang

kurang juga menjadi alasan (Baghlani et al., 2019) kurangnya implementasi

developmental care sedangkan peran perawat sangat penting untuk keberhasilan

implementasi developmental care untuk perkembangan saraf bayi prematur (Park

and Kim, 2019).

Diperkirakan 15 juta bayi dilahirkan prematur setiap tahunnya dan sekitar

1 juta anak meninggal setiap tahun karena komplikasi kelahiran prematur.

Banyak bayi yang dilahirkan prematur dan bertahan hidup menghadapi cacat

seumur hidup, termasuk ketidakmampuan belajar dan masalah penglihatan dan

pendengaran. Secara global, prematuritas merupakan penyebab utama kematian

pada anak di bawah usia 5 tahun (WHO, 2012). Pada tahun 2012 Indonesia

termasuk kedalam peringkat 10 besar dari 184 negara dengan angka kejadian

prematur yang tinggi, yaitu 15,5 kelahiran prematur per 100 kelahiran hidup.

Dilihat dari jumlah bayi yang lahir prematur, Indonesia merupakan negara kelima

dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia, yaitu sebesar 675.700 bayi

(WHO, 2012). Provinsi Jawa Timur sendiri untuk kejadian BBLR dalam hal ini

termasuk bayi prematur sebesar 21.544 dan di kota Surabaya sebesar 855 bayi

yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah dari total 42.561 kelahiran

(‘Badan Pusat Statistik Jatim’, 2018).


3

Hasil study pendahuluan yang dilakukan di satu Rumah sakit X di daerah

Surabaya Timur dengan cara observasional pada tanggal 22 – 27 Februari 2021

dari 30 responden 75% perawat belum memperhatikan pengaturan posisi bayi

prematur. Masih juga ditemui sebesar 65% perawat saat berkomunikasi dalam unit

pelayanan masih berbicara keras dan sebesar 50% perawat saat melakukan

tindakan invasive minor tidak melakukan management nyeri. Pelaksanaan

developmental care yang sudah dilakukan di Rumah sakit tersebut adalah

menciptakan lingkungan penyembuhan yaitu membuat nesting dengan alas yang

lembut, mengurangi pemaparan cahaya yaitu sudah diberikan penutup incubator

yang berwarna gelap. Terkait kolaborasi dengan keluarga, hanya ayah dan ibu

yang diijinkan masuk dan prosedur skin to skin contact dilakukan jika bayi kurang

lebih sudah dalam kondisi stabil dan saat perawat tidak repot. Penyebab tidak

dilakukannya developmental care secara optimal antara lain membutuhkan waktu

lama, kurang memahami inti dan manfaat developmental care

Neonatus prematur selama periode perawatan harus mendapatkan

perawatan yang berfokus pada perkembangan syarafnya dan kestabilan fisiologis

dengan tujuan untuk mengoptimalkan perkembangan syaraf (Burke, 2018). Sistem

neurologis janin berada dalam tahap perkembangan yang sangat aktif selama

trimester ketiga kehamilan. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi prematur sistem

neurologisnya sangat rapuh dan terus berkembang di lingkungan di luar Rahim

(Darcy-Mahoney et al., 2016). Memahami hal tersebut menerapkan

developmental care sebagai asuhan dasar pada perawatan bayi prematur dapat

mengurangi efek negatif dari perkembangan bayi (Park and Kim, 2019). Selama

dirawat, bayi prematur dihadapkan pada pengalaman yang menyakitkan dan


4

meningkatkan stress seperti rasa sakit karena prosedur perawatan, cahaya dan

kebisingan dari lingkungan perawatan yang berlebihan, penanganan fisik yang

sering, dan gangguan tidur (Brandon et al., 2017). Kondisi stress yang dialami

secara terus menerus dapat berakibat bayi prematur berisiko mengalami

kecacatan fisik permanen, motorik, dan gangguan kognitif (Burke, 2018).

Kelahiran prematur pada usia gestasi kurang dari 32 minggu berisiko untuk

terjadinya Autism Spectrum Disorders (ASD). Prevalensi ASD telah meningkat

selama dua dekade terakhir dan diperkirakan mempengaruhi satu dari 88 anak-

anak di Amerika Serikat, menurut Pusat Pengendalian & Pencegahan Penyakit

(CDC) Perkiraan prevalensi ASD di semua bayi prematur bayi berkisar antara

12% -41% (Altimier and Phillips, 2016).

Salah satu factor penyebab implementasi developmental care tidak

dijalankan secara konsisten adalah kurangnya rasa percaya diri dari perawat

(Armina, Hayati and Nurhaeni, 2018). Selain itu KMC (Kangaroo Mother Care)

sebagai perawatan dasar dari developmental care dari penelitian (Deng et al.,

2018) para perawat di Cina jarang melaksanakannya dan masih didapatkan tingkat

pengetahuan, sikap, dan praktik perawat neonatal terkait KMC relatif masih

rendah. Pengembangan Model Pelayanan asuhan perkembangan pada bayi

prematur maupun BBLR dengan ruang lingkup rumah sakit sangat diperlukan

untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Wanda et al.,

2014). Pada aspek pengelolaan lingkungan penyembuhan untuk pengendalian

suara belum dilaksanakan sesuai standart sedangkan nilai mean asuhan

perkembangan paling rendah yang diterapkan oleh perawat adalah asuhan

berpusat yang pada keluarga (Armina, Hayati and Nurhaeni, 2018). Beberapa
5

faktor yang mempengaruhi kurangnya implementasi developmental care adalah

beban kasus pasien yang tinggi, jam kerja yang lebih setiap harinya, dan tingkat

pengetahuan (Deng et al., 2018).

Tujuan dari Developmental care adalah untuk mengurangi stres bayi

prematur, memaksimalkan neurologis, kognitif, dan hasil perilaku, dan

mengurangi masalah perkembangan saraf jangka panjang (Mosqueda-Peña et al.,

2016). NIDCAP ( Newborn Individualized Developmental Care And Assessment

Program ) adalah salah satu upaya yang dilakukan dengan menciptakan

lingkungan ekstrauterin yang mengoptimalkan perkembangan otak bayi

premature. Strategi intervensinya antara lain menciptakan lingkungan

penyembuhan, bermitra dengan keluarga, pengaturan posisi, menjaga pola tidur,

manajemen nyeri dan stress, perlindungan kulit, dan pemberian nutrisi yang

optimal. Banyak penelitian yang menunjukkan manfaat developmental care, pada

penelitian (Yin et al., 2016) bayi prematur yang mendapat bantuan CPAP (

continuous positive airway pressure) memiliki frekuensi napas yang lebih stabil

melalui pemberian posisi semi-prone. Hal positif lain dari developmental care

adalah terjadi penurunan pada gangguan perkembangan dan keterlambatan

psikomotor pada anak usia dua tahun dengan riwayat usia gestasi 32 minggu dari

hasil penelitian (Kiechl-Kohlendorfer et al., 2015). Hal ini menunjukkan bahwa

asuhan perkembangan pada bayi prematur memberi dampak positif baik jangka

pendek maupun jangka panjang.

Unit perawatan intensif neonatal atau NICU adalah suatu tempat dimana

bayi yang berisiko tinggi dirawat secara intensif, dengan rasio pasien-perawat

yang paling banyak direkomendasikan 2 banding 1 untuk neonatus yang


6

membutuhkan intensif care (Burke, 2018). Perawat yang bekerja di NICU harus

mampu membuat penilaian kompleks, mampu mengidentifikasi tanda-tanda

fisiologis sebelum timbulnya masalah yang mengancam jiwa menerapkan terapi

yang sangat intensif, dan intepretasi segera sesuai pada respons bayi serta

melibatkan keluarga dalam proses perawatan (Park and Kim, 2019). Dalam riset

tentang penerapan developmental care menyebutkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi praktik developmental care diantara perawat antara lain

karakteristik perawat (tingkat pendidikan, tahun pengalaman , dan lingkungan

kerja keperawatan antara lain beban kerja dan kasus pasien (Deng et al., 2018).

Penelitian lain terungkap bahwa persepsi positif perawat tentang dampak

developmental care berhubungan erat dengan praktik pelaksanaan developmental

care (Mosqueda-Peña et al., 2016). Sementara itu dalam penelitian (Mahl et al.,

2015) melaporkan bahwa kemampuan profesional memiliki dampak terkuat pada

praktik developmental care pada perawat NICU. Efikasi profesional yang tinggi

dan rasa optimisme yang kuat terhadap kemampuan dan motivasi kerja dapat

berdampak positif terhadap kinerja profesional perawat. Budaya organisasi dan

persepsi terhadap developmental care juga merupakan faktor yang mempengaruhi

perawatan perkembangan di antara perawat. Hasil penelitian dari (Armina, Hayati

and Nurhaeni, 2018) juga menunjukkan bahwa sebagian besar perawat meyakini

secara baik mengenai developmental care dan persepsi yang positif dapat

mengubah pola pikir dan sikap seseorang untuk membentuk niat atau intensi

dalam bertindak mencapai sesuatu.

Intention merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh pada

perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan orang lain berbuat sesuatu


7

berdasarkan intensinya. Menurut Ajzen intensi memiliki korelasi yang tinggi

dengan perilaku Dikutip dari Nursalam (2017). Dalam Theory of Planned

Behavior (Ajzen, 2005) menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak

melakukan suatu perilaku tergantung dari intensi orang tersebut. Intensi

merupakan hal-hal yang dapat menjelaskan factor-faktor motivasi yang

berdampak kuat pada tingkah laku. Pada penelitian (Blatz, Huston and Anthony,

2020) didapatkan intensi perawat terhadap dukungan pemberian ASI hasilnya

sedang, hal ini saat sebelum dilakukan edukasi. Hasil intensi menjadi kuat setelah

dilakukan modul pelatihan. Hal tersebut sesuai bahwa keyakinan diperoleh dari

pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk melaksanakan perilaku tersebut.

Menurut (Ajzen, 2020) Intensi merupakan indikasi seberapa kuat keyakinan

seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan

digunakan untuk melakukan sebuah perilaku dan menimbulkan perubahan

perilaku, dari perilaku yang yang tidak mematuhi peraturan ke perilaku yang

mematuhi peraturan (Notoatmodjo, 2003)

Kepatuhan petugas professional (perawat) adalah sejauh mana perilaku

seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

atau pihak rumah sakit (Niven, 2002). Kepatuhan dipengaruhi pendidikan,

modifikasi lingkungan dan sosial, perubahan model prosedur, interaksi

professional kesehatan, pengetahuan sikap dan usia (Anugrahwati and Hakim,

2019). Penelitian ini memantau niat/intensi dan perilaku perawat melalui model

developmental care berbasis planned behavior. Developmental care Model yang

saat ini berkembang adalah The Neonatal Integrative Developmental Care Model:

Clinical Applications The Neonatal Integrative Developmental Care Model (IDC)


8

dalam (Park and Kim, 2019) mengidentifikasi dan mengembangkan pada tujuh

langkah inti yang berbeda yang memberikan panduan klinis untuk staf NICU

dalam memberikan perlindungan saraf. Perawatan perkembangan berpusat pada

keluarga untuk bayi prematur dan keluarga mereka dalam NICU (Altimier and

Phillips, 2016). Maka dari itu model Developmental Care Berbasis Theory Of

Planned Behaviour perlu diteliti untuk meningkatkan perilaku kepatuhan

perawat dalam merawat bayi prematur. Berdasarkan uraian di atas, diperlukan

adanya solusi dalam menghadapi dampak pertumbuhan dan perkembangan pada

bayi prematur yang disebabkan karena penerapan developmental care yang

kurang konsisten, Theory of Planned Behavior telah berhasil digunakan untuk

menjelaskan dan memprediksi banyak domain perilaku dan perubahan perilaku.

Oleh karena itu perlu untuk dilakukan pengembangan model Developmental Care

Berbasis Theory Of Planned Behaviour terhadap perilaku kepatuhan perawat

dalam merawat bayi prematur

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengembangan model Developmental Care berbasis Theory of

Planned Behavior terhadap perilaku kepatuhan perawat dalam merawat bayi

prematur?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengembangkan model Developmental Care berbasis Theory of Planned

Behavior terhadap perilaku kepatuhan perawat dalam merawat bayi prematur.

1.3.2 Tujuan Khusus


9

1. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor personal (sikap umum,

sifat/kepribadian, nilai hidup, kecerdasan emosional) terhadap Attitude

toward behavioral ( keyakinan terhadap hasil perilaku dan evaluasi terhadap

hasil perilaku ) perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.

2. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor personal (sikap umum,

sifat/kepribadian, nilai hidup, kecerdasan emosional) terhadap Subjective

Norm ( harapan dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan)

perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi prematur.

3. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor personal (sikap umum,

sifat/kepribadian, nilai hidup, kecerdasan emosional) terhadap Perceived

behavioral control (hal yang mendukung dan menghambat dan kekuatan yang

mendukung dan menghambat ) perawat dalam menerapkan developmental

care pada bayi prematur.

4. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras,

pendidikan, penghasilan dan agama) terhadap Attitude toward behavioral

( keyakinan terhadap hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku )

perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi prematur.

5. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras,

pendidikan, penghasilan dan agama) terhadap

Subjective Norm ( harapan dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi

harapan) perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.
10

6. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras,

pendidikan, penghasilan dan agama) terhadap

Perceived behavioral control (hal yang mendukung dan menghambat dan

kekuatan yang mendukung dan menghambat ) perawat dalam menerapkan

developmental care pada bayi prematur.

7. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor informasi (pengetahuan,

pengalaman, paparan) terhadap Attitude toward behavioral ( keyakinan

terhadap hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku ) perawat dalam

menerapkan developmental care pada bayi prematur.

8. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor informasi (pengetahuan,

pengalaman, paparan) terhadap Subjective Norm ( harapan dari orang lain dan

motivasi untuk memenuhi harapan) perawat dalam menerapkan

developmental care pada bayi prematur.

9. Menganalisis pengaruh latar belakang faktor informasi (pengetahuan,

pengalaman, paparan) terhadap Perceived behavioral control (hal yang

mendukung dan menghambat dan kekuatan yang mendukung dan

menghambat ) perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.

10. Menganalisis pengaruh Attitude toward behavioral (keyakinan terhadap hasil

perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku) terhadap Intention perawat

merawat bayi premature. perawat dalam menerapkan developmental care

pada bayi prematur.


11

11. Menganalisis pengaruh Subjective Norm (harapan dari orang lain dan

motivasi untuk memenuhi harapan) terhadap Intention perawat dalam

menerapkan developmental care pada bayi prematur.

12. Menganalisis pengaruh Perceived behavioral control ( hal yang mendukung

dan menghambat dan kekuatan yang mendukung dan menghambat) terhadap

Intention perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.

13. Menganalisis pengaruh Intention perawat terhadap perilaku kepatuhan

perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi prematur.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Pengembangan model developmental care berbasis Planned behavior dapat

digunakan sebagai metode dalam meningkatkan perilaku kepatuhan perawat

dalam merawat bayi prematur. Pengembangan model developmental care

memberikan intervensi untuk mencegah dan mengatasi permasalahan pada bayi

prematur yang melibatkan peran perawat dan keluarga. Hasil penelitian ini juga

dapat digunakan sebagai salah satu model asuhan keperawatan pada bayi prematur

dan mengembangkan keilmuan keperawatan khususnya pada Keperawatan

Pediatri dan Neonatologi.

1.4.2 Praktis

1. Rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat membantu pihak rumah sakit dalam .

menetapkan kebijakan pelayanan keperawatan pada bayi prematur


12

2. Perawat

Petugas kesehatan, khususnya perawat dapat mengaplikasikan

pengembangan model Developmental Care berbasis Theory of Planeed

Behavior dalam memberikan intervensi keperawatan kepada bayi

prematur untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal

3. Pasien dan keluarga

Penelitian ini dapat membantu keluarga dalam memahami perawatan

bayinya terutama keterlibatan dalam asuhan bayi prematur dan untuk

meningkatkan kualitas tumbuh kembang yang optimal pada bayi

prematur.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bayi Prematur

Kelahiran prematur adalah kelahiran bayi pada usia kehamilan kurang dari

37 minggu (WHO, 2012). Gejala persalinan premature meliputi kontraksi uterus

yang terjadi setiap sepuluh menit atau lebih sering dan kebocoran cairan dari

vagina. Bayi prematur mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami luaran

neurodevelopmental yang buruk. Pertumbuhan dan nutrisi yang adekuat

memegang peranan penting dalam memperbaiki luaran jangka panjang (Ikatan

Dokter Anak Indonesia, 2016).

2.1.1 Definisi Bayi Premature

Menurut (WHO, 2012) bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia

kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American

Academy of Pediatric mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur.

Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama

dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Usia Gestasi

Masa gestasi dan berat badan merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru

lahir dan salah satu indicator kesehatan bayi baru lahir, karena semakin cukup

masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Rerata berat bayi normal (usia

gestasi 37 s.d 41 minggu) adalah 3200 gram. Hubungan antara berat lahir dan

umur kehamilan sangat membantu dalam meramalkan masalah klinis bayi baru

lahir. Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal dengan

menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) dan kejadian selama kehamilan

13
14

yang penting. Grafik pertumbuhan terhadap usia kehamilan digunakan untuk

menentukan berat lahir bayi sesuai dengan usia kehamilan atau tidak.

Pasca persalinan menentukan usia gestasi yang akurat dapat dilakukan

dengan menilai maturitas fisik dan neuromuskularitas bayi. Penilaian

menggunakan metode Ballard Score yang dikembangkan oleh Dr. Jeanne L.

Ballard. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil,

sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver, sedangkan penilaian fisik

dapat diamati melalui kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga

dan genitalia. Pemeriksaan maturasi fisik dapat dilakukan segera setelah bayi

stabil atau dalam 24 jam pertama sebelum terjadi penurunan berat badan,

sementara pemeriksaan maturitas neurologis bayi sebaiknya dilakukan dalam

kurun waktu 18-24 jam pasca lahir.

Gambar 2.1 New Ballard Score


(Ballard et al., 1991)
15

Gambar 2.2 Kategori Prematur


(Gomella, Tricia Lacy, Cunningham, M. Douglas, Eyal, 2009)

Klasifikasi pada bayi baru lahir dapat dilihat berdasarkan berat lahir, umur

kehamilan, atau hubungan antara berat lahir dan umur kehamilan sesuai dengan

tabel berikut:

Tabel 2.1 Dasar Klasifikasi Bayi Baru Lahir Menurut BB (Damanik SM, 2012)

Dasar
Klasifikasi Definisi
Klasifikasi
Menurut
Berat badan Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) Berat Lahir <1000 g
berat lahir

Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) Berat Lahir <1500 g

Berat badan Lahir Rendah (BBLR) Berat Lahir <2500 gram

Bayi Berat Lahir Cukup/Normal Berat Lahir 2500-4000 gram

Bayi Berat Lahir Lebih Berat Lahir >4000

2.1.3 Tanda Bayi Premature

Berdasarkan (Damanik, 2009) tanda dari bayi prematur diantaramya yaitu:

1. Berat lahir pada usia gestasi 23-25 minggu sekitar 700 gram, pada usia

gestasi 29-31 minggu sekitar 1,5 kg


16

2. Tulang rawan telinga (misalnya bayi prematur pada usia kehamilan 28

minggu memiliki sejumlah kecil tulang rawan telinga dan pina pipih).

3. Telapak kaki (pada bayi prematur usia kehamilan 33 minggu hanya

memiliki lipatan anterior pada telapak kaki)

4. Jaringan payudara (misalnya, bayi prematur pada usia kehamilan 28 minggu

tidak memiliki jaringan payudara, areola hampir tidak terlihat).

5. Genitalia bayi laki-laki skrotum rata, testis tidak teraba. Pada bayi

perempuann klitoris menonjol, labia mayor terpisah jauh dan labia minor

menonjol.

6. Postur ekstensi, tidak teratur dan tidak terkoordinasi

7. Penglihatan. Kelopak mata dapat tertutup atau sebagian terbuka tidak ada

atau sedikit pergerakan mata

8. Pernapasan membutuhkan bantuan pernapasan, apnea umum terjadi

9. Pendengaran terkejut oleh suara bising

10. Menghisap dan menelan reflek isap dan menelan belum terkoordinasi

dengan baik

11. Menangis sangat pelan

2.1.4 Etiologi Prematuritas

Etiologi dari bayi prematur disebabkan oleh banyak faktor dan termasuk

interaksi yang kompleks dari fetus, plasenta, uterus dan faktro maternal seperti

yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Penyebab Bayi Lahir Prematur (Carlo, 2016)


17

Fetus
1) Fetal distres
2) Kehamilan multipel
3) Eritroblastosis
4) Hydrops nonimun

Plasenta
1) Disfungsi plasenta
2) Plasenta previa
3) Abrupsio plasenta

Uterus
1) Uterus bicornuate
2) Inkompeten cervix Maternal

Maternal
1) Preeklamsi
2) Penyakit kronis (penyakit jantung sianotik, penyakit ginjal)
3) Infeksi
4) Penyalahgunaan obat

Lainnya
1) Ketuban pecah dini
2) Polihidramnion
3) Trauma
4) Iatrogenik

1. Faktor plasenta

Pada pertumbuhan intrauterin normal pertambahan berat plasenta

sejalan dengan pertambahan berat janin. Aliran darah uterus, transfer

oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular

yang diderita ibu. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus gangguan
18

pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah

uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu.

Kondisi klinis yang menyebabkan penurunan aliran darah plasenta yang

buruk antara lain kehamilan ganda, penyalah-gunaan obat, penyakit

vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit

infeksi (TORCH), insersi plasenta umbilikus yang abnormal, dan tumor

vaskular (Damanik SM, 2012)

2. Faktor malnutrisi

Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang

berukuran lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau

lebih. Selama embriogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap

pertumbuhan janin. Hal ini disebabkan kebanyakan wanita memiliki

simpanan nutrisi yang cujup saat embrio tumbuh lambat. Pada fase

pertumbuhan trimester ketiga terjadi hipertrofi seluler janin dan kebutuhan

nutrisi janin melebihi persediaan ibu, jika masukan nutrisi ibu rendah dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin. Pemberian kalori tambahan lebih

berpengaruh terhadap perkembangan berat janin disbanding pemabahan

protein (Damanik SM, 2012)


19

2.1.5 Masalah Pada Bayi Premature

Beberapa masalah yang dihadapi bayi prematur dalam perawatan menurut

(Gomella, Tricia Lacy, Cunningham, M. Douglas, Eyal, 2009) adalah:

1. Sindroma Gawat Nafas

Sindrom gawat nafas (Respiratory Distress Syndrome) disebut juga

penyakit membrane hyaline atau penyakit paru akibat defisiensi surfaktan.

RDS (Respiratory Distress Syndrome) adalah gangguan paling umum yang

mengenai bayi preterm (kurang bulan). Penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada bayi preterm. Gambaran klinis yang ditemukan adalah

takipnea > 40x/menit, retraksi dada, nafas cuping hidung, suara nafas yang

berat saat ekspirasi (grunting), dan sianosis.


20

2. Hipotermia

Bayi baru lahir sangatlah rentan terjadi hipotermia karena mempunyai

area permukaan tubuh yang relative lebih luas dibandingkan massa,

sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan panas (yang

berhubungan dengan massa) dan kehilangan panas (area bergantung

permukaan tubuh). Bayi prematur memiliki kulit tipis dan permeable

terhadap panas, belum mampu mempertahankan panas dengan menggigil,

tetapi menggunakan jaringan adipose khusus yaitu lemak coklat yang

terdistribusi di leher, di scapula dan disekitar ginjal dan adrenal. Hipotermia

dapat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan energy yang

menyebabkan hipoksia, asidosis metabolic, dan hipoglikemi, apnea.

3. Gangguan pertumbuhan dan nutrisi

Pada usia gestasi antara 24 dan 30 minggu, janin yang berkembang

sesuai dengan persentil ke -50, berat badan akan bertambah 15 g/kg/hari.

Bayi yang mendapat nutrisi enteral membutuhkan 120-140 kkal/kg/hari

untuk mempertahankan laju pertumbuhan ini. Kebutuhan energi pada bayi

prematur sangat tinggi dan sering tidak terpenuhi yang menyebabkan berat

bayi menurun, untuk mencapai kembali berat lahir membutuhkan waktu 21

hari. Setelah itu pertumbuhan membaik namun seringkali suboptimal.


21

Penyebab kegagalan pertumbuhan ini disebabkan ketidakmampuan

mentoleransi zat gizi dalam jumlah yang banyak dan pembatasan cairan.

4. Perdarahan serebral dan leukomalaisa periventrikuler

Kelainan ini merupakan penyebab paling utama cedera otak pada bayi

preterm. Tanda klinis antara lain meningkatnya bantuan ventilasi, apnea,

bradikardia, syok

5. Duktus arteriosus paten

Tetap terbukanya duktus arteriosus karena tingginya tekanan pada

aliran darah pulmonal. Gambaran klinis takipnea, peningkatan kebutuhan

oksigen, retensi karbondioksida, kesulitan dalam pelepasan ventilasi

mekanis, apnea dan bradikardia

6. Infeksi, ikterus, anemia, osteopenia

Bayi preterm rentan infeksi karena memilikiimunitas selular dan

humoral yang menurun. Hal ini karena antibody IgG ditranfer dari ibu ke

janin terutama trisemester ketiga, kulit yang tipis tertutup elektroda, kateter,

perekat yang memberikan tempat masuk dan kolonisasi organisme


22

7. Retinopathy of Prematurity (ROP)

Penyebab utamanya karena hiperoksia. Kondisi ini menyebabkan

vasokonstriksi retinal yang bekerja sebagai stimulus untuk pertumbuhan

pertumbuhan darah retina yang berlebihan dan tidak sesuai.

8. Enterokolitis nekrotikans (NEC)

NEC (Necrotizing Enterocolitis) merupakan gangguan abdomen

paling serius pada bayi kurang bulan. Pada kondisi ini didapatkan inflamasi

pada dinding usus, yang dapat berkembang menjadi nekrosis dan perforasi.

Gangguan ini dapat melibatkan bagian usus tertentu (ileum terminalis).

9. Dysplasia bronkopulmonal

Merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. gambaran

klinis yang ditemukan kulit pucat, takipnea, dada hiperekexpansi, retraksi

dada, gagal jantung

2.2 Konsep Neonatal Integrative Developmental Care Assesment Program

(NIDCAP)

2.2.1 Definisi

Developmental Care Model pada neonatal yang terintegratif menguraikan

tujuh langkah inti untuk melindungi saraf. Developmental Care yang berpusat
23

pada keluarga adalah kerangka kerja yang memandu praktik klinis di unit

perawatan intensif neonatal (NICU) di seluruh dunia. Terdapat tujuh langkah inti

neuroprotektif dan digambarkan sebagai kelopak bunga lotus yang tumpang tindih

yaitu lingkungan penyembuhan, bermitra dengan keluarga, memposisikan &

penanganan, menjaga tidur, meminimalkan stres dan rasa sakit, melindungi kulit,

dan mengoptimalkan nutrisi. Penting untuk memahami dasar-dasar perkembangan

neurosensori neonatus dan memberikan perhatian khusus pada tahap

perkembangan yang terjadi pada trimester ketiga kehamilan, karena kelahiran

prematur menyebabkan perkembangan otak berkembang di NICU, di lingkungan

yang sama sekali berbeda dari lingkungan perlindungan Rahim.

Gambar 2.3 Neonatal Integrative Developmental Care Models


(Philips, 2014)

2.2.2 Dasar Perawatan Bayi di NICU

Kontak kulit-ke-kulit adalah lingkungan yang optimal untuk bayi baru

lahir, terutama untuk bayi prematur di NICU. Skin to skin contact (SSC) adalah

kontak langsung antara kulit orang tua dan kulit bayi, yaitu dengan menggendong

bayi, posisi bayi tegak lurus kulit bayi menempel pada kulit orang tua. SSC adalah
24

tempat perawatan atau lingkungan normal bagi bayi baru lahir. Kontak kulit ke

kulit menyediakan lingkungan untuk regulasi fisiologis paling optimal. Seorang

ibu dan bayinya saling terkait dan tidak terpisahkan. Memisahkan keduanya akan

menimbulkan ketegangan bagi keduanya. Perawatan inkubator meskipun

diperlukan karena ibu tidak ada, sebenarnya tidak normal untuk perkembangan

otak bayi. Kontak kulit-ke-kulit disebut juga metode KMC (kangaroo mother

care) adalah komponen mendasar dan penting pada perawatan neuroprotektif

dan berorientasi pada pasien dan keluarga untuk bayi prematur yang dirawat inap.

SSC terbukti baik mendukung perkembangan otak, melindungi syaraf,

mendukung plastisitas otak yang optimal dan memfasilitasi ikatan (bounding).

Ketika SSC dipraktikkan hanya enam jam dalam 1 minggu selama 8 minggu,

terbukti mempercepat pematangan otak yang ditunjukkan dari hasil

electroencephalogram (EEG) atau penelusuran aktivitas otak bayi.

Gambar 2.4 Skin to Skin Contact

Manfaat lain dari SSC adalah meningkatkan kadar oksitosin ibu dan ayah,

yang berdampak pada menurunnnya respons stres dan kecemasan pada orang tua
25

karena kelahiran prematur. Berdasarkan 7 tindakan inti neuroprotektif serta

didukung kontak kulit ke kulit ibu atau ayah dan bayi maka lingkungan

penyembuhan utama dapat tercipta. SSC telah terbukti menumbuhkan stabilitas

otonom dan fisiologis yang optimal yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit

dan membantu meminimalkan stres, melindungi kulit dengan memberikan

kelembaban dan pendukung thermoregulation, meningkatkan pasokan ASI dan

memfasilitasi pemberian ASI dan mengoptimalkan mengoptimalkan nutrisi. Dari

semua cara, SSC mendukung perkembangan otak secara optimal,

mengoptimalkan penyembuhan dan pertumbuhan, meningkatkan ikatan orangtua-

bayi, mengurangi infeksi dan mengurangi lama tinggal di rumah sakit.

Berdasarkan beberapa alasan diatas SSC dipandang sebagai dasar dari semua

perawatan neuroprotektif.
26

2.2.3 Tujuh Langkah Inti Neuroprotektif

Berdasarkan (Altimier and Phillips, 2016) Developmental care model pada

neonatal yang teritegratif: Menguraikan tujuh langkah inti untuk pelindung saraf.

Developmental care yang berpusat pada keluarga untuk bayi prematur, adalah

kerangka kerja yang memandu praktik klinis di unit perawatan intensif neonatal

(NICU) di seluruh dunia.

2.2.3.1 Lingkungan Penyembuhan

Pengukuran inti pelindung saraf pertama di model perawatan

perkembangan integratif neonatal adalah lingkungan penyembuhan. Lingkungan

penyembuhan meliputi lingkungan fisik (ruang), privasi dan keamanan, dan

lingkungan sensorik (suhu dan sentuhan, proprioception, bau, rasa, suara, dan

cahaya). NICU adalah tempat masa pertumbuhan dan perkembangan yang luar

biasa untuk bayi prematur. Bayi tidak lagi terlindungi di dalam rahim, kebutuhan

fisiologis dan neuroprotektif telah berubah secara dramatis. Lingkungan fisik

tidak hanya melibatkan ruang tetapi juga karakteristik ruang, yang mempengaruhi

posisi, gerakan, dan motorik pengembangan. Lingkungan sensorik meliputi

eksposur, suhu dan sentuhan, posisi dan gerakan, penciuman dan pengecapan,

pendengaran dan kebisingan, penglihatan dan cahaya. Lingkungan sensorik yang

tidak dijaga dapat dalam mempengaruhi perkembangan otak dan fungsi yang

menyebabkan kelainan seumur hidup. Lingkungan kimiawi mencakup nutrisi dan

paparan racun. Faktor dari lingkungan kimia adalah tidak hanya mampu

memberikan efek langsung pada janin atau bayi tetapi juga efek epigenetik yang

mengubah ekspresi gen.


27

1) Lingkungan Fisik

Bayi yang dilahirkan sebelum waktunya (prematur) karena

kondisikesehatannya mereka harus dirawat di NICU, oleh sebab itu NICU

harus dirancang untuk mendorong penyatuan dan kehadiran keluarga,

memfasilitasi dukungan psikososial, mengatasi atau meminimalkan dampak

sensorik, menawarkan koneksi sosial, dan memberikan pengalaman

orangtua yang positif selama bayinya dirawat di NICU. NICU juga harus

dirancang untuk bisa memfasilitasi asuhan keperawatan, pengaturan kamar

yang tenang untuk istirahat dan berkonsultasi. Selain itu keterlibatan

keluarga dalam perawatan dapat mengurangi kelelahan pada perawat NICU

sehingga akan meningkatkan kualitas perawatan. Desain kamar per keluarga

single family room (SFR) terus mendapatkan penerimaan luas untuk

meningkatkan lingkungan fisik bagi bayi dan meningkatkan akomodasi

keluarga untuk orang tua. Peningkatan kemampuan untuk mengendalikan

cahaya dan kebisingan dapat meningkatkan tidur bayi. SFR juga bisa untuk

mengurangi tingkat infeksi. Pada Januari 2017, diciptakan ruang prototipe

baru yaitu Extended family room (EFR) tujuannya adalah untuk melibatkan

seluruh unit keluarga. Setiap kamar dilengkapi kursi perawatan kanguru

khusus untuk mendukung ibu dan ayah dan tempat tidur dewasa. Ketika

keluarga tidak bisa hadir, berkomunikasi dengan bayi tetap menjadi

tanggung jawab perawat. Perawat berada disamping tempat tidur dan

melakukan komunikasi dengan suara yang lembut bertujuan memberikan

stimulasi sensorik dan sebagai intervensi neuroprotektif ini sangat penting

untuk pengembangan bahasa.


28

2) Lingkungan Sensorik

Menciptakan dan memantau lingkungan sensorik penyembuhan

melibatkan masalah yang berkaitan dengan termoregulasi, taktil, vestibular,

penciuman, sistem pernafasan, pendengaran, dan sensorik visual neonatus.

(1) Suhu / Sentuhan / Proprioception

Saat bayi baru lahir berpindah dari intrauterin yang berisi cairan

hangat ke lingkungan dingin yang kering. Tujuan utama perawatan

neonatal adalah menyediakan lingkungan termal yang netral, di mana

bayi tidak kehilangan panas atau mengeluarkan energi. Lingkungan

sensorik NICU merupakan lingkungan makro yang menggabungkan

faktor-faktor berikut:

a) Suhu 72 ° F hingga 78 ° F (22 ° C – 26 ° C)

b) Kelembaban 30% hingga 60%

c) Pertukaran udara enam per jam (dua dengan pertukaran udara luar)

d) Semua udara disaring dengan efisiensi 90%

Perhatian tambahan pada tempat tidur bayi sebagai lingkungan mikro

untuk menopang bayi karena sistem termoregulasi yang belum

matang. Lingkungan paling optimal untuk semua bayi baru lahir

terutama untuk bayi prematur, adalah kulit-ke-kulit kontak dengan ibu

atau ayah. Hal ini dikenal sebagai perawatan kanguru. Pada proses

yang disebut thermosynchrony, suhu dada ibu telah terbukti

meningkat sebesar 2°C untuk menghangatkan bayi yang dingin dalam

kontak kulit dan turun sebesar 1°C untuk mendinginkan bayi yang

mengalami peningkatan suhu. Kontak kulit-ke-kulit dengan ibu


29

merupakan lingkungan yang paling alami di luar rahim dan

kebutuhan sensorik proprioseptif untuk masukan ke otak bayi yang

sedang berkembang. Ketika orang tua tidak ada dan kontak kulit-ke-

kulit tidak mungkin dilakukan, fokus pada termoregulasi ruang tempat

tidur individu bayi. Untuk mempertahankan suhu 36,5 ° C – 37,5 ° C,

VLBW atau bayi prematur harus dirawat di inkubator atau

penghangat. Incubator di program untuk menyediakan lingkungan

termal netral, mengurangi kehilangan cairan, dan perlindungan dari

rangsangan lingkungan. Bayi diposisikan di garis tengah, tertekuk,

dan diposisikan dengan bantuan kain yang dibentuk seperti sangkar

untuk mengurangi luas permukaan bayi sehingga dapat mengurangi

kehilangan panas melalui evaporasi maupun konveksi. Posisi tertekuk

bertujuan untuk stabilisasi suhu dan meminimalkan gerakan bayi

sehingga pengeluaran energi dapat dihemat.

(2) Penciuman

Sistem penciuman berfungsi pada usia kehamilan 28 minggu.

Informasi penciuman ditransmisikan langsung dari hidung ke otak

korteks. Aroma ibu mempengaruhi perilaku neonatal, karena

memfasilitasi pengalaman menyusui secara optimal untuk bayi cukup

bulan dan prematur. Penciuman berfungsi pada trimester kedua,

rangsangan sensorik dari lingkungan NICU dapat mengganggu

perkembangannya. Memberikan dukungan bagi ibu dan bayi untuk

bersama sejak dini di NICU sangat penting dalam mendukung

penciuman dan perkembangan sensorik. Rasa dan aroma ASI telah


30

terbukti memudahkan bayi membuka mulut, mengisap,

membangkitkan gairah, dan menenangkan dari sifat lekas marah,

terutama persiapan untuk makanan oral. Memberi bayi empeng

dengan ASI telah terbukti meningkatkan daya isap non nutritif,

asupan, pertumbuhan dan memperpendek lama rawat inap. Menyusui

memberikan pengalaman multisensor karena menggabungkan bau dan

rasa yang memaksimalkan organisasi sensorik. Bayi yang berada di

dekat tubuh pengasuhnya akan tercipta lingkungan multisensor yang

terorganisir.

Indra penciuman neonatus dirangsang terutama oleh ketidaknyamanan

bau. Berbagai produk yang berbau seperti pembersih, preparat kulit,

antibiotik, dan alkohol (tisu basah dan gel tangan) sering ada di

lingkungan NICU. Selain itu, neonatus sering terpapar parfum atau

aftershave yang dikenakan oleh anggota staf. Respon Bayi terhadap

ketidaknyamanan bau nampak dengan perubahan pernapasan, apnea

dan peningkatan denyut jantung Bartocci dkk. Bau deterjen bila

terdeteksi oleh neonatus menimbulkan respons menurunkan aliran

darah otak ke belahan otak kanan. Melindungi lingkungan

penciuman bayi dapat dicapai melalui penggunaan intervensi

neuroprotektif penciuman, misalnya kontak kulit ke kulit membantu

mendukung aroma payudara ibu, perawatan mulut yang diberikan

dengan ASI membantu bayi mengenali aroma ibu dan rasa susunya

dan memberikan pengalaman penciuman positif. Stimulasi penciuman

yang berhubungan dengan ibu (ASI) telah dikaitkan dengan


31

kenyamanan dan dapat mengurangi respons nyeri pada bayi cukup

bulan dan prematur. Hal ini mendukung hipotesis bahwa bayi

mengingat, mengenali, dan lebih menyukai bau yang terkait dengan

lingkungan prenatal mereka termasuk stimuli penciuman terkait ibu

(ASI), pendengaran (suara ibu, detak jantung, dan musik)

(3) Suara

Saat lahir, telinga mampu membedakan lebih dari 300.000 suara. Otak

memproses suara seribu kali lebih cepat daripada gambar bahkan

selama tidur. Tingkat kebisingan yang berlebihan di NICU dapat

merusak koklea yang sedang berkembang dan struktur pendengaran

yang halus, terutama sel-sel rambut koklea, yang pada akhirnya

menyebabkan gangguan pendengaran. Efek yang langsung dari

kebisingan adalah gangguan siklus tidur normal, yang merugikan

perkembangan neonatus dalam banyak hal. Kebisingan yang keras

terbukti menyebabkannya efek fisiologis seperti peningkatan detak

jantung, tekanan darah, dan laju pernapasan, apnea dan bradikardia,

hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial. Tingkat kebisingan

yang tinggi di NICU mempengaruhi staf dan keluarga serta bayi dan

meningkatkan tingkat stres. Sebagian besar terapi yang diberikan di

NICU berisik sehingga sulit untuk memfasilitasi rangsangan

pendengaran yang bermanfaat bagi perkembangan. Tingkat

kebisingan yang tinggi ini sering kali akibat pemanasan, ventilasi, dan

AC, peralatan terapeutik, alarm, permukaan non-akustik, dan

perangkat komunikasi (yaitu, telepon, pager, speaker overhead sistem,


32

dll) berbicara dan tertawa keras. Suara tingkat di NICU bervariasi

berdasarkan jam dan sering dikaitkan dengan kegiatan seperti

pergantian shift dan putaran medis.ketenangan dan efek menenangkan

pada lingkungan, tetapi tidak ada cukup bukti untuk

merekomendasikan sumber, jenis, intensitas, atau durasi musik apa

bermanfaat bagi bayi prematur, masih banyak ketidakpastian tentang

potensi penggunaan musik terapi di NICU. Penggunaan sistem

pemantauan desibel dapat membantu mengingatkan staf dan orang tua

untuk suara yang melebihi tingkat yang wajar. Sumber kebisingan

yang paling bisa dimodifikasi di NICU adalah yang dihasilkan oleh

staf. Staf NICU harus dididik tentang pentingnya menjaga volume

suara tetap rendah, dan percakapan harus ditahan dari samping tempat

tidur jika memungkinkan. Staf harus mencontoh dengan tepat nada

bicara yang tenang kepada orang tua dan pengunjung dan jelaskan

alasannya mengapa menciptakan lingkungan yang tenang sangat

penting untuk penyembuhan, pertumbuhan, dan perkembangan normal

bayi NICU. Selain pendidikan dan pemodelan,

penggunaan sistem pemantauan desibel dapat membantu

mengingatkan staf dan orang tua untuk suara yang melebihi tingkat

yang wajar.
33

Gambar 2.5 Rekomendasi Suara di NICU < 55dB

(4) Cahaya

Masalah visual mendasari pentingnya memberikan perlindungan

sistem visual pada bayi yang lahir prematur. Kondisi kurang tidur dan

eksposur cahaya yang intens di NICU dapat mempengaruhi

perkembangan visual termasuk gangguan pada aktivitas sel otak

endogen. Di Pada usia kehamilan 29 sampai 30 minggu, siklus tidur

terdiri dari gerakan mata yang cepat (REM) dan non-REM

( gelombang lambat) tidur dengan transisi ke tidur teratur terjadi

sekitar usia gestasi 30 sampai 34 minggu. Melindungi siklus tidur

terutama periode tidur REM sangat penting untuk kesehatan

perkembangan penglihatan karena kejadian atau obat yang

mengganggu tidur REM dapat memengaruhi perkembangan visual.

Pada usia kehamilan 40 minggu sistem penglihatan memiliki

perkembangan retina yang utuh ke jalur korteks visual, pada saat

inilah sistem visual harus memiliki stimulasi visual yang teratur.

Pengalaman visual untuk perkembangan visual yang sehat

membutuhkan cahaya sekitar (bukan cahaya langsung), fokus,


34

perhatian, kebaruan, gerakan, dan warna setelah 2 hingga 3 bulan.

Sistem visual berkembang di dalam rahim dengan ketiadaan total

cahaya, sistem visual belum siap berkembang untuk rangsangan visual

eksternal dan rangsangan visual tidak diperlukan sama sekali sebelum

kehamilan cukup bulan.

Gambar 2.6 Pengaturan Cahaya di NICU


Kelopak mata dan iris mengontrol jumlah cahaya memasuki mata.

Bayi pada usia sebelum kehamilan 32 minggu mempunyai kelopak

mata tipis dan sedikit atau tidak ada proses penyempitan pupil,

sehingga cahaya mencapai retina yang secara perkembangan tidak

tepat. Pencahayaan di NICU harus disesuaikan secara individual untuk

mendukung tidur terbaik setiap bayi dan kondisi terjaga yang

terorganisasi sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Tingkat

pencahayaan dalam ruang perawatan bayi ruang harus disesuaikan

dengan jarak minimal 1 kaki. Pencahayaan prosedural harus tersedia

di masing-masing samping tempat tidur untuk memungkinkan

pengasuh mengevaluasi bayi atau saat melakukan prosedur. Prosedur

perawatan yang terorganisasi dengan baik harus dapat


35

mengakomodasi bayi yang sedang tidur dan perawat yang bekerja,

sehingga memungkinkan untuk memberikan perawatan tanpa

mengganggu perkembangan, kenyamanan, dan perawatan bayi

lainnya. Bayi jangan pernah diposisikan menghadap langsung ke

sumber cahaya apa pun. Pencahayaan harus disesuaikan dengan tahap

perkembangan bayi. Perawatan bayi prematur usia gestasi 22 sampai

dengan 28 minggu dan bayi VLBW mata harus terlindung dengan

mengarahkan cahaya dan menjaga eksposur cahaya ke level rendah.

Pada usia kehamilan 28 sampai 36 minggu focus melindungi siklus

tidur, terutama tidur REM.

2.2.3.2 Bermitra dengan Keluarga

Ukuran inti pelindung saraf kedua dari model perawatan perkembangan

integratif neonatal adalah bermitra dengan keluarga. Bayi yang dilahirkan

sebelum waktunya (prematur) memiliki orang tua yang biasanya tidak siap untuk

menghadapi krisis karena kelahiran bayi mereka yang harus dirawat di NICU.

Kelahiran prematur biasanya tidak terduga, keluarga seringkali terpisah dari

bayinya dan tidak bisa memberikan dukungan pada bayinya karena sistem dan

aturan. Kebanyakan orang tua merasakan NICU adalah lingkungan yang asing

dan memberikan pengalaman yang mengejutkan dan traumatis, karena melihat

bayi mereka memakai berbagai macam alat bantu medis seperti monitor, alat

bantu pernafasan dan alat bantu makan. lingkungan NICU sangat jauh berbeda

dengan lingkungan yang mereka rencanakan.

Orang tua yang bayinya dirawat di NICU cenderung mengalami stres

emosional yang lebih besar, depresi dan kecemasan, ketidakpastian tentang masa
36

depan bayi mereka, stres keuangan dan bahkan mengalami (PTSD) post

traumatic stress disorder bila dibandingkan dengan orang tua dari bayi cukup

bulan. Orang tua dan keluarga terus mengalami perasaan khawatir, disisi lain

harus berusaha mempertahankan optimisme dan berharap. Pengalaman tentang

perawatan intensif pada setiap keluarga tidak seragam dan responnya berbeda.

Setelah memberikan lingkungan penyembuhan, faktor penting yang

mempengaruhi hasil pengembangan bayi prematur adalah keterlibatan keluarga.

Menciptakan lingkungan NICU yang nyaman, menyambut orang tua dengan

penuh perhatian dan penuh kasih dan mengundang orang tua di samping tempat

tidur bayinya merupakan faktor penting dalam perawatan perkembangan. Ajari

orang tua bagaimana memahami isyarat perilaku bayi mereka dan bagaimana

memberikan posisi dan penanganan perkembangan yang tepat. Memberikan

perhatian dan mendengarkan secara aktif terkait kesedihan, kecewa, kemarahan

orang tua karena menerima bayi sakit atau kurang bulan.

Konsep bermitra dengan keluarga di NICU mencakup filosofi kepedulian.

Keluarga memiliki pengaruh terbesar atas kesehatan dan kesejahteraan bayi.

Keluarga adalah bagian integral untuk perawatan perkembangan. Perawatan

perkembangan tidak dapat terjadi tanpa keluarga. Semua keluarga, bahkan mereka

yang bergumul dengan kesulitan harus saling memberikan kekuatan, karena hal

ini sangat penting untuk mendukung bayi mereka selama di NICU. Orang tua

harus dipandang sebagai anggota tim yang penting dalam pengasuhan dan sebagai

mitra dalam perawatan bayi mereka, bukan sebagai pengunjung NICU dan harus

diberikan akses 24 jam untuk bayinya. Perawatan perkembangan individual yang

berpusat pada keluarga adalah sebuah kerangka kerja untuk memberikan


37

perawatan yang meningkatkan perkembangan saraf bayi melalui intervensi yang

mendukung bayi dan unit keluarga. Kemitraan yang efektif harus didasarkan pada

rasa saling menghormati dan menghargai keahlian keluarga, informasi yang

dibagikan sepenuhnya, dan kebersamaan pengambilan keputusan. Menciptakan

kemitraan yang efektif antara profesional dan keluarga telah menunjukkan

manfaat seperti penurunan lama tinggal, kepuasan yang meningkat untuk staf dan

orang tua dan peningkatan hasil perkembangan saraf untuk bayi.

2.2.3.3 Pengaturan Posisi dan Penanganan

Ukuran inti pelindung saraf ketiga dari model perawatan perkembangan

integratif neonatal adalah pengaturan posisi dan penanganan. Ukuran inti yang

ketiga yang memiliki tujuan dasar mendukung posisi bayi prematur seperti posisi

di dalam kandungan. Di dalam Rahim, bayi terlindung dalam ruang tertutup

melingkar 360 derajat dengan batas yang jelas. Memberikan posisi yang

mendukung perkembangan di NICU sangat penting untuk pengembangan

muskuloskeletal yang optimal, yang tidak hanya mempengaruhi neuromotor dan

musculoskeletal tetapi juga fungsi dan stabilitas fisiologis, termal regulasi,

kepadatan tulang, organisasi neurobehavioral dan memfasilitasi tidur, ketenangan

dan kenyamanan, integritas kulit, pertumbuhan optimal, dan perkembangan otak.

Pengaturan posisi adalah suatu Intervensi yang terbukti dapat meningkatkan

postur dan muskuloskeletal serta menstabilkan fisiologis dan meningkatkan

kualitas tidur, namun demikian positioning dalam Development Care belum

menjadi standar intervensi. Mempertahankan posisi tubuh bayi di lingkungan

NICU dapat meningkatkan perasaan aman bagi bayi, mengurangi stres, dan

mengurangi pengeluaran energi yang berlebihan. Mempertahankan posisi dapat


38

dilakukan dengan cara membentuk "sarang" dengan batas lunak, serta bantalan

kaki yang empuk untuk menguatkan kaki, memberikan stabilitas postural,

perilaku, dan fisiologis bagi bayi baru lahir. Bayi yang dirawat dengan batas

lunak sekitarnya akan lebih tenang, membutuhkan lebih sedikit obat, tidur lebih

lama dan peningkatan berat badan lebih cepat. Keamanan alat bantu penahanan

posisi harus dipastikan, yang dapat ditekuk dan mampu menstimulus refleks untuk

ekstensi ekstremitas dan recoil fleksi, mengatur bayi untuk tetap berada di garis

tengah, posisi tertekuk seperti dalam kandungan. Perangkat terapeutik yang

mendukung posisi harus memungkinkan gerakan spontan, memberikan

pertahanan taktil dan proprioseptif, memanfaatkan kekuatan gravitasi alami untuk

membantu dalam posisi rawan yang tepat dan dukungan ventral dari bayi

prematur, untuk menjaga bahu mereka bulat dan pinggul tertekuk, seperti posisi

bayi berada di dalam rahim. Busa yang lembut mengangkat tubuh bayi bagian atas

untuk meningkatkan fleksi tanpa memberikan tekanan berlebihan dan siku.

Gambar 2.7 Pemberian Posisi pada Bayi Prematur

Penanganan bayi harus dilakukan dengan pelan, lembut, gerakan yang

termodulasi dengan ekstremitas bayi tertekuk. Bayi prematur ketika dilakukan


39

tindakan penggantian popok, menyusui, mandi, prosedur diagnostik atau

terapeutik dapat bereaksi negatif selama beberapa menit selama dan pasca

prosedur sampai mengalami kelelahan. Hal ini berakibat pengeluaran energi yang

tidak perlu, yang dimanifestasikan secara fisiologis yaitu bradikardia, takikardia,

penurunan saturasi oksigen dan apnea atau secara perilaku menunjukkan

flacciditas, kelelahan, dan sulit tidur.

Penanganan dan sentuhan dapat juga mengganggu tidur yang menyebabkan

penurunan berat badan dan berefek merusak pada perkembangan otak. Pengaturan

waktu perawatan yang tepat sesuai dengan waktu tidur bayi dan bangun sangatlah

penting, karena organisasi tidur yang lebih baik telah dikorelasikan dengan hasil

yang lebih baik. Bayi tidak selalu mentolerir semua penanganan dan perawatan

yang dikelompokkan menjadi satu. Periode pengasuhan, praktik perawatan

pengelompokan harus didasarkan pada isyarat perilaku bayi. Isyarat

menyampaikan komunikasi tentang status dan kebutuhan fisiologis bayi pada

waktu tertentu. Pengasuhan berdasarkan isyarat bayi melibatkan hubungan di

mana pesan perilaku yang dikomunikasikan bayi dapat memandu waktu untuk

intervensi atau peluang untuk input dan interaksi sensorik. Isyarat ini juga

menunjukkan bagaimana bayi mentolerir rangsangan dan stimulasi dan ketika

mereka membutuhkan istirahat atau dukungan individual.

Perilaku pengasuhan harus diadaptasi untuk meminimalkan rangsangan

indrawi yang negatif dari kegiatan pengasuhan sebanyak mungkin. Perawatan

interprofesional kolaboratif harus dikoordinasikan untuk menegosiasikan waktu,

intensitas, dan kesesuaian intervensi, dan prosedur. Mengubah praktik perawatan

dengan memperhatikan respons dan isyarat individu dari bayi merupakan


40

perubahan paradigma dari perawatan yang berorientasi pada tugas dan terjadwal

ke perawatan yang responsif bayi, yang diperlukan untuk memberikan hasil

perkembangan yang optimal. Mendidik, melatih, dan mentoring orang tua dengan

melibatkan dalam tugas pengasuhan sesuai perkembangan dan tidak hanya akan

bermanfaat bagi orang tua dan bayi, tetapi juga bisa menghemat waktu.

2.2.3.4 Menjaga Tidur

Gambar 2.8 Pengaturan Cahaya untuk Menjaga Pola Tidur


Ukuran inti pelindung saraf keempat dari model perawatan perkembangan

integratif neonatal adalah menjaga tidur. Pola tidur bayi prematur mengalami

perubahan kematangan tergantung usia, dan kualitas tidur sangat penting untuk

perkembangan saraf yang normal, pertumbuhan dan penyembuhan. Tidur tenang

(QS) diperlukan untuk pemulihan energi dan pemeliharaan homeostasis tubuh.

Tidur aktif (AS) penting untuk pemrosesan input sensorik, pengkodean memori,

dan konsolidasi dan pembelajaran. Input sensorik, terutama selama periode kritis

perkembangan, dapat mempengaruhi pola

Tidur normal–bangun. Pada usia kehamilan sekitar 28 minggu, pola tidur

individu mulai muncul ditandai dengan gerakan mata cepat (REM) dan periode

tidur non-rapid eye movement (NREM). REM dan NREM merupakan siklus tidur
41

yang sangat penting untuk perkembangan neurosensori awal, pembelajaran dan

memori, dan pelestarian plastisitas otak untuk kehidupan individual. Kestabilan

plastisitas otak merupakan kemampuan otak untuk terus mengubah struktur dan

fungsinya dalam menanggapi perubahan lingkungan, merupakan proses penting

sepanjang masa anak-anak dan kehidupan dewasa. Kurang tidur (baik REM

maupun NREM) menyebabkan hilangnya plastisitas otak yang dimanifestasikan

oleh otak yang lebih kecil, perubahan pembelajaran selanjutnya, dan efek jangka

panjang pada perilaku dan fungsi otak. Mengatur dan memberikan perlindungan

pada siklus tidur dan tidur sangat penting untuk jangka panjang dalam proses

pengembangan otak dengan menjaga plastisitas otak. Menjaga tidur juga penting

untuk mempromosikan penyembuhan dan pertumbuhan. Pertimbangan untuk

penentuan posisi harus diberikan untuk mempromosikan kualitas tidur dan

mengurangi gairah dari tidur. Bayi prematur adalah lebih mungkin untuk tetap

dalam kondisi tidur ketika mereka berada di rawan position. Jumlah gairah per

jam dari tidur tertinggi di posisi terlentang dan paling tidak dalam posisi

tengkurap. Dokumentasi negara bayi, menggunakan skala yang divalidasi,

mempromosikan konsistensi dalam penilaian status dan isyarat tidur bayi, yang

mengarah ke praktik yang lebih terstandarisasi ketika memasukkan isyarat bayi ke

dalam pengasuhan jadwal. Desain SFR's (single family room) membantu menjaga

ritme sirkadian untuk bayi, orang tua, dan staf. Memfasilitasi bayi dan orang tua

yang akan lama tinggal di rumah sakit.


42

2.2.3.5 Meminimalkan Stress dan Nyeri

Gambar 2.9 Sentuhan Meminimalkan Stress


Ukuran inti pelindung saraf keenam dari model perawatan perkembangan

integratif neonatal adalah meminimalkan stress dan nyeri. hal ini sangat penting

karena berada dalam lingkungan yang tak terduga. perawatan rutin di NICU dapat

membuat stress dan seringkali menyakitkan untuk bayi prematur. Saat pertama

setelah lahir bayi prematur mengalami suara yang keras , lampu terang dan

banyak prosedur yang membuat stres dan menyakitkan secara bersamaan dan

berulang, ditambah lagi terpisah dari ibu. Penanganan dan pengasuhan yang

nampak rutin oleh staf NICU seperti mandi, menimbang, dan mengganti popok

sebagai stress bagi bayi prematur. Pengalaman sensorik yang berubah ini secara

inheren menegangkan dan memiliki efek negatif pada perkembangan otak bayi.

Bayi premature yang menghabiskan minggu atau bulan pertama kehidupannya di

NICU mungkin menunjukkan respons stres sensorik yang tidak terduga. Kondisi

lain yang merupakan stressor bagi bayi prematur antara lain adalah prosedur

medis yang menyakitkan, berulang, dan tidak terduga, rasa sakit fisik atau

ketidaknyamanan yang berkaitan dengan penyakit, ditambah tidak memiliki

dukungan yang konsisten dari orang tua atau pengasuhan profesional yang
43

membantu mereka secara teratur. Stres toksik terkait dengan perkembangan otak,

berdampak negatif pada koneksi saraf. Stresor NICU dan intervensi yang

menyakitkan dapat meningkatkan kadar kortisol, membatasi reorganisasi

neuroplastik dan akan menjadi memori yang mempengaruhi keterampilan

motorik. Bayi yang terpapar pengalaman menyakitkan yang berulang dapat

memiliki konsekuensi negatif jangka pendek dan jangka panjang bagi otak.

Kerugian hasil perkembangan saraf setelah perawatan intensif sudah banyak

terbukti. Peningkatan paparan nyeri karena prosedur telah dikaitkan dengan skor

kognitif dan motorik yang lebih buruk, gangguan pertumbuhan, mengurangi

materi putih dan pematangan materi abu-abu subkortikal, dan mengubah struktur

saluran kortikospinalis. Jika hal ini dibiarkan berkepanjangan maka dampak nyeri

dapat terjadi, dampak nyeri yang bersifat jangka pendek yaitu adanya perubahan

bermakna denyut jantung; kenaikan/penurunan tekanan darah; peningkatan

tekanan intrakranial; perubahan frekuensi pernafasan; peningkatan kebutuhan

oksigen pada neonatus (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Sedangkan

dampak yang bersifat jangka panjang yaitu tingkah laku adaptif yang buruk,

peningkatan respons stres dimasa yang akan datang (Kyle & Carman, 2014).

Pencegahan nyeri dapat dilakukan dengan pemberian larutan sukrosa

sebelum dilakukan prosedur invasif minor terbukti secara efektif dalam

menurunkan nyeri (Lee et al., 2014). Pencegahan nyeri lain yang juga bisa

digunakan adalah pemberian Non Nutritive Sucking (NNS) yang juga secara

signifikan bisa menurunkan nyeri pada saat dilakukan prosedur invasif minor

yang menyebabkan nyeri (Pramesti, Padmasari and Wardhana, 2018).

Mekanisme pemberian sukrosa (gula alami) menimbulkan rasa manis dapat


44

menghasilkan efek analgesik alami yang dimediasi oleh opioid endogen tubuh

(Mundol, Prabhu and Saldanha, 2018). Pemberian Non Nutritive Sucking (NNS)

bisa digunakan sebagai penatalaksanaan nyeri karena mulut/oral bagi neonatus

merupakan rangsangan kenikmatan (fase oral). Dengan penilaian rasa nyeri,

manajemen nyeri melalui farmakologis dan non-farmakologis dapat dilaksanakan

untuk prosedur yang menyakitkan seperti pengambilan darah melalui tumit,

venipunctures, insersi slang orogastrik, non-farmakologis intervensi harus

menjadi pilihan pertama pada bayi yang tidak dikompromikan. Intervensi non-

farmakologis telah terbukti mendukung perawatan perkembangan misalnya

kehadiran ibu, menyusui, pemberian ASI, SSC, pemberian sukrosa, mengisap

non nutritive (empeng), dan pengaturan posisi dengan kain yang dibentuk seperti

sarang.

Gambar 2. 10 Pemberian empeng

2.2.3.6 Melindungi Kulit

Ukuran inti pelindung saraf keenam dari model perawatan perkembangan

integratif neonatal adalah melindungi kulit. Struktur kulit bayi prematur sangat

berbeda dengan kulit bayi cukup bulan. Praktik perawatan kulit tentang cara

memandikan, penggunaan emolien, menjaga kelembaban, dan penggunaan


45

perekat untuk bayi dalam setiap tahap perawatan perkembangan harus

dimasukkan ke dalam kebijakan unit dan praktik. Fungsi kulit adalah sebagai

termoregulasi, penyimpanan lemak dan isolasi, menjaga keseimbangan cairan

dan elektrolit, melindungi dan menghalangi penetrasi bakteri dan penyerapan

racun. Kulit juga sebagai indera dimana sensasi sentuhan, tekanan, dan rasa sakit

dirasakan dam menghantarkan informasi sensorik ke otak.

Tiga lapisan utama kulit adalah epidermis, dermis, dan lapisan subkutan.

Epidermis adalah lapisan terluar yang mengandung stratum korneum. Seorang

bayi yang lahir pada usia kehamilan 23 minggu tidak mempunyai stratum

korneum dan pada usia kehamilan 32 minggu hanya memiliki sedikit lapisan.

Stratum korneum secara khusus adalah penghalang permeabilitas yang paling

penting di kulit. Epidermis melekat pada dermis oleh fibril protein dan

mengandung saraf yang membawa sensasi dari kulit ke otak dan pembuluh darah

yang menyehatkan kulit. Dermis elastis dan lentur, sedangkan lapisan subkutan

terdiri dari jaringan ikat lemak yang memberikan perlindungan dan menyimpan

kalori tetapi tidak disimpan sampai trimester terakhir kehamilan. Stratum

korneum pada neonatus prematur diatas 27 minggu dipercepat sejak awal 2

minggu kehidupan. Ketika kulit mengering setelah lahir, itu adalah bagian dari

proses pematangan alami kulit. Setiap gangguan dari proses ini misal dikarenakan

lotion atau krim akan menunda perkembangan lapisan korneum dan

memperpanjang masalah yang terkait dengan proses pematangan stratum

corneum. Stratum corneum (SC) yang kurang menyebabkan bayi prematur

berisiko mengalami peningkatan kehilangan air transepidermal (TEWL) melalui

epidermis. Rasio luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan berat
46

badan dan peningkatan suplai darah ke permukaan kulit juga meningkatkan TEWL

dan kehilangan panas. Penggunaan emolien masih kontroversial dan tanpa bukti

yang cukup untuk digunakan. Emolien dapat mengganggu proses pengeringan

kulit setelah lahir, yang merupakan proses pematangan alami SC. Emolien

dikaitkan dengan peningkatan infeksi yang didapat di rumah sakit (baik bakteri

maupun jamur). Memberikan kelembaban lebih dari 70% di dalam inkubator

untuk 2 minggu pertama kehidupan telah terbukti menurunkan TEWL 100 kali

pada bayi berat badan lahir sangat rendah (ELBW). Pada saat lahir kulit dalam

kondisi steril dan dalam waktu 24 jam akan dipenuhi oleh bakterinya sendiri,

dengan pH kurang dari 5 dibuat oleh kulit untuk melindungi dari mikroorganisme.

PH kulit bayi cukup bulan adalah netral saat lahir dan menurun pada 1 minggu

kehidupan; namun kulit bayi usia 24-34 memiliki pH 6 saat lahir sampai dengan

usia seminggu, yang tidak turun menjadi 5 sampai 3 minggu kehidupan.

Memandikan bayi prematur dapat menimbulkan efek yang merugikan

termasuk hipotermia, tanda vital tidak stabil, penyerapan yang berbahaya terhadap

bahan kimia, dan perubahan pH dengan gangguan asam-basa. Perlindungan kulit

dapat dikoordinasikan sebagai berikut pada bayi kurang dari 1000 gram mandi

setiap 4 hari sekali hanya menggunakan air. Penggunaan perekat di NICU tidak

dapat dihindari, namun jumlah plester harus dibatasi dan saat pelepasan plester

harus dilakukan secara lembut karena prosedur ini seringkali menyakitkan.

Dengan perawatan yang lembut, hati-hatidan pemantauan kondisi kulithasil kulit

yang lebih bak akan tercapai.


47

2.2.3.7 Mengoptimalkan Nutrisi

Ukuran inti pelindung saraf ketujuh dari perawatan perkembangan

neonatal integratif adalah mengoptimalkan gizi. Bukti ilmiah sangat banyak

menunjukkan bahwa menyusui merupakan metode pemberian makan bayi yang

optimal, harus dipromosikan dan didukung untuk memastikan nutrisi yang

optimal pada bayi. Menyusui adalah modalitas pencegahan utama yang paling

kuat dan terbukti dengan baik untuk mengurangi risiko umum penyebab

morbiditas bayi.

ASI adalah substrat yang paling bisa ditoleransi dengan baik untuk

makanan enteral pada bayi prematur, makanan enteral secara penuh dicapai lebih

cepat saat ASI digunakan, sehingga pemberian nutrisi parenteral dapat diberikan

lebih singkat mengingat resiko dan efek sampingnya. Sifat ASI sebagai pelindung

tidak dapat diduplikasi. ASI menurunkan risiko necrotizing enterocolitis, sepsis,

dan retinopati prematuritas. Peningkatan IQ, hasil perkembangan saraf yang lebih

baik, dan volume otak yang lebih besar juga ditemukan di bayi prematur yang

diberi ASI. Banyaknya manfaat ASI yang terdokumentasi dengan baik untuk bayi

prematur, mendukung ibu dalam inisiasi dan pemeliharaan suplai ASI yang

adekuat harus menjadi fokus utama di NICU. Menyusui merupakan tugas yang

kompleks bagi bayi prematur dan membutuhkan pengasuhan yang terampil untuk

membantu bayi mencapai pengalaman makan yang menyenangkan. Penggunaan

makanan yang digerakkan oleh bayi mempertimbangkan kesiapan makan, kualitas

hisapan , dan kesiapan saat memulai makan oral pada neonatus prematur.

Pemberian makanan oral harus aman sesuai secara individu dan perkembangan.
48

Pemberian nutrisi secara penuh adalah alasan umum bayi premature untuk

tinggal di rumah sakit lebih lama, dan pola makan yang buruk terus-menerus

dapat menyebabkan perawatan di rumah sakit (readmissions). Usia gestasi dan

perkembangan bayi prematur mempengaruhi keberhasilan pemberian makan oral

karena hanya 53% dari kortikal volume otak hadir pada usia gestasi 34 minggu

ketika bayi premature baru memulai menyusui secara oral. Mendidik staf dan

orang tua tentang isyarat bayi dan teknik pemberian makan secara khusus sangat

penting karena keduanya adalah fondasi untuk kesuksesan dan pencegahan masa

depan. Memberikan dukungan kepada ibu menyusui dalam belajar menyusui bayi

mereka adalah sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan, baik menetek lansung

atau belajar menyusui dengan botol (dengan ASI atau susu formula prematur).

Kontak Kulit ke kulit setiap hari dapat memfasilitasi praktek menyusui pertama

kali untuk ibu dan bayi. Memastikan bahwa bayi yang menyusui kompeten dan

ibu merasa nyaman harus menjadi prioritas.

2.3 Theory of Planned Behavior

Teori Perilaku yang direncanakan (Theory of Planned Behavior) yang

disingkat dengan TPB merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Seperti

pada teori TRA, faktor inti dari TPB adalah niat individu dalam melakukan

perilaku tertentu. Niat diasumsikan sebagai penangkap motivasi yang

mempengaruhi suatu perilaku. Secara umum, semakin kuat niat untuk terlibat

dalam perilaku maka semakin besar kemungkinan perilaku tersebut dilakukan

(Ajzen, 2005).

Ajzen (2005) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu

persepsi terhadap pengendalian yang dapat dilakukan (perceived behavioral


49

control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang

dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain,

dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh

sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol

yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol

tersebut (control belief).

Gambar 2. 11 Konsep The Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Theory of Planned Behavior mempunyai dasar pendekatan belief yang

membentuk niat (intention) dan mendorong individu untuk menampilkan atau

melakukan suatu perilaku tertentu. Belief dipengaruhi oleh beberapa faktor latar

belakang yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:


50

1. Faktor personal

Faktor personal adalah sikap umum sesesorang terhadap sesuatu, sifat

kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi dan kecerdasan

yang dimiliki

2. Faktor sosial

Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis,

pendidikan, penghasilan dan agama

3. Faktor informasi

Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan paparan media.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia yaitu penglihatan, pendengaran,

penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media masa, maupun

lingkungan.

Variabel-variabel dalam background factor ini mempengaruhi belief

dan pada akhirnya berpengaruh juga pada intensi dan tingkah laku.

Theory of Planned Behavior (TPB) menyampaikan bahwa perilaku

yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya intensi/ niat untuk

berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor

penentu yaitu:

1. Behavioral belief, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu

perilaku (belief strength) dan evaluasi atas hasil tersebut (outcome

evaluation),
51

2. Normative belief , yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang

lain (normative belief) dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut

(motivation to comply)

3. Control belief, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang

mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan

(control belief) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang

mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat

berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan.

Secara berurutan, behavioral belief menghasilkan sikap terhadap

perilaku positif atau negatif, normative belief menghasilkan tekanan sosial

yang dipersepsikan (perceived social pressure) atau norma subjektif

(subjective norm) dan control belief menimbulkan perceived behavioral

control atau kontrol perilaku yang dipersepsikan dalam (Nursalam, 2017).

2.3.1 Sikap (Attitude Toward Behavioral)

Dikutip dari Nursalam (2017), sikap merupakan besarnya perasaan positif

terhadap suatu objek positif (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap suatu

objek, orang, institusi, atau kegiatan. Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan

psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi suatu entitas dalam derajat

suka dan tidak suka. Sikap dipandang sebagai sesuatu yang afektif atau evaluatif.

Konsep sentral yang menentukan sikap adalah belief. Menurut Ajzen (1991) belief

merepresentasikan pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek, di

mana belief menghubungkan suatu objek dengan beberapa atribut. Kekuatan


52

hubungan ini diukur dengan prosedur yang menempatkan seseorang dalam

dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan objek dengan atribut terkait.

Sikap seseorang terhadap suatu objek dapat diestimasikan dengan

menjumlahkan hasil kali antara evaluasi terhadap atribut yang diasosiasikan pada

objek sikap (belief evaluation) dengan probabilitas subjektifnya bahwa suatu

objek memiliki atau tidak memiliki atribut tersebut (behavioral belief). Atau

dengan kata lain, dalam Theory of Planned Behavior sikap yang dimiliki

seseorang terhadap suatu tingkah laku dilandasi oleh belief seseorang terhadap

konsekuensi (outcome) yang akan dihasilkan jika tingkah laku tersebut dilakukan

(outcome evaluation) dan kekuatan terhadap belief tersebut (belief strength).

Belief adalah pernyataan subjektif seseorang yang menyangkut aspek-aspek yang

dapat dibedakan tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri

dan lingkungannnya (Ajzen, 2005).

Dikaitkan dengan sikap, belief mempunyai tingkatan atau kekuatan yang

berbeda-beda, yang disebut dengan belief strength. Kekuatan ini berbeda-beda

pada setiap orang dan kuat lemahnya belief ditentukan berdasarkan persepsi

seseorang terhadap tingkat keseringan suatu objek memiliki atribut tertentu.

Menurut Nursalam (2017), sebagai salah satu komponen dalam rumusan intensi,

sikap terdiri atas belief dan evaluasi belief, seperti rumus berikut ini:

AB = bi e i

Keterangan:
AB = sikap terhadap perilaku tertentu
bi = keyakinan (belief) terhadap perilaku tersebut yang mengarah
pada konsekuensi
ei = evaluasi seseorang terhadap outcome i (outcome evaluation)
53

Gambar 2. 12 Rumus Menghitung Attitude toward behavioral

Berdasarkan rumus di atas, sikap terhadap perilaku tertentu (AB) didapatkan

dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap outcome yang

dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain,

seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan sebuah

outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Begitu juga

sebaliknya, jika seseorang memiliki keyakinan bahwa dengan melakukan suatu

tingkah laku akan menghasilkan outcome yang negatif, maka seseorang tersebut

juga akan memiliki sikap yang negative terhadap perilaku tersebut.

Pengukuran sikap tidak bisa didapatkan melalui pengamatan langsung,

melainkan harus melalui pengukuran respons. Pengukuran sikap ini didapatkan

dari interaksi antara belief content- outcome evaluation dan belief strength. Belief

seseorang mengenai suatu objek atau tindakan dapat dimunculkan dalam format

respons bebas dengan cara meminta subjek untuk menuliskan karakteristik,

kualitas dan atribut dari objek atau konsekuensi tingkah laku tertentu.

Fishbein & Ajzen menyebutnya dengan proses elisitasi. Elisitasi digunakan

untuk menentukan belief utama (salient belief ) yang akan digunakan dalam

penyusunan alat ukur atau instrumen.

2.3.2 Subjective Norm

Dikutip dari Nursalam (2017), Norma subjektif merupakan kepercayaan

seseorang mengenai persetujuan orang lain terhadap suatu tindakan, atau persepsi

individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya

tindakan tersebut. Norma subjektif adalah pihak-pihak yang dianggap berperan

dalam perilaku seseorang dan memiliki harapan pada orang tersebut, dan sejauh
54

mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Jadi, dengan kata lain bahwa

norma subjektif adalah produk dari persepsi individu tentang belief yang dimiliki

orang lain. Orang lain tersebut disebut referent, dan dapat merupakan orang tua,

sahabat, atau orang yang dianggap ahli atau penting. Terdapat dua faktor yang

memengaruhi norma subjektif: normative belief, yaitu keyakinan individu bahwa

referent berpikir ia harus atau harus tidak melakukan suatu perilaku dan

motivation to comply, yaitu motivasi individu untuk memenuhi norma dari

referent tersebut.

Rumusan norma subjektif pada intensi perilaku tertentu, dirumuskan sebagai

berikut (Ajzen, 2005):

SN = Σ bi mi
keterangan:
SN = Norma subyektif
bi = Normative belief
mi = Motivasi untuk mengikuti anjuran (motivation to comply)

Gambar 2. 13 Rumus Menghitung Subjective Norm


Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dikatakan bahwa norma subjektif

adalah persepsi seseorang terhadap orang-orang yang dianggap penting bagi

dirinya untuk berperilaku atau tidak berperilaku tertentu, dan sejauhmana

seseorang ingin mematuhi anjuran orang-orang tersebut. Norma subjektif secara

umum dapat ditentukan oleh harapan spesifik yang dipersepsikan seseorang, yang

merupakan referensi (anjuran) dari orang-orang yang di sekitarnya dan oleh

motivasi untuk mengikuti referensi atau anjuran tersebut.

Berdasarkan rumus di atas, norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil

penjumlahan hasil kali normative belief tentang tingkah laku i (bi) dan dengan

motivation to comply/ motivasi untuk mengikutinya (mi). Dengan kata lain bahwa,
55

seseorang yang yang memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok yang

cukup berpengaruh terhadapnya (referent) akan mendukung ia untuk melakukan

tingkah laku tersebut, maka hal ini akan menjadi tekanan sosial untuk seseorang

tersebut melakukannya. Sebaliknya, jika seseorang percaya bahwa orang lain yang

berpengaruh padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini

menyebabkan ia memiliki norma subjektif untuk tidak melakukannya.

Pengukuran norma subjektif sesuai dengan antesedennya, yaitu berdasarkan

2 skala: normative belief dan motivation to comply. Maka pengukurannya juga

diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian keduanya. Norma subjektif sama

halnya dengan sikap, belief tentang pihak-pihak yang mendukung atau tidak

mendukung didapatkan dari hasil elisitasi untuk menentukan belief utamanya.

2.3.3 Perceived Behavior Control

Dikutip dari Nursalam (2017), kendali-perilaku-yang-dipersepsikan

(perceived behavior control) merupakan persepsi terhadap mudah atau sulitnya

sebuah perilaku dapat dilaksanakan. Variabel ini diasumsikan merefleksikan

pengalaman masa lalu, dan mengantisipasi halangan yang mungkin terjadi. Atau

perceived behavioral control adalah persepsi seseorang tentang kemudahan atau

kesulitan untuk berperilaku tertentu.

Terdapat dua asumsi mengenai kendali – perilaku – yang - dipersepsikan.

Pertama, kendali – perilaku – yang - dipersepsikan diasumsikan memiliki

pengaruh motivasional terhadap intensi. Individu yang meyakini bahwa ia tidak

memiliki kesempatan untuk berperilaku, tidak akan memiliki intensi yang kuat,

meskipun ia bersikap positif, dan didukung oleh referents (orang-orang

disekitarnya). Kedua, kendali perilaku yang dipersepsikan memiliki kemungkinan


56

untuk memengaruhi perilaku secara langsung, tanpa melalui intensi,karena ia

merupakan substitusi parsial dari pengukuran terhadap kendali aktual (Ajzen,

2005).

Perceived behavioral control sama dengan kedua faktor sebelumnya yaitu

dipengaruhi juga oleh belief. belief yang dimaksud adalah tentang ada/ hadir dan

tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah laku

(control belief). Berikut adalah rumus yang menghubungakan antara perceived

behavioral control dan control belief menurut (Ajzen, 2005):

PBC = Σ ci pi
keterangan:
PBC = perceived behavioral control
ci = control belief
pi = power belief

Gambar 2. 14 Rumus Menghitung Perceived Behavioral Control

Kendali perilaku yang dipersepsikan/PBC didapat dengan menjumlahkan

hasil kali antara keyakinan mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku

dilakukan (control belief) dan kekuatan faktor i dalam memfasilitasi atau

menghambat tingkah laku (power belief). Dengan kata lain, semakin besar

persepsi seseorang mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki (faktor

pendukung), serta semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki, maka

semakin besar perceived behavioral control yang dimiliki seseorang. Pengukuran

perceived behavioral control yang dapat dilakukan hanyalah mengukur persepsi

individu yang bersangkutan terhadap kontrol yang ia miliki terhadap beberapa

faktor penghambat atau pendukung tersebut. Beberapa faktor yang dipersepsi


57

sebagai penghambat atau pendorong tersebut didapatkan dari proses elisitasi untuk

mendapatkan belief yang utama.

2.4 Intention

Dikutip dari Nursalam (2017), Ajzen mengungkapkan bahwa intention

merupakan indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu

perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah

perilaku. Intention merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh pada

perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan orang lain berbuat sesuatu

berdasarkan intensinya. Pada umumnya, Intention memiliki korelasi yang tinggi

dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku.

Intention merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh terhadap

perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan orang lain berbuat sesuatu

berdasarkan intention nya. Menurut (Ajzen, 2005), Intention diukur dengan

sebuah prosedur yang menempatkan subjek di dimensi probabilitas subjektif yang

melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan tindakan. Menurut Theory of

Planned Behavior, intention memiliki 3 determinan, yaitu: sikap, norma subjektif,

dan kendala-perilaku-yang-dipersepsikan. Pengukuran intention dapat

digolongkan ke dalam pengukuran belief. Sebagaimana pengukuran belief,

pengukuran intention terdiri atas 2 hal, yaitu pengukuran isi (content) dan

kekuatan (strength). Isi dari intention diwakili oleh jenis tingkah laku yang akan

diukur, sedangkan kekuatan responsnya dilihat dari rating jawaban yang diberikan

responden pada pilihan skala yang tersedia. Contoh pilihan skalanya adalah

mungkin-tidak mungkin dan setuju-tidak setuju. Untuk melihat besar/bobot


58

pengaruh masing-masing determinan digunakan perhitungan analisis multiple

regresi dengan persamaan sebagai berikut:

B ̴ I = (Ab)W1+ (SN)W2 + (PBC)W3

Keterangan: B = behavior = perilaku


I = intention = intensi melakukan perilaku B
Ab = attitudes = sikap terhadap perilaku B
SN = subjectives norm = norma subyektif
PB = perceived behavioral control = kendali perilaku yang
dipersepsikan
W1,2,3 = weight = bobot pengaruh

Beberapa fakor yang mempengaruhi intention kemampuan intensi dalam

memprediksi tingkah laku yaitu:

1. Kesesuaian antara intention dan tingkah laku

Pengukuran intensi harus disesuaikan dengan perilakunya dalam hal konteks

dan waktunya.

2. Stabilitas intention

Faktor kedua adalah ketidakstabilan intention seseorang. Hal ini bisa terjadi

jika terdapat jarak / jangka waktu yang cukup panjang antara pengukuran

intention dan dengan pengamatan tingkah laku. Setelah dilakukan pengukuran

intention, sangat mungkin ditemui hal-hal /kejadian yang dapat mencampuri

atau mengubah intention seseorang untuk berubah, sehingga pada tingkah

laku awal yang ditampilkannya tidak sesuai dengan intensi awal. Semakin

panjang interval waktunya, maka semakin besar kemungkinan intention

berubah.

3. Literal inconsistensy

Pengukuran intention dan tingkah laku sudah sesuai (compatible) dan jarak

waktu antara pengukuran intention dan tingkah laku singkat, namun


59

kemungkinan terjadi ketidaksesuaian antara intention dengan tingkah laku

yang ditampilkannya masih ada. Penjelasan literal inconsistency ini adalah

individu terkadang tidak konsisten dalam mengaplikasikan tingkah lakunya

sesuai dengan intention yang sudah dinyatakan sebelumnya. Hal ini bisa

disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya individu tersebut merasa lupa

akan apa yang pernah mereka ucapkan. Maka untuk mengantisipasi hal ini

dapat dilakukan strategi implementation intention, yaitu dengan meminta

individu untuk memerinci bagaimana intention tersebut diimplementasikan

dalam tingkah laku. Perincian ini mencakup kapan, dimana, dan bagaimana

tingkah laku akan dilakukan.

4. Base rate

Base rate adalah tingkat kemungkinan sebuah tingkah laku akan dilakukan

oleh seseorang. Tingkah laku dengan base rate yang tinggi adalah tingkah

laku yang dilakukan oleh hampir semua orang, misalnya mandi dan makan.

Sementara tinkah laku dengan base rate rendah hampir tidak dilakukan

kebanyakan orang, misalnya bunuh diri. Intensi dapat memprediksi perilaku

aktualnya dengan baik jika perilaku tersebut memiliki tingkat base rate

sedang, misal pendokumentasian asuhan keperawatan.

2.5 Standar Pelayanan Keperawatan Neonatus di Rumah Sakit

2.5.1 Ruang Lingkup Pelayanan Keperawatan Neonates

Ruang lingkup pelayanan keperawatan neonatus menurut (Sakit, 2011)

Terdapat 3 (tiga) tingkat pelayanan neonatus, yaitu:


60

1) Pelayanan Keperawatan Neonatus Tingkat I

Merupakan pelayanan keperawatan dasar pada neonatus normal

meliputi :

a. Neonatus normal, stabil, cukup bulan berat dengan badan ≥ 2,5 kg

b. Neonatus hampir cukup bulan (masa kehamilan 35-37 minggu)

Pelayanan keperawatan neonatus pada tingkat I, difokuskan pada :

a. Resusitasi neonatus

b. Asuhan dan perawatan neonatus

c. Evaluasi pasca lahir untuk neonatus yang sehat

d. Stabilisasi dan pemberian asuhan untuk bayi yang lahir pada usia 35 .

sd 37 minggu yang tetap dalam keadaan stabil secara fisiologis

e. Perawatan neonatus dengan usia kehamilan ≤ 35 minggu atau sakit

sampai neonarus dipindahkan ke fasilitas yang menyediakan asuhan

neonatal spesialistik

f. Stabilisasi neonatus sakit sampai dipindahkan ke fasilitas yang

menyediakan asuhan neonatus spesialistik

g. Terapi sinar,

h. Asuhan keperawatan neonatus pada tingkat I, minimal dilakukan

oleh ibu.

2) Pelayanan keperawatan neonatus tingkat II

Merupakan pelayanan keperawatan neonatus dengan ketergantungan

tinggi. Pelayanan keperawatan pada tingkat II dibagi dalam 2 kategori

yaitu II A dan II B yang dibedakan berdasarkan kemampuan


61

memberikan ventilasi dengan alat bantu termasuk CPAP (Continous

Positive Airway Pressure).

Pelayanan keperawatan neonatus pada tingkat II A difokuskan pada

asuhan keperawatan khusus pada :

a. Bayi prematur dan atau sakit yang memerlukan resusitasi dan

stabilisasi sebelum dipindahkan ke fasilitas asuhan keperawatan

intensif neonatus.

b. Bayi yang lahir dengan usia kehamilan > 32 minggu dan memiliki

berat lahir ≥ 1500 gr yang tidak memiliki ketidakmatangan

fisiologis seperti apneu, prematuritas, ketidakmampuan menerima

asupan oral atau menderita sakit yang tidak diantisipasi sebelumnya

c. Bayi yang memerlukan oksigen nasal dengan pemantauan saturasi

oksigen

d. Bayi yang memerlukan infus intravena perifer dan mungkin nutrisi

parenteral untuk jangka waktu terbatas

e. Bayi yang sedang dalam penyembuhan setelah perawatan intensif.

Pelayanan keperawatan neonatus pada tingkat II B:

Pelayanan keperawatan neonatus pada tingkat ini sama dengan

pelayanan keperawatan neonatus tingkat II A ditambah dengan

pelayanan keperawatan pada bayi dengan penggunaan ventilasi

mekanik selama jangka waktu yang singkat (< 24 jam) atau CPAP

(Continous Positive Airway Pressure), infus intravena, nutrisi

parenteral total dan mungkin memakai jalur sentral menggunakan

tali pusat dan jalur sentral memalui intravena perkutan.


62

3) Pelayanan Keperawatan Neonatus Pada tingkat III

Merupakan pelayanan keperawatan neonatus intensif sub spesialis yang

memerlukan pengawasan yang terus menerus dari perawat dan dokter

serta dukungan fasilitas berteknologi tinggi. Pelayanan keperawatan

neonatus pada tingkat III dibagi dalam 3 kategori yaitu III A, III B dan

III C.

a. Pelayanan keperawatan neonatus pada tingkat III A difokuskan

pada: asuhan keperawatan menyeluruh untuk bayi yang lahir

dengan usia kehamilan ≥ 28 minggu dengan berat lahir ≥ 1000 gr,

memberikan dukungan kehidupan terus menerus yang terbatas pada

ventilasi mekanik tetapi tidak menggunakan HFO (High Frequency

Oscilation) pada pembedahan minor.

b. Pelayanan keperawatan neonatus pada tingkat III B Difokuskan

pada: asuhan keperawatan menyeluruh pada bayi dengan berat

badan lahir sangat rendah (masa kehamilan ≤ 28 minggu dengan

berat lahir ≤ 1000 gr) dan memerlukan dukungan respirasi tingkat

lanjut.

c. Pelayanan Keperawatan Neonatus Tingkat III C difokuskan pada:

asuhan keperawatan dalam oksigenasi membran ekstrakorporeal,

hemofiltrasi dan hemodialisis, atau perbaikan dengan pembedahan

untuk malformasi jantung bawaan serius yang memerlukan bypass

kardiopulmonaris, pembedahan besar, tidak melakukan

pembedahan untuk kelainan jantung bawaan serius tetapi


63

memerlukan bypass atau pintas kardiopulmonalis dan atau ECMO

(Extra Corporeal Membrane Oxygenation).

2.5.2 Pelayanan Keperawatan Neonatus

Ruang Lingkup Pelayanan keperawatan neonatus mengacu pada 3 (tiga)

tingkat pelayanan neonatus yaitu ada kebijakan pimpinan sarana kesehatan yang

mengatur kualifikasi perawat yang bertugas di unit pelayanan neonatus sesuai

tingkat pelayanan :

1. Pelayanan Neonatus Tingkat I

Perawat Pelaksana : S1 Keperawatan, pengalaman klinik anak 0 tahun

di lingkup keperawatan atau kesehatan Ibu atau D3 Keperawatan,

pengalaman klinik minimal 1 tahun di lingkup keperawatan.

Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :

a) Menilai masa gestasi

b) Penanggulangan gangguan nafas

c) Resusitasi dan stabilitasi pada neonatus yang baru lahir

d) Manajemen laktasi

e) Pemantauan dan pemeliharaan

f) Pencegahan dan pengendalian infeksi

g) Manajemen BBLR

h) Manajemen kejang

i) Penanggulangan infeksi pada neonates

j) Pendokumentasian pada saat penerimaan dan selama perawatan bayi,

Perawat Kepala Ruangan : S1 Keperawatan, pengalaman klinik

minimal 1 tahun di lingkup pelayanan keperawatan anak atau kesehatan Ibu


64

atau D3 Keperawatan (dalam masa transisi) dengan pengalaman klinik

minimal 3 tahun di lingkup pelayanan keperawatan anak atau kesehatan

Ibu.

Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :

a) Kompetensi perawat pelaksana,

b) Manajemen pelayanan keperawatan.

2. Pelayanan Neonatus Tingkat II

Perawat Pelaksana: S1 Keperawatan, pengalaman klinik anak minimal

2 tahun di lingkup keperawatan anak atau D3 Keperawatan, pengalaman

klinik minimal 3 tahun di lingkup keperawatan anak.

Kompetensi yang harus dimilki dan dibuktikan dengan sertifikat :

a) Kompetensi tingkat I

b) Pemantauan neonatus yang menggunakan sungkup oksigen (headbox)

c) Menyiapkan tindakan tranfusi tukar

d) Penanganan kegawatdaruratan neonatus

e) Teknis resusitasi neonatus dan stabilisasi

f) Menginformasikan pada dokter tentang masalah yang terjadi pada

neonatus dengan penggunaan CPAP.

Perawat Kepala Ruangan : S1 Keperawatan, pengalaman klinik

minimal 3 tahun di lingkup pelayanan keperawatan anak dan pengalaman

sebagai penyelia keperawatan anak atau D3 Keperawatan, pengalaman

klinik minimal 5 tahun di keperawatan anak dan pengalaman sebagai

penyelia keperawatan anak.

Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat:


65

a) Kompetensi perawat pelaksana dipelayanan neonatus tingkat II

b) Manajemen pelayanan keperawatan intensif.

3. Pelayanan Neonatus Tingkat III

Perawat Pelaksana : S1 Keperawatan, pengalaman minimal 3 tahun

dalam pelayanan neonatus tingkat II atau D3 Keperawatan, pengalaman

minimal 4 tahun dalam pelayanan neonatus tingkat II.

Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :

a) Kompetensi tingkat II

b) Mengoperasionalkan dan memantau kardio respirasi

c) Memantau selama proses dan sesudah tindakan tranfusi tukar

d) Menyiapkan dan memantau neonatus yang menggunakan vena/ arteri

umbilikal kateter.

e) Perawat bayi/neonatus dengan penggunaan CPAP dan ventilator.

Perawat Kepala Ruangan : S2 Keperawatan spesialisasi anak,

pengalaman klinik minimal 3 tahun di lingkup pelayanan keperawatan

neonatus tingkat II dan pengalaman sebagai penyelia keperawatan anak,

atau S1 Keperawatan, pengalaman minimal 5 tahun dalam pelayanan

neonatus tingkat III, atau S1 Keperawatan, pengalaman minimal 2 tahun

sebagai kepala ruangan di pelayanan neonatus tingkat II.

Kompetensi yang harus dimilki dan dibuktikan dengan sertifikat :

a) Kompetensi perawat pelaksana tingkat III

b) Manajemen pelayanan keperawatan intensif.


66

2.6 Konsep Kepatuhan

2.6.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku seseorang untuk

mengikuti saran medis atau kesehatan. Kepatuhan adalah merupakan suatu

perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang

mentaati peraturan (Notoatmojo 2003). Kepatuhan adalah tingkat perilaku

seseorang yang tertuju terhadap instruksi dan petunjuk yang diberikan dalam

bentuk terapi apapun yang ditentukan dalam bentuk terapi apapun, diet atau

petunjuk (Stanley 2007). Kepatuhan petugas professional (perawat) adalah sejauh

mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan

pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven 2002).

2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Berdasarkan Brannon & Nord (1990) faktor–faktor yang mempengaruhi

kepatuhan antara lain:

1. Usia yang bertambah dapat meningkat atau menurun kepatuhan pada diri

seseorang. Hal ini juga tergantung dari spesifikasi penyakit, kerangka waktu

dan kepatuhan pengobatan.

2. Gender dapat mempengaruhi perbedaan kepatuhan pada wanita dan pria.

Beberapa perbedaan kepatuhan terjadi pada saat menjalani rekomendasi

khusus

3. Dukungan social yang diterima dari teman atau keluarga dapat

meningkatkan kepatuhan
67

4. Dukungan emosional, kualitas dukungan sosial (dukungan emosional) lebih

meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, daripada secara kuantitas

(Niven 2002).

5. Kepribadian individu dapat memepengaruhi kepatuhan. Meskipun masalah

kepribadian yang tidak patuh nampak menjadi mitos, beberapa penelitian

menemukan bahwa beberapa kepribadian yang obsesif kompulsif

mempunyai hubungan yang positif dengan kepatuhan, sedangkan

kepribadian yang sinis mempunyai hubungan positif dengan

ketidakpatuhan.

6. Keyakinan individu tentang penyakit yang dideritanya, pada umumnya

ketika individu percaya bahwa dengan patuh terhadap pengobatan yang

direkomendasikan dapat memberikan keuntungan kesehatan, maka individu

akan patuh terhadap pengobatan tersebut. Individu yang patuh terhadap

kesehatan mereka juga memungkinkan untuk patuh terhadap nasihat medis.

Selain itu, individu yang percaya atas control mereka terhadap kesehatan

mereka sendiri cenderung untuk tidak patuh terhadap nasihat medis (Niven

2002).

7. Norma budaya. Individu gagal melakukan kepatuhan tidak dikarenakan

kepribadian mereka yang tidak mau bekerjasama, tapi lebih disebabkan

karena mereka tinggal dalam budaya yang memegang kepercayaan dan

tingkah laku yang kurang kondusif untuk mematuhi peraturan.

Sedangkan menurut Niven (2002) factor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan meliputi:
68

1. Pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didim secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tingginya pendidikan seorang perawat dapat meningkatkan kepatuhan

dalam melaksanakan kewajibannya, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif.

2. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial:

Hal ini berarti membangun dukungan social dari pimpinan rumah sakit,

kepala perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan

berpengaruh sangat besar pada pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan

yang telah ditetapkan. Lingkungan yang harmonis dan positif akan

membawa dampak yang positif pada kinerja perawat, kebalikannya

lingkungan negative akan membawa dampak buruk pada proses pemberian

pelayanan asuhan keperawatan

3. Perubahan model prosedur

Program pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan dapat dibuat

sederhanadan perawat terlibat aktif dalam aplikasi prosedur tersebut.

Keteraturan perawat melakukan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur

dipengaruhi oleh kebiasaan perawat menerapkan sesuai ketentuan yang ada


69

4. Meningkatkan interaksi professional kesehatan

Meningkatkan interaksi professional kesehatan antara sesame perawat

(khususnya antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana) adalah suatu

hal penting untuk memberikan umpan bailk pada perawat. Suatu penjelasan

tentang prosedur tetap dan cara bagaimana menerapkannya dapat

meningkatkan kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga

kesehatan, maka semakin mempercepat proses penyembuhan penyakit klien.

5. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2003)

6. Sikap (attitude)

Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup. Menurut

(Notoatmodjo, 2003), sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah

perasaan setuju (favorable) ataupun perasaan tidaj setuju (non favorable)

terhadap rangsangan tersebut. Selain itu Allport (1935) dalam

(Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 (yiga)

komponen pokok yaitu kepercayaan (keyakinan) yang merupakan ide dan

konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional

terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen

ini secara bersama membentuk sikap yang utuh (total attitude) dalam

penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003).


70

7. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

sesorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada ,

orang yang belum cukup tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari

pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka

cara berfikir semakin matang (Notoatmodjo, 2003).

Menurut teori Kelman, perubahan sikap dan perilaku individu dimulai

dengan tahap kepatuhan. Mula-mula individu mematuhi anjuran dan instruksi

tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali Karena ingin

menghindari sanksi atau hukuman jika tidak patuh, atau untuk memperoleh

imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut, tahap ini disebut tahap

kesediaan. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara,

artinya bahwa tindakan itu akan dilakukan selama masih ada pengawasan petugas.

Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang , perilaku itupun

ditinggalkan (Niven 2002). Pengawasan tidak perlu berupa kehadiran fisik

petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi

yang berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini

pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan

mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak

menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar dari kelompok tersebut,

kemungkinan perilakunya akan berubah menjadi perilakunya sendiri (Niven

2002).
71

Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang

pentingnya perilaku yang baru dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda,

yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau

tokoh (pimpinan) yang menganjurkan perubahan tersebut. (change agent).

Biasanya kepetuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi

petugas (pimpinan) tersebut, sehingga imgin mematuhi apa yang dianjurkan atau

diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan

tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Meskipun motivasi untuk mengubah

perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan,

namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu

belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam

hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia

merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut. Perubahan perilaku individu

baru menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi,

dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan

diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya. Niven (2002) menyebutkan

proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau pimpinan tersebut

merupakan seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitas tinggi) yang dapat

membuat individu memahami makna dan penggunaan perilaku tersebut serta

membuat mereka mengerti akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan

mereka sendiri. Proses internalisasi tidak mudah dicapai sebab diperlukan

kesediaan individu untuk mengubah nilai dan kepercayaan agar menyesuaikan diri

dengan nilai atau perilaku yang baru (teori the health belief model).
72

Faktor penentu ketidakpatuhan (Niven 2002) mengungkapkan derajat

ketidakpatuhan ditentukan olah kompleksitas prosedur pengobatan, derajat

perubahan gaya hidup/lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana

perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi

menyelamatkan hidup, keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien

bukan petugas kesehatan. Lima strategi untuk meningkatkan kepatuhan menurut

smet (1994) diantaranya adalah:

(1) Dukungan professional kesehatan . Dukungan professional kesehatan sangat

diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh sedrhana dalam hal

dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi

memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh

professional kesehatan, misalnya antar kepala perawatandengan

bawahannya.

(2) Dukungan sosial. Dukungan sosial yang dimaksud adalah pasien dan

keluarga. Pasien dan keluarga yang percaya pada tindakan dan perilaku

yang dilakukan prerawat dapat menunjang peningkatan kesehatan pasien,

sehingga perawat dapat bekerja dengan percaya diri dan ketidakpatuhan

dapat dikurangi.

(3) Perilaku sehat. Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya

kepatuhan perawat untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah

menyentuh bayi premature.

(4) Pemberian informasi. Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya

pemberian asuhan keperawatan berdasarkan prosedur yang ada membantu

meningkatkan kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan


73

memberikan pelatihan yang diadakan di dalam Rumah sakit atau institusi

kesehatan lain.

2.7 Keaslian Penelitian

Pencarian literatur untuk keaslian penelitian ini menggunakan artikel yang

berbahasa inggris yang berasal dari Scopus, Sciencedirect, Pubmed, Pro Quest

dan Google Scholar mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2020. Pencarian

literatur menggunakan key word yang dapat lihat berdasarkan pada gambar 2.3

Diagram flow.

Tabel 2.3 Keywords Pencarian Jurnal Menggunakan MeSH

  AND
Keywords Preterm infants Developmental care NICU Nurse behavior
Neonatal Intensive
ELBW NIDCAP Nursing care
care
Neurodevelopmental
OR Preterm birth Neonatal ICU Perilaku perawat
care
Developmental Neonatal intensive Kepatuhan
Premature infant
program care unit perawat

Metode penggunaan kata kunci yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Preterm infant OR ELBW OR Preterm birth OR Premature infant

2. Developmental Care OR NIDCAP OR Neurodevelopmental Care OR

Developmental program

3. NICU OR Neonatal Intensive Care OR neonatal ICU OR Neonatal Intensive

Care Unit

4. Nursing care OR Nursing OR Neonatal, Nurse

5. 1 AND 2 AND 3 AND 4

Hanya artikel yang memenuhi kriteria inklusi berikut yang dilibatkan dalam tabel

keaslian pada penelitian ini:


74

 Participants-Subyek/sampel dan populasi terbatas pada perawat yang

merawat bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu).

 Interventions/Interest- pelaksanaan developmental care oleh perawat

 Comparison/Context- penelitian yang dilakukan di Rumah sakit baik

negara berkembang, maju, dan miskin,

 Outcomes/Objective- mengeksplorasi faktor/ prediktor/ determinan/

kontributor dalam perilaku perawat dalam melaksanakan developmental care

untuk merawat bayi prematur

 Study design- Randomized controlled trails and observaional study.

pada gambar 2.6 Diagram alur PRISMA.


75

Database Online :
Iden PubMed : 129 artikel
Sciencedirect : 229 artikel
 Scopus : 164 artikel
tifik
 Proquest : 1445 artikel
 asi Google scolar : 163

Pen

 yari
2130 artikel diperoleh melalui program
 pencarian dengan kata kunci yang relevan
 nga

n
27 artikel disaring berdasarkan
 Kela
 Judul
 yaka 12 artikel dikecualikan
 berdasarkan abstrak/judul yang
n
tidak memenuhi Kriteria inkslusi
In
 15 artikel lengkap yang
kl
sesuai dengan Kriteria Inklusi
us

i
Tabel 2.4 Keaslian Penelitian Pengembangan Model Developmental Care
Berbasis Theory of Planned Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat
dalam Merawat Bayi Prematur
No Judul Metode Hasil

1 Implementing Desain: Cross-sectional anonymous Penerapan NIDCAP di negara


NIDCAP training online survey. berpenghasilan rendah sampai
in a low-middle- menengah merupakan
income country: Sample: 57 NICU staff (29 nurses and pengalaman positif bagi
Comparing nurses 28 doctors) perawat dan dokter. NIDCAP
and physicians’ Variabel: The NIDCAP implementation mampu meningkatkan
attitudes’, Early and Nurses and physicians' attitudes perawatan bayi dan
Human meningkatkan hubungan staf
Development Instrumen: dengan orang tua, namun
(Charafeddine et 1. NIDCAP training and kondisi kerja tetap ada
al., 2020) ‘, Developmental Care(DC) principals tantangan.
2. The survey is based on the theory of
planned behavior Empat puluh enam dokter dan
perawat me mengisi kuesioner
Analisis: The relationship between mereka dan mendapat skor ≥3
participants' characteristics and NIDCAP dari 5 pada semua item
76

No Judul Metode Hasil

overall score was calculated using pertanyaan. Perawat mendapat


Kruskal Wallis test. skor lebih tinggi secara
signifikan daripada Dokter
dan (rata-rata 4,00 ± 036)
versus (3,57 ± 0,30) (p
<0,001) pada keseluruhan skor
NIDCAP. Secara khusus, skor
perawat secara signifikan
lebih tinggi untuk sikap (p
<0,001), kontrol perilaku yang
dirasakan (p = 0,029);
pertanyaan norma subjektif (p
= 0,011), niat (p = 0,024) dan
perilaku (p <0,001)

2 Factors Desain: cross-sectional study was Praktek developmental care


Influencing conducted using a questionnaire memiliki korelasi yang lemah
Developmental dengan berorientasi pada
Care Practice Sample: 141 neonatal intensive care unit inovasi budaya organisasi (r =
Among Neonatal nurses 0,18, p = 0,029) dan budaya
Intensive Care Variabel: Factors influencing organisasi berorientasi tugas (r
Unit Nurses (Park developmental care practice = 0,17, p = 0,042), dan
and Kim, 2019) korelasi sedang dengan
Instrumen: persepsi asuhan
1. Participants' perkembangan (r = 0,29, p
characteristics, b .001) dan ketrampilan
2. Nursing work environment, professional (r = 0.41, p
3. Perceptions of developmental care, b .001) Faktor-faktor yang
4. Organizational culture, mempengaruhi praktik
5. Professional efficacy, and developmental care perawat
6. Developmental NICU dipengaruhi efikasi
care practice profesional dan merupakan
dampak terbesar, kemudian
Analisis: Multiple linear regression
diikuti oleh persepsi terhadap
analysis
asuhan perkembangan, dan
budaya organisasi yang
berorientasi pada tugas.

3 Neonatal nurses’ Desain: Cross sectional mixed methods Dari 127 survei yang
self-reported survey didistribusikan, 86
practices, dikembalikan (tingkat respons
knowledge and Sample: 182 nurses and midwives 68%). Perawat dengan
attitudes toward consisted of Registered Nurses (RNs), pendidikan pascasarjana
premature infant Enrolled Nurses (ENs), Registered memiliki pengetahuan yang
pain assessment Midwifes (RM) lebih tinggi dan mempunyai
and management’, Variable : Neonatal nurses’ self-reported sikap yang lebih positif.
Journal of practices, knowledge and attitudes Tindakan kenyamanan dan
Neonatal Nursing, toward and premature analgesia untuk prosedur yang
(Capolingua and infant pain assessment and management. menyakitkan dilaporkan
Gill, 2018) sering digunakan pada bayi
Instrumen: cukup bulan. Analgesia tidak
1. Survey development digunakan untuk intubasi
2. The pain assessment policy utilised endotrakeal. Ini dikaitkan
the Premature Infant Pain Profile dengan non-resep analgesia
(PIPP) for infants less than 33 weeks oleh dokter.
77

No Judul Metode Hasil


gestational age (GA) (Stevens et al.,
1996)and the Pain Assessment Tool Kesimpulan :
(PAT) (Spencer et al., 2005) for - Perawat menunjukkan
infants sikap positif terhadap
greater than 33 weeks. penilaian dan manajemen
nyeri pada bayi prematur .
Analisis: - Tingkat pengetahuan
Data were entered into the SPSS (IBM perawat rendah terhadap
Corperation, 2013) for respon nyeri bayi
Windows, version 22 prematur
- Tidak digunakannya
Demographic data and difference in analgesia untuk prosedur
nurses’ attitudes and knowledge yang menyebabkan nyeri
toward premature infants were analysed merupakan tantangan
using the MannWhitney U test. A p- yang berat untuk
value of less than 0.05 was considered mengubah praktik.
statistically significant Strategi intervensi
berbasis terbukti mungkin
dapat mengatasi
hambatan.
4 Influence of Desain: A descriptive pre-/post Sikap, norma sosial, persepsi
NICU Nurse intervention kesiapsiagaan, dan niat
Education on hasilnya sedang sebelum
Intention to Sample: 24 NICU nurses menyelesaikan modul. Hasil
Support Lactation Variable: Influence of NICU Nurse persepsi tinggi sesudahnya.
Using Tailored Education and Intention to Support Saat membandingkan sebelum
Techniques: A Lactation Using Tailored Techniques dan sesudah intervensi, untuk
Pilot Study’, niat dan persepsi kenyamanan
Advances in Instrument: adalah sedang.
Neonatal Care, Nursing Support for Breastfeeding
(Blatz, Huston Questionnaire (NSBQ) Hubungan antara sikap dan
and Anthony, niat sedang sebelum intervensi
There are 5 subscales in the NSBQ that dan kuat setelah intervensi.
2020)
align with the TRA: intention, attitudes,
social norms, and beliefs (behavioral and Norma subyektif
normative). menunjukkan hubungan yang
lebih kuat dengan sikap dan
Analisis: niat setelah intervensi.
One-way analysis of variance was used Kesiapsiagaan dan
for the comparison of the mean growth kenyamanan memiliki
values between the groups before and hubungan yang lebih kuat
after the intervention dengan sikap dibandingkan
dengan niat baik sebelum dan
sesudah intervensi

5 Factors Desain : A descriptive, cross-sectional Perawat NICU Cina tidak


Influencing exploratory study Sample: 207 RNs menerapkan asuhan
Implementation perkembangan secara
of Developmental Variable : Developmental care nursing konsisten. Beban kasus pasien
Care Among practices among registered nurses (RNs) yang lebih tinggi, jam kerja
NICU Nurses in working in neonatal intensive care units yang lebih pada setiap hari,
China’, Clinical (NICUs) in China and to explore selected tingkat pendidikan yang lebih
Nursing Research personal and unit characteristics related tinggi, dan lamanya tahun
to developmental care implementation bekerja yang lebih sedikit di
(Zhang et al., NICU adalah prediktor
2016) Instrument: Two sets of data were
collected, one using a demographic form signifikan untuk implementasi
perawatan perkembangan
78

No Judul Metode Hasil

and one using the Practice Standards for yang lebih rendah. Perawat
Individualized, Family-Centered NICU di China saat ini
Developmental Care: self-assessment melakukan perawatan
questionnaire (National Association of perkembangan terutama
Neonatal Nurses [NANN], 2008). berdasarkan pengalaman
klinis mereka yang
Analisis: Cronbach’s α coefficients, and terakumulasi daripada
stability was measured using Pearson’s pengalaman pendidikan
correlation. Means and standard mereka. Pelatihan perawatan
deviations were computed for the whole perkembangan yang lebih
scale and subscales. Multiple linear sistematis untuk perawat
stepwise regressions were then NICU dan lebih banyak
performed to determine whether there dukungan di tingkat unit dan
were any personal/unit characteristics rumah sakit diperlukan di
that predicted nurses’ developmental Cina.
care behaviors. All data were analyzed
by using the Statistical Package for the
Social Sciences (SPSS) version 18.

6 Neonatal Desain: Cross-sectional study Hasil penelitian ini


intensive care unit menunjukkan bahwa
nurses’ Sample: 120 nurses pengetahuan dan persepsi
perceptions and Variable: The knowledge and perception perawat secara umum berada
knowledge of of nurses as the most important members pada level sangat baik. Skor
newborn of the multidisciplinary team of tertinggi dalam pengetahuan
individualized NIDCAP about this program terkait nutrisi dari neonatus,
developmental sedangkan skor terendah
care and Instrumen: Three questionnaires were terkait dengan universal
assessment employed to collect demographic data perawatan evolusi. Demikian
program: A and to explore the nurses’ perceptions juga hasil penelitian ini
multicenter and knowledge of the NIDCAP program menunjukkan bahwa
study’, Iranian mayoritas perawat memiliki
Analisis: Multivariable analysis
Journal of pengetahuan yang tinggi
Nursing and tentang NIDCAP akan
Midwifery memiliki kepuasan kerja dan
Research, sikap yang lebih baik menuju
2(Baghlani et al., profesi mereka.
2019)

7 Factors that have Desain: A descriptive cross-sectional Sebanyak 48,2% dari peserta
an impact on survey melaporkan berlatih KC.
knowledge, Rentang skor untuk setiap
attitude, and Sample: 830 neonatal nurses skala adalah pengetahuan 0-16
practice related to Variable: Factors that impact nurses’ (M = 9,62), persepsi 28-103
kangaroo care: knowledge, perceptions, and (M = 79,99), hambatan 17-85
National survey practice related to kangaroo care (KC) in (M = 65,40), dan praktik 11-
study among neonatal intensive care units (NICUs) in 55 (M = 34,44). Pengalaman
neonatal China dalam menggunakan KC
nurses(Deng, adalah faktor utama untuk
2018) Instrumen: Kuesioner melalui perangkat skor empat skala. Khususnya,
elektronik: perawat berpengalaman
memiliki tingkat pengetahuan
1. Persepsi perawat tentang KC
yang lebih tinggi dan
2. Pengetahuan perawat tentang KC hambatan yang dirasakan
lebih sedikit. Peran responden
dalam NICU sangat
79

No Judul Metode Hasil

3. Hambatan perawat terhadap KC memengaruhi persepsi dan


tingkat praktik. Pendidikan
4. Praktik KC perawat tertinggi perawat dan tingkat
Analisis: Central tendency, dispersion, NICU juga memengaruhi skor
ANOVA, t-tests, and the general linear pengetahuan dan praktik,
model. secara terpisah. Hambatan
utama untuk berlatih adalah
keengganan dokter, perawat,
dan orang tua.

8 Efikasi diri Desain: Deskriptif korelasi dengan Ada hubungan antara


perawat terhadap pendekatan cross sectional study penerapan asuhan
penerapan asuhan perkembangan dengan efikasi
perkembangan Sample: 82 perawat di ruang perawatan diri perawat neonatus dengan
(developmental neonatus level I, II, III nilai p=0,017. Peneliti
care) Variabel: Faktor efikasi diri dan menyarankan institusi
penerapan asuhan perkembangan oleh pelayanan keperawatan untuk
(Armina, Hayati dapat memfasilitasi pelatihan
and Nurhaeni, perawat
untuk meningkatkan
2018) Instrument: Lembar kuesioner yang kemampuan dan keyakinan
diisi oleh responden. Kuesioner memuat diri perawat di ruang
karakteristik responden, kuesioner neonatus.
efikasi diri, dan kuesioner universe
developmental care. Analisis: analisis
univariat, sedangkan analisis bivariat
dengan uji T independen.

9 Pengembangan Desain: kualitatif dan kuantitatifl Tahap 1: Hasil identifikasi


model pelayanan descriptive Sample: tenaga kesehatan masalah ditemukan masalah,
asuhan yang terkait dalam pelayanan BBLR di SPO dimana masih ada
keperawatan bayi unit pelayanan perinatologi RSUPN CM perbedaan cara pandang
berat lahir terhadap prosedur PMK dan
rendah’, Jurnal Variabel: Pengembangan model kriteria penyapihan BB dari
Ners,(Wanda et pelayanan asuhan keperawatan pada bayi incubator, pelaksanaan
al., 2014) berat lahir rendah Instrumen: pendidikan kesehatan arena
Tahap 1: Studi dokumentasi, dan studi terbatas materi edukasi, ,
literatur. Partisipan sembilan orang system pendokumentasian
perawat dan tujuh orang tenaga pada asuhan keperawatan
kesehatan lain. belum memfasilitasi masalah
neonatus, dilema etik masih
Tahap 2: Pengembangan Model ditemukan bayi diminta
didasarkan pada hasil identifikasi pulang padahal bayi masih
masalah, studi literatur, dan masukan memerlukan infus dan
pakar. oksigen.
Tahap 3: uji coba model dengan Tahap 2: Pengembangan
melibatkan perawat rumah sakit dan model mengacu pada teori
perawat puskesmas. keperawatan Konservasi dari
Myra E. Levine dan teori
Analisis: Multiple linear regression
Becoming a Mother atau
analysis
Maternal Role Attainment dari
Roman T. Mercer, serta
konsep Family-Centered
Care.
Ditemukan 2 komponen yaitu
80

No Judul Metode Hasil

asuhan keperawatan di rumah


sakit dan pasca rawat.
Tahap 3: Hasil penelitian
mengidentifi kasi bahwa
implementasi family centered
care memberikan kepuasan
kepada keluarga terhadap
asuhan yang diberikan.
Implementasi family centered
care juga memberikan dampak
positif terhadap tingkat stres,
tingkat kenyamanan, dan
percaya diri keluarga yang
bayinya dirawat di NICU.

10 Impact Of A Desain: observasional study - Sebanyak 566 profesional


Developmental berpartisipasi, dengan
Care Training Sample: A total of 566 professionals tingkat respon 99% pra-
Course On The participated kursus dan 90% pasca-
Knowledge And Variabel: Developmental Care Training kursus
Satisfaction Of Course and Satisfaction Of Health Care
Health Care - Tingkat rata-rata jawaban
Professionals pra-kursus yang benar
Professionals In
Neonatal Units: A Instrument: This was an observational adalah 65%, sedangkan
Multicenter multicenter study conducted in 20 tingkat rata-rata jawaban
Study’, Pediatrics neonatal units in Madrid. A pre- and yang benar setelah kursus
And Neonatology, post-course questionnaire evaluated both adalah 81% (p <0,001).
(Mosqueda-Peña knowledge and satisfaction levels - Hasil serupa di semua
et al., 2016) regarding the course on DC and the tingkat perawatan
Newborn Individualized Developmental neonatal (Tingkat I: 64%
Care and Assessment Program vs 80%; Tingkat II: 64%
(NIDCAP). vs.83%; dan Tingkat III:
Analisis: 65% vs 81%).

- The Chi-square or Fisher’s exact tests - Skor pada skala kepuasan


from contingency tables. dari 1 sampai 5 tinggi
(rata-rata di atas 4 untuk
- The satisfaction levels of the different semua kuliah dan
neonatal care level groups and the lokakarya).
different professional groups were
compared using analysis of variance or - Skor pengetahuan pra-
the Kruskal-Wallis test, kursus, secara signifikan
mempengaruhi
- A linear regression model was used to pengetahuan pasca-kursus
compare the mean postcourse score (b 0,499; p <0,01), tetapi
with the mean pre-course score and the bukan kepuasan
overall satisfaction level

11 Quality versus Desain: : Quantitative and qualitative Hasil penelitian menunjukkan


quantity: The study bahwa perawat neonatal
complexities of percaya bahwa kualitas hidup
quality of life Sample: There were 14 interviews and adalah hal yang penting
determinations for 24 interview participants nurses in New
neonatal nurses’, South Wales, Australia. Namun mereka mengalami
Nursing Ethics, konflik batin yang signifikan
Variable: QOL babies prematur and dan ketidakpastian ketika
81

No Judul Metode Hasil

(Green et al., their experience and issues of concern diminta untuk mendefinisikan
2017) about caring for extremely premature atau
babies.
Menyarankan elemen tertentu
Instrumen: dari kualitas hidup, atau untuk
menyarankan bagaimana hal
- The interviews were semi-structured; itu dapat ditentukan. Bahkan
- The interviews occurred in different lebih dari itu
locations: the interviewer’s home, in
the participants’ own homes or a quiet
room away at the participant’s hospital
of employment.
- The duration of the interview was
between 60 and 90 minutes.
- The full interviews were transcribed
prior to in-depth analysis to identify
major themes.
the questionnaire and from the content.
analysis of the question about QOL
and comments about QOL from the
questionnaire.
Analisis: A qualitative method informed
by phenomenological insights, and the
work of Van Manen was considered the
most appropriate way to interpret the
interviews

12 Assessing factors Desain: This cross-sectional study as Total skor kualitas pemberian
influencing the part of a larger mixed method study asuhan perkembangan adalah
quality of assessed the quality of developmental 74,84%. Di antara semua
developmental care in Tehran NICUs. domain, "perawatan rutin
care in neonatal harian" memiliki skor tertinggi
intensive care Sample: The study was performed on (85,67%) dan "perawatan tidur
units of Tehran’, 400 nurses dan nyeri" memiliki skor
Iranian Journal of Variable: Developmental care terendah (66,63%). Skor total
Pediatrics, 27(1), performance and factors influencing struktur adalah 43.06%.
pp. 3–8. doi: implementation of this care at NICUs Jumlah neonatus yang dirawat
10.5812/ijp.6733( per hari (B-0,328, P = 0,019)
Soleimani et al., Instrumen: "NICUdevelopmental care dan jumlah bayi yang dirawat
2017) assessment (NDCA) scale"and"NICU oleh perawat (B-2,543, P =
developmental care structural (NDCS) 0,019) merupakan variabel
checklist". prediktor yang dirancang
untuk kualitas yang lebih baik
Analisis: Data were analyzed using the
dari total perawatan
SPSS-21 software using descriptive
perkembangan. Kesimpulan:
statistics tests and regression analysis.
Jumlah bayi yang dirawat dan
diterima oleh faktor-faktor
signifikan berkontribusi
terhadap kualitas perawatan
perkembangan yang tinggi.
Oleh karena itu, beban kerja
dan struktur layanan harus
mendapat perhatian yang lebih
82

No Judul Metode Hasil

besar.

13 The Wee Care Desain: Article Hasil penelitian menunjukkan


Neuroprotective bahwa Wee Care
NICU Program Sample: (N = 81) level II (12%) or level Neuroprotective
(Wee Care): The III (84%) NICU
Effect of a Program pelatihan NICU
Variable: Comprehensive efektif dalam meningkatkan
Comprehensive Developmental Care Training Program
Developmental tujuh ukuran inti pelindung
on Seven Neuroprotective Core saraf untuk perawatan
Care Training Measures for Family-Centered
Program on Seven perkembangan yang berpusat
Developmental Care of Premature pada keluarga pada neonatus
Neuroprotective Neonates
Core Measures prematur. Setiap ukuran inti
for Family- Instrumen: The Wee Care assessment serta skor ukuran inti
Centered survey consists of questions/observations komposit keseluruhan
Developmental related to 7 neuroprotective core (ukuran inti 1-7) menunjukkan
Care of Premature measures peningkatan yang signifikan
Neonates secara statistik pasca pelatihan
Analisis: Descriptive univariate,
(Altimier and (p b .001). Dampak positif
bivariate and correlational analyses
Phillips, 2016) dari
Program Perawatan Wee tidak
bergantung pada tingkat
NICU, jenis rumah sakit,
keberadaan layanan
persalinan, atau tahun
pelaksanaan program.
Program Wee Care terbukti
bermanfaat
berdasarkan tujuh ukuran inti
pelindung saraf untuk
perawatan perkembangan
yang berpusat pada keluarga
pelindung saraf pada neonatus
prematur dan sakit. Program
pelatihan transformasional
menggabungkan literatur
berbasis bukti, dan
menstandarkan praktik klinis
untuk semua staf, dan
meningkatkan konsistensi
dalam kualitas. Programnya
membaik perawatan dan
praktik neonatal secara
keseluruhan dan harus
diterapkan secara luas di
NICU yang ingin
meningkatkan
neurodevelopmental care bayi
prematur dan / atau bayi sakit

14 Nurses’ Desain: The study design was Penelitian ini menunjukkan


Knowledge, correlational utilizing a self-administered bahwa terdapat hubungan
Attitudes, and electronic survey of NICU nurses positif antara pengetahuan
Perceived Self- working in a large suburban health perawat, sikap, dan
83

No Judul Metode Hasil

Competency system in the North East. kompetensi diri yang


Regarding dirasakan tentang perawatan
Individualized Sample: 375 nurses developmental care di NICU.
Developmental Variabel: The nurses’ knowledge and Lebih lanjut ada hubungan
Care in the attitude regarding IDC and the nurse’s antara sikap dan kompetensi.
Neonatal perceived self competency regarding saat dihubungkan dengan
Intensive Care implementation of IDC pengetahuan, namun saat
Unit.’, Nurses’ menyesuaikan dengan sikap
Knowledge, Instrumen: Two surveys were found tidak ada korelasi antara
Attitudes & that measured nurses’ level of integration pengetahuan dan kompetensi.
Perceived Self- of IDC in their daily caregiving: one by Hasil juga menunjukkan
Competency NANN (2015) and one by Robison bahwa mayoritas responden
Regarding (2009). A third survey was found that memiliki sikap positif
Individualized evaluated the congruence of nurse’s terhadap IDC dan percaya
Developmental performance with IDC standards in the bahwa mereka sebagian besar
Care in the NICU (Valizadeh, Asadollahi, kompeten waktu dalam
Neonatal Gharebaghi, & Gholami (2013). menyediakan IDC sementara
Intensive Care hanya 55,43% (n = 43) yang
Analisis: The relationship between IDC
Unit,(Macho, menerima dalam layanan di
knowledge, attitude and self-competency
2018) IDC dan hanya 16,25% (n =
was explored using the Spearman
13) menerima informasi
correlation coefficient
tentang IDC dalam orientasi.
Karena korelasi yang positif
antara pengetahuan, sikap, dan
kompetensi diri yang
dirasakan, meningkatkan
pendidikan dan pengetahuan
tentang IDC dapat
meningkatkan sikap dan
kompetensi perawat NICU.
Hal tersebut memberikan
dampak posistif untuk bayi
yang dirawat di NICU dan
keluarga yaitu hasil perilaku
dan perkembangan saraf yang
lebih baik.

15 An exploratory - The education arm of the study Hasil penelitian menunjukkan


intervention to consisted of a five day program, two bahwa program pendidikan
expand the sessions for team-based learning with khusus neonatal
horizon for an opportunity to reflect on the
Japanese neonatal lectures (1 h each), two sessions of Memberikan potensi untuk
nurses: problem-based learning (1.5 h each) to mempersiapkan perawat
Acquisition and discuss complex care of infants born neonatal yang berpendidikan
retention of with trisomy 18 tinggi dan mempunyai
knowledge and motivasi tinggi untuk tampil
skills related to - Three hour sessions in the skills lab. dalam peran di ruang lingkup
nursing practice’, All the participants were trained in two praktik yang luas. Sebagai
Journal of basic nursing skills during the lab hasil dari studi intervensi ini,
Neonatal Nursing, sessions; heel stick and peripheral partisipan mengalami
23(5), pp. 228– intravenous perubahan dalam persepsi
233. doi: line (PIV) insertion.. peran mereka, serta perbedaan
10.1016/j.jnn.201 dalam interaksi mereka
7.03.005. dengan rekan kerja.
(Konishi et al.,
84

No Judul Metode Hasil

2017)
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Attitude toward the


behavioural:
Behavioral belief

Outcomes evaluations
Background
factor Perilaku
Personal kepatuhan
perawat dalam
Sikap umum melaksanakan
Developmental
Sifat/Kepribadian Care:
Healing environment
Nilai hidup Subjective norm:
Normative belief I Partnering with families
Kecerdasan
Emosi nt
Motivation to comply Potitioning and handling
Sosial e
nt Safeguarding and sleep
Usia io
n Management stress and
Jenis kelamin : pain
Percieved
Suku/ras Protecting skin
behavioural control:
Pendidikan Controllability/control
Optimizing nutrition.
Perceived power
Pendapatan Tumbuh
kembang
Agama bayi
‘ prematur
Informasi

Pengalaman

Pengetahuan
: diteliti : tidak iteliti
Paparan media

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengembangan Developmental Care


Berbasis Theory of Planned Behavior Terhadap Perilaku
Kepatuhan Perawat Dalam Merawat Bayi Prematur
Penjelasan:

85
86

Pengembangan model Developmental Care dalam upaya meningkatkan Intensi

dan perilaku perawat dalam melakukan perawatan bayi premature dikembangkan

berdasarkan Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005). Perawat mempunyai

peran yang sangat menentukan dalam penerapan developmental care untuk

mencapai tumbuh kembang yang optimal pada bayi prematur, sehingga intensi

perawat harus ditingkatkan dalam melakukan pengawasan dan perawatan pada

bayi pematur.

Secara berurutan faktor latar belakang yaitu faktor personal yang meliputi

(sikap umum, kepribadian, nilai hidup dan kecerdasan emosional), faktor sosial

yang meliputi (usia, jenis kelamin, ras, budaya, penghasilan, dan agama), serta

faktor referensi/informasi yang meliputi (pengetahuan, pengalaman, dan media)

mempengaruhi Belief. Behavioral belief menghasilkan sikap terhadap perilaku

positif atau negatif, normative belief menghasilkan tekanan sosial yang

dipersepsikan (Perceived Social Pressure) atau norma subjektif (Subjective

Norm) dan Control Belief menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol

perilaku yang dipersepsikan, sehingga dari proses tersebut terbentuklah niat

(intention) (Nursalam, 2017). Dengan niat yang bulat/kuat akan terbentuklah

suatu perilaku (Behavior) yang dalam hal ini adalah perilaku kepatuhan perawatan

menerapkan developmental care dalam merawat bayi prematur. Kepatuhan

tersebut meliputi kemandirian dalam menciptakan lingkungan penyembuhan bagi

bayi premature, menjalin kerjasama atau bermitra dengan keluarga, melakukan

managemen nyeri dan stress, pengaturan posisi dan pengaturan siklus tidur,

perawatan kulit dan memberikan nutrisi yang optimal. Secara khusus untuk garis

putus antara PBC ( perceived behavioral control) ke perilaku mempunyai


87

pengertian adanya hubungan secara langsung antara PBC dengan tingkah laku

tanpa melalu intensi

Integrasi Theory Of Planned Behavior dan Developmental Care digunakan

sebagai dasar dalam membangun kerangka konseptual penelitian tentang

Pengembangan Model Developmental Care Berbasis Theory Of Planned Behavior

Terhadap Perilaku Perawat Dalam Merawat Bayi Prematur

3.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan pernyataan awal penelitian mengenai

hubungan antar variabel yang merupakan jawaban tentang kemungkinan hasil

penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh latar belakang faktor personal (sikap umum, sifat/kepribadian,

nilai hidup, kecerdasan emosional) terhadap Attitude toward behavioral

( keyakinan terhadap hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku )

perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi prematur.

2. Ada pengaruh latar belakang faktor personal (sikap umum, sifat/kepribadian,

nilai hidup, kecerdasan emosional) terhadap Subjective Norm ( harapan dari

orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan) perawat dalam

menerapkan developmental care pada bayi prematur.

3. Ada pengaruh latar belakang faktor personal (sikap umum, sifat/kepribadian,

nilai hidup, kecerdasan emosional) terhadap Perceived behavioral control

(hal yang mendukung dan menghambat dan kekuatan yang mendukung dan

menghambat ) perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.
88

4. Ada pengaruh latar belakang faktor social (usia, jenis kelamin, ras,

pendidikan, penghasilan dan agama) terhadap Attitude toward behavioral

( keyakinan terhadap hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku )

perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi prematur.

5. Ada pengaruh latar belakang faktor social (usia, jenis kelamin, ras,

pendidikan, penghasilan dan agama) terhadap

Subjective Norm ( harapan dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi

harapan) perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.

6. Ada pengaruh latar belakang faktor social (usia, jenis kelamin, ras,

pendidikan, penghasilan dan agama) terhadap

Perceived behavioral control (hal yang mendukung dan menghambat dan

kekuatan yang mendukung dan menghambat ) perawat dalam menerapkan

developmental care pada bayi prematur.

7. Ada pengaruh latar belakang faktor informasi (pengetahuan, pengalaman,

paparan) terhadap Attitude toward behavioral ( keyakinan terhadap hasil

perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku ) perawat dalam menerapkan

developmental care pada bayi prematur.

8. Ada pengaruh latar belakang faktor informasi (pengetahuan, pengalaman,

paparan) terhadap Subjective Norm ( harapan dari orang lain dan motivasi

untuk memenuhi harapan) perawat dalam menerapkan developmental care

pada bayi prematur.

9. Ada pengaruh latar belakang faktor informasi (pengetahuan, pengalaman,

paparan) terhadap Perceived behavioral control (hal yang mendukung dan


89

menghambat dan kekuatan yang mendukung dan menghambat ) perawat

dalam menerapkan developmental care pada bayi prematur.

10. Ada pengaruh Attitude toward behavioral (keyakinan terhadap hasil perilaku

dan evaluasi terhadap hasil perilaku) terhadap Intention perawat merawat

bayi premature. perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.

11. Ada pengaruh Subjective Norm (harapan dari orang lain dan motivasi untuk

memenuhi harapan) terhadap Intention perawat dalam menerapkan

developmental care pada bayi prematur.

12. Ada pengaruh Perceived behavioral control ( hal yang mendukung dan

menghambat dan kekuatan yang mendukung dan menghambat) terhadap

Intention perawat dalam menerapkan developmental care pada bayi

prematur.

13. Ada pengaruh Intention perawat terhadap perilaku kepatuhan perawat dalam

menerapkan developmental care pada bayi prematur.


BAB 4

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan tentang desain penelitian, populasi, sampel dan

sampling, kerangka operasional penelitian, variabel penelitian dan definisi

operasional, instrument penelitian, uji validitas dan reliabilitas, lokasi dan waktu

penelitian prosedur pengumpulan data, analisis data serta etika penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan explanatory research dengan pendekatan cross

sectional. Penelitian cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan

waktu pengukuran/observasi data antara variable dependen dan independen hanya

satu kali pada satu waktu penelitian (Nursalam, 2017). Dilaksanakan dalam 1

tahap untuk mengetahui pengaruh faktor personal (sikap, sifat/kepribadian, nilai

hidup, dan kecerdasan emosi), faktor sosial (usia, pendidikan, suku/ras,

pendidikan, agama dan pendapatan), faktor informasi (pengetahuan, pengalaman,

paparan), Attitude toward behavioral), Subjective norm, Perceived behavioral

control, Intention terhadap perilaku perawat dalam perawatan bayi prematur

dengan model developmental care berbasis theory planeed behavior dan

menyusun modul.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di 7 Rumah sakit di Surabaya yang

mempunyai NICU dengan karakteristik pelayanan neonatal yang hampir sama.

90
91

4.2.2 Waktu Penelitian

1. Seminar Topik : April 2020

2. Pra Proposal : Februari 2021

3. Penyusunan proposal penelitian : Maret 2021

4. Ujian proposal : Mei 2021

5. Revisi proposal : Mei 2021

6. Pengumpulan data : 1 Oktober- 25 November 2021

7. Pengolahan dan analisis data : 25 November- 30 November 2021

8. Penyusunan hasil : 30 November- 3 Desember 2021

4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2020). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di

NICU di 6 Rumah sakit di Surabaya sebanyak 156 orang.

Tabel 4.1 Besar Populasi Penelitian

No Nama Rumah Sakit Jumlah perawat NICU

1 RS Katolik Santo Vincentius a Paulo Surabaya 25


2 RS Husada Utama Surabaya 20
3 RS RSPAL dr. Ramelan Surabaya 23
4 RS Universitas Airlangga Surabaya 18
5 RSIA Putri Surabaya 30
6 RS Islam Jemursari Surabaya 20
7 RSU Haji Surabaya 20
Total 156
92

4.3.2 Sampel dan Besar Sampel

Perhitungan besar sampel menurut rule of thumb cara menghitung jumlah

sampel dalam penelitian multivariate yaitu 5-10 kali jumlah parameter dengan

ditaksir. Pengembangan Model Developmental Care berbasis Theory Planned

Behavior terdapat 27 variabel, maka peneliti menggunakan sampel sebesar 5x27=

135 responden.

4.3.3 Teknik Sampling

Metode sampling yang digunakan oleh peneliti adalah nonprobability

sampling yaitu purposive sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi

berdasarkan dengan tujuan penelitian.

Kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

(1) Perawat pelaksana dengan masa kerja > 1 tahun

(2) Bersedia menjadi responden penelitian

2. Kriteria eklusi

(1) Perawat yang sedang cuti melahirkan

(2) Perawat yang sedang tugas belajar

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Variabel

a. Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel Independent dalam

penelitian ini yaitu faktor-faktor perilaku yaitu faktor personal, faktor

sosial, faktor informasi, sikap (Attitude toward behavioral), norma


93

subyektif (Subjective norm), persepsi (Perceived behavioral control) dan

Intention

b. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi, nilainya ditentukan

oleh variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah yaitu perilaku kepatuhan perawat dalam menerapkan

developmental care

Tabel 4.2 Variabel Penelitian

Variabel Indikator
Independent (X) X.1 faktor personal X.1.1 Sikap umum
X.1.2 Sifat kepribadian
X.1.3 Nilai hidup
X.1.4 Kecerdasan Emosional
X.2 faktor sosial Socio-demographic
X.2.1 Usia
X.2.2 Jenis kelamin
X.2.3 Ras
X.2.4 Pendidikan
X.2.5 Penghasilan
X.2.6 Agama
X.3 Faktor Informasi X.3.1 Pengetahuan
X.3.2 Pengalaman
X.3.3 Paparan
X.4 Attitude toward behavioral X.4.1 Behavioral belief
X.4.2 Outcome evaluations
X.5 Subjective norm X.5.1 Normative belief
X.5.2 Motivation to comply
X.6 Perceived behavioral X.6.1 Controllability/control
control X.6.2 Perceived power
X.7 Intention X.7.1 Content
X.7.2 Strenght
Dependen (Y) Y.1 Perilaku perawat Y.1.1 Healing environment
Y.1.2 Partnering with families
Y.1.3 Potitioning and handling
Y.1.4 Safeguarding and sleep
Y.1.5 Management stress and pain
Y.1.6 Protecting skin
Y.1.7 Optimizing Nutrition
94

4.5 Definisi Operasional

Tabel 4.3 Definisi Operasional Penelitian Pengembangan Model Developmental


Care Berbasis Theory of Planned Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat
dalam Merawat Bayi Prematur

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


Independen
X.1 Faktor Personal
X.1.1 Kecenderungan a. Tugas dan Kuesioner Nominal Skala Likert
Sikap individu untuk fungsi yang 1-4
Umum merespon dengan perawat dimodifikasi Baik >25
cara khusus b. Sarana dari
Kurang baik
terhadap stimulus prasarana di Nursalam
< 25
lingkup kerja (2017)
c. Perawatan
umum bayi
prematur
X.1.2 Karakteristik atau Tipe kepribadian Kuesioner Nominal 1= ya
Sifat/ sifat khas individu menurut Eysenck: yang 0= tidak
Kepribadian yang a. Extrovert dimodifikasi
dikelompokkan dari
b. Introvert Kategori
berdasarkan (Sudibyo,
retivenes 2011) skor
Responsibility aksi Introvet (T<
terhadap mean skor
lingkungan social T)
dan tingkah laku Extrovet (T≥
yang dapat diamati mean skor
dan diukur T)
X.1.3 Kualitas sikap atau a. Nilai kreatif Kuesioner Nominal Skor
Nilai perbuatan yang b. Nilai yang jawaban
Hidup dianggap ideal penghayatan dimodifikasi menggunaka
untuk menjadi sifat, dari n Skala
c. Nilai sikap
watak dan (Rachmawat Likert 1-4
kepribadian i, 2015) Nilai hidup
seseorang.  Nilai Baik > 7
hidup yang dianut
Nilai hidup
dijunjung tinggi
Kurang baik
sebagai sesuatu
<7
yang patut dan
mulia agar kita
tidak bingung
membedakan mana
yang baik dan mana
yang keliru.
X.1.4 Kecerdasan Emosi Kecerdasan Kuesioner Ordinal Tinggi : 84-
Kecerdasan berkaitan dengan emosional: yang 160
Emosional kemampuan diri a. Tinggi dimodifikasi Rendah : 33-
untuk dapat dari (Utara, 79
b. Rendah
menerima, memberi 2019)
penilaian,
95

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


mengelola dan
mengendalikan
emosi yang ada
pada dirinya dan
interaksi dengan
orang lain.
X.2 Faktor Sosial
Socio-Demographic
X.2.1 Usia Usia responden dari 1. Dewasa muda Kuesioner Ordinal 1 = Dewasa
awal kelahiran (18-35 tahun Data muda
sampai pada saat 2. Dewasa Demografi 2 = Dewasa
penelitian ini tengah (36-55 tengah
dilakukan. Umur tahun)
diukur dalam satuan
tahun.
X.2.2 Jenis Tanda fisik yang 1. Laki-laki Kuesioner Ordinal 1 = Laki-laki
Kelamin teridentifikasi dan 2. Perempuan Data 2 =
dibawa sejak Demografi Perempuan
dilahirkan
X.2.3 Ras Suku bangsa 1. Jawa Kuesioner Nominal 1 = Jawa
responden dilihat 2. Bali Data 2 = Bali
dari garis keturunan Demografi
3. Batak 3 = Batak
ayah, menurut
pengakuan 4. Madura 4 = Madura
responden 5. Lain lain 5 = lain-lain
X.2.4 Tingkat 1. D3 Kep Kuesioner Ordinal 1 = D3 Kep
Tingkat kemampuan 2. D3 keb/D4 Data 2 = D3/D4
Pendidikan seseorang dan Keb Demografi Keb
pengembangan
3. S1 3 = S1 Kep
kepribadian pada
keperawatan
lembaga formal 4 = S1 Keb
atau didalam 4. S1 kebidanan
5 = S2 Kep
sekolah yang 5. S2
didasarkan pada keperawatan
ijazah terakhir yang
dimilikinya
X.2.5 Jumlah rata-rata per 1. < Rp Kuesioner Ordinal 1 = < Rp
Penghasilan bulan uang 5.000.000 5.000.000
penghasilan dari 2. ≥ Rp 2 = ≥ Rp
responden dalam 5.000.000 5.000.000
rupiah, Menurut
pengakuan
responden
X.2.6 Ajaran, sistem yang 1. Islam Kuesioner Nominal 1 = Islam
Agama mengatur tata 2. Kristen data 2 = Kristen
keimanan demografi
3. Katolik 3 = Katolik
(kepercayaan) dan
peribadatan kepada 4. Hindu 4 = Hindu
Tuhan Yang 5. Budha 5 = Budha
Mahakuasa serta
tata kaidah yang
berhubungan
96

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


dengan pergaulan
manusia dan
manusia serta
lingkungannya:
X.3 Faktor Informasi
X.3.1 Pemahaman Penilaian Kuesioner Ordinal Skor nilai:
Pengetahuan perawat tentang pengetahuan yang Baik : ≥ 76-
Developmental care tentang: dimodifikasi 100 %
1. Definisi dari Cukup:56 –
(Suadnyani, 75 %
2. subsistem
2018)
Developmental Kurang : ≤
care 55 %
3. Strategi
intervensi
X.3.2 Kejadian yang Penilaian Kuesioner Nominal Skor nilai
Pengalaman pernah dialami pengalaman yang Pengalaman
(dijalani, dirasa, tentang tentang dimodifikasi tinggi :
ditanggung dsb) developmental dari
(T<mean
baik yang lama atau care (Kiyoshi,
skor T)
yang baru. 1 Mengatur 2014)
Pengalaman
lingkungan
rendah :
bayi
(T≥ mean
2 Bermitra
skor T)
dengan
keluarga
3 Mengatur
posisi bayi
4 Mengatur
siklur tidur
bangun
5 Managemen
nyeri & stres
6 Merawat kulit
bayi
7 Memberikan
nutrisi
X.3.3 Terdapatnya berita- Ketersediaan Kuesioner Ordinal Informasi
Paparan berita yang informasi harus dimodifikasi kurang :
disampaikan memenuhi kriteria peneliti (T<mean
kepada individu sebagai berikut: sesuai skor T)
untuk 1. Bersifat indikator Informasi
meningkatkan umum dan tinggi (T≥
pengetahuan yang boleh mean skor
dimilikinya diketahui oleh T)
Dapat bersifat siapa saja
mengubah sikap 2. Tersampaikan
dan tindakan dari individu
seseorang ke individu
melalui
berbagai
97

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


media
3. Mampu
menambah
pengetahuan
X.4 Attitude Toward Behavioral
X.4.1 Sikap yang dimiliki Sikap perawat Kuesioner Interval Skor
Behavior seseorang terhadap terhadap perilaku yang jawaban 1-5
Belief suatu tingkah laku penerapan dimodifikasi skala
(behavior) developmental dari dijumlahkan
care: (Nursalam dengan nilai
1. Positif 2017) Total: (5-25)
2. negatif Sikap Baik
(12-16)
Sikap cukup
(6-11)
Sikap Kurang
baik (1-5)
X.4.2 Keyakinan individu Keyakinan Kuesioner interval Skor jawaban
Outcome terhadap perawat terhadap yang menggunakan
Evaluation konsekuensi outcome dimodifikasi Skala Likert
(outcome) developmental dari 1-4
care : (Nursalam dijumlahkan
1) Positif 2017) dengan nilai
2) negatif Total: (4-16)
Sikap Baik
(12-16)
Sikap cukup
(6-11)
Sikap Kurang
baik (1-5)
X.5 Subjektif Norm
X.5.1 Keyakinan individu Keinginan Kuesioner Nominal Skor
Normative terhadap harapan perawat untuk: yang jawaban
Belief atau keinginan 1. Memenuhi dimodifikasi menggunaka
sejumlah orang harapan dalam dari n Skala
yang dianggap penerapan (Nursalam Likert 1-4
penting untuk developmental 2017) dijumlahkan
melakukan atau care dengan nilai
untuk tidak Total: (4-16)
2. Tidak
melakukan suatu
memenuhi Baik (12-16)
perilaku
harapan dalam Cukup (6-
penerapan 11)
developmental
Kurang baik
care
(1-5)
X.5.2 Motivasi individu Keyakinan Kuesioner nominal Skor jawaban
Motivation untuk memenuhi perawat terhadap yang menggunakan
to Comply norma dari orang harapan pimpinan dimodifikasi Skala Likert
lain yang dianggap RS dan rekan dari 1-4
penting. sejawat: (Nursalam dijumlahkan
98

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


1. Mendukung 2017) dengan nilai
melakukan Total: (4-16)
developmental
Baik (12-16)
care
Cukup (6-
2. Tidak
11)
Mendukung
melakukan Kurang baik
developmental (1-5
care
X.6 Perceived Behavior Control
X.6.1 Keyakinan individu Keyakinan Kuesioner Nominal Skor jawaban
Controlla mengenai kondisi perawat terhadap yang menggunakan
bility/ atau situasi yang faktor penerapan dimodifikasi Skala Likert
Control mendorong atau developmental dari 1-4
menghambat care: (Nursalam dijumlahkan
perilaku 1. Faktor 2017) dengan nilai
pendorong Total: (4-16)
2. Faktor Baik (12-16)
penghambat Cukup (6-
11)
Kurang baik
(1-5)
X.6.2 Pandangan Individu Persepsi perawat Kuesioner Nominal Skor jawaban
Perceived mengenai adanya terhadap: yang menggunakan
Power faktor yang 1. Kesempatan dimodifikasi Skala Likert
mempengaruhi dan sumber dari 1-4
perilaku daya besar (Nursalam dijumlahkan
2017) dengan nilai
2. Kesempatan
dan sumber Total: (4-16)
daya kecil Baik (12-16)
Cukup (6-
11)
Kurang baik
(1-5)
X.7 Keinginan dalam Niat perawat Kuesioner Nominal Skor
Niat hati seseorang dalam yang jawaban
(Intention) untuk melakukan penerapan dimodifikasi menggunaka
atau tidak developmental dari n Skala
melakukan sesuatu care: (Nursalam Likert 1-4
1. Baik 2017) dijumlahkan
dengan nilai
2. Cukup
Total: (4-16)
3. kurang
Baik (12-16)
Cukup (6-
11)
Kurang baik
(1-5)
Dependen
Y.1 Perilaku Kepatuhan
99

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


Y.1.1. Perilaku perawat Pengendalian: Kuesioner Ordinal Skor dengan
Healing untuk menciptakan 1. Suhu incubator yang skala likert,
lingkungan dan humidity dimodifikasi terdiri dari 4
Environment
penyembuhan sesuai BB dan dari point respon
untuk bayi prematur umur bayi Development skala dari
(suhu, penciuman, prematur al Care tidak pernah
suara, dan cahaya) Assessment ke selalu,
2. Suara, bau dan
(NDCA) jumlah item
cahaya
Scale 5, Hasil : 1.
(Soleimani Dilakukan
et al., 2017) : 11 - 20
2. Tidak
dilakukan :
1-10
Y.1.2 Perilaku perawat Memberikan: Kuesioner Ordinal Skor dengan
Partnering untuk melibatkan 1. Edukasi orang yang skala likert,
orang tua dalam tua dimodifikasi terdiri dari 4
with
asuhan perawatan dari point respon
Families 2. Fasilitasi
bayi Development skala dari
orang tua
al Care tidak pernah
untuk terlibat
Assessment ke selalu,
dalam proses
(NDCA) jumlah item
perawatan
Scale 5, Hasil :1.
bayi
(Soleimani Dilakukan
et al., 2017) : 11 - 20
2. Tidak
dilakukan :
1-10
Y.1.3 Perilaku perawat 1. Rubah posisi Kuesioner Ordinal Skor dengan
Potitioning untuk mendukung 2. Atur posisi yang skala likert,
posisi dan penganan dimodifikasi terdiri dari 4
and 3. Membuat nest
yang lembut bayi dari point respon
Handling
prematur seperti Development skala dari
posisi dalam al Care tidak pernah
kandungan untuk Assessment ke selalu,
pertumbuhan dan (NDCA) jumlah item
perkembangan otak Scale 5, Hasil : 1.
yang optimal (Soleimani Dilakukan
et al., 2017) : 11 - 20
2. Tidak
dilakukan :
1-10
Y.1.4 Perilaku perawat Mengatur pola Kuesioner Ordinal Skor dengan
Safeguarding untuk menjaga pola perawatan dengan yang skala likert,
and Sleep tidur dan bangun memperhatikan dimodifikasi terdiri dari 4
bayi prematur pola tidur-bangun dari point respon
bayi Development skala dari
al Care tidak pernah
Assessment ke selalu,
(NDCA) jumlah item
Scale 5, Hasil : 1.
(Soleimani Dilakukan
et al., 2017) : 11 - 20
100

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Data Skor


2. Tidak
dilakukan :
1-10
Y.1.5 Perilaku perawat a. Management Kuesioner ordinal Skor dengan
Management dalam nyeri setiap yang skala likert,
Stress and memanagement tindakan dimodifikasi terdiri dari 4
Pain nyeri dan invasive dari point respon
mengendalikan Development skala dari
stress pada al Care tidak pernah
perawatan bayi Assessment ke selalu,
prematur (NDCA) jumlah item
Scale 5, Hasil : 1.
(Soleimani Dilakukan
et al., 2017) : 11 - 20
2. Tidak
dilakukan :
1-10
Y.1.6 Perilaku perawat 1. Memperhatikan Kuesioner ordinal Skor dengan
Protecting untuk merawat dan integritas kulit yang skala likert,
Skin melindungi kulit bayi prematur dimodifikasi terdiri dari 4
bayi prematur 2. Memilih dari point respon
perekat yang Development skala dari
tepat al Care tidak pernah
Assessment ke selalu,
3. Memandikan
(NDCA) jumlah item
1 x/ minggu
Scale 5, Hasil : 1.
bayi
(Soleimani Dilakukan
premature BB
et al., 2017) : 11 - 20
< 1000 gr
2. Tidak
dilakukan :
1-10
Y.1.7 1. Menilai kuesioner ordinal Skor dengan
Optimizing toleransi skala likert,
Nutrition minum bayi terdiri dari 4
prematur point respon
2. Edukasi skala dari
management tidak pernah
laktasi ke selalu,
jumlah item
5, Hasil : 1.
Dilakukan
: 11 - 20
2. Tidak
dilakukan :
1-10

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang diadopsi dan

dimodifikasi berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Berikut


101

ini adalah beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sikap

umum, sifat kepribadian, makna hidup, kecerdasan emosional mewakili

background factor personal. Untuk faktor sosial yang terdiri dari usia, jenis

kelamin, ras, tingkat pendidikan, agama dan penghasilan masuk dalam data

demografi. Pada faktor informasi terdapat instrument pengetahuan, pengalaman

dan paparan. Beberapa background factor diatas mempengaruhi Attitude toward

behavioral terdiri dari instrument behavioral belief dan outcome evaluation,

sedangkan subjektive norm terdiri dari normative belief dan motivation to comply.

Perceived behavioral control terdiri dari controllability dan perceived power.

Selanjutnya instrument intention dan perilaku juga disertakan dalam penelitian ini.

Semua instrument dalam penelitian ini akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas

sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian.

4.6.1 Instrumen Sikap Umum

Instrument sikap umum dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan

dengan kuesioner sikap umum dari Nursalam (2017). Kuesioner disusun

berdasarkan 9 pertanyaan. Nilai untuk pernyataan favorable adalah jika sangat

setuju” = 4, “setuju” = 3, “ tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 sedangkan

untuk unfavorable question menggunakan penilaian jawaban ” sangat setuju” = 1,

“setuju” = 2, “ tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.4 Blueprint Instrumen Sikap Umum

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Sikap umum a. Tugas dan fungsi perawat 1, 2, 3, 4,8 5, 6, 7, 9 9 pernyataan
(1,2, 6)
b. Sarana prasarana di
lingkup kerja (3)
102

c. Perawatan umum bayi


prematur (4, 5,7,8,9)
4.6.2 Instrumen Sifat/Kepribadian

Instrument sifat/kepribadian dikembangkan sendiri oleh peneliti dan

dimodifikasi dari Questionnaire of Eysenck Personality Inventory (Sudibyo,

2011) Kuesioner disusun berdasarkan 20 pertanyaan. Nilai untuk pernyataan

kepribadian extrovert adalah jika sangat setuju” = 4, “setuju” = 3, “ tidak setuju”

= 2, “sangat tidak setuju” = 1 sedangkan untuk kepribadian introvert question

menggunakan penilaian jawaban ” sangat setuju” = 1, “setuju” = 2, “ tidak setuju”

= 3, “sangat tidak setuju” = 4. Jika individu mempunyai nilai tinggi maka

cenderung tipe ekstrovert, sedangkan nilai rendah cenderung pada tipe introvert

Tabel 4.5 Blueprint Instrumen Kepribadian

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Extrovert Introvert
Kepribadian Tipe kepribadian menurut 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 20 pernyataan
Eysenck: 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19,
1. Extrovert 15 20
2. Introvert

4.6.3 Instrumen Nilai Hidup

Instrument nilai hidup dikembangkan sendiri oleh peneliti dan

dimodifikasi dari (Rachmawati, 2015). Kuesioner disusun berdasarkan 19

pertanyaan. Nilai untuk pernyataan favorable adalah jika sangat setuju” = 4,

“setuju” = 3, “ tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 sedangkan untuk

pernyataan unfavorable menggunakan penilaian jawaban ” sangat setuju” = 1,

“setuju” = 2, “ tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.6 Blueprint Instrumen Nilai Hidup


103

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Nilai hidup a. Nilai kreatif (2, 6, 9, 10, 1, 2, 3, 4, 5, 6,, - 19 pernyataan
11, 14, 18 7, 8, 9, 10, 11,
b. Nilai penghayatan (1, 3, 4, 12, 13, 14, 15,
7, 8, 12, 13, 17) 16, 17, 18, 19
c. Nilai sikap ( 5, 15, 16, 19)

4.6.4 Instrumen Kecerdasan Emosional

Instrument kecerdasan emosional dikembangkan sendiri oleh peneliti dan

dimodifikasi dari (Utara, 2019). Kuesioner disusun berdasarkan 16 pertanyaan.

Nilai untuk pernyataan favorable adalah jika sangat setuju” = 4, “setuju” = 3, “

tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 sedangkan untuk pernyataan

unfavorable menggunakan penilaian jawaban ” sangat setuju” = 1, “setuju” = 2, “

tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.7 Blueprint Instrumen Kecerdasan Emosional

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Kecerdasan Kecerdasan emosional: 1, 2, 3, 5, 6, 7, 15 16 pernyataan
emosional 1. Tinggi 8, 9, 10, 11,
2. Rendah 12, 13, 14, 16

4.6.5 Data Demografi

Data demografi yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi usia, jenis

kelamin, ras, tingkat pendidikan, penghasilan dan agama.

1) Usia

Kuesioner usia menggunakan satu pertanyaan dengan memberikan pilihan

rentang usia responden, yaitu Dewasa muda (18-35 tahun) dan Dewasa

tengah (36-55 tahun).


104

2) Jenis kelamin

Kuesioner jenis kelamin menggunakan satu pertanyaan dengan 2 pilihan

jawaban, yaitu laki-laki dan perempuan.

3) Ras

Kuesioner Ras menggunakan satu pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan

jawaban yaitu suku Jawa, suku Bali, suku Batak, suku Madura dan lain lain

untuk suku lain.

4) Pendidikan

Kuesioner pendidikan dengan menggunakan satu pertanyaan tertutup

questioner dengan 5 pilihan jawaban yaitu D3 keperawatan, D3 kebidanan,

S1 keperawatan, S1 kebidanan, S2 keperawatan

5) Penghasilan

Kuesioner penghasilan menggunakan satu pertanyaan tertutup dengan 2

pilihan jawaban yaitu penghasilan perbulan < Rp 4.200.479.19 dan > Rp

4.200.479.19. nominal tersebut merupakan Upah Minimum Kota (UMK)

Surabaya

6) Instrument agama

Kuesioner agama menggunakan satu pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan

jawaban yaitu Islam , Kristen, Katolik, Hindu, Budha.

4.6.6 Instrumen Pengetahuan

Instrument pengetahuan dikembangkan sendiri oleh peneliti disesuaikan

berdasarkan penelitian Suadnyani (2018) yang melakukan penelitian tentang

Pencegahan VAP berdasarkan theory of planeed behavior dan (Altimier and

Phillips, 2016) tentang The Neonatal Integrative Developmental Care Model.


105

Kuesioner disusun terdiri dari 30 pertanyaan. Nilai untuk pertanyaan favorable

jika benar = 1 dan jika salah = 0.

Tabel 4.8 Blueprint Instrumen Kuesioner Pengetahuan

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Pengetahuan Penilaian pengetahuan Nomor 2, 3, 4, Nomor 1, 7, 30 pertanyaan
tentang: 5, 6, 8, 9, 10, 11, 19, 24, 28,
1. Definisi 12, 13, 14, 15, 30
2. 7 subsistem 16, 17, 18, 20,
Developmental care 21, 22, 23, 25,
3. Strategi intervensi 26, 27, 29

4.6.7 Instrumen Pengalaman

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dan

dimodifikasi dengan menggunakan kuesioner yang berasal dari kiyoshi (2014).

Kuesioner terdiri dari 10 pernyataan dengan penilaian ya dan tidak.

Tabel 4.9 Blueprint Instrumen Kuesioner Pengalaman

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Pengalaman 1. Mengatur lingkungan bayi Nomor 2, 3, 4, Nomor 1 10 pertanyaan
2. Konseling 5, 6, 7 8, 9, 10,
3. Mengatur posisi bayi
4. Mengatur siklur tidur
bangun
5. Managemen nyeri & stres
6. Merawat kulit bayi
7. Memberikan nutrisi

4.6.8 Instrumen Paparan

Instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

indikator. Kuesioner disusun berdasarkan 6 pernyataan dan akan diuji validitas

dan reliabilitas sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian. Nilai untuk

pernyataan favorable adalah jika selalu = 4, sering = 3, jarang = 2 dan tidak = 1.

Sedangkan untuk pernyataan unfavorable adalah sebaliknya.


106

Tabel 4.10 Blueprint Instrumen Kuesioner Paparan

Pernyataan Pernyataan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Paparan Informasi bersifat: Semua - 6 pernyataan
1. Umum (1,2,3,4, 5, 6)
2. Mampu menambah
pengetahuan
3. Dari berbagai media

4.6.9 Instrumen Attitude Toward Behavioral (Behavior Belief)

Skor sikap akan dinilai dengan mengalikan behavior belief dan Outcome

evaluation, kemudian setiap hasil perkalian seluruh item tersebut dijumlahkan.

Hasil akhir dari perkalian dan penjumlahan tersebut digunakan untuk skor sikap.

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

kuesioner behavior belief dari Nursalam (2017). Kuesioner ini disusun

berdasarkan 8 pernyataan. Penilaian jawaban “sangat setuju” = 4, “setuju” = 3,

“tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 yang berlaku untuk favorable

question sedangkan untuk unfavorable question menggunakan jawaban sangat

“sangat setuju” = 1, “setuju” = 2, “tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.11 Blueprint Instrumen Kuesioner Behavior Belief

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Behavior - Sikap positif Nomor 1, 2, Nomor 5, 6 8 pertanyaan
belief - Sikap negatif 3, 4, 7, 8

4.6.10 Instrumen Attitude Toward Behavioral (Outcome Evaluation)

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

kuesioner outcome evaluation dari Nursalam (2017). Kuesioner ini disusun

berdasarkan7 pernyataan. Penilaian jawaban “sangat setuju” = 4, “setuju” = 3,

“tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 yang berlaku untuk favorable


107

question sedangkan untuk unfavorable question menggunakan jawaban sangat

“sangat setuju” = 1, “setuju” = 2, “tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.12 Blueprint Instrumen Kuesioner Outcome Evaluation

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable

Outcome - Outcome positif Nomor 1, 2, Nomor 3, 4 7 pertanyaan


evaluation - Outcome negatif 5, 6, 7

4.6.11 Instrumen Subjective Norm (Normative Belief)

Skor subjective norm akan dinilai dengan mengalikan normative belief dan

motivation to comply , kemudian setiap hasil perkalian seluruh item tersebut

dijumlahkan. Hasil akhir dari perkalian dan penjumlahan tersebut digunakan

untuk skor subjective norm

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

kuesioner norma subyektif dari Nursalam (2017). Kuesioner disusun berdasarkan

6 pernyataan mengukur normative belief dengan penilaian jawaban “sangat

setuju” = 4, “setuju” = 3, “tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 yang

berlaku untuk favorable question sedangkan untuk unfavorable question

menggunakan jawaban sangat “sangat setuju” = 1, “setuju” = 2, “tidak setuju” = 3,

“sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.13 Blueprint Instrumen Kuesioner Normative Belief

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Normative - Memenuhi harapan Nomor 1, 2, 3, - 6 pertanyaan
belief - Tidak memenuhi harapan 4, 5, 6,
108

4.6.12 Instrumen Subjective Norm (Motivation to Comply)

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

kuesioner norma subyektif dari Nursalam (2017). Kuesioner disusun berdasarkan

6 pernyataan mengukur motivation to comply dengan penilaian jawaban “sangat

setuju” = 4, “setuju” = 3, “tidak setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 yang

berlaku untuk favorable question sedangkan untuk unfavorable question

menggunakan jawaban sangat “sangat setuju” = 1, “setuju” = 2, “tidak setuju” = 3,

“sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.14 Blueprint Instrumen Kuesioner Motivation to Comply

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Motivation - Mendukung Nomor 1, 2, 3, Nomor 5, 6 6 pertanyaan
to comply - Tidak mendukung 4

4.6.13 Instrumen Perceived Behavioral Control (Controllability)

Skor Perceived behavioral control akan dinilai dengan mengalikan

controllability dan perceived power, kemudian setiap hasil perkalian seluruh item

tersebut dijumlahkan. Hasil akhir dari perkalian dan penjumlahan tersebut

digunakan untuk skor Perceived behavioral control

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

kuesioner norma subyektif dari Nursalam (2017). Kuesioner disusun berdasarkan

11 pernyataan. dengan penilaian jawaban “sangat setuju” = 4, “setuju” = 3, “tidak

setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 yang berlaku untuk favorable question

sedangkan untuk unfavorable question menggunakan jawaban sangat “sangat

setuju” = 1, “setuju” = 2, “tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4


109

Tabel 4.15 Blueprint Instrumen Kuesioner Perceived Behavioral Control


(Controllability)

Variabel Parameter Pertanyaan Pertanyaan Jumlah


Favorable Unfavorable
Controllability - Faktor pendorong Nomor 1, 2, 3, Nomor 7, 9, 11
- Faktor penghambat 4, 5, 6, 8 10, 11 Pertanyaan

Bagian instrument ini item favorable ditunjukkan oleh item no 1, 2, 3, 4, 5,

6, 8 sedangkan yang unfavorable ditunjukkan oleh item no 7, 9, 10, 11.

4.6.14 Instrumen Perceived Behavioral Control (Perceived Power)

Instrument dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan

kuesioner norma subyektif dari Nursalam (2017). Kuesioner disusun berdasarkan

11 pernyataan dengan penilaian jawaban “sangat setuju” = 4, “setuju” = 3, “tidak

setuju” = 2, “sangat tidak setuju” = 1 yang berlaku untuk favorable question

sedangkan untuk unfavorable question menggunakan jawaban sangat “sangat

setuju” = 1, “setuju” = 2, “tidak setuju” = 3, “sangat tidak setuju” = 4.

Tabel 4.16 Blueprint Instrumen Kuesioner Perceived Power

Pertanyaan Pertanyaan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Perceived power Power belief Nomor 1, 2, 3, Nomor 7, 9, 11 pertanyaan
4, 5, 6 , 8, 11 10

Bagian instrument ini item favorable ditunjukkan oleh item no 1, 2, 3, 4, 5,

6, 8, 11 sedangkan yang unfavorable ditunjukkan oleh item no 7, 9, 10

4.6.15 Instrumen Intention

Instrument ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dan disesuaikan dengan

kuesioner Intensi dari Nursalam (2017) Kuesioner disusun berdasarkan 16

pernyataan. Nilai untuk pernyataan favorable adalah jika sangat setuju = 4, setuju
110

= 3, tidak setuju = 2 dan sangat tidak setuju = 1. Sedangkan untuk pernyataan

unfavorable adalah sebaliknya

Tabel 4.17 Blueprint Instrumen Kuesioner Intention

Pernyataan Pernyataan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Intention Niat: Semua - 16 Pernyataan
Baik (1,2,3,4, 5, 6, 7,
Cukup 8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16)
Kurang

4.6.16 Instrumen Perilaku Kepatuhan

Instrument ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dan disesuaikan dengan

kuesioner NICU Developmental Care Assessment (NDCA) Scale dari (Soleimani

et al., 2017) Kuesioner disusun berdasarkan 20 pernyataan. Nilai untuk

pernyataan favorable adalah jika selalu = 4, sering = 3, jarang = 2 dan tidak = 1.

Sedangkan untuk pernyataan unfavorable adalah sebaliknya,

Tabel 4.18 Blueprint Instrumen Kuesioner Perilaku Kepatuhan

Pernyataan Pernyataan
Variabel Parameter Jumlah
Favorable Unfavorable
Perilaku 1. Healing environment Semua - 20
kepatuhan 2. Partnering with families (1,2,3,4, 5, 6, pernyataan
3. Potitioning and handling 7, 8, 9, 10, 11,
4.Safeguarding and sleep 12, 13, 14, 15,
5.Management stress and pain 16,17, 18, 19,
6. Protecting skin 20)
7. Optimizing Nutrition

4.7 Prosedur Pengumpulan Data dan Pengambilan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2020). Prosedur pengambilan dan pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian adalah:


111

1. Melakukan Uji etik

Uji etik dilakukan oleh komisi etik di Fakultas Keperawatan Unair melalui

prosedur yang sudah ditetapkan.

2. Melakukan uji coba alat ukur/instrument

Proses uji coba alat ukur dilakukan dengan melakukan uji validitas dan

reliabilitas instrument.

3. Peneliti mengajukan permohonan penelitian dari Fakultas Keperawatan

Universitas Airlangga yang tembusannya ke rumah sakit tempat penelitian.

Peneliti menghubungi dan meminta persetujuan responden dalam penelitian

ini yang masuk dalam kriteria inklusi. Setelah mendapatkan persetujuan,

responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (Informed

Consent) menjadi responden.

4. Melakukan penelitian

Peneliti dalam mendapatkan responden sesuai kriteria akan dibantu oleh

penanggung jawab perawat NICU di masing-masing Rumah sakit. Peneliti

akan meminta daftar nama beserta nomer telepon untuk selanjutnya

melakukan kontrak waktu dengan responde. Pengisian kuesioner akan

dilakukan secara online, peneliti akan memberikan link, untuk selanjutnya

responden melakukan pengisisan melalui handphone atau laptop. Namun

apabila ada kendala peneliti akan bertemu secara langsung dengan

menerapkan protocol kesehatan.

5. Data kuesioner yang telah didapatkan kemudian dilakukan rekapitulasi dan

dianalisis menggunakan uji model SEM-PLS untuk mendapatkan pengaruh

antar variabel penelitian dan mengidentifikasi isu strategis


112

6. Hasil uji model yang telah terbentuk dan isu strategis yang telah

diidentifikasi digunakan sebagai bahan diskusi dalam Focus Group

Discussion (FGD) dan diskusi pakar.

7. Hasil kegiatan FGD pertama dan kedua dijadikan sebagai dasar untuk

menyusun rekomendasi dan pengembangan model developmental care

dalam bentuk modul dan booklet

4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

Alat ukur yang berupa kuesioner dan digunakan dalam penelitian ini

diujicobakan terlebih dahulu dengan menyebarkan kuesioner kepada perawat yang

bekerja di ruang NICU yang merawat bayi prematur. Langkah selanjutnya yaitu

melakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner untuk memperoleh data yang

valid serta memiliki konsistensi yang tinggi (reliable).

Pengujian validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas

konstruk dan validitas isi. Upaya untuk mendapatkan validitas yang tinggi. Uji

validitas digunakan untuk mengetahui ketepatan alat ukur dalam melakukan

fungsi ukurnya. Alat ukur yang digunakan dalam menguji validitas dan reliabilitas

kuesioner adalah angka hasil korelasi antara skor pertanyaan dan skor keseluruhan

pertanyaan untuk responden terhadap informasi dalam kuesioner. Uji validitas

kuesioner dalam penelitian ini menggunakan software computer dengan korelasi

product moment. Pertanyaan di dalam kuesioner dikatakan valid apabila nilai

koefisiensi korelasi (corrected item-total correlation) sama atau lebih besar dari

0.25 – 0.30 (Dahlan, 2013) atau Uji validitas menggunakan analisis Cronbach =

5%. Hasil uji dikatakan valid jika uji korelasi > r tabel.
113

Reliabilitas merupakan pengujian untuk melihat konsistensi suatu instrumen

dalam mengukur fenomena yang sama dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas

kuesioner penelitian ini digunakan software komputer dengan melihat nilai

Cronbach’s Alpha (Hair et al., 2010). Reliabiltas merupakan pengujian untuk

melihat konsistensi suatu instrument dalam mengukur fenomena yang sama dalam

waktu yang berbeda. Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan

software computer dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6. Pertanyaan

kuesioner dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach’s Alpha sama atau lebih besar

dari 0,6 (Budiman & Riyanto, 2013)

4.8.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap Umum

Uji validitas kuesioner sikap umum menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.19 Uji Validitas Kuesioner Sikap Umum

No item R hitung Keterangan


1 0,546 Valid
2 0,624 Valid
3 0.536 Valid
4 0,677 Valid
5 0,646 Valid
6 0,481 Valid
7 0,535 Valid
8 0,496 Valid
9 0,717 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner sikap umum

valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa sebesar

0,745 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner sikap umum dikatakan reliabel
114

4.8.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kepribadian

Kuesioner kepribadian menggunakan skala Guttman sehingga validitas

instrument dilihat dari nilai koefisien reprodubilitas dan koefisien skalabilitas.

Setelah dilakukan uji instrument didapatkan hasil dari jumlah responden sebanyak

20 orang dengan jumlah potensi salah sebesar 400 dan jumlah eror sebanyak 22.

Didapatkan hasil reprodubilitas sebesar 0,945 dan koefisien skalabilitas sebanyak

0,694. Perhitungan reprodubilitas dan skalabilitas sebagai berikut:

Koefisien Reprodusibilitas (Kr)


Kr=1-(e/n)
Keterangan:
Kr= Koefisien Reprodusibilitas
e=jumlah kesalahan/nilai eror
n=Jumlah Pertanyaan dikali Jumlah Responden

Kr=1-(22/400)
=1-0,055
=0,945

Skala yang memiliki Kr > 0,90 dianggap baik, karena hasil perhitungan Kr

pada kuesioner ini adalah 0,945 maka koefisian reprodubilitas hasil uji

instrument dianggap baik

Koefisien Skalabilitas
Ks=1-(e/x)
Keterangan:
Ks=Koefisien Skalabilitas
E=jumlah kesalahan/nilai eror
X=0,5(jumlah pernyataan dikali jumlah responden-jumlah jawaban ya)

Ks=1-(22/0,5x(400-256)
115

=1-0,305
=0,694

Dalam perhitungan koefisien skalabilitas, jika nila Ks> 0, 60 maka

dianggap baik untuk digunakan dalam penelitian. Instrument

menghasilkan Ks sebesar 0,694 maka hasil koefisien skalabilitas ini baik

digunakan untuk penelitian. Hasil perhitungan Kr dan Ks menunjukkan

bahwa kuesioner kepribadian dianggap valid

4.8.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Nilai Hidup

Uji validitas kuesioner nilai hidup menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.20 Uji Validitas Kuesioner Nilai Hidup

No item R hitung Keterangan


1 0, 810 Valid
2 0,629 Valid
3 0.804 Valid
4 0,640 Valid
5 0,765 Valid
6 0,696 Valid
7 0,474 Valid
8 0,853 Valid
9 0, 795 Valid
10 0, 804 Valid
11 0,890 Valid
12 0, 629 Valid
13 0, 846 Valid
14 0, 630 Valid
15 0,757 Valid
16 0,756 Valid
17 0,751 Valid
18 0,854 Valid
19 0,861 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner nilai hidup

valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa sebesar

0,958 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner nilai hidup dikatakan reliabel
116

4.8.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosi

Uji validitas kuesioner kecerdasan emosi menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.21 Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Emosi

No item R hitung Keterangan


1 0, 734 Valid
2 0,734 Valid
3 0.532 Valid
4 0,754 Valid
5 0,634 Valid
6 0,876 Valid
7 0,863 Valid
8 0,717 Valid
9 0, 678 Valid
10 0, 559 Valid
11 0,863 Valid
12 0, 549 Valid
13 0, 788 Valid
14 0, 866 Valid
15 0,459 Valid
16 0,864 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner kecerdasan

emosi valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa

sebesar 0,934 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner kecerdasan emosi dikatakan

reliabel

4.8.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan

Kuesioner pengetahuan menggunakan skala Guttman sehingga validitas

instrument dilihat dari nilai koefisien reprodubilitas dan koefisien skalabilitas.

Setelah dilakukan uji instrument didapatkan hasil dari jumlah responden sebanyak

20 orang dengan jumlah potensi salah sebesar 600 dan jumlah eror sebanyak 56

Didapatkan hasil reprodubilitas sebesar 0,906 dan koefisien skalabilitas sebanyak

0,647. Perhitungan reprodubilitas dan skalabilitas sebagai berikut:


117

Koefisien Reprodusibilitas (Kr)


Kr=1-(e/n)
Keterangan:
Kr= Koefisien Reprodusibilitas
e=jumlah kesalahan/nilai eror
n=Jumlah Pertanyaan dikali Jumlah Responden

Kr=1-(56/600)
=1-0,093
=0,906
Skala yang memiliki Kr > 0,90 dianggap baik, karena hasil perhitungan Kr

pada kuesioner ini adalah 0,906 maka koefisian reprodubilitas hasil uji

instrument dianggap baik

Koefisien Skalabilitas
Ks=1-(e/x)
Keterangan:
Ks=Koefisien Skalabilitas
E=jumlah kesalahan/nilai eror
X=0,5(jumlah pernyataan dikali jumlah responden-jumlah jawaban ya)

Ks=1-(56/0,5x(600-294)
=1-0,363
=0,647
Dalam perhitungan koefisien skalabilitas, jika nilai Ks> 0, 60 maka

dianggap baik untuk digunakan dalam penelitian. Instrument

menghasilkan Ks sebesar 0,647 maka hasil koefisien skalabilitas ini baik

digunakan untuk penelitian. Hasil perhitungan Kr dan Ks menunjukkan

bahwa kuesioner pengetahuan dianggap valid


118

4.8.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengalaman

Kuesioner pengalaman menggunakan skala Guttman sehingga

validitas instrument dilihat dari nilai koefisien reprodubilitas dan koefisien

skalabilitas. Setelah dilakukan uji instrument didapatkan hasil dari jumlah

responden sebanyak 20 orang dengan jumlah potensi salah sebesar 200

dan jumlah eror sebanyak 12 didapatkan hasil reprodubilitas sebesar 0,94

dan koefisien skalabilitas sebanyak 0,636. Perhitungan reprodubilitas dan

skalabilitas sebagai berikut:

Koefisien Reprodusibilitas (Kr)


Kr=1-(e/n)
Keterangan:
Kr= Koefisien Reprodusibilitas
e=jumlah kesalahan/nilai eror
n=Jumlah Pertanyaan dikali Jumlah Responden

Kr=1-(12/200)
=1-0,06
=0,94
Skala yang memiliki Kr > 0,90 dianggap baik, karena hasil perhitungan Kr

pada kuesioner ini adalah 0,94 maka koefisien reprodubilitas hasil uji

instrument dianggap baik

Koefisien Skalabilitas
Ks=1-(e/x)
Keterangan:
Ks=Koefisien Skalabilitas
E=jumlah kesalahan/nilai eror
X=0,5(jumlah pernyataan dikali jumlah responden-jumlah jawaban ya)

Ks=1-(12/0,5x(200-134)
119

=1-0,363
=0,636
Dalam perhitungan koefisien skalabilitas, jika nilai Ks> 0, 60 maka

dianggap baik untuk digunakan dalam penelitian. Instrument

menghasilkan Ks sebesar 0,636 maka hasil koefisien skalabilitas ini baik

digunakan untuk penelitian. Hasil perhitungan Kr dan Ks menunjukkan

bahwa kuesioner pengalaman dianggap valid

4.8.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Paparan

Uji validitas kuesioner paparan menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.22 Uji Validitas Kuesioner Paparan

No item R hitung Keterangan


1 0, 540 Valid
2 0,605 Valid
3 0.799 Valid
4 0,589 Valid
5 0,547 Valid
6 0,470 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner paparan valid.

Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,714

atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner paparan dikatakan reliable

4.8.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Behavior Belief

Uji validitas kuesioner Behavior Belief menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.23 Uji Validitas Kuesioner Behavior Belief

No item R hitung Keterangan


1 0, 777 Valid
2 0,877 Valid
3 0.797 Valid
4 0,752 Valid
5 0,728 Valid
120

No item R hitung Keterangan


6 0,659 Valid
7 0,533 Valid
8 0,750 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner behavior belief

valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa sebesar

0,872 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner behavior belief dikatakan reliabel.

4.8.9 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Outcome Evaluation

Uji validitas kuesioner Outcome Evaluation menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.24 Uji Validitas Kuesioner Outcome Evaluation

No item R hitung Keterangan


1 0, 760 Valid
2 0,694 Valid
3 0.701 Valid
4 0,631 Valid
5 0,664 Valid
6 0,679 Valid
7 0,611 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Outcome

Evaluation valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s

alpa sebesar 0,753 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Outcome Evaluation

dikatakan reliable.

4.8.10 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Normative Belief

Uji validitas kuesioner Normative belief menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.25 Uji Validitas Kuesioner Normative Belief

No item R hitung Keterangan


1 0, 647 Valid
2 0,840 Valid
3 0.840 Valid
121

No item R hitung Keterangan


4 0,896 Valid
5 0,804 Valid
6 0,893 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Normative

belief valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa

sebesar 0,862 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Normative belief dikatakan

reliabel

4.8.11 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivation to Comply

Uji validitas kuesioner Motivation To Comply menggunakan uji pearson

karena menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.26 Uji Validitas Kuesioner Motivation to Comply

No item R hitung Keterangan


1 0, 680 Valid
2 0,748 Valid
3 0.748 Valid
4 0,614 Valid
5 0,680 Valid
6 0,629 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Motivation To

Comply valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa

sebesar 0,712 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Motivation To Comply

dikatakan reliabel.

4.8.12 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Controllability

Uji validitas kuesioner Controllability menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:


122

Tabel 4.27 Uji Validitas Kuesioner Controllability

No item R hitung Keterangan


1 0, 706 Valid
2 0,706 Valid
3 0.706 Valid
4 0,539 Valid
5 0,481 Valid
6 0,651 Valid
7 0,713 Valid
8 0,941 Valid
9 0.717 Valid
10 0,558 Valid
11 0.613 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Controllability

valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa sebesar

0,834 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Controllability dikatakan reliabel.

4.8.13 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Perceived Power

Uji validitas kuesioner Perceived Power menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala liker , diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.28 Uji Validitas Kuesioner Perceived Power

No item R hitung Keterangan


1 0,534 Valid
2 0,770 Valid
3 0,705 Valid
4 0,665 Valid
5 0,560 Valid
6 0,631 Valid
7 0,741 Valid
8 0,760 Valid
9 0,883 Valid
10 0,677 Valid
11 0,486 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Perceived

Power valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa

sebesar 0,875 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Perceived Power dikatakan

reliabel.
123

4.8.14 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Intention

Uji validitas kuesioner Intention menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.29 Uji Validitas Kuesioner Intention

No item R hitung Keterangan


1 0,542 Valid
2 0,873 Valid
3 0,873 Valid
4 0,873 Valid
5 0,522 Valid
6 0,572 Valid
7 0,671 Valid
8 0,671 Valid
9 0,841 Valid
10 0,729 Valid
11 0,667 Valid
12 0,841 Valid
13 0.841 Valid
14 0,873 Valid
15 0,610 Valid
16 0,540 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Intention valid.

Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,902

atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Intention dikatakan reliabel.

4.8.15 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Perilaku Kepatuhan

Uji validitas kuesioner Perilaku Kepatuhan menggunakan uji pearson karena

menggunakan skala likert, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.30 Uji Validitas Kuesioner Perilaku Kepatuhan

No item R hitung Keterangan


1 0,535 Valid
2 0,500 Valid
3 0,664 Valid
4 0,739 Valid
5 0,724 Valid
6 0,757 Valid
7 0,696 Valid
8 0,456 Valid
9 671 Valid
10 0,626 Valid
124

No item R hitung Keterangan


11 0,580 Valid
12 0,810 Valid
13 0,625 Valid
14 0,875 Valid
15 0,709 Valid
16 0,592 Valid
17 0,667 Valid
18 0,768 Valid
19 0,768 Valid
20 0,483 Valid

Berdasarkan tabel diatas diketahui semua item pada kuesioner Perilaku

Kepatuhan valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dengan nilai cronbach’s

alpa sebesar 0,925 atau lebih dari 0,6 sehingga kuesioner Perilaku Kepatuhan

dikatakan reliabel.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Analisis Deskriptif

Analisa deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi faktor personal, faktor

social dan faktor informasi. Analisa deskriptif dilakukan dengan membuat tabel

distribusi frekuensi, standar deviasi, dan persentase. Deskripsi indicator yang

dinyatakan dalam nilai tinggi, sedang, dan rendah. Perhitungan nilai dengan

teknik menghitung mean dan SD dengan rincian sebagai berikut: (mean + (1*SD)

≤ X, sedangkan (mean – (1*SD) ≤ X < Mean + (1*SD)), dan rendah X < Mean –

(1*SD) (Widhiarso, 2017).

4.9.2 Analisis Inferensial

Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan PLS

(Partial Least Square). Dengan menggunakan pendekatan PLS dimungkinkan

melakukan permodelan persamaan structural dengan ukuran sampel relative

kecil dan tidak membutuhkan asumsi normal multivariate. PLS merupakan

metode dengan analisis yang kuat karena dapat diterapkan pada semua skala
125

data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar.

PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmai teori juga dapat digunakan untuk

membangung hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian

proposisi. Langkah – langkah permodelan persamaan structural berbasis PLS

adalah sebagai berikut:

1) Merancang model pengukuran (outer model)

Model pengukuran atau outer model dengan indicator reflektif dievaluasi

berdasarkan hasil validity dan reliability indikator. Indikator dianggap valid

jika memiliki nilai outer loading diatas 0,5 dan nilai t-Statistic diatas 1,96.

Reliability menguji nilai reliabilitas indicator dari kontrak yang

membentuknya. Namun, dalam uji kali ini outer model tidak dilakukan,

dikarenakan uji validitas indicator telah dilakukan dengan uji Pearson

Product Moment dan Uji reliabilitas konstruk dari indikator sudah dilakukan

dengan Cronbach Alpha.

2) Merancang model structural (inner model)

Evaluasi inner model bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh atau

hubungan kausalitas antar variabel-variabel di dalam penelitian, yaitu

dengan mendapatkan nilai R square atau koefisien determinasi yang

merupakan sebuah nilai yang menjelaskan tentang ukuran kebaikan model,

atau besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat

serta nilai Q2 atau relevansi prediksi. Apabila diperoleh nilai Q2 lebih besar

dari nol dan mendekati 1, hal tersebut memberikan bukti bahwa model

memiliki predictive relevance namun apabila diperoleh Q2 dibawah nol

maka terbukti bahwa model tidak memiliki predictive relevance.


126

3) Mengkonstruksi diagram jalur

4) Konversi diagram jalur ke dalam system persamaan

5) Estimasi

6) Goodness of fit

7) Pengujian hipotesis

X1.1

X1.2 X4.2 X4.1


X1
X1.3
X4
X1.4

X2.1 Y1.1 Y1.2


X5.1
X2.2 Y1.3
X2.3 X7 Y1
X5 Y1.4
X2
X2.4 22 2 Y1.5
X5.2
X2.5 Y1.6
X2.6 Y1.7

X6
X3.1

X3.2
X6.1 X6.2
X3
X3.3

Gambar 4. 1 Kerangka analisa model


Gambar 4.1 menjelaskan pola analisis dalam penelitian dimana:

X1 : Variabel faktor personal


X1.1 Sikap umum
X1.2 Sifat kepribadian
127

X1.3 Nilai hidup


X1.4 Kecerdasan emosional
X2: Variabel faktor sosial
X2.1 Usia
X2.2 Jenis kelamin
X2.3 Ras
X2.4 Pendidikan
X2.5 Penghasilan
X2.6 Agama
X3: Variabel faktor informasi
X3.1 Pengatahuan
X3.2 Pengalaman
X3.3 Paparan
X.4 Attitude toward behavioral
X4.1 Behavioral belief
X4.2 Outcomes evaluations
X.5 Subjective norm
X5.1 Normative belief
X5.2 Motivation to comply
X.6 Perceived behavioral control
X6.1 Controllability/Control
X6.2 Perceived power
X.7 Intention
Y.1 Perilaku
128

4.10 Kerangka Kerja Operasional Penelitian

Sampel memenuhi kriteria inklusi

Mengidentifikasi factor melalui kuesioner secara online kepada responden:


1. Background factor (personal, social dan informasi)
2. Attitude Toward Behavioral, Norma Subjektif dan Perceived Behavioral Control
3. Intention
4. Perilaku

Menganalisis hubungan faktor-faktor


dengan SEM PLS developmental care model berbasis
Planned behavior

Merumuskan isu stategis

Focus group discussion (FGD)


Kelompok perawat dan Kelompok
manajerial RS

Konsultasi/diskusi pakar draft pengembangan Model dengan


dokter konsultan neonatologi

Menyusun pengembangan model Developmental care berbasis


theory planeed behavior

Menyusun modul

Terbentuknya modul Developmental Care sebagai management


perawatan bayi premature berbasis Planned Behavior

Gambar 4.2 Kerangka kerja operasional


4.11 Etik Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa prinsip etik berdasarkan

(Kementerian Kesehatan RI, 2017) yaitu meliputi beneficence, non maleficience,

anonimity, dan confidentiality serta menghargai martabat manusia.


129

4.11.1 Beneficence dan Non Maleficent

Prinsip Beneficence adalah prinsip etik berbuat baik dan tidak merugikan

menyangkut kewajiban membantu orang lain dilakukan dengan mengupayakan

manfaat maksimal dengan kerugian minimal. Subjek manusia diikutsertakan

dalam penelitian kesehatan dimaksudkan membantu tercapainya tujuan penelitian

kesehatan yang sesuai untuk diaplikasikan kepada manusia. Prinsip etik berbuat

baik, mempersyaratkan bahwa: a. Risiko penelitian harus wajar (reasonable)

dibanding manfaat yang diharapkan, b. Desain penelitian harus memenuhi

persyaratan ilmiah (scientifically sound), c. Para peneliti mampu melaksanakan

penelitian dan sekaligus mampu menjaga kesejahteraan subjek penelitian dan d.

Prinsip do no harm (non maleficent - tidak merugikan) yang menentang segala

tindakan dengan sengaja merugikan subjek penelitian. Prinsip tidak merugikan

adalah jika tidak dapat melakukan hal yang bermanfaat, maka sebaiknya jangan

merugikan orang lain. Prinsip tidak merugikan bertujuan agar subjek penelitian

tidak diperlakukan sebagai sarana dan memberikan perlindungan terhadap

tindakan penyalahgunaan. terutama dimensi freedom from harm diterapkan

selama proses pengambilan data.

4.11.2 Anonimity dan Confidentiality

Anonimity dilakukan dengan menjaga kerahasiaan identitas responden.

Peneliti tidak mencantumkan nama maupun inisial tetapi memberi kode yang

hanya dimengerti oleh peneliti. Confidentiality dilakukan oleh peneliti dengan

mengatur pengendalian kapan dan bagaimana informasi yang diperoleh dari

responden boleh disampaikan kepada orang lain hanya untuk kepentingan

penelitian. Data penelitian disimpan oleh peneliti dalam bentuk data elektronik,
130

dipergunakan untuk kepentingan peneliti dan dimusnahkan setelah penyimpanan

selama lima tahun.

4.11.3 Menghargai

Menghargai martabat manusia digunakan dengan menerapkan hak self-

determination. responden adalah pemilik hak cipta informasi sehingga peneliti

perlu meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti

mempersilahkan responden untuk terlibat dalam penelitian secara sukarela tanpa

tekanan dari pihak peneliti maupun tempat penelitian. Peneliti menjelaskan tujuan

dan manfaat penelitian sebelum responden memutuskan secara sadar untuk

berpastisipasi dalam penelitian. Peneliti menyampaikan, responden berhak untuk

menyatakan mundur dan berhenti bila dalam proses pengambilan data merasa

tidak ingin melanjutkan sebagai responden. Hak ini diaplikasikan kepada

responden dalam bentuk lembar penjelasan penelitian atau informed concent yang

berisi tentang tujuan, manfaat, prosedur penelitian, batasan keterlibatan dan hak-

hak responden. Responden diminta untuk mengisi dan menandatangani

pernyataan setelah menyatakan kesediaan mengikuti peneliti.


BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RS wilayah Surabaya timur sebanyak 4

Rumah sakit dan di wilayah Surabaya selatan sebanyak 3 Rumah sakit

dengan jumlah perawat bidan yang bekerja di pelayanan neonatal level 3

sebanyak 156. Peneliti mengambil sampel sesuai dengan teknik pengambilan

sampel yaitu nonprobability sampling.

Empat Rumah sakit yang berada di Surabaya Timur adalah RSU Haji

Surabaya, RSIA Putri Surabaya, RS Universitas Airlangga Surabaya dan RS

Husada Utama Surabaya, sedangkan Rumah sakit yang berada di Surabaya

Selatan adalah RSPAL dr. Ramelan, RS Islam Jemursari dan RS Katolik St.

Vincentius a Paulo. RSPAL dr. Ramelan merupakan Rumah Sakit Type A

dan ke 6 Rumah Sakit lainnya adalah Rumah sakit Type B. Kepala perawatan

di masing-masing NICU adalah seorang Perawat dengan spesifikasi

persyaratan khusus. Mutu pelayanan di NICU disupervisi langsung oleh

kepala Bidang, dr spesialis Anak (K), dan dr Intensivist. Ketenagaan di 7

Rumah berkisar 10-30 perawat dan Bidan. Pelayanan neonatal dari masing-

masing Rumah sakit tersebut antara lain managemen pelayanan keperawatan

intensif pada neonatal antara lain gangguan kardiorespirasi, bayi prematur,

pelayanan atau managemen BBLR, managemen laktasi dan managemen

kejang.

131
132

5.2 Penelitian Tahap 1

5.2.1 Hasil Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskripsi digunakan untuk mengetahui gambaran dari jawaban

responden pada setiap variabel yang diteliti. Berikut adalah hasil dari analisis

deskriptif :

1. Faktor Personal
Tabel 5.1 Hasil Deskripsi Faktor Personal Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frekuensi Persentase (%)


Kurang baik 28 20,7
X.1.1 Sikap umum
Baik 107 79,3
Introvet 52 38,5
X.1.2 Sifat kepribadian
Extrovet 83 61,5
Kurang baik 53 39,3
X.1.3 Nilai hidup
Baik 82 60,7
Rendah 29 21,5
X.1.4 Kecerdasan Emosional
Tinggi 106 78,5

Hasil perhitungan pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden memiliki Sikap umum baik sebanyak

107 orang (79,3%), Sifat/kepribadian Extrovet sebanyak 83 orang (61,5%),

memiliki nilai hidup dalam kategori baik sebanyak 82 orang (60,7%) .

Kemudian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki Kecerdasan

Emosional dalam kategori tinggi sebanyak 106 orang (78,5%). Intepretasi

faktor personal pada indikator sikap umum, sifat/kepribadian, nilai hidup dan

kecerdasan emosional yang berada pada kategori rendah/kurang > 20%


133

2. Faktor Sosial
Tabel 5.2 Hasil Deskripsi Faktor Sosial Perawat di 7 Rumah Sakit Surabaya
pada 1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Dewasa Muda 57 42,2
X.2.1 Usia
Dewasa Tengah 78 57,8
Laki-laki 0 0,0
X.2.2 Jenis kelamin
Perempuan 135 100,0
Jawa 93 68,9
Bali 15 11,1
X.2.3 Ras Batak 4 3,0
Madura 12 8,9
Lain-Lain 11 8,1
D3 Kep 70 51,9
X.2.4 Pendidikan D3/D4 Keb 26 19,3
S1 Kep 39 28,9
< Rp 5.000.000 74 54,8
X.2.5 Penghasilan
≥ Rp 5.000.000 61 45,2
Islam 74 54,8
Kristen 26 19,3
X.2.6 Agama
Katolik 30 22,2
Hindu 5 3,7

Hasil perhitungan pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden berusia dewasa tengah sebanyak 78

orang (57,8%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 135 orang (100%), Ras

jawa sebanyak 93 orang (68,9%), berpendidikan terakhir D3 Keperawatan

sebanyak 70 orang (51,9%), memiliki penghasilan < Rp 5.000.000, dan

sebanyak 74 orang (54,8%) dan beragama Islam sebanyak 74 orang (54,8%).


134

3. Faktor Informasi
Tabel 5.3 Hasil Deskripsi Faktor Informasi Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Kurang 41 30,4
X.3.1 Pengetahuan Cukup 52 38,5
Baik 42 31,1
Rendah 43 31,9
X.3.2 Pengalaman
Tinggi 92 68,1
Informasi Kurang 52 38,5
X.3.3 Paparan
Informasi Tinggi 83 61,5

Hasil perhitungan pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden memiliki Pengetahuan dalam kategori

cukup sebanyak 52 orang (38,5%), pengalaman dalam kategori tinggi

sebanyak 92 orang (68,1%), dan memiliki paparan informasi yang tingi

sebanyak 83 orang (61,5%), sehingga bisa dijelaskan intepretasi faktor

informasi pada indikator pengetahuan, pengalaman dan paparan yang berada

pada kategori kurang > 20%.

4. Attitude Toward Behavioral


Tabel 5.4 Hasil Deskripsi Attitude Toward Behavioral Perawat di 7 Rumah
Sakit Surabaya pada 1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Kurang 19 14,1
X.4.1 Behavioral Belief Cukup 37 27,4
Baik 79 58,5
Kurang 19 14,1
X.4.2 Outcome Evaluations Cukup 33 24,4
Baik 83 61,5
135

Hasil perhitungan pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden memiliki Behavioral belief baik

sebanyak 79 orang (58,5%) dan Outcome evaluations dalam kategori baik

sebanyak 83% (61,5%). Intepretasi Attitude toward behavioral pada indikator

behavioral belief dan outcome evaluation yang berada pada kategori kurang >

10%.

5. Subjective Norm
Tabel 5.5 Hasil Deskripsi Subjective Norm Perawat di 7 Rumah Sakit
Surabaya pada 1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Kurang 25 18,5
X.5.1 Normative Belief Cukup 33 24,4
Baik 77 57,0
Kurang 25 18,5
X.5.2 Motivation to Comply Cukup 49 36,3
Baik 61 45,2

Hasil perhitungan pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden memiliki Normative belief dalam

kategori baik sebanyak 77 orang (57,0%) dan Motivation to comply dalam

kategori baik sebanyak 61 orang (45,2 %), sehingga interpretasi subjective

norm pada indikator normative beliefe dan motivation to comply yang berada

pada kategori kurang > 15%

6. Perceived Behavioral Control


Tabel 5.6 Hasil Deskripsi Perceived Behavioral Control Perawat di 7 Rumah
Sakit Surabaya pada 1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Kurang 14 10,4
X.6.1Controllability/Control Cukup 45 33,3
Baik 76 56,3
136

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Kurang 12 8,9
X.6.2 Perceived Power Cukup 36 26,7
Baik 87 64,4

Hasil perhitungan pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden memiliki Controllability/control yang

baik sebanyak 76 orang (56,3%) dan Perceived power dalam kategori baik 87

orang (64,4%). Interpretasi Perceived behavioral control pada indikator

Controllability/control dan Perceived power yang berada pada kategori

kurang > 8%.

7. Intention
Tabel 5.7 Hasil Deskripsi Intention Perawat di 7 Rumah Sakit Surabaya pada
1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Kurang 24 17,8
Intention Cukup 39 28,9
Baik 72 53,3

Hasil perhitungan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden memiliki Intention dalam kategori baik

sebanyak 72 orang (53,3%). Sehingga interpretasi intention berada pada

kategori kurang > 15%.

8. Perilaku Perawat
Tabel 5.8 Hasil Deskripsi Perilaku Perawat di 7 Rumah Sakit Surabaya pada
1 November-30 November 2021

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Tidak Dilakukan 21 15,6
Y.1.1 Healing Environment
Dilakukan 114 84,4
Y.1.2 Partnering with Families Tidak Dilakukan 17 12,6
137

Indikator Kategori Frequency Persentase (%)


Dilakukan 118 87,4
Tidak Dilakukan 18 13,3
Y.1.3 Positioning and Handling
Dilakukan 117 86,7
Tidak Dilakukan 18 13,3
Y.1.4 Safeguarding and Sleep
Dilakukan 117 86,7
Tidak Dilakukan 25 18,5
Y.1.5 Management Stress and Pain
Dilakukan 110 81,5
Tidak Dilakukan 18 13,3
Y.1.6 Protecting skin
Dilakukan 117 86,7
Tidak Dilakukan 14 10,4
Y.1.7 Optimizing Nutrition
Dilakukan 121 89,6

Hasil perhitungan pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 135

responden, sebagian besar responden melakukan Healing environment

sebanyak 114 orang atau sekitar 84,4%, Partnering with families sebanyak

118 orang atau sekitar 87,4%, Positioning and handling sebanyak 117 orang

(86,7%) , Safeguarding and sleep sebanyak 117 orang (86,7%), Management

stress and pain 110 orang ( 81,5%), protecting skin sebanyak 117 orang

(86,7%) dan melakukan Optimizing Nutrition sebanyak 121 orang (89 6%).

Interpretasi faktor perilaku perawat yang tidak melakukan 7 subsistem pada

developmental care > 10%.

5.2.2 Model Developmental Care berbasis Theory Planned Behavior

5.2.2.1 Evaluasi Outer Model

Evaluasi model pengukuran merupakan tahapan untuk mengevaluasi

validitas dan reliabilitas suatu konstruk, yaitu terdiri dari Evaluasi Validitas

Konstruk dan Evaluasi Reliabilitas Konstruk. Masing-masing akan dijelaskan

sebagai berikut:
138

Gambar 5.1 Konstruk Outer Model

1. Uji Convergen Validity

Evaluasi validitas konstruk dilakukan dengan menghitung validitas

konvergen. Validitas konvergen diketahui melalui nilai loading factor dan

Average Variance Extracted (AVE). Suatu instrument dikatakan memenuhi

pengujian validitas konvergen apabila memiliki loading factor dan Average

Variance Extracted (AVE) diatas 0.5. Hasil pengujian validitas konvergen

disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Validitas Konvergen

Variabel Indikator Loading Faktor AVE


X.1.1 Sikap umum 0,894
X.1.2 Sifat kepribadian 0,817
X.1 Faktor Personal 0,716
X.1.3 Nilai hidup 0,798
X.1.4 Kecerdasan Emosional 0,872
X.2.1 Usia 0,749
X.2.2 Ras 0,767
X.2 Faktor Sosial X.2.3 Pendidikan 0,823 0,625
X.2.4 Penghasilan 0,860
X.2.5 Agama 0,749
139

Variabel Indikator Loading Faktor AVE


X.3.1 Pengetahuan 0,918
X.3 Faktor Informasi X.3.2 Pengalaman 0,911 0,818
X.3.3 Paparan 0,885
X.4.1 Behavioral Belief 0,971
X.4 Attitude Toward Behavioral 0,944
X.4.2 Outcome Evaluations 0,972
X.5.1 Normative Belief 0,956
X.5 Subjective Norm 0,912
X.5.2 Motivation to Comply 0,954
X.6.1Controllability/Control 0,952
X.6 Perceived Behavioral Control 0,909
X.6.2 Perceived Power 0,954
X.7 Intention 1,000 1,000
Y.1.1 Healing Environment 0,725
Y.1.2 Partnering with Families 0,731
Y.1.3 Potitioning and Handling 0,798
Y.1 Perilaku Perawat Y.1.4 Safeguarding andSsleep 0,585 0,511
Y.1.5 Management stress and Pain 0,689
Y.1.6 Protecting skin 0,756
Y.1.7 Optimizing Nutrition 0,702

Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa semua indicator

menghasilkan nilai loading factor bernilai lebih dari 0,5 dan semua variabel

menghasilkan nilai Average Variance Extracted (AVE) yang lebih besar dari 0,5.

Dengan demikian berdasarkan validitas konvergen semua indikator tersebut

dinyatakan valid untuk mengukur variabelnya.

Dari tabel 5.9 juga diketahui indicator yang memberikan kontribusi terbesar

dalam mengukur faktor personal (X.1) adalah sikap umum. Kemudian indikator

yang memberikan kontribusi terbesar dalam mengukur faktor sosial (X.2) adalah

Penghasilan. Selanjutnya indicator yang memberikan kontribusi terbesar dalam

mengukur faktor informasi (X3) adalah Pengetahuan. Indikator yang memberikan

kontribusi terbesar dalam mengukur attitude toward behavior (X.4) adalah

outcome eveluations. Selanjutnya indicator yang memberikan kontribusi terbesar


140

dalam mengukur subjective norm (X.5) adalah normative believe. Dan indicator

yang memberikan kontribusi terbesar dalam mengukur perceived behavior control

(X6) adalah perceived power. Selanjutnya yang memberikan kontribusi Terakhir

kontribusi terbesar dalam mengukur perilaku kepatuhan perawat (Y1) dalam

merawat bayi prematur adalah positioning and handling

2. Uji Validitas Discriminant Validity

Validitas diskriminan dihitung menggunakan cross loading dengan kriteria

bahwa apabila nilai cross loading dalam suatu variabel yang bersesuaian lebih

besar dari nilai korelasi indikator pada variable lainnya, maka indikator tersebut

dinyatakan valid dalam mengukur variabel yang bersesuaian. Hasil perhitungan

cross loading disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 5.10 Hasil Pengujian Validitas Diskriminan Cross Laoding

Indikato
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y1
r
X1.1 0.894 0.371 0.624 0.604 0.615 0.599 0.668 0.181
X1.2 0.817 0.314 0.564 0.460 0.467 0.455 0.567 0.310
X1.3 0.798 0.184 0.502 0.447 0.452 0.477 0.592 0.272
X1.4 0.871 0.319 0.636 0.595 0.628 0.563 0.644 0.078
X2.1 0.239 0.749 0.376 0.534 0.463 0.355 0.201 0.072
X2.2 0.176 0.767 0.309 0.386 0.298 0.375 0.259 0.170
X2.3 0.383 0.823 0.350 0.527 0.404 0.442 0.435 0.162
X2.4 0.244 0.860 0.389 0.452 0.430 0.379 0.298 0.191
X2.5 0.351 0.749 0.342 0.432 0.374 0.390 0.430 0.213
X3.1 0.584 0.424 0.918 0.622 0.713 0.597 0.502 0.224
X3.2 0.694 0.412 0.911 0.635 0.761 0.573 0.651 0.323
X3.3 0.595 0.379 0.885 0.557 0.676 0.478 0.468 0.257
X4.1 0.605 0.566 0.652 0.971 0.613 0.606 0.635 0.221
X4.2 0.621 0.593 0.650 0.972 0.621 0.596 0.641 0.186
X5.1 0.632 0.440 0.744 0.607 0.956 0.535 0.591 0.221
X5.2 0.606 0.523 0.772 0.605 0.954 0.524 0.505 0.176
X6.1 0.576 0.425 0.596 0.551 0.567 0.953 0.588 0.205
141

Indikato
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y1
r
X6.2 0.615 0.513 0.567 0.628 0.491 0.954 0.555 0.119
X7.1 0.733 0.412 0.601 0.657 0.574 0.599 1.000 0.444
Y1.1 0.183 0.114 0.258 0.250 0.177 0.102 0.306 0.725
Y1.2 0.304 0.177 0.321 0.262 0.291 0.180 0.322 0.731
Y1.3 0.135 0.158 0.240 0.039 0.145 0.142 0.325 0.798
Y1.4 0.217 0.042 0.063 0.085 0.055 -0.030 0.211 0.585
Y1.5 0.144 0.167 0.186 0.174 0.082 0.125 0.396 0.689
Y1.6 0.082 0.210 0.167 0.024 0.070 0.176 0.325 0.756
Y1.7 0.138 0.098 0.216 0.204 0.218 0.099 0.285 0.702

Berdasarkan pengukuran cross loading pada tabel 5.10 di atas, dapat

diketahui bahwa secara keseluruhan indikator-indikator dari semua variabel (font

tebal) menghasilkan nilai loading yang lebih besar dari nilai loading pada variabel

lainnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dari uji validitas diskriminan,

masing-masing indikator mampu mengukur variabel laten yang bersesuaian

dengan indikatornya.

3. Construct Reliability

Perhitungan yang dapat digunakan untuk menguji reliabilitas konstruk

adalah cronbach alpha dan composite reliability. Kriteria pengujian menyatakan

bahwa apabila composite reliability bernilai lebih besar dari 0.7 dan cronbach

alpha bernilai lebih besar dari 0.6 maka konstruk tersebut dinyatakan reliabel.

Hasil perhitungan composite reliability dan cronbach alpha dapat dilihat

melalui ringkasan yang disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 5.11 Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk

Variabel Cronbach'Alpha Composite Reliability


X.1 Faktor Personal 0,868 0,909
X.2 Faktor Sosial 0,849 0,893
142

Variabel Cronbach'Alpha Composite Reliability


X.3 Faktor Informasi 0,889 0,931
X.4 Attitude Toward Behavioral 0,941 0,971
X.5 Subjective Norm 0,903 0,954
X.6 Perceived Behavioral Control 0,900 0,952
X.7 Intention 1,000 1,000
Y.1 Perilaku Perawat 0,840 0,879

Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat diketahui bahwa hanya masing-masing

variabel menghasilkan salah satu nilai chronbach alpha lebih besar dari 0.6 atau

nilai composite reliability yang lebih besar dari 0,7. Dengan demikian,

berdasarkan perhitungan nilai chronbach alpha atau nilai composite reliability

semua indikator dinyatakan reliabel dalam mengukur variabelnya.

5.2.2.2 Evaluasi Inner Model

Evaluasi model struktural atau inner model merupakan tahapan untuk

mengevaluasi goodness of fit yang meliputi koefisien determinasi dan predictive

relevance serta pengujian Hipotesis. Masing-masing akan dijelaskan sebagai

berikut:

1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya

kemampuan variabel endogen untuk menjelaskan keragaman variabel eksogen,

atau dengan kata lain untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel eksogen

terhadap variabel endogen. Adapaun hasil R2 dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.12 Hasil Koefisien Determinasi (R2)

Variabel Dependen R Square 1-R Square R Square Total


X.4 Attitude Toward Behavioral 0.602 0.398 0.975
X.5 Subjective Norm 0.673 0.327
X.6 Perceived Behavioral Control 0.502 0.498
X.7 Intention 0.512 0.488
143

Y.1 Perilaku Perawat 0.197 0.803

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa Nilai R-square total bernilai 0,975 atau

97,5%. Hal ini dapat menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen perilaku

kepatuhan perawat mampu dijelaskan oleh variabel independen secara

keseluruhan oleh faktor attitude toward behavior (X4), subjective norm (X5),

perceived behavior control (X6), intention (X7) sebesar 97,5% atau dengan kata

lain kontribusi pengaruh variabel independen yaitu attitude toward behavior (X4),

subjective norm (X5), perceived behavior control (X6), intention (X7) secara

keseluruhan terhadap perilaku kepatuhan (Y1) sebesar 97,8%. Sedangkan sisanya

sebesar 2,5% merupakan kontribusi variabel lain yang tidak dibahas dalam

penelitian ini.

2. Predictive Relevance (Q2)

Nilai Q2 dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik nilai observasi

dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q 2 lebih besar dari 0

(nol) menunjukkan bahwa model dikatakan sudah cukup baik, sedangkan nilai Q2

kurang dari 0 (nol) menunjukan bahwa model kurang memiliki relevansi prediktif.

Berikut hasil dari pengujian Predictive Relevance (Q2) :

Tabel 5.13 Hasil Pengujian Predictive Relevance (Q2)

Variabel Dependen SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)


X.4 Attitude Toward Behavioral 270,000 122.589 0.546
X.5 Subjective Norm 270,000 107.603 0.601
X.6 Perceived Behavioral Control 270,000 154.392 0.428
X.7 Intention 135,000 72.539 0.463
Y.1 Perilaku Perawat 945,000 870.930 0.078
144

Hasil pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa semua variabel menghasilkan

nilai Predictive Relevance (Q2) lebih besar dari 0 (nol) yang menunjukkan bahwa

model dikatakan sudah cukup baik

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian signifikansi digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh

variabel eksogen terhadap variabel endogen. Kriteria pengujian menyatakan

bahwa apabila nilai T-statistics ≥ T-tabel (1,96) atau nilai P- Value < significant

alpha 5% atau 0,05, maka dinyatakan adanya pengaruh signifikan variabel

eksogen terhadap variabel endogen. Hasil pengujian signifikansi dan model dapat

diketahui melalui gambar dan tabel berikut.

Gambar 5.2 Konstruk Inner Model

Tabel 5.14 Hasil Pengujian Hipotesis

T Statistics P
Pengaruh Koefisien
(|O/STDEV|) Values
X.1 Faktor Personal -> X.4 Attitude Toward Behavioral 0.289 4.721 0.000
X.1 Faktor Personal -> X.5 Subjective Norm 0.175 2.074 0.039
X.1 Faktor Personal -> X.6 Perceived Behavioral Control 0.366 3.749 0.000
X.2 Faktor Sosial -> X.4 Attitude Toward Behavioral 0.353 5.334 0.000
145

T Statistics P
Pengaruh Koefisien
(|O/STDEV|) Values
X.2 Faktor Sosial -> X.5 Subjective Norm 0.175 2.771 0.006
X.2 Faktor Sosial -> X.6 Perceived Behavioral Control 0.252 4.138 0.000
X.3 Faktor Informasi -> X.4 Attitude Toward Behavioral 0.312 4.241 0.000
X.3 Faktor Informasi -> X.5 Subjective Norm 0.594 7.273 0.000
X.3 Faktor Informasi -> X.6 Perceived Behavioral Control 0.244 2.380 0.018
X.4 Attitude Toward Behavioral -> X.7 Intention 0.373 4.385 0.000
X.5 Subjective Norm -> X.7 Intention 0.192 2.121 0.034
X.6 Perceived Behavioral Control -> X.7 Intention 0.262 3.024 0.003
X.7 Intention -> Y.1 Perilaku Perawat 0.444 7.113 0.000

Berdasarkan tabel 5.14 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengaruh Faktor personal (X1) terhadap Attitude Toward Behavioral

(X4)

Uji pengaruh Faktor personal (X1) terhadap Attitude Toward Behavioral

(X4) menghasilkan nilai T statistics sebesar 4.721 dengan nilai p-value

sebesar 0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T

statistics > 1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang

signifikan Faktor personal (X1) terhadap Attitude Toward Behavioral

(X4). Nilai Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.289. Dengan

demikian dapat diartikan, semakin baik Faktor personal (X1) maka

cenderung meningkatkan Attitude Toward Behavioral (X4).

2. Pengaruh Faktor personal (X1) terhadap Subjective norm (X5)

Uji pengaruh Faktor personal (X1) terhadap Subjective norm (X5)

menghasilkan nilai T statistics sebesar 2.074 dengan nilai p-value sebesar

0,039. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics >

1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan
146

Faktor personal (X1) terhadap Subjective norm (X5). Nilai Koefisien yang

dihasilkan bernilai positif yakni 0.175. Dengan demikian dapat diartikan,

semakin baik Faktor personal (X1) maka cenderung meningkatkan

Subjective norm (X5).

3. Pengaruh Faktor personal (X1) terhadap Perceived Behavioral Control

(X6)

Uji pengaruh Faktor personal (X1) terhadap Perceived Behavioral Control

(X6) menghasilkan nilai T statistics sebesar 3.749 dengan nilai p-value

sebesar 0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T

statistics > 1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang

signifikan Faktor personal (X1) terhadap Perceived Behavioral Control

(X6). Nilai Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.366. Dengan

demikian dapat diartikan, semakin baik Faktor personal (X1) maka

cenderung meningkatkan Perceived Behavioral Control (X6).

4. Pengaruh Faktor Sosial (X2) terhadap Attitude toward behavioral (X4)

Uji pengaruh Faktor Sosial (X2) terhadap Attitude Toward Behavioral

(X4) menghasilkan nilai T statistics sebesar 5.334 dengan nilai p-value

sebesar 0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T

statistics > 1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang

signifikan Faktor Sosial (X2) terhadap Attitude Toward Behavioral (X4).

Nilai Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.353. Dengan

demikian dapat diartikan, semakin baik Faktor Sosial (X2) maka

cenderung meningkatkan Attitude Toward Behavioral (X4).

5. Pengaruh Faktor Sosial (X2) terhadap Subjective norm (X5)


147

Uji pengaruh Faktor Sosial (X2) terhadap Subjective norm (X5)

menghasilkan nilai T statistics sebesar 2.771 dengan nilai p-value sebesar

0,006. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics >

1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan

Faktor Sosial (X2) terhadap Subjective norm (X5). Nilai Koefisien yang

dihasilkan bernilai positif yakni 0.175. Dengan demikian dapat diartikan,

semakin baik Faktor Sosial (X2) maka cenderung meningkatkan

Subjective norm (X5).

6. Pengaruh Faktor Sosial (X2) Terhadap Perceived Behavioral Control

(X6)

Uji pengaruh Faktor Sosial (X2) terhadap Perceived Behavioral Control

(X6) menghasilkan nilai T statistics sebesar 4.138 dengan nilai p-value

sebesar 0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T

statistics > 1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang

signifikan Faktor Sosial (X2) terhadap Perceived Behavioral Control

(X6). Nilai Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.252. Dengan

demikian dapat diartikan, semakin baik Faktor Sosial (X2) maka

cenderung meningkatkan Perceived Behavioral Control (X6).

7. Pengaruh Faktor Informasi (X3) terhadap Attitude toward behavioral

(X4)

Uji pengaruh Faktor Informasi (X3) terhadap Attitude Toward Behavioral

(X4) menghasilkan nilai T statistics sebesar 4.241 dengan nilai p-value

sebesar 0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T

statistics > 1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang
148

signifikan Faktor Informasi (X3) terhadap Attitude Toward Behavioral

(X4). Nilai Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.312. Dengan

demikian dapat diartikan, semakin baik Faktor Informasi (X3) maka

cenderung meningkatkan Attitude Toward Behavioral (X4).

8. Pengaruh Faktor Informasi (X3) terhadap Subjective norm (X5)

Uji pengaruh Faktor Informasi (X3) terhadap Subjective norm (X5)

menghasilkan nilai T statistics sebesar 7.273 dengan nilai p-value sebesar

0,000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics >

1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan

Faktor Informasi (X3) terhadap Subjective norm (X5). Nilai Koefisien

yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.594. Dengan demikian dapat

diartikan, semakin baik Faktor Informasi (X3) maka cenderung

meningkatkan Subjective norm (X5).

9. Pengaruh Faktor Informasi (X3) terhadap Perceived behavioral

control (X6)

Uji pengaruh Faktor Informasi (X3) terhadap Perceived behavioral control

(X6) menghasilkan nilai T statistics sebesar 2.380 dengan nilai p-value

sebesar 0.018. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T

statistics > 1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang

signifikan Faktor Informasi (X3) terhadap Perceived behavioral control

(X6). Nilai Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.244. Dengan

demikian dapat diartikan, semakin baik Faktor Informasi (X3) maka

cenderung meningkatkan Perceived behavioral control (X6).

10. Pengaruh Attitude toward behavioral (X4) terhadap Intention (X7)


149

Uji pengaruh Attitude toward behavioral (X4) terhadap Intention (X7)

menghasilkan nilai T statistics sebesar 4.385 dengan nilai p-value sebesar

0.000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics >

1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan

Attitude toward behavioral (X4) terhadap Intention (X7). Nilai Koefisien

yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.373. Dengan demikian dapat

diartikan, semakin baik Attitude toward behavioral (X4) maka cenderung

meningkatkan Intention (X7).

11. Pengaruh Subjective norm (X5) terhadap Intention (X7)

Uji pengaruh Subjective norm (X5) terhadap Intention (X7) menghasilkan

nilai T statistics sebesar 2.121 dengan nilai p-value sebesar 0.034. Hasil

pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics > 1.96 dan p-

value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan Subjective

norm (X5) terhadap Intention (X7). Nilai Koefisien yang dihasilkan

bernilai positif yakni 0.192. Dengan demikian dapat diartikan, semakin

baik Subjective norm (X5) maka cenderung meningkatkan Intention (X7).

12. Pengaruh Perceived behavioral control (X6) terhadap Intention (X7)

Uji pengaruh Perceived behavioral control (X6) terhadap Intention (X7)

menghasilkan nilai T statistics sebesar 3.024 dengan nilai p-value sebesar

0.003. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics >

1.96 dan p-value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan

Perceived behavioral control (X6) terhadap Intention (X7). Nilai

Koefisien yang dihasilkan bernilai positif yakni 0.262. Dengan demikian


150

dapat diartikan, semakin baik Perceived behavioral control (X6) maka

cenderung meningkatkan Intention (X7).

13. Pengaruh Intention (X7) terhadap Perilaku perawat (Y1)

Uji pengaruh Intention (X7) terhadap Perilaku perawat (Y1) menghasilkan

nilai T statistics sebesar 7.113 dengan nilai p-value sebesar 0.000. Hasil

pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai T statistics > 1.96 dan p-

value < 0,05. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan Intention

(X7) terhadap Perilaku perawat (Y1). Nilai Koefisien yang dihasilkan

bernilai positif yakni 0.444. Dengan demikian dapat diartikan, semakin

baik Intention (X7) maka cenderung meningkatkan Perilaku perawat (Y1)

Attitude toward the


behavioural:
1. Behavioral belief
Background factor 2. Outcomes evaluations
1. Personal Perilaku kepatuhan
1) Sikap umum perawat dalam
2) Sifat/ melaksanakan
Kepribadian 4,385 Developmental Care:
3) Nilai hidup 1. Healing
4) Kecerdasan Subjective norm: environment
Emosi 1. Normative 2. Partnering with
2. Sosial belief families
1) Usia 2. Motivation to 2.121 Intention: 7,113 3. Potitioning and
2) Jenis kelamin comply handling
3) Suku/ras 4. Safeguarding and
4) Pendidikan sleep
5) Pendapatan 5. Management
6) Agama 3,024 stress and pain
Percieved behavioural
3. Informasi 6. Protecting skin
control:
1) Pengalaman 7. Optimizing
1) Controllability/control
2) Pengetahuan 2) Perceived power nutrition.

Gambar 5. 1 Model akhir pengembangan model developmental care


berbasis theory of planned behavior terhadap perilaku kepatuhan
perawat dalam merawat bayi prematur
151

5.3 Penelitian Tahap 2

5.3.1 Perumusan Isu Strategis

Model yang terbentuk dari hasil analisa uji statistic digunakan untuk

menemukan isu strategis yang akan menjadi bahan dalam focused group discussion

(FGD) proses perumusan isu strategis dijelaskan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 5.15 Isu Strategis yang Diperoleh dari Hasil Kuesioner Penelitian

No Variabel Data Isu Strategis


1 Faktor 1. 20,7% responden memiliki sikap umum Responden memiliki sikap
Personal yang kurang baik umum kurang baik dengan
2. Kepribadian responden menunjukkan kepribadian introvert
kepribadian introvert sebanyak 38,5% (kepribadian yang tenang,
pendiam dan menutup diri).
3. Nilai hidup responden kategori kurang
Nilai hidup kurang baik dengan
baik sebanyak 39,3%
kecerdasan emosi rendah.
4. Kecerdasan emosional responden rendah
sebanyak 21,5%
2 Faktor Sosial Usia responden pada dewasa tengah 57,8%, Seluruh responden berjenis
semua berjenis kelamin perempuan 100,0%, kelamin perempuan, berusia
Suku Jawa 68,9%, berpendidikan D3 pada kategori tengah dengan
keperawatan 51,9%, pendapatan < 5 juta pendapatan < 5 juta dan
54,8% dan beragama Islam sebanyak 54,8% berpendidikan D3 keperawatan
yang mempengaruhi penerapan
developmental care.
3 Faktor 1. Pengetahuan responden menunjukkan Responden memiliki
Informasi kurang sebanyak 30,4% pengetahuan kurang,
2. Pengalaman responden rendah sebanyak pengalaman rendah dan paparan
31,9% informasi yang kurang tentang
developmental care pada bayi
3. Paparan menunjukkan informasi yang
premature
kurang sebanyak 38,5%
4 Attitude 1. Behavior belief responden yang kurang s Responden yang memiliki
Toward 14,1% dan cukup 27,4% sikap yang negative mempunyai
Behavioral 2. Outcome evaluation responden kurang kepercayaan bahwa suatu
14,1% dan cukup sebanyak 24,4% perilaku akan menghasilkan
suatu outcome yang negative
juga
5 Subjective 1. Normative belief responden kurang Responden memiliki keyakinan
Norm 18,5% dan kategori cukup 24,4 bahwa management atau orang
2. Motivation to comply responden kurang yang berpengaruh tidak
18,5% dan kategori cukup 36,3% memberikan dukungan untuk
suatu perilaku maka akan
memberikan tekanan negative
pada orang tersebut
6 Perceived 1. Controllability/control responden Responden yang mempunyai
Behavioral menunjukkan kategori kurang 10,4% persepsi bahwa dirinya tidak
Control dan cukup 33,3% memiliki suatu kesempatan
152

No Variabel Data Isu Strategis


2. Perceived power responden untuk melakukan suatu perilaku
menunjukkan kategori kurang 8,9% dan akan memiliki niat atau
cukup 26,7% intention yang rendah
7 Intention Intention responden menunjukkan kategori Responden memiliki Intention
kurang sebanyak 17,8% dan cukup 28,9% termasuk dalam kategori kurang
8 Perilaku 1. Dalam pelaksanaan Healing Dalam perilaku pelaksanaan
environment responden tidak melakukan developmental care ada
sebanyak 15,6% responden tidak melakukan 7
2. Dalam pelaksanaan Partnering with parameter inti dalam merawat
families, responden yang tidak bayi prematur
melakukan sebanyak 12,6%
3. Dalam pelaksanakan Positioning and
handling responden responden yang
tidak melakukan sebanyak 13,3%
4. Dalam pelaksanaan Safeguarding and
sleep responden yang tidak melakukan
sebanyak 13,3%
5. Dalam pelaksanaan Management stress
and pain responden yang tidak
melakukan sebanyak 18,5%
6. Dalam pelaksanaan Protecting skin
responden yang tidak melakukan
sebanyak 13,3%
7. Dalam pelaksanaan Optimizing Nutrition
responden yang tidak melakukan
sebanyak 10,4%

Pada tabel 5.15 dijelaskan tentang beberapa isu strategis yang diangkat

berdasarkan hasil temuan data. Adapun isu strategis yang dijadikan bahan diskusi

adalah berdasarkan hasil isu tersebut antara lain:

1. Responden memiliki sikap umum kurang baik dengan kepribadian

introvert (kepribadian yang tenang, pendiam dan menutup diri). Nilai

hidup kurang baik dengan kecerdasan emosi rendah.

2. Responden memiliki faktor sosial dengan karakteristik yang unik dan

berbeda seperti usia, suku, pendidikan, pendapatan dan keyakinan.

3. Responden memiliki pengetahuan kurang, pengalaman rendah dan paparan

informasi yang kurang mengenai 7 sub system developmental care


153

4. Faktor Attitude toward behavioral yang terdiri dari behavior belief dan

outcome evaluation yang dimiliki perawat berada pada kategori kurang

5. Faktor subjective norm yang terdiri dari normative belief dan motivation

to comply yang dimiliki perawat berada pada kategori kurang

6. Faktor perceived behavior control yang terdiri dari controllability/control

dan perceived power yang dimiliki perawat berada pada kategori kurang

7. Intention yang dimiliki perawat berada pada kategori kurang

8. Pada faktor perilaku kepatuhan perawat ada responden yang tidak

melakukan 7 sub-sistem dalam developmental care dalam perawatan bayi

prematur

5.3.2 Focus Group Discussion (FGD)

FGD merupakan suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu

masalah tertentu yang sangat spesifik yang bertujuan untuk membahas isu

strategis, mendapatkan penyebab harapan dan solusi kedepan sebagai dasar untuk

menyusun rekomendasi dalam pengembangan model developmental care berbasis

theory Planned behavior terhadap perilaku kepatuhan perawat dalam merawat

bayi prematur. FGD dilakukan setelah peneliti melakukan analisis data baik

deskriptif maupun inferensial untuk menemukan isu strategis dan menggunakan

bantuan pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti untuk menggali informasi

dari responden. FGD yang meliputi faktor personal, faktor sosial, faktor

informasi , developmental care berbasis planned behavior. FGD dilakukan 1

kali . pada hari Rabu, 8 Desember 2021 pukul 11.00 sampai dengan 12.30
154

bersama 7 peserta yang terdiri dari 4 kepala perawatan NICU dan 3 perawat

senior NICU

Hasil FGD berdasarkan isu strategis pengembangan model developmental

care berbasis theory planned behavior terhadap perilaku perawat dalam merawat

bayi prematur dijelaskan dalam tabel berikut

Tabel 5.16 Hasil Focus Grup Discussion (FGD)

Isu strategis Penyebab Hasil FGD Rekomendasi FGD


Responden memiliki Perawat yang bekerja Selama berkolaborasi Perlu dibuat pedoman
sikap umum, nilai di NICU ada yang sebagai team yang pelayanan keperawatan
hidup yang kurang mengungkapkan bekerja di NICU neonatus yang berisi
baik dan kecerdasan kurang berminat, anggota team masih rincian asuhan dan
emosional yang bingung dengan job bingung dengan job kompetensi pada
rendah dengan disk dan tanggung disk dan tanggung perawat NICU, sebagai
kepribadian introvert jawabnya sebagai jawabnya, selain itu pedoman perawat
(kepribadian yang perawat di NICU. saat pandemi NICU terhadap job
tenang, pendiam dan Hal ini yang dilakukan rotasi pada disk masing-masing
menutup diri). menyebabkan Iklim perawat NICU untuk
kerja atau team yang bertugas di ruang
tidak baik covid.
Responden memiliki 1. Kurangnya 1. Biaya exhouse Perlu dilakukan diklat
pengetahuan kurang, mengikuti training mahal dan untuk meningkatkan
pengalaman rendah pelatihan inhouse motivasi belajar pengetahuan dan
dan paparan training maupun dari perawat ketrampilan tentang
informasi yang exhouse training. sendiri kurang konsep dasar:
kurang tentang 2. Adanya rotasi 2. Tuntutan Rumah 1. Neonatus prematur
developmental care perawat NICU ke sakit terutama saat
pada bayi premature 2. Konsep
unit lain, terjadi pandemi
developmental care
terutama saat dan saat NICU
terjadi pandemi kosong dilakukan
Covid. rotasi tenaga ke
tempat lain
Responden yang Kurangnya Pengetahuan yang Perlunya 7 subsistem
memiliki sikap yang pengetahuan dan kurang akan dalam developmental
negative mempunyai pengalaman sehingga mempengaruhi care dimasukkan
kepercayaan bahwa sikap terhadap kepercayaan diri. dalam lembar
suatu perilaku akan developmental care Kepercayaan diri observasi NICU,
menghasilkan suatu tidak baik. Hal ini kurang mempengaruhi sebagai alat bantu
outcome yang yang menyebabkan sikap seseorang perawat NICU dalam
negative juga kurangnya terhadap terhadap suatu menerapkan
kepercayaan diri perilaku. developmental care
perawat dalam
menerapkan
developmental care.
Selain itu
belum ada 7
subsistem dalam
lembar observasi
155

Isu strategis Penyebab Hasil FGD Rekomendasi FGD


NICU
Responden memiliki 1. Dukungan Dukungan atau reward Perlunya regulasi atau
keyakinan bahwa moril/mental dari yang kurang dari aturan dari Rumah
management atau kepala, PJ shift pimpinan sangat sakit yang mendukung
orang yang dan Katim kurang berpengaruh terhadap penerapan pelaksanaan
berpengaruh tidak 2. Dukungan sarana motivasi kerja tim developmental care
memberikan dan prasarana dalam penerapan disesuakan dengan
dukungan untuk yang kurang developmental care kebijakan masing-
suatu perilaku maka Sarana prasarana yang masing Rumah Sakit
akan memberikan ada perlu dioptimalkan
tekanan negative dan hal ini
pada orang tersebut membutuhkan
kreatifitas serta inovasi.
misalkan dalam
membuat nesting bisa
dari kain lembut yang
digulung
Responden yang Tim NICU (perawat Staf yang sulit Perlu dilakukan diklat
mempunyai persepsi senior) sulit untuk menerima perubahan untuk meningkatkan
bahwa dirinya tidak diajak menerapkan harus selalu dimotivasi pengetahuan dan
memiliki suatu developmental care untuk selalu up-date ketrampilan tentang
kesempatan untuk ilmu konsep dasar:
melakukan suatu Memberikan
Tim perawatan NICU 1. Neonatus prematur
perilaku akan kesempatan dan
tidak memberikan 2. Konsep
memiliki niat atau bimbingan kepada tim
kesempatan perawat developmental care
intention yang baik secara
medior dan yunior
rendah pengetahuan dan
untuk menerapkan
developmental care praktik.

Responden memiliki 1. Motivasi dari 1. Tidak ada role Perlu dilakukan


Intention termasuk diri sendiri yang model dalam kerjasama antara team
dalam kategori kurang, sehingga penerapan perawatan NICU,
kurang tidak ada niat developmental management dan
untuk care orang tua dalam
melakukan suatu 2. Perawat senior penerapan
perilaku kurang melakukan developmental care
2. Aturan jam sharing ilmu dan dengan regulasi terkait
berkunjung dan ketrampilan pada pelaksanaannya.
akses orang tua tim
yang dibatasi

Dalam perilaku Perawat tidak 1. Belum ada Perlu dibuat suatu


pelaksanaan menerapkan pedoman yang bisa pedoman penerapan 7
developmental care developmental care memfasilitasi subsistem dalam
ada responden tidak antara lain karena perawat dalam developmental care:
melakukan 7 tidak sempat, ada penerapan 1. Healing
parameter inti dalam yang tidak percaya developmental environment
merawat bayi diri dalam care
2. Partnering with
prematur menerapkan 2. Harus bisa families
developmental care, memodifikasi dan
terbentur aturan RS 3. Potitioning and
mengoptimalkan
terkait jam bezuk handling
ruangan NICU
apalagi saat pandemic untuk penerapan 4. Safeguarding and
akses dibatasi , tidak developmental sleep
156

Isu strategis Penyebab Hasil FGD Rekomendasi FGD


ada ruang khusus care (misalkan di 5. Management stress
untuk melibatkan ruang NICU belum and pain
orang tua. ada alat pengontrol 6. Protecting skin
suara, langkah
7. Optimizing
yang diambil
Nutrition
setiap tim
mengingatkan saat
berkomunikasi) 1.
3. Selain
developmental
care tim NICU
juga harus dibekali
konsep atraumatic
care dan Family
center care

Dari hasil diskusi didapatkan bahwa penerapan developmental care belum optimal

dilaksanakan. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya pelatihan dan pendidikan terkait

developmental care, belum adanya pedoman tentang penerapan developmental care,

belum dikembangkannya developmental care dalam lembar observasi NICU dan regulasi

atau aturan yang belum mendukung penerapan developmental care. Oleh karena itu

diperlukan suatu intervensi yang melibatkan team NICU dengan dukungan management

untuk penerapannya sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang bayi prematur.

Intervensi untuk meningkatkan penerapan developmental care dapat dilakukan

dengan membuat pedoman tentang rincian asuhan dan kompetensi perawat nicu,

pedoman tentang developmental care, menambahkan 7 subsistem dalam lembar

observasi NICU dan regulasi management untuk mendukung penerapan developmental

care.

5.4 Diskusi Pakar

5.4.1 Pelaksanaan Diskusi Pakar


157

Diskusi pakar dilaksanakan setelah FGD dilakukan, peneliti selanjutnya menyusun

pengembangan model developmental care melalui studi literature dan diskusi pakar.

Diskusi pakar dilakukan untuk mendapatkan masukan dari hasil studi literature, studi

lapangan dan FGD yang telah dilakukan dan diimplementasikan ke dalam model yang

dikembangkan. Kegiatan diskusi pakar dilakukan melalui offline dan online bersama 2

orang pakar yaitu: dr Dina djojohusodo Sp A (K) dan kristiawati Mkep dan dilaksanakan

pada hari tanggal selama 30 menit.

Tabel 5.17 Hasil Konsultasi Pakar

No Rekomendasi FGD Draf modul Masukan


1 Perlu dibuat pedoman pelayanan keperawatan Konsep pelayanan Disetujui
neonatus yang berisi rincian asuhan dan neonatus level 3 dan daftar
kompetensi pada perawat NICU, sebagai kompetensi perawat NICU
pedoman perawat NICU terhadap job disk
masing-masing
2 Perlu dilakukan diklat untuk meningkatkan Konsep Bayi prematur Disetujui
pengetahuan dan Konsep developmental
ketrampilan tentang konsep dasar: care
1. Bayi prematur
2. Konsep developmental care
3 Perlunya 7 subsistem dalam developmental Lembar observasi Disetujui
care dimasukkan dalam lembar observasi penerapan developmental
NICU, sebagai alat bantu perawat NICU care di NICU
dalam menerapkan developmental care
4 Perlunya regulasi atau aturan dari Rumah sakit Konsep regulasi atau
yang mendukung penerapan pelaksanaan kebijakan RS terhadap
developmental care disesuakan dengan penerapan developmental
kebijakan masing-masing Rumah Sakit care
5 Perlu dilakukan kerjasama antara team Konsep TPB
perawatan NICU, management dan orang tua
dalam penerapan developmental care dengan
regulasi terkait pelaksanaannya
6 Perlu dibuat suatu pedoman penerapan 7 Pedoman penerapan
subsistem dalam developmental care: developmental care
1. Healing environment
2. Partnering with families
3. Potitioning and handling
4. Safeguarding and sleep
5. Management stress and pain
6. Protecting skin
7. Optimizing Nutrition
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Faktor Latar Belakang Personal Terhadap Attitude Toward

Behavioral

Sikap umum, kepribadian, nilai hidup dan kecerdasan emosional

perawat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap attitude toward

behavior control. Berdasarkan hasil penelitihan faktor personal yang baik

sebagian besar memiliki sikap yang baik terhadap penerapan developmental

care. Meskipun masih ada yang bersikap kurang baik terhadap penerapan

developmental care. Menurut theory of planned behavior faktor personal

merupakan variabel background faktor yang mempengaruhi belief. Belief

membentuk niat (intention) dan mendorong individu membentuk suatu perilaku

tertentu.

Faktor personal yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perilaku

developmental care adalah sikap umum, kepribadian, nilai hidup dan

kecerdasan emosional.

Sikap umum

Kepribadian

Nilai hidup

Kecerdasan emosional orang-orang yang mempunyai kecerdasan

emosional yang tinggi sangat diperlukan terlebih dalam tim untuk mencapai

tujuan tertentu dan untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Melalui

kecerdasan emosional ini seorang perawat belajar mengelola perasaannya

sehingga dapat mengekspresikannya secara tepat dan efektif

158
159

6.2 Pengaruh Faktor Latar Belakang Personal Terhadap Subjective Norm

6.3 Pengaruh Faktor Latar Belakang Personal Terhadap Perceived

Behavioral Control

6.4 Pengaruh Latar Belakang Faktor Sosial Terhadap Attitude Toward

6.5 Pengaruh Faktor Latar Belakang Sosial Terhadap Subjective Norm

6.6 Pengaruh Faktor Latar Belakang Sosial Terhadap Perceived Behavioral

Control

6.7 Pengaruh Latar Belakang Faktor Informasi Attitude Toward

6.8 Pengaruh Latar Belakang Faktor Informasi Subjective Norm

6.9 Pengaruh Latar Belakang Faktor Informasi Perceived Behavioral Control

6.10 Pengaruh Attitude Toward Behavioral Terhadap Intention

6.11 Pengaruh Subjective Norm Terhadap Intention

6.12 Perceived Behavioral Control Terhadap Intention

6.13 Pengaruh Intention Perawat Terhadap Perilaku Kepatuhan

6.14 Temuan Baru Penelitian

6.15 Keterbatasan Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. (1991) ‘The Theory of Planned B ehaviour’, Organizational


Behavior and Human Decision Processes, pp. 179–211. doi:
10.1922/CDH_2120VandenBroucke08.

Ajzen, I. (2005) Attitudes, Personality and Behavior (Second Edition).


Second Edi. Edited by T. Manstead. New York: Open University Press.

Ajzen, I. (2020) ‘The theory of planned behavior : Frequently asked


questions’, (April), pp. 314–324. doi: 10.1002/hbe2.195.

Als, H. (2009) ‘Newborn individualized developmental care and assessment


program (NIDCAP): New frontier for neonatal and perinatal medicine’, Journal
of Neonatal-Perinatal Medicine, 2(3), pp. 135–147. doi: 10.3233/NPM-2009-
0061.

Altimier, L., Kenner, C. and Damus, K. (2015) ‘The Wee Care


Neuroprotective NICU Program (Wee Care): The Effect of a Comprehensive
Developmental Care Training Program on Seven Neuroprotective Core Measures
for Family-Centered Developmental Care of Premature Neonates’, Newborn and
Infant Nursing Reviews, 15(1), pp. 6–16. doi: 10.1053/j.nainr.2015.01.006.

Altimier, L. and Phillips, R. (2016) ‘The Neonatal Integrative


Developmental Care Model: Advanced Clinical Applications of the Seven Core
Measures for Neuroprotective Family-centered Developmental Care’, Newborn
and Infant Nursing Reviews, 16(4), pp. 230–244. doi:
10.1053/j.nainr.2016.09.030.

Anugrahwati, R. and Hakim, N. (2019) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Hand Hygiene Five Moments Di Rs.
Hermina Jatinegara’, Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik, 2(1), pp. 41–48. doi:
10.48079/vol2.iss1.28.

Armina, A., Hayati, H. and Nurhaeni, N. (2018) ‘Efikasi Diri Perawat


Terhadap Penerapan Asuhan Perkembangan (Developmental Care)’, Jurnal
Akademika Baiturrahim Jambi, 7(1), p. 62. doi: 10.36565/jab.v7i1.66.

‘Badan Pusat Statistik Jatim’ (2018).

Baghlani, R. et al. (2019) ‘Neonatal intensive care unit nurses’ perceptions


and knowledge of newborn individualized developmental care and assessment
program: A multicenter study’, Iranian Journal of Nursing and Midwifery
Research, 24(2), pp. 113–117. doi: 10.4103/ijnmr.IJNMR_54_18.

Ballard, J. L. et al. (1991) ‘New Ballard Score, expanded to include


extremely premature infants’, The Journal of Pediatrics, 119(3), pp. 417–423.

160
161

doi: 10.1016/S0022-3476(05)82056-6.

Blatz, M. A., Huston, A. J. and Anthony, M. K. (2020) ‘Influence of NICU


Nurse Education on Intention to Support Lactation Using Tailored Techniques: A
Pilot Study’, Advances in Neonatal Care, 20(4), pp. 314–323. doi:
10.1097/ANC.0000000000000702.

Brandon, D. H. et al. (2017) ‘Timing for the Introduction of Cycled Light


for Extremely Preterm Infants: A Randomized Controlled Trial’, Research in
Nursing and Health, 40(4), pp. 294–310. doi: 10.1002/nur.21797.

Burke, S. (2018) ‘Systematic review of developmental care interventions in


the neonatal intensive care unit since 2006’, Journal of Child Health Care, 22(2),
pp. 269–286. doi: 10.1177/1367493517753085.

Capolingua, M. and Gill, F. J. (2018) ‘Neonatal nurses’ self-reported


practices, knowledge and attitudes toward premature infant pain assessment and
management’, Journal of Neonatal Nursing, 24(4), pp. 218–224. doi:
10.1016/j.jnn.2018.03.002.

Charafeddine, L. et al. (2020) ‘Implementing NIDCAP training in a low-


middle-income country: Comparing nurses and physicians’ attitudes’, Early
Human Development, 147(March), p. 105092. doi:
10.1016/j.earlhumdev.2020.105092.

Damanik, M. S. (2009) Klasifikasi bayi menurut berat Lahir dan Masa


Gestasi. sixth. Edited by G. M. Sholeh Kosim, Ari Yunanto, Rizalya Dewi and I.
S. Usman.

Damanik SM (2012) Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi
Buku ajar neonatologi. 1st edn. Edited by G. M. Sholeh Kosim, Ari Yunanto,
Rizalya Dewi and I. S. Usman. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Darcy-Mahoney, A. et al. (2016) ‘Probability of an Autism Diagnosis by


Gestational Age’, Newborn and Infant Nursing Reviews, 16(4), pp. 322–326. doi:
10.1053/j.nainr.2016.09.019.

Deng, Q. et al. (2018) ‘Factors that have an impact on knowledge, attitude


and practice related to kangaroo care: National survey study among neonatal
nurses’, Journal of Clinical Nursing, 27(21–22), pp. 4100–4111. doi:
10.1111/jocn.14556.

Goldstein, R. F. and Malcolm, W. F. (2019) ‘Care of the Neonatal Intensive


Care Unit Graduate after Discharge’, Pediatric Clinics of North America, 66(2),
pp. 489–508. doi: 10.1016/j.pcl.2018.12.014.

Gomella, Tricia Lacy, Cunningham, M. Douglas, Eyal, F. G. (2009)


NEONATOLOGY Management, procedures, On-Call Problems, Diseases, and
Drugs. sixth. Edited by H. Fried, Alyssa K, Lebowitz. The McGraw Hill
Companies, INC.
162

Green, J. et al. (2017) ‘Quality versus quantity: The complexities of quality


of life determinations for neonatal nurses’, Nursing Ethics, 24(7), pp. 802–820.
doi: 10.1177/0969733015625367.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2016) KONSENSUS Asuhan Nutrisi pada


Bayi Prematur.

Kementerian Kesehatan RI (2017) ‘Pedoman dan Standar Etik Penelitian


dan Pengembangan Kesehatan Nasional’, Kementerian Kesehatan RI, pp. 1–158.
Available at: http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-
indonesia-sehat-dengan-pendekatan-keluarga.html.

Kiechl-Kohlendorfer, U. et al. (2015) ‘Effect of developmental care for very


premature infants on neurodevelopmental outcome at 2 years of age’, Infant
Behavior and Development, 39, pp. 166–172. doi: 10.1016/j.infbeh.2015.02.006.

Konishi, M. et al. (2017) ‘An exploratory intervention to expand the horizon


for Japanese neonatal nurses: Acquisition and retention of knowledge and skills
related to nursing practice’, Journal of Neonatal Nursing, 23(5), pp. 228–233. doi:
10.1016/j.jnn.2017.03.005.

Kyle, T. and Carman, S. (2014) Buku Ajar Keperawatan Pediatri Vol (2).
Jakarta: EGC.

Lee, G. Y. et al. (2014) ‘Pediatric Clinical Practice Guidelines for Acute


Procedural Pain: A Systematic Review’, Pediatrics, 133(3), pp. 500–515. doi:
10.1542/peds.2013-2744.

Lowdermilk, D. L., Perry, S. E. and Cashion, K. (2013) Keperawatan


Maternitas. Edited by F. Sidartha and A. Tania. Jakarta: Salemba Medika.

Macho, P. (2018) ‘Nurses’ Knowledge, Attitudes, and Perceived Self-


Competency Regarding Individualized Developmental Care in the Neonatal
Intensive Care Unit.’, Nurses’ Knowledge, Attitudes & Perceived Self-
Competency Regarding Individualized Developmental Care in the Neonatal
Intensive Care Unit, p. 1. Available at: http://search.ebscohost.com/login.aspx?
direct=true&db=rzh&AN=130408251&amp%0Alang=fr&site=ehost-live.

Mahl, S. et al. (2015) ‘The Association of Organizational Culture and


Quality Improvement Implementation With Neonatal Outcomes in the NICU’,
Journal of Pediatric Health Care, 29(5), pp. 435–441. doi:
10.1016/j.pedhc.2015.01.011.

Mosqueda-Peña, R. et al. (2016) ‘Impact of a Developmental Care Training


Course on the Knowledge and Satisfaction of Health Care Professionals in
Neonatal Units: A Multicenter Study’, Pediatrics and Neonatology, 57(2), pp. 97–
104. doi: 10.1016/j.pedneo.2015.04.010.
163

Mundol, T. H., Prabhu, A. S. and Saldanha, P. R. M. (2018) ‘25 % Oral


Dextrose As Analgesia During Neonatal Immunisation with BCG’, International
Journal of Contemporary Pediatrics, 5(2), pp. 416–419.

Niven, N. (2002) Psikologi Kesehatan. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Notoatmodjo, S. (2003) PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN. 1st


edn. Jakarta Rineka Putra.

Nursalam (2017) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis. 4th edn. Edited by P. Puji Lestasi. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam (2020) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 5th edn. Edited


by aklia suslia. Salemba Medika, Jakarta.

Park, J. and Kim, J. S. (2019) ‘Factors Influencing Developmental Care


Practice Among Neonatal Intensive Care Unit Nurses’, Journal of Pediatric
Nursing, 47, pp. e10–e15. doi: 10.1016/j.pedn.2019.03.014.

Pramesti, T. A., Padmasari, I. G. A. R. and Wardhana, Z. F. (2018)


‘Pemberian Non Nutritive Sucking (Pacifier) terhadap respon Nyeri Neonatus
yang Dilakukan Pemasangan Infus’, Journal of Borneo Holistic Health, 1(1), pp.
113–126.

Rachmawati (2015) ‘‘Orientasi masa depan pada penyandang cacat’.

Sakit, D. I. R. (2011) ‘Standar pelayanan keperawatan neonatus di rumah


sakit’.

Soleimani, F. et al. (2017) ‘Assessing factors influencing the quality of


developmental care in neonatal intensive care units of Tehran’, Iranian Journal of
Pediatrics, 27(1), pp. 3–8. doi: 10.5812/ijp.6733.

Sudibyo, I. (2011) ‘Anteseden dan Konsekuen Computer Anxiety’.


Available at: http://repository.unika.ac.id/11275/.

Utara, U. S. (2019) ‘HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN


BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT
KOTA MEDAN’.

Wanda, D. et al. (2014) ‘Pengembangan model pelayanan asuhan


keperawatan bayi berat lahir rendah’, Jurnal Ners, 9(1), pp. 83–90. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/315368574_The_Development_of_Nurs
ing_Care_Services_Model_for_Low_Birth_Weight_Infants/fulltext/
58cd620b92851c374e153a39/315368574_The_Development_of_Nursing_Care_S
ervices_Model_for_Low_Birth_Weight_Infants.pdf?orig.
164

WHO (2012) ‘Born too soon. The Global Action Report on Preterm Birth’.

Yin, T. et al. (2016) ‘Semi-Prone Position Can Influence Variability in


Respiratory Rate of Premature Infants Using Nasal CPAP’, Journal of Pediatric
Nursing, 31(2), pp. e167–e174. doi: 10.1016/j.pedn.2015.10.014.

Zhang, X. et al. (2016) ‘Factors Influencing Implementation of


Developmental Care Among NICU Nurses in China’, Clinical Nursing Research,
25(3), pp. 238–253. doi: 10.1177/1054773814547229.
165

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Responden Penelitian

LEMBAR PENJELASAN RESPONDEN PENELITIAN

Saya CH.R. Yeni Suryandari , mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, akan melakukan penelitian dengan
judul “Pengembangan Model Developmental care Berbasis Theory of Planeed
Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat Dalam Merawat Bayi
Prematur”.

Untuk itu saya mohon kesedian Saudara/Saudari untuk berkenan menjadi


partisipan dalam penelitian tersebut. Adapun hal-hal yang perlu saudara ketahui
diantaranya :

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan dan menganalisis
Pengembangan Model Developmental care Berbasis Theory of Planeed Behavior
Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat Dalam Merawat Bayi Prematur

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
pentingnya Developmental care berbasis Theory of Planeed Behavior Terhadap
Perilaku Kepatuhan Perawat Dalam Merawat Bayi Prematur

Perilaku yang Diterapkan pada Subjek


Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang melalui kuisioner yang
diberikan pada perawat untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
perilaku perawat dalam merawat bayi prematur, adapun hal-hal yang diterapkan
pada subjek penelitian adalah:
1. Pada tahap awal responden akan diminta mengisi informed consent melalui
form online
2. Responden akan diminta mengisi kuisioner secara online untuk
mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku perawat dalam
merawat bayi premature

Bahaya Potensial
Penelitian ini tidak menimbulkan dampak yang berbahaya kepada responden,
dikarenakan penelitian ini tidak melakukan intervensi, sehingga tidak
mencederai fisik maupun mental. Responden diminta untuk mengisi kuisioner
secara online

Hak Responden
1. Apabila ditengah proses penelitian responden merasa tidak sesuai atau muncul
hal-hal yang tidak diinginkan, maka responden diperkenankan untuk mundur
dari penelitian ini.
166

2. Identitas responden akan dirahasiakan sepenuhnya oleh peneliti dan hanya data
yang disampaikan oleh responden yang akan di gunakan demi kepentingan
penelitian.
3. Kerahasian informasi yang diberikan responden dijamin sepenuhnya oleh
peneliti.
4. Peneliti tidak akan memungut biaya apapun dari responden.

Adanya Insentif untuk Subjek Penelitian


Keikutsertaan subjek dalam penelitian ini sangat membantu peneliti dalam
memperoleh data penelitian, bentuk insentif yang diberikan bukanlah sebuah
uang/biaya, melainkan modul yang akan diberikan secara pdf tentang penerapan
developmental care pada bayi prematur

Demikian surat permohonan ini saya buat, atas perhatian dan partisipasi dari
Saudara /Saudari saya ucapkan terimakasih.

Surabaya,……………………..
Yang Mendapat Penjelasan, Yang Memberi Penjelasan,

(…………………………..) (CH.R. Yeni Suryandari)

Saksi,

(……………………)
167

Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden Penelitian


PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : CH.R. Yeni Suryandari

NIM : 131914153018

Adalah mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang akan melakukan
penelitian tentang “Pengembangan Model Developmental Care Berbasis
Theory of Planeed Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan Perawat Dalam
Merawat Bayi Prematur”. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat dalam merawat bayi
prematur.

Saya mohon partisipasi Saudara /Saudari untuk menjadi responden


dalam penelitian ini. Semua data yang telah dikumpulkan akan dirahasiakan.
Data hanya akan disajikan untuk keperluan penelitian ini. Apabila dalam
penelitian ini Saudara/Saudari merasa tidak nyaman dengan kegiatan yang
akan dilakukan, maka Saudara/Saudari dapat mengundurkan diri.

Apabila Saudara/Saudari bersedia menjadi responden, silahkan


menandatangani pada lembar persetujuan yang telah disajikan. Atas
perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

CH.R. Yeni Suryandari


168

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian


LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Setelah, membaca, mendengarkan, dan memahami isi penjelasan tentang


tujuan dan manfaat dari penelitian ini, maka saya bersedia / tidak bersedia *
dengan sukarela turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian
yang di lakukan oleh Mahaiswa Magister Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya yaitu:
Nama : CH.R. Yeni Suryandari
Nim : 131914153018
Judul : Pengembangan Model Developmental Care Berbasis
Theory of Planeed Behavior Terhadap Perilaku Kepatuhan
Perawat Dalam Merawat Bayi Prematur
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak memaksa, tidak membahayakan
dan tidak merugikan. Persetujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa
paksaan dari siapapun. Demikian penyataan ini saya buat untuk di
pergunakan sebagaimana mestinya..

Surabaya,………………2021

Peneliti Responden

(CH.R. Yeni Suryandari) ( )


Saksi,

( )
*Coret yang tidak perlu
169

Lampiran 4 Instrument A: Data Demografi Responden


INSTRUMENT A: DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
Petunjuk
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat !
2) Berilah tanda check (√) sesuai dengan apa yang anda rasakan dan anda Benar !
3) Isi dengan jawaban sesuai dengan anda
4) No responden :

1. Usia : ……. tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Ras :
4. Agama :
5. Lama kerja di ruang neonatus : ..…………tahun

6. Penghasilan : < Rp 5.000.000 .

≥ Rp 5.000.0000
7. Pendidikan Terakhir
1) D-3 Keperawatan/D-4 Keperawatan
2) D-3 Kebidanan /D-4 Kebidanan
3) S-1 Keperawatan
4) S-1 Kebidanan
5) S2 Keperawatan

8. Unit perinatologi: Level 1

Level 2

Level 3
170

Lampiran 5 Instrumen B: Kuesioner Sikap Umum


INSTRUMEN B: KUESIONER SIKAP UMUM

No. Responden:
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan
cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya menyukai atau senang dengan tugas
dan fungsi perawat yang menjadi
tanggung jawab saya saat ini
2 Saya menyukai, senang kerjasama
sesama perawat disini
3 Saya menyukai, senang dengan fasilitas
dan prasarana di ruangan ini
4 Sebelum dan sesudah tindakan, tangan
dalam keadaan bersih
5 Memegang bayi premature dalam kondisi
tangan basah dan dingin
6 Ketika kondisi tubuh sedang tidak sehat
saya tetap melakukan tindakan kesehatan
7 Saya terlalu sibuk untuk mengatur posisi
tubuh bayi premature sesuai jadwal
8 Saya bertanggung jawab terhadap
kekuatan suara di NICU
9 Saya selalu menyalakan lampu di NICU
24 jam
171

Lampiran 6 Instrumen C: Kuesioner Sifat/Kepribadian


KUESIONER TYPE KEPRIBADIAN EYSENCK
(EKSTROVERT DAN INTROVERT)

No. Responden :

Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban

No Pernyataan YA TIDAK
1 Saya senang dan tertarik melakukan banyak
aktivitas dalam waktu bersamaan
2 Saya tertarik pada ha-hal yang berbahaya
3 Saya tertawa lebih keras dari pada orang lain
disekitar saya
4 Saya adalah orang yang cepat berubah
5 Saya lebih suka beraktivitas dari pada berdiam diri
6 Saya perlu menyendiri untuk berfikir
7 Saya perlu banyak berfikir untuk memutuskan
sesuatu
8 Saya senang melakukan pekerjaan yang tidak
melibatkan orang lain
9 Saya lebih suka menyendiri daripada harus beramah
tamah
10 Saya tidak ingin orang lain tahu apabila saya sedang
punya masalah
11 Bila saya tidak suka dengan sesuatu hal maka saya
akan berterus terang
12 Saya berani membuat keputusan baru walaupun
mengandung resiko
13 Jika teman saya meminta menyimpan rahasia,
terkadang saya menceritakan ke orang lain
14 Saya biasa melakukan sesuatu tanpa rencana
15 Saya akan melakukan apapun yang terlintas di
pikiran saya pada saat itu juga
16 Saya sulit mengambil keputusan tanpa pemikiran
yang matang
17 Saya takut untuk memasuki suatu lingkungan yang
baru
18 Jika bekerja saya selalu datang tepat waktu
19 Saya akan menghindari resiko dalam melakukan
suatu pekerjaan
20 Jika saya menghadapi masalah, saya suka
memendam masalah itu sendiri
172

Lampiran 7 Instrumen C: Kuesioner Nilai Hidup


INSTRUMEN C: KUESIONER NILAI HIDUP
No. Responden:
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan
cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya memiliki cita-cita dan keinginan
yang harus diraih dalam hidup ini.
2 saya berusaha mengasah kemampuan
hidup (life skill) dengan terus belajar hal-
hal baru dan terus berlatih
3 Saya memiliki komitmen untuk
membahagiakan orang-orang terdekat
saya.
4 Saya berusaha menghayati apa yang saya
kerjakan dalam hidup ini
5 Saya memiliki tekat kuat untuk hidup
yang lebih baik.
6 saya merasa keterampilan yang saya
pelajari sangat berarti dalam
pengembangan diri saya
7 Saya mendapat banyak dukungan dan
suport dari teman-teman dalam bekerja.
8 Saya berusaha melakukan perbuatan yang
dapat bermanfaat bagi orang lain
9 Saya berusaha menggunakan waktu luang
untuk sesuatu yang bermanfaat
10 Saya berusaha mengasah kemampuan
komunikasi dengan berdiskusi bersama
rekan-rekan komunitas.
11 Saya bertanya pada senior mengenai
sesuatu yang ingin saya ketahui, dan
pelajari.
12 Saya berusaha mengambil makna disetiap
peristiwa yang saya alami
13 Saya memiliki tujuan hidup yang harus
saya capai dalam hidup ini
173

14 Saya berusaha bertanya dan sharing


berbagai hal tentang bisnis dengan teman-
teman terutama sesama komunitas.
15 Saya berusaha mengkonsultasikan
masalah jika ada kendala dilapangan
kepada atasan saya
16 Menurut saya, hidup itu harus terus
dijalani dengan sebaik-baiknya
17 Menurut saya, kejujuran dan kebenaran
adalah pedoman untuk menjalankan
kehidupan.
18 Menurut saya, ada banyak hal dalam
pekerjaan ini yang berguna bagi
pengembangan diri saya
19 Menurut saya, dukungan orang terdekat
adalah kekuatan bagi saya dan sangat
saya butuhkan
174

Lampiran 8 Instrumen E: Kecerdasan Emosional


INSTRUMEN E: KUESIONER KECERDASAN EMOSIONAL
No. Responden:
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan
cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya tahu kapan harus menyampaikan
masalah pribadi saya kepada orang lain
2 Ketika saya menghadapi suatu masalah,
saya langsung teringat saat-saat saya
menghadapi masalah yang sama dan bisa
mengatasinya.
3 Beberapa kejadian yang pernah menimpa
saya membuat saya mengevaluasi
kembali apa yang penting dan tidak
penting bagi saya.
4 Jika suasana hati saya sedang berubah,
terbuka kemungkinan berbuat sesuatu.
5 Saya mengharapkan sesuatu yang baik
terjadi pada diri saya
6 Saya bisa mempertahankan emosi
positive saya
7 Saya mengatur even-even yanng
membuat orang lain merasa senang.
8 Saya selalu mencari aktifitas-aktifitas
yang akan membuat saya senang.
9 Saya tahu benar tentang pesan-pesan non-
verbal yang saya tunjukkan pada orang
lain
10 Saya memahami mengapa emosi saya
berubah
11 Ide-ide baru bermunculan di benak saya
jika hati saya sedang senang.
12 Saya bisa mengontrol emosi saya.
13 Saya dengan mudah mengenal emosi saya
karena saya mengalaminya sendiri.
14 Saya memotivasi diri saya dengan cara
membayangkan hasil kerja saya yang
175

baik.
15 Ketika saya mengahadapi tuntutan, saya
menyerah karena saya yakin saya akan
gagal.
16 Saya memuji orang yang berhasil
melakukan sesuatu dengan baik.
176

Lampiran 9 Instrument F: Pengetahuan


INSTRUMEN F: KUESIONER PENGETAHUAN
No. Responden :

Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan
cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan : Benar (2) Salah (1)
.
NO Pernyataan Pilihan
jawaban
Benar Salah
1 Bayi premature adalah bayi dengan usia gestasi 39
minggu
2 Developmental care adalah metode perawatan bayi
premature untuk menciptakan lingkungan ekstrauterin
untuk mengoptimalkan perkembangan otak bayi
premature
3 Tujuan developmental care adalah meminimalisasi
stimulus yang mengganggu dan membuat stress,
pengasuhan bersifat individual serta mengikutsertakan
keluarga.
4 7 langkah inti dalam developmental care adalah
menciptakan lingkungan penyembuhan, bermitra dengan
keluarga, pengaturan posisi bayi, menjaga pola tidur-
bangun, management nyeri dan stress, perlindungan
kulit, nutrisi optimal
5 Developmental care adalah untuk mengurangi stres bayi
prematur, memaksimalkan neurologis, kognitif, dan hasil
perilaku, dan mengurangi masalah perkembangan saraf
jangka panjang
6 Positioning & Handling bertujuan mendukung tubuh bayi
prematur dalam posisi seperti di dalam kandungan. Untuk
pengembangan muskuloskeletal dan neuromotor yang
optimal
7 Develompmental care harus dilakukan sejak di kamar
bersalin, saat melakukan prosedur, perawatan rutin dan
perawatan yang melibatkan keluarga
8 Karena bayi tidak selalu mentolerir semua penanganan
dan perawatan yang dikelompokkan menjadi satu, periode
pengasuhan, praktik perawatan pengelompokan harus
didasarkan pada isyarat perilaku bayi
9 Bayi yang terpapar pengalaman menyakitkan yang
berulang memiliki konsekuensi negatif jangka pendek dan
177

jangka panjang antara lain skor kognitif dan motorik yang


lebih buruk, gangguan pertumbuhan, mengurangi materi
putih dan pematangan materi abu-abu subkortikal, dan
mengubah struktur saluran kortikospinalis.
10 Netral thermal environment pada bayi premature dapat
tercipta dengan cara kontak kulit dengan kulit sejak dini
sering dan waktu yang lama
11 Pemberian pewangi di lingkungan incubator untuk
merangsang penciuman neonatus premature
12 Perawat di dalam ruang NICU boleh berkomunikasi lebih
dari 55 Db
13 Intensitas atau tingkat cahaya dapat diatur atau
disesuaikan hingga maksimum 60 fc di ruang NICU
14 Healing environment dapat diciptakan dengan pengaturan
sumber cahaya, suara, gerakan, penciuman dan terapkan
rencana perawatan secara individual untuk setiap bayi
15 Dalam developmental care orang tua bukan sebagai
pengunjung melainkan sebagai anggota team yang setara
dan vital dari tim perawatan
16 Mendidik melatih dan membimbing orang tua untuk
berperan aktif dalam perawatan bayinya merupakan
intervensi yang mendukung developmental care
17 Reposisi neonatus premature dalam perawatan dilakukan
minimal tiap 4 jam
18 Dalam pengaturan posisi kaji siklus tidur-bangun bayi
19 Dalam menjalankan tindakan perawatan pada bayi
premature harus dilaksanakan sesuai jam yang diatur
tanpa memperhatikan isyarat bayi
20 Pemberian dukungan (menyusui, kontak kulit ke kulit,
sukrosa dan pacifier) merupakan dukungan non
farmakologis untuk managemen nyeri
21 Kelembapan lingkungan untuk bayi ELBW diatur sampai
dengan 2 minggu setelah lahir
22 Saat kontak kulit ke kulit kelembapan tercapai sebesar
50%
23 Selama pemberian minum ASI/ Botol perlu diperhatikan
koordinasi menghisap menelan dan bernafas
24 Penggunaan sabun dan emolien secara rutin pada bayi
premature sangat dianjurkan untuk melindungi kulit
(stratum corneum)
25 Promosikan stimulasi oral / penciuman positif selama
kontak awal kulit-ke-kulit dengan membiarkan bayi
menjilat, mencium dan mencium putting.
26 Saat prosedur mandi pada proses pembilasan bayi
dibedong (untuk mengurangi stres dan meningkatkan
relaksasi) dan diberikan penghangat di atas kepala (untuk
mencegah risiko hipotermia
178

27 Penggunaan emolien pada bayi premature sebisa mungkin


dihindari karena meningkatkan resiko infeksi
28 Penanganan dan sentuhan yang sering dapat membuat
tidur bayi tenang yang menyebabkan berat badan naik,
menunjang perkembangan otak
29 Pengalaman sensorik (suara keras, lampu terang, prosedur
yang membuat stres dan menyakitkan) memiliki efek
negatif pada perkembangan otak bayi
30 Saat bayi premature tertidur nyenyak dan saatnya jam
mengganti popok bayi harus dibangunkan
179

Lampiran 10 Instrumen G: Kuesioner Pengalaman


INSTRUMEN G: KUESIONER PENGALAMAN
No responden :
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban

NO PERNYATAAN YA TIDAK
1 0
1 Saya sering tidak punya waktu untuk mengatur dan
memposisikan posisi bayi
2 Saya merubah posisi bayi selalu memperhatikan
isyarat bayi dan tiap 4 jam sekali
3 Saya memberikan kesempatan luas dan edukasi
kepada orang tua untuk ikut terlibat dalam perawatan
bayinya dari awal sampai dengan pulang
4 Saya berkomunikasi dengan pelan dan lembut ketika
sedang berada dalam ruangan yang merawat bayi
premature
5 Saya melakukan management nyeri sebelum
melakukan tindakan, terutama tindakan yang
menimbulkan nyeri
6 Saya mengatur pencahayaan di lingkungan
perawatan bayi premature
7 Panduan perawatan bayi yang ada membantu saya
dalam merawat bayi premature
8 Saya melakukan pemberian minum pada bayi
premature memperhatikan koordinasi bernafas,
menghisap dan menelan
9 Saya menggunakan plastik pembungkus saat
transportasi bayi dari kamar operasi atau ruang
bersalin menuju ruang perawatan
10 Saya mengobservasi suhu incubator dan setting
humidifikasi nya disesuaikan dengan usia perawatan
bayi
180

Lampiran 11 Instrumen H: Kuesioner Paparan Informasi

INSTRUMEN H : KUESIONER PAPARAN INFORMASI


Questionnaires can provide valuable information

No responden:
Petunjuk pengisian :
1. Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2. Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3. Ketentuan :
S : Selalu (4), S : Sering (3), J : jarang (2), T : Tidak (1)

NO PERNYATAAN tidak jarang sering selalu


1 Saya mampu mengakses semua berita
yang berhubungan dengan developmental
care dan bayi prematur
2 Fasilitas kesehatan di tempat saya bekerja
memberikan informasi yang cukup untuk
penanganan bayi prematur
3 Kondisi jaringan yang sulit membuat saya
susah dalam megakses informasi terbaru
4 Berbagai sumber referensi telah
menyajikan informasi terkait
developmental care dan bayi preamtur ,
akan tetapi tidak semuanya bisa diterima
secara langsung
5 Saya mendapatkan Informasi tentang
developmental care dan perawatan bayi
prematur di tempat kerja
6 Saya mendapatkan informasi dan
pelatihan neonatal dasar
181

Lampiran 12 Instrumen I: Kuesioner Behavior Belief

INSTRUMEN I: KUESIONER BEHAVIOR BELIEF


No responden:
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya bertanggung jawab terhadap perubahan
posisi pada bayi premature setiap 4 jam sekali
2 Mengobservasi pola tidur, pola bangun dan
saat terjaga adalah hal sangat penting karena
merupakan isyarat bayi premature dan
sebagai dasar perawat untuk melakukan
intervensi
3 Saya melakukan management nyeri antara
lain dengan cara reposisi, membedong bayi,
memberikan empeng, menenangkan bayi,
pemberian sukrosa dan skin to skin contact
4 Menggunakan plastic pembungkus,
penggunaan incubator tertutup, mengatur
humidity >70% dan penggunaan dressing
perekat yang transparan merupakan standar
mengurangi TEWL (transepidermal water
loss)
5 Saya terlalu sibuk untuk melakukan
managemen nyeri pada bayi premature saat
akan melakukan tidakan invasive yang
berisiko nyeri
6 Saat merasa berat untuk mengatur lingkungan
penyembuhan ( saat berkomunikasi, mengatur
cahaya diruang perawatan, menjaga aroma
atau bau dilingkungan bayi dan memberikan
sentuhan yang lembut).
7 Kontrol TEWL (transepidermal water loss)
dapat mempertahankan integritas kulit
8 Memberikan ASI sebagai nutrisi secara
adekuat dan sedini mungkin merupakan salah
satu standart dalam developmental care
182

Lampiran 13 Instrumen J :Outcomes Evaluations

INSTRUMEN J: KUESIONER OUTCOMES EVALUATIONS


No responden:
Petunjuk pengisian :
4) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
5) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
6) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

No pernyataan STS TS S SS
1 Bagi saya mengontrol suara, cahaya ,
memberikan sentuhan lembut dan mengatur
posisi dapat mengoptimalkan tumbuh
kembang bayi prematur
2 Bagi saya management nyeri pada bayi
premature sesuai dengan prosedur adalah
tindakan untuk memaksimalkan tumbuh
kembang bayi premature
3 Saya merasa sulit memfasilitasi skin to skin
contack pada bayi premature yang memakai
banyak alat
4 Saya tidak memperhatikan isyarat (pola
bangun-tidur) bayi prematur saat melakukan
prosedur rutin
5 Saya memberikan posisi bayi prematur
dengan posisi seperti di dalam rahim ibu
6 Panduan penerapan developmental care
merupakan acuan perawatan bayi prematur
untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal
7 Panduan developmental care membantu
otoritas professional saya dan mudah untuk
dimengerti
183

Lampiran 14 Instrumen K: Kuesioner normative belief

INSTRUMEN K: KUESIONER NORMATIVE BELIEF


No responden :
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

NO PERNYATAAN STS TS S SS
1 Biasanya, saya akan mengikuti apa yang
disampaikan oleh Tim MUTU
2 Biasanya, saya akan melakukan yang
dianjurkan oleh Direktur Keperawatan
3 Biasanya, saya akan mengikuti apa yang
dianjurkan oleh kepala instalasi unit khusus
4 Biasanya, saya akan melakukan apa yang
dianjurkan oleh kepala ruangan
5 Biasanya, saya akan melakukan apa yang
disarankan oleh rekan sejawat saya
6 Biasanya, saya akan melakukan apa yang
disarankan oleh tim kesehatan lain (salah
satunya dokter)
184

Lampiran 15 Instrumen L: Motivation to Comply

INSTRUMEN L: KUESIONER MOTIVATION TO COMPLY


No responden :
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju(4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

NO PERNYATAAN STS TS S SS
1 Tim MUTU mendukung saya untuk
melakukan developmental care
2 Direktur keperawatan mendukung saya
menerapkan developmental care
3 Kepala instalasi keperawatan khusus
mendukung saya menerapkan developmental
care
4 Kepala ruangan mendukung saya menerapkan
developmental care
5 Rekan sejawat saya tidak mendukung saya
untuk melakukan developmental care
6 Tim kesehatan lain (salah satunya dokter)
tidak mendukung saya untuk melakukan
developmental care
185

Lampiran 16 Instrumen M: Kuesioner Controllability/Control

INSTRUMEN M: KUESIONER CONTROLLABILITY/CONTROL


No Responden :
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju(4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

NO PERNYATAAN STS TS S SS
1 Peraturan rumah sakit merupakan faktor
pendukung untuk menerapkan developmental
care
2 Kesadaran akan akibat yang ditimbulkan jika
terjadi gangguan tumbuh kembang pada bayi
premature menjadi factor pendorong untuk
menerapkan developmental care
3 Motivasi untuk menjalankan kewajiban dan
tanggung jawab perawat menjadi faktor
pendukung untuk menerapkan developmental
care
4 Adanya supervisi dari atasan merupakan
faktor pendorong untuk melakukan
developmental care
5 Kebutuhan akreditasi rumah sakit atau
evaluasi mutu merupakan faktor pendorong
untuk melakukan developmental care
6 Faktor pengetahuan perawat tentang
pentingnya tumbuh kembang bayi premature
dalam asuhan keperawatan merupakan faktor
pendorong untuk melakukan developmental
care
7 Faktor waktu merupakan faktor penghambat
saya untuk menerapkan developmental care
8 Tersedianya sarana dan prasarana (format,
petunjuk teknis dan lain lain) menjadi faktor
pendukung untuk melakukan developmental
care
9 Kondisi bayi premature yang gawat menjadi
faktor penghambat untuk menerapkan
developmental care
10 faktor beban kerja merupakan penghambat
untuk melakukan developmental care
186

11 Minimnya reward merupakan penghambat


untuk melakukan developmental care
187

Lampiran 17 Instrumen N: Perceived Power

INSTRUMEN M: KUESIONER PERCEIVED POWER

No Responden :

Petunjuk pengisian
Berikut ini akan diberikan beberapa pernyataan. Anda diminta untuk memberikan
penilaian sesuai dengan yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan jawabannya adalah
sebagai berikut
SK : Sangat Kecil, K : Kecil, B : Besar, SB : Sangat Besar

NO PERNYATAAN SK K B SB
1 Bagi saya peraturan rumah sakit merupakan faktor
pendorong yang……..untuk menerapkan tindakan
developmental care
2 Bagi saya, kesadaran akan akibat yang ditimbulkan
jika terjadi gangguan tumbuh kembang bayi
premature menjadi factor pendorong untuk
melakukan developmental care
3 Bagi saya motivasi untuk menjalankan kewajiban,
tanggung jawab perawat menjadi factor pendukung
untuk menerapkan developmental care
4 Kondisi ruangan yang memerlukan tindakan yang
cepat merupakan hambatan yang ….untuk
menerapkan developmental care
5 Adanya supervise dari atasan merupakan fator
pendorong yang ….. bagi saya untuk menerapkan
developmental care
6 Bagi saya kebutuhan akreditasi dan evaluasi mutu
merupakan factor pendorong untuk menerapakan
developmental care yang….
7 Faktor malas merupakan factor penghambat yang
…..bagi saya untuk menerapkan developmental
care
8 Bagi saya tersedianya sarana dan prasarana
(pengukur suara, lampu yang bisa diatur on/off nya
saat dibutuhkan, perlengkapan untuk NEST, kursi
KMC yang nyaman) merupakan faktor pendukung
untuk melakukan developmental care
9 Kondisi bayi premature yang gawat menjadi factor
penghambat yang….untuk melakukan
developmental care
10 Faktor beban kerja merupakan penghambat
yang….bagi saya untuk melakukan developmental
care
11 Faktor pengalaman dan informasi menjadi factor
pendukung yang……bagi saya untuk melakukan
188

developmental care
189

Lampiran 18 Instrumen O: Kuesioner Intention

INSTRUMEN O: KUESIONER INTENTION


No responden :

Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju (4), S : Setuju (3), TS : Tidak Setuju (2),
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

NO PERNYATAAN STS TS S SS
1 Saya akan mencoba melakukan perawatan
bayi premature berdasarkan developmental
care untuk mencegah gangguan tumbuh
kembang
2 Saya akan mendidik, melatih, dan
membimbing orang tua tentang pentingnya
menciptakan lingkungan penyembuhan yang
melindungi perkembangan otak bayi prematur
dan menekankan peran sentral orang tua
dalam lingkungan penyembuhan.
3 Saya berusaha menciptakan lingkungan
penyembuhan untuk perlindungan sistem
sensorik (visual, penciuman, pendengaran,
KMC) dan dipatuhi selama bayi tinggal
4 Saya yakin bahwa saya dapat menciptakan
healing environment (lingkungan
penyembuhan ) untuk perlindungan sistem
sensorik (visual, penciuman, pendengaran,
KMC) dan dipatuhi selama bayi tinggal
sesuai prosedur
5 Saya berusaha bermitra dengan keluarga
untuk memberikan akses ke bayinya tanpa
batas , memberikan edukasi dan melibatkan
orang tua dalam perawatan bayinya
sepanjang waktu
6 Saya yakin bahwa saya dapat bermitra dengan
keluarga untuk memberikan akses ke
bayinya tanpa batas , memberikan edukasi
dan melibatkan orang tua dalam perawatan
bayinya sepanjang waktu sesuai prosedur
7 Saya berusaha memberikan posisi bayi
premature seperti di dalam Rahim yaitu
sejajar dengan garis midline tubuh dengan
190

knee chest dan tangan didekatkan mulut


8 Saya yakin bahwa saya dapat memberikan
posisi bayi premature seperti di dalam Rahim
yaitu sejajar dengan garis midline tubuh
dengan knee chest dan tangan didekatkan
mulut
9 Saya berusaha mengenali dan melindungi
siklus tidur, terutama tidur REM dan
menyadari pentingnya tidur untuk
penyembuhan, pertumbuhan, dan
perkembangan otak.
10 Saya yakin bahwa saya dapat mengenali dan
melindungi siklus tidur, terutama tidur REM
dan menyadari pentingnya tidur untuk
penyembuhan, pertumbuhan, dan
perkembangan otak.
11 Saya berusaha melakukan managemen nyeri
dan meminimalkan stress dengan memberikan
dukungan non-farmakologis (menyusui,
kontak kulit-ke-kulit, sukrosa, pacifier) semua
intervensi invasif kecil
12 Saya yakin bahwa saya dapat melakukan
managemen nyeri dan meminimalkan stress
dengan memberikan dukungan non-
farmakologis (menyusui, kontak kulit-ke-
kulit, sukrosa, pacifier) semua intervensi
invasif kecil
13 Saya berusaha melindungi kulit bayi
premature dengan salah satu cara control
transepidermal waterloss (TEWL) antara lain
penggunaan plastic pembungkus bayi,
humidity > 70%, penggunaan incubator
tertutup dan dressing transparan
14 Saya yakin bahwa saya dapat melindungi
kulit bayi premature dengan salah satu cara
control transepidermal waterloss (TEWL)
antara lain penggunaan plastic pembungkus
bayi, humidity > 70%, penggunaan incubator
tertutup dan dressing transparan
15 Saya berniat untuk mendukung dan
memberikan edukasi orang tua dalam
memberikan ASI pada bayinya
16 Saya berniat untuk menerapkan 7 langkah inti
developmental care dalam merawat bayi
premature
191

Lampiran 19 Instrumen P: Kuesioner Perilaku

INSTRUMEN P: KUESIONER PERILAKU


No responden :

Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
S : Selalu (4) S : Sering (3) J : Jarang (2) TP : Tidak pernah(1)

NO PERNYATAAN Tidak Jarang Sering Selalu


pernah
Healing environment
1 Menjaga suara saat berkomunikasi
dibawah 55 db
2 Menggunakan penutup inkubator untuk
melindungi bayi dari cahaya langsung
3 Menutup pintu incubator dengan pelan
Partnering with families
4 Memfasilitasi orang tua dalam proses
KMC
5 Mengedukasi orang tua tentang
management laktasi
Potitioning and handling
6 Merubah posisi tidur setiap 3-4 jam
7 Mengatur posisi sejajar dengan garis
midline tubuh dengan knee chest dan
tangan didekatkan mulut
8 Menyentuh bayi dengan lembut (tidak
menepuk) saat bayi menunjukkan
sinyal negative
Safeguarding and sleep
9 Mengkaji siklus tidur–bangun bayi
untuk mengevaluasi waktu yang tepat
untuk perawatan
10 Melindungi mata bayi dari paparan
cahaya langsung dan mempertahankan
tingkat cahaya yang rendah sekitar
lingkungan
11 Memberikan edukasi orang tua tentang
pentingnya siklus tidur-bangun,
menjaga tidur bayi untuk
penyembuhan, pertumbuhan, dan
perkembangan otak
192

Management stress and pain


12 Membuat nest yang lembut untuk
lingkungan tidur bayi
13 Memberikan sucrose oral 2 menit
sebelum tindakan invasive minor
14 Menggunakan metode skin to skin
contact saat prosedur pengambilan
darah pemasangan infus
Protecting skin
15 Mengatur humidity incubator > 70%
16 Menimalkan penggunaan perekat dan
berhati-hati saat melepas perekat untuk
mencegah pengupasan epidermal
17 Memeriksa septum hidung (pemakaian
CPAP) sesuai protokol untuk
melindungi dari kerusakan Septum
hidung
Optimizing nutrition
18 Mengobservasi tolerasi minum bayi
dari (BB, Faeses, Urine)
19 Memperhatikan koordinasi menghisap
menelan dan bernafas saat bayi minum
20 Memberikan edukasi orang tua tentang
pentingnya manfaat ASI bayi prematur

Anda mungkin juga menyukai