Anda di halaman 1dari 41

SKRIPSI

GAMBARAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING


PADA ANAK USIA TODDLER

Studi dilakukan di Banjar Lebih Duur Kaja, Wilayah Kerja Puskesmas


Gianyar I

OLEH :
DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI
NIM. 19.322.3110

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
SKRIPSI

GAMBARAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING


PADA ANAK USIA TODDLER

Studi dilakukan di Banjar Lebih Duur Kaja, Wilayah Kerja Puskesmas


Gianyar I

Skripsi untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada


Program Studi Keperawatan Program Studi Sarjana STIKes Wira
Medika Bali

OLEH:

DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI


NIM.19.322.3110

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi

Nama : Desak Nyoman Riska Krismayanti


NIM : 19.322.3110
Judul : Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler
Program Studi : Keperawatan Program Sarjana Sekolah Tiggi Ilmu Kesehatan
Wira Medika Bali
Telah diperiksa dan disetujui untuk mengikuti ujian skripsi.

Denpasar, …….. 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Ni Komang Ayu Resiyanthi, S.Kep.,M.Kep Ns. Ni Made Aries Minarti, S.Kep.,M.Ng.
NIK. 2.04.11.427 NIP. 196404111989032002
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi

Nama : Desak Nyoman Riska Krismayanti


NIM : 19.322.3110
Judul : Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler
Program Studi : Keperawatan Program Sarjana Sekolah Tiggi Ilmu Kesehatan
Wira Medika Bali
Telah dipertahankan di depan dewan penguji sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana dalam bidang Keperawatan pada tanggal 4 Februari
2021

Nama Tanda Tangan


Penguji I(Ketua) : Ns. Ni Ketut Citrawati, S.Kep., M.Kep …
Penguji II(Anggota) : Ns. Ni Komang Ayu Resiyanthi, S.Kep.,M.Kep …
Penguji III( Anggota): Ns. Ni Made Aries Minarti, S.Kep.,M.Ng. …

Denpasar, 4 Februari 2021


Mengesahkan, Mengetahui
STIKes Wira Medika Bali Program Studi Keperawatan
Ketua, Ketua,

Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana, M.M Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspawati, S.Kep.,M.Kep
NIK. 2.04.10.403 NIK. 2.04.10.403

ABSTRAK
Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler di Banjar
Lebih Duur Kaja Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I

Riska Krismayanti1, Ni Komang Ayu Resiyanthi2, Ni Made Aries Minarti3

Toilet training adalah usaha yang dilakukan orang tua dalam mengajarkan
anak dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Dampak apabila anak
gagal dalam menerapkan toilet training adalah anak mengalami gangguan
eleminasi, mempengaruhi kepribadian anak dan emosi anak. Keberhasilan toilet
training dipengaruhi oleh usia anak, jenis kelamin anak, pendidikan orang tua,
pekerjaan, pola asuh dan pengetahuan orang tua. Tujuan penelitian mengetahui
gambaran keberhasilan toilet training pada anak usia toddler. Jenis penelitian
deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 77 orang
dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner
dengan hasil uji menggunakan analisis deskriptif. Hasil yang diperoleh dari
responden, sebagian besar berhasil dalam melakukan toilet training yaitu 40 orang
(51,9%). Berdasarkan karakteristik responden, 47 anak (61,0%) berusia 3 tahun,
44 anak (57,1%) berjenis kelamin laki-laki, 51 orang (66,2%) ibu berusia dewasa
awal (26-35 tahun), 58 orang (75,3%) ibu berpendidikan tinggi, 51 orang (66,2%)
ibu tidak bekerja, dan 54 orang (70,1%) ibu menerapkan pola asuh demokratis.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pelayanan kesehatan menyertai
demonstrasi secara langsung saat penyuluhan serta orang tua lebih mampu
memahami proses pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga tepat dalam
mengajarkan anak toilet training untuk mendapatkan hasil maksimal.

Kata Kunci : Keberhasilan Toilet Traning, Anak Usia Toddler

ABSTRACT
Description of The Success of Toilet Training in Toddlers at Banjar Lebih
Duur Kaja, Working Area of Puskesmas Gianyar I

Riska Krismayanti1, Ni Komang Ayu Resiyanthi2, Ni Made Aries Minarti3

Toilet training is an effort made by parents in teaching children to control


bowel movements and urination. The impact if the child fails to apply toilet
training is that the child has an electoral disorder, affecting the child's personality
and emotions. The success of toilet training is influenced by the age of the child,
the sex of the child, parental education, employment, parenting patterns and
knowledge. The purpose of the study was to find out the picture of the success of
toilet training in toddlers. Descriptive type of research with cross sectional
approach. The number of samples was 77 people with purposive sampling
techniques. Data collection using questionnaires with test results using descriptive
analysis. The results obtained from respondents, most of them succeeded in doing
toilet training, namely 40 people (51.9%). Based on respondent characteristics, 47
children (61.0%) 3 years old, 44 children (57.1%) male gender, 51 people (66.2%)
early adult mothers (26-35 years old), 58 people (75.3%) highly educated
mothers, 51 people (66.2%) mothers are not working, and 54 people (70.1%)
mothers apply a democratic fostering pattern. Based on the results of this study, it
is expected that health services will further improve counseling by accompanied
by direct demonstrations and parents are better able to understand the process of
growth and development of children so that it is appropriate in teaching children
toilet training to get maximum results.

Keywords : The success of Toilet Training, Toddlers

KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler di Banjar Lebih
Duur Kaja Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I” pada waktunya.
Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali.
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti banyak mendapat bantuan sejak
awal sampai terselesainya penelitian ini, untuk itu dengan segala hormat dan
kerendahan hati, peneliti menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana, MM, selaku Ketua STIKes Wira Medika
Bali.
2. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspadewi, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Wira Medika Bali.
3. Ns. Ni Komang Ayu Resiyanthi, S.Kep., M.Kep. selaku pembimbing 1 yang
telah memberikan masukan, motivasi dan bantuan dalam penyusunan proposal
ini.
4. Ns. Ni Made Aries Minarti, S.Kep.,M.Ng selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan masukan, motivasi dan bantuan dalam penyusunan proposal ini.
5. dr. Ida Ayu Ratna Trisna, selaku Kepala UPTD Puskesmas Gianyar I serta
kader posyandu balita di Banjar Lebih Duur Kaja yang telah membantu
sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi tepat waktu.
6. Ibu-ibu Banjar Lebih Duur Kaja yang bersedia menjadi responden dan telah
mengikuti penelitian dengan baik.
7. Orang Tua (Desak Made Oni dan Dewa Nyoman Teges), kakak peneliti (Dewa
Made Dwijaya Kusuma dan Desak Putu Eka Septiantari) serta keluarga tercinta
atas segala doa, cinta, sayang dan dukungan baik moril maupun materil dalam
menyelesaikan penyusunan proposal ini.
8. Sahabat peneliti (Ari Puspitarini dan Risna Yulia Dewi) dan mahasiswa
angkatan B12–B Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali yang telah
memberikan dukungan dan doa dalam penyusunan proposal.
Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

Denpasar, 1 Februari 2021


Peneliti

Desak Nyoman Riska Krismayanti


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
ABSTRACT............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................vii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian..........................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................6
1.3.1 Tujuan umum........................................................................................6
1.3.2 Tujuan khusus.......................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................6
1.5 Keaslian Penelitian.........................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10
2.1 Konsep Anak Usia Toddler...........................................................................10
2.1.1 Pengertian anak usia toddler...............................................................10
2.1.2 Ciri-ciri umum anak usia toddler........................................................10
2.1.3 Tahapan perkembangan anak usia toddler..........................................11
2.1.4 Tugas perkembangan usia toddler.......................................................14
2.1.5 Cara mengatasi masalah perkembangan umum anak usia toddler.......14
2.2 Konsep Toilet Training.................................................................................18
2.2.1 Pengertian toilet training.....................................................................18
2.2.2 Kesiapan anak dalam toilet training....................................................19
2.2.3 Cara melatih toilet training pada anak usia toddler.............................20
2.2.4 Langkah-langkah melakukan toilet training........................................21
2.2.5 Cara mengukur keberhasilan toilet training........................................22
2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training..........23
2.2.7 Dampak jika toilet training tidak terpenuhi.........................................26
2.3 Kerangka Konsep..........................................................................................27
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................28
3.1 Desain Penelitian..........................................................................................28
3.2 Kerangka Kerja.............................................................................................29
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................30
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................30
3.4.1 Populasi penelitian..............................................................................30
3.4.2 Teknik pengambilan sampel................................................................31
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel..................................................32
3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data............................................................34
3.7 Pengolahan dan Analisis Data.......................................................................39
3.8 Etika Penelitian.............................................................................................42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................44
4.1 Hasil Penelitian.............................................................................................44
4.1.1 Kondisi lokasi penelitian.....................................................................44
4.1.2 Karakteristik subyek penelitian...........................................................46
4.1.3 Hasil pengamatan terhadap obyek penelitian berdasarkan variabel
penelitian.............................................................................................48
4.1.4 Hasil analisa data................................................................................49
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian........................................................................50
4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik.............................................................50
4.2.2 Mengidentifikasi gambaran keberhasilan toilet training anak usia
toddler.................................................................................................59
4.3 Keterbatasan Penelitian.................................................................................62
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................63
5.1 Simpulan.......................................................................................................63
5.2 Saran.............................................................................................................63
5.2.1 Pelayanan kesehatan............................................................................63
5.2.2 Orang tua.............................................................................................63
5.2.3 Peneliti selanjutnya.............................................................................64
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................65
DAFTAR TABEL

Tabel 3 1 Definisi Operasional Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada


Anak Usia Toddler di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah Kerja
Puskesmas Gianyar I Tahun 2020........................................................33

YTabel 4 1 Distribusi Frekuensi Usia Anak di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah
Kerja Puskesmas Gianyar I Tahun 2020.............................................46

Tabel 4 2 Distribusi Frekuensi Usia Anak di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah
Kerja Puskesmas Gianyar I Tahun 2020..............................................46

Tabel 4 3 Distribusi Frekuensi Usia Ibu di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah Kerja
Puskesmas Gianyar I Tahun 2020.........................................................47

Tabel 4 4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Ibu di Banjar Lebih Duur Kaja
Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I Tahun 2020.................................47

Tabel 4 5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah
Kerja Puskesmas Gianyar I Tahun 2020...............................................47

Tabel 4 6 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua di Banjar Lebih Duur Kaja
Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I Tahun 2020.................................48

Tabel 4 7 Distribusi Frekuensi Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia


Toddler di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah Kerja Puskesmas
Gianyar I Tahun 2020..........................................................................49

Tabel 4 8 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Keberhasilan Toilet


Training pada Anak Usia Toddler di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah
Kerja Puskesmas Gianyar I Tahun 2020............................................49
DAFTAR GAMBAR

YGambar 2. 1Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Keberhasilan Toilet


Training pada Anak Usia Toddler di Posyandu Banjar Lebih Duur
Kaja Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I.........................................27

YGambar 3 1 Skema Desain Penelitian Cross Sectional........................................28

Gambar 3 2 Kerangka Kerja Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada Anak


Usia Toddler di Banjar Lebih Duur Kaja........................................29
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Lampiran 2 Recana Anggaran Penelitian
Lampiran 3 Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 Master Tabel Penelitian
Lampiran 7 Hasil Analisa Data
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian
DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar


BAK : Buang Air kecil
ISK : Infeksi Saluran Kemih
RI : Republik Indonesia
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga
UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan kepribadian baik dalam aspek fisik, psikis, spiritual maupun etika-

moral yang dimulai dari bayi, usia toddler, pra-sekolah, sekolah hingga remaja

(Budiarti, dkk, 2017). Usia toddler adalah salah satu periode usia perkembangan

yang terjadi pada masa kanak-kanak awal, yaitu saat anak berada dalam rentang

umur satu sampai tiga tahun (Denada, dkk, 2015).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2019) menyebutkan jumlah

anak usia toddler di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 18.913.420 jiwa dari 87,9

juta anak Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2019),

jumlah anak usia toddler di Bali yaitu sebanyak 191.694 jiwa dengan Kota

Denpasar menempati urutan pertama dengan jumlah anak usia toddler sebanyak

47.866 jiwa, urutan kedua yaitu Kabupaten Badung dengan 31.291 jiwa, urutan

ketiga yaitu Kabupaten Buleleng dengan 29.281 jiwa, dan Kabupaten Gianyar

masuk urutan keempat dari sembilan Kabupaten dengan jumlah anak usia toddler

sebanyak 20.995 jiwa. Kecamatan Gianyar menempati jumlah anak usia toddler

tertinggi di Kabupaten Gianyar dengan jumlah mencapai 2.091 jiwa yaitu pada

UPTD Puskesmas Gianyar I (Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2019).

Pertumbuhan dan perkembangan anak usia toddler sering disebut masa

keemasan atau golden age sehingga anak dengan cepat dapat menerima informasi

atau stimulus dari luar (Mail & Romdzati, 2018). Masa ini merupakan masa
eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu

bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku

temper tantrum, negativisme, dan keras kepala (Rohadi & Asnindari, 2015).

Perkembangan yang terjadi pada anak usia toddler yaitu kemampuan bahasa

meningkat, anak sudah mampu mengontrol bagian tubuhnya, meningkatnya

kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin berkemih

dan defekasi, serta perkembangan psikoseksual anak usia toddler berada pada

tahap anal dimana terjadi ketertarikan yang berpusat pada bagian anal dengan

terjadnya perkembangan dari otot-otot sfingter yaitu anak mampu menahan dan

mengeluarkan feses sesuai keinginannya (Denada, dkk, 2015). Apabila tidak

mendapat perhatian khusus dari orang tua, maka pertumbuhan dan perkembangan

anak akan terhambat sehingga timbul masalah-masalah umum pada anak usia

toddler, salah satunya adalah masalah dalam toilet training seperti

ketidakmandirian anak dalam buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB),

mengompol, dan buang air kecil maupun besar tidak sesuai tempat (Claudya,

2018).

Kebiasaan yang salah dalam mengontrol buang air besar dan buang air

kecil akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak di masa mendatang. WHO

(World Health Organization) tahun 2013 menyebutkan infeksi saluran kemih

pada anak sering kali mengakibatkan hal-hal yang kurang menguntungkan

dikemudian hari karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada saluran

kemih dan ginjal yang dapat berakibat fatal. Prevalensi infeksi saluran kemih

(ISK) pada anak sebesar 5,47% yang terdiri dari 3,98% anak laki-laki dan 1,49%
pada anak perempuan. Prevalensi ruam popok pada anak cukup tinggi sebanyak

25% akibat penggunaan popok. Penyakit Infeksi Saluran kemih pada anak di

Indonesia diperkirakan 8% terjadi pada anak laki-laki dan 2 % terjadi pada anak

perempuan. Infeksi saluran kemih pada anak salah satu penyebabnya adalah

pemakaian diapers yang terlalu lama. Prevalensi ruam popok sebesar 7-35% yang

terjadi pada anak usia dibawah tiga tahun (Kemenkes, 2016).

American Psychiatric Association (2016), dalam Meysialla dan Alini

(2018) mengatakan bahwa umumnya 35-50% anak usia 38-48 bulan masih

mengompol (enuresis). Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

Nasional diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAK dan BAB

(mengompol) di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Anak laki-laki di

Indonesia lebih banyak menunjukkan gejala anuresia (mengompol) dibanding

anak perempuan dengan perbandingan 3:1. Berdasarkan survey, sekitar 30% anak

berusia 4 tahun, 10% anak berusia 6 tahun dan 3% anak berusia 15 tahun

mengompol pada malam hari (Amaliya, 2016).

Kebiasaan anak untuk mengontrol eliminasi (BAK dan BAB) dapat

dilakukan dengan melatih anak melalui toilet training, yang merupakan tugas

utama dalam perkembangan anak usia toddler (Kyle & Carman, 2019). Toilet

training adalah usaha orang tua untuk mengajarkan dan melatih anak dalam buang

air kecil dan buang air besar secara teratur dan benar (Mail & Romdzati, 2018).

Manfaat toilet training pada anak adalah menjadi awal terbentuknya kemandirian

secara nyata dalam melakukan hal-hal kecil seperti BAK dan BAB sesuai dengan

tahapan perkembangan anak, dan juga memperkenalkan anak dengan bagian


tubuh (anatomi) yang akan dihadapi oleh anak pada tahapan perkembangan

berikutnya (Murhadi, dkk, 2019). Umumnya pengajaran toilet training yang

dilakukan oleh orang tua yaitu 31% orang tua mulai mengajarkan pada usia anak

18-22 bulan, 27% mulai di usia 23-27 bulan, dan 16% di usia 28-32 bulan dan

22% di usia 32 bulan ke atas. Pengajaran toilet training harus dilakukan dengan

sikap yang positif dan tidak mengancam oleh orang tua, karena anak denga usia

dini mulai peka dan sensitive terhadap setiap stimulus yang diberikan seperti

bimbingan, pengarahan dan penanaman kebiasaan sehingga upaya promotif dan

preventif untuk menumbuhkan kesadaran anak dalam berperilaku hidup bersih

dan sehat (Serlianti, 2019). Memberikan pujian lembut dan menunggu anak siap

untuk diajarkan toilet training sangat penting untuk diperhatikan sehingga dalam

pengajaran tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berhasil dalam melakukan

toilet training (Shalahuddin, dkk, 2018).

Keberhasilan pelaksanaan toilet training pada anak dipengaruhi oleh usia

anak, jenis kelamin anak, pendidikan orang tua khususnya ibu, pekerjaan ibu, pola

asuh ibu serta pengetahuan ibu (Hidayat, 2012). Penelitian Ratne (2019),

didapatkan sebagian besar (60,6%) anak berhasil melakukan toilet training

dengan pola asuh penerimaan, sedangkan untuk anak dengan pola asuh orang tua

terlalu melindungi dan penyerah didominasi tidak berhasil dalam melakukan toilet

training. Ibu dikatakan berpengaruh terhadap keberhasilan toilet training pada

anak karena ibu merupakan tokoh sentral yang akan berperan sebagai pendidik

pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh
anak secara baik dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak. (Novita &

Franciska, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Sari (2018), dari 70 responden didapatkan 49

responden (70%) berhasil melakukan toilet training dan 21 responden (30%) tidak

berhasil melakukan toilet training. Hasil penelitian Ekayani, dkk (2017), dari 25

responden didapatkan hanya 3 responden (12%) yang berhasil melakukan toilet

training, 17 responden (68%) cukup berhasil dan 5 responden (20%) tidak

berhasil dalam melakukan toilet training.

Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut, dapat disimpulkan masih

terdapat anak yang tidak berhasil atau gagal dalam melakukan toilet training.

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya

perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat

mengganggu kepribadian dimana anak cenderung bersikap keras kepala, kurang

percaya diri bahkan kikir. Apabila orang tua terlambat dalam mengajarkan toilet

training, maka anak akan menjadi pribadi yang acuh tak acuh, cenderung ceroboh

serta emosional (Hidayat, 2012).

Hasil studi pendahuluan di Posyandu Banjar Lebih Duur Kaja, didapatkan

data jumlah anak usia toddler (1-3 tahun) sebanyak 94 anak. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 ibu yang memiliki anak usia

toddler dalam kegiatan posyandu, didapatkan bahwa 4 ibu (40%) memiliki anak

yang sudah mandiri dalam melakukan toilet training dan 6 ibu (60%) memiliki

anak yang belum mandiri dalam melakukan toilet training, ibu mengatakan bahwa

anaknya masih memerlukan bantuan saat ke toilet dan anak sudah mampu dalam
mengungkapkan keinginan untuk buang air kecil, namun anak belum mampu

menahan sampai ke toilet.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui

“Gambaran Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler di Banjar Lebih

Duur Kaja Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I”.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian sebagai berikut “Bagaimanakah gambaran

keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di Banjar Lebih Duur Kaja

Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran

keberhasilan toilet training pada anak usia toddler.

1.3.2 Tujuan khusus

Secarah khusus, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi usia dan jenis kelamin anak.

2. Mengidentifikasi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pola asuh ibu.

3. Mengidentifikasi keberhasilan toilet training pada anak usia toddler.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dalam penelitian ini yaitu manfaat praktis dan

teoritis sebagai berikut :


1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan keilmuan

Penelitian ini dapat digunakan untuk membantu pengembangan keilmuan

Keperawatan Anak terkait dengan keberhasilan toilet training.

b. Peneliti selanjutnya

Memberikan pembelajaran dan pengalaman sebagai bahan acuan dan

sumber untuk penelitian selanjutnya khususnya mengenai toilet training.

1.4.2 Manfaat praktis

a. Bagi orang tua

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi terhadap ibu

mengenai gambaran keberhasilan toilet training pada anak usia toddler sehingga

mampu memotivasi dalam mengajarkan anak untuk melakukan toilet training

b. Bagi perawat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan kepada perawat serta

dapat dijadikan pertimbangan dalam memberikan edukasi mengenai toilet

training.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Intan (2020), meneliti mengenai “Hubungan Kesiapan Anak dengan

Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler”. Penelitian ini

dilakukan dengan mengguanakan pendekatan cross sectional dengan populasi

anak usia 1 sampai 3 tahun sebanyak 77 orang dengan teknik pengambilan

sampel menggunakan total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan


menggunakan kuesioner dengan hasil penelitian yaitu anak dengan kesiapan

baik yang berhasil dalam toilet training sebanyak 39 orang (50,6%), anak

dengan kesiapan cukup yang berhasil dalam toilet training sebanyak 2 orang

(2,6%) dan anak dengan kesiapan kurang yang berhasil toilet training

sebanyak 0 orang (0,0%). Hasil analisis penelitian ini menggunakan analisis

Spearman Rank dengan hasil korelasi 0,632 yang berarti terdapat hubungan

antara kesiapan anak dengan keberhasilan toilet training. Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada uji analisis yang digunakan,

variabel penelitian dan teknik pengambilan sampel. Persamaannya adalah

pendekatan penelitian dan jumlah sampel.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Warlenda, dkk (2019), tentang “Faktor-Faktor

yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Toilet Training pada Anak Usia 3-5

Tahun di Paud Se-Kota Pekanbaru Tahun 2017” menggunakan jenis penelitian

kuantitatif dengan desain penelitian analitik cross sectional. Teknik

pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah random

sampling dengan sampel 250 orang. Analisa dilakukan dengan uji chi square.

Hasil dari penelitia didapatkan sebanyak 127 orang (50,8%) tidak mengetahui

toilet training, pola asuh didominasi pola asuh kurang baik sebanyak 140

orang (56%) memiliki pola asuh yang kurang baik. Berdasarkan distribusi

pelaksanaan sebanyak 169 orang (67,6%) belum melakukan toilet training,

dan hanya 81 responden (32,4%) sudah melaksanakan toilet training. Terdapat

hubungan (p=0,001) antara pengetahuan dan pola asuh dengan pelaksanaan

toilet training. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti yaitu jenis penelitian, variabel, populasi, teknik pengambilan sampel.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan berupa desain penelitian.

3. Sari (2018), meneliti “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Keberhasilan

Toilet Training pada Anak Usia 2-4 Tahun di Paud Terpadu Aisyiyah

Nur’Aini Yogyakarta”. Jenis penelitian studi korelasi dengan rancangan

penelitian cross sectional. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan data primer dan uji analisis menggunakan uji statistik Chi-

square. Hasil dari penelitian ini didapatkan 62 responden (62%) pola asuh

demokratis, 5 responden (7,1%) pola asuh otoriter dan 3 responden (4,3%)

pola asuh permisif. Berdasarkan distribusi frekuensi keberhasilan toilet

training didapatkan 49 responden (70%) berhasil. Terdapat hubungan

(p=0,001) antara pola asuh orang tua dengan keberhasilan toilet training.

Adapun perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada

jenis penelitian, variabel, populasi dan metode pengumpulan data. Persamaan

antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak

pada rancangan penelitian yang digunakan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak Usia Toddler

2.1.1 Pengertian anak usia toddler

Anak usia toddler adalah anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun). Pada

periode ini anak berusaha mencari bagaimana sesuatu bekerja dan

bagaimana mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan

tindakan keras kepala. Hal ini merupakan periode yang sangat penting

untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara

optimal (Oktiawati, dkk, 2017).

Fida & Maya (2014) mengatakan anak usia toddler adalah anak usia

1-3 tahun dengan mengalami perkembangan yang cepat dalam aspek sifat,

sikap, minat dan cara penyesuaian dengan lingkungan.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak

usia toddler adalah anak yang berusia dari rentang satu sampai tiga tahun

yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.

2.1.2 Ciri-ciri umum anak usia toddler

Anak usia toddler memiliki beberapa ciri-ciri umum menurut

Ridha (2017), yaitu sebagai berikut :

1. Tinggi dan berat badan meningkat, menggambarkan pertumbuhan mendorong

dan melambatkan karakteristik masa toddler.

2. Karakteristik toddler dengan menonjolnya abdomen yang diakibatkan karena

otot-otot abdomen tidak berkembang.


3. Bagian kaki berlawanan secara khas terdapat pada masa toddler karena otot-

otot kaki harus menopang berat badan tubuh.

2.1.3 Tahapan perkembangan anak usia toddler

Anak usia toddler mengalami penghalusan keterampilan motoric,

kelanjutan pertumbuhan kognitif, dan pencapaian keterampilan bahasa

yang tepat. Kyle & Carman (2019) dan Cahyaningsih (2011) menyebutkan

empat (4) perkembangan yang terjadi pada anak usia toddler, yaitu sebagai

berikut :

1. Perkembangan motorik

Toddler terus memperoleh keterampilan motorik serta menghaluskan

keterampilan yang lainnya. Berjalan berkembang menjadi berlari, memanjat, dan

melompat, mendorong atau menarik mainan, melempar bola dan mengayuh

sepeda roda tiga dicapai di masa toddler. Keterampilan motorik halus berkembang

dari kemampuan memegang dan menjepit menjadi kemampuan untuk

menggunakan peralatan makan, memegang krayon, merangkai manik-manik dan

menggunakan komputer. Perkembangan koordinasi mata-tangan diperlukan untuk

penghalusan keterampilan motorik halus. Peningkatan kemampuan mobilitas dan

manipulasi ini membantu toddler yang ingin tahu untuk mengeksplorasi dan

mempelajari lingkungan dengan lebih banyak. Ketika toddler menguasai tugas

yang baru, maka kepercayaan diri anak akan meningkat untuk melakukan

tantangan selanjutnya. Dengan demikian, penugasan dalam perkembangan

keterampilan motorik berperan terhadap pertumbuhan rasa harga diri toddler.


Toddler yang bersemangat untuk menghadapi tantangan cenderung akan

berkembang lebih cepat dari toddler yang ragu (Kyle & Carman, 2019).

2. Perkembangan psikososial

Erickson mendefinisikan periode toddler sebagai waktu otonomi versus

rasa malu dan ragu. Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/muscular stages).

Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua

dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak,

tetapi juga harus memberikan kebebasan melakukan apapun yang anak mau (Kyle

& Carman, 2019).

Anak usia 1-3 tahun (toddler) mulai untuk menguasai individualisasi,

seperti membedakan diri sendiri dengan orang lain, pemisahan dari orang tua,

mengontrol fungsi tubuh, berkomunikasi dengan kata-kata, kemahiran perilaku

yang dapat diterima secara sosial dan interaksi egosentris dengan orang lain. Rasa

malu dan ragu-ragu dapat berkembang jika anak usia balita ini tetap

ketergantungan di area-area dimana ia mampu menggunakan keterampilan-

keterampilan yang baru didapat atau jika membuatnya merasa tidak memadai

pada waktu berusaha terhadap keterampilan baru (Oktiawati, dkk, 2017).

3. Perkembangan psikoseksual

Teori psikoseksual oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa tahap

perkembangan anak memiliki ciri dan waktu tertentu serta diharapkan berjalan

secara kontinyu. Zona erogenous terdiri dari anus dan bokong dan aktivitas

seksual berpusat pada saat pembuangan dan penahanan sampah tubuh. Fokus

toddler terhadap tahap perkembangan ini berganti dari area oral ke anal dengan
penekanan pada pengendalian defekasi saat anak mencapai pengendalian

neuromuscular terhadap sfingter anal. Toddler mengalami kepuasan dan frustasi

saat menahan dan mengeluarkan serta memasukkan dan melepaskan. Konflik

antara menahan dan melepaskan secara bertahap diselesaikan seiring dengan

kemajuan latihan defekasi dan penyelesaian terjadi saat kemampuan

mengendalikan benar-benar terbentuk (Cahyaningsih, 2011).

Pada anak usia toddler, seksualitas pada anak mulai berkembang.

Masturbasi dapat terjadi akibat dari eksplorasi tubuh dan anak dapat mempelajari

kata-kata yang dikaitkan dengan anatomi dan eliminasi. Freud juga menjelaskan

bahwa dalam tahapan ini toilet training merupakan tugas utama anak usia toddler

(Cahyaningsih, 2011).

4. Perkembangan kognitif

Anak usia toddler melewati dua subtahap terakhir dalam tahap pertama

perkembangan kognitif, tahap sensorimotor, antara usia 12 dan 24 bulan. Toddler

muda terlibat dalam reaksi sirkulare tersier dan berkembang menjadi kombinasi

mental. Bukan hanya mengulangi perilaku, toddler mampu bereksperimen dengan

perilaku untuk melihat apa saja yang akan terjadi. Pada usia 2 tahun, toddler

mampu menggunakan simbol untuk memungkinkan imitasi/peniruan. Dengan

peningkatan kognitif, toddler kini terlibat dalam imitasi lambat. Misalnya, anak

usia toddler dapat meniru tugas rumah tangga yang mereka lihat dilakukan oleh

orang tua beberapa hari yang lalu (Kyle & Carman, 2019).

Piaget menyebutkan perkembangan kognitif anak toddler berada pada

tahap pra-operasional . Tahap pra-operasional terjadi ketika anak berusia 2 dan 7


tahun. Selama tahap ini, toddler mulai menjadi lebih pandai dengan pemikiran

simbolik. Tahap ini ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih awal dan

memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan objek atau benda dan

keterikatan atau hubungan diantara mereka. Tahap pra-operasional juga ditandai

oleh beberapa hal, antara lain egosentrisme, ketidakmatangan pikiran/ide/gagasan

tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek yang

mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan

kebingungan tentang identitas orang dan objek (Oktiawati, dkk, 2017)

2.1.4 Tugas perkembangan usia toddler

Oktiawati, dkk (2017) menyatakan bahwa anak usia toddler ini memiliki

tugas perkembangan belajar untuk :

1. Berpisah secara psikologis dari orang dekatnya.

2. Memfokuskan energi dan mengembalikan kontrol diri dasar.

3. Bersosialisasi.

4. Mengkoordinasikan gerakan tubuh dan aktivitas-aktivitas dasar kehidupan

sehari-hari, termasuk buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).

5. Mempelajari keterampilan berkomunikasi.

6. Mempelajari nilai-nilai keluarga dasar.

2.1.5 Cara mengatasi masalah perkembangan umum anak usia toddler

Masalah perkembangan yang umum dalam periode toddler adalah toilet

training, temper tantrum, mengisap jempol atau menggunakan empeng, sibling

rivalry (persaingan saudara kandung), dan regresi. Kyle & Carman (2019)
memberikan enam (6) masalah umum perkembangan pada anak usia toddler

beserta cara mengatasinya yaitu sebagai berikut :

1. Toilet training

Ketika mielinisasi medulla spinalis tercapai di sekitar usia 2 tahun,

toddler mampu melatih kontrol sfingter secara volunter. Anak perempuan

mungkin siap untuk diajarkan ke toilet lebih dini dibanding anak laki-laki.

Toddler siap diajarkan ke toilet ketika :

a. Defekasi terjadi pada jadwal yang cukup teratur.

b. Toddler mengekspresikan pengetahuan tentang kebutuhan untuk defekasi atau

berkemih. Ini mungkin diekspresikan melalui verbalisasi, perubahan aktivitas,

atau gestur tubuh seperti : melihat popok atau mengambil popok, berjongkok,

menyilangkan tungkai, menyeringai dana tau mengejan, dan bersembunyi di

belakang pintu atau dipan ketika defekasi.

c. Popok tidak selalu basah (ini mengindikasikan kemampuan untuk menahan

urine dalam periode waktu tertentu).

d. Toddler berkeinginan untuk mengikuti instruksi.

e. Toddler berjalan dengan baik seorang diri dan mampu menurunkan celananya.

f. Toddler mengikuti pemberi asuhan ke kamar mandi.

g. Toddler menaiki potty chair atau toilet.

Orang tua harus melakukan pengajaran ke toilet dengan sikap tenang,

positif dan tidak mengancam. Pada awalnya, toddler mungkin harus

mengobservasi anggota keluarga dengan jenis kelamin sama menggunakan toilet.


Mulai dengan toddler berpakaian lengkap yang didudukkan di atas kursi eliminasi

(potty chair) atau toilet sementara orang tua atau pengasuh berbicara tentang

kegunaan toilet dan kapan digunakan. Toddler akan merasa paling nyaman dengan

potty chair toddler yang diletakkan diatas lantai. Jika potty chair tidak tersedia,

menghadap ke arah tangka toilet dapat membuat toddler merasa lebih aman

karena bokong masih berada di depan kursi dan bukan tenggelam ke lubang

tempat duduk toilet. Orang tua harus selalu memberikan pujian lembut dan jangan

memberikan celaan. Ketika toddler mencapai kesuksesan defekasi, kontrol

kandung kemih berhasil kemudian

2. Negativisme

Negativisme umum terjadi pada periode toddler. Ketika toddler terpisah

dari orang tua, mengenali individualitasnya sendiri dan memperlihatkan otonomi,

akan terjadi banyak negativisme. Orang tua harus memahami bahwa negativisme

ini sebagai kejadian perkembangan normal dan bukan merupakan bentuk

perlawanan yang disengaja. Hindari pertanyaan ya atau tidak karena toddler

biasanya akan berespon dengan jawaban “tidak”, baik maksudnya benar maupun

tidak. Menawarkan pilihan sederhana kepada anak memberikan toddler sensasi

kontrol. Jika anak terus memberikan jawaban negative, maka orang tua harus tetap

tenang dan membuat keputusan untuk anak.

3. Temper tantrum

Bahkan anak yang memperlihatkan kepribadian mudah seperti bayi dapat

kehilangan temper mereka dengan sering selama masa toddler. Temper tantrum

adalah hasil alami dari frustasi yang mengeksplorasi hal-hal baru, tetapi upaya
mereka sering kali dihalangi. Beberapa dari rasa frustasi mereka berasal dari

kurangnya keterampilan bahasa untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.

Tenter tantrum dapat dimanifestasikan sebagai serangan jeritan dan tangisan atau

episode komplet ketika toddler membanting dirinya sendiri ke lantai, menendang,

berteriak, dan memukul, bahkan mungkin menahan napas. Saat toddler matang,

mereka menjadi lebih mampu mengekspresikan diri mereka sendiri dan

memahami lingkungan mereka. Orang tua perlu mempelajari isyarat perilaku

toddler untuk membatasi aktivitas yang membuat frustasi dan gunakan distraksi,

fokuskan kembali atau keluarkan anak dari situasi. Ketika temper tantrum terjadi,

rangkaian tindakan yang terbaik adalah mengabaikan perilaku dan memastikan

anak aman selama tantrum.

4. Mengisap jempol dan empeng

Bayi memasukkan tangan mereka ke mulut dan mulai mengisap jempol

sebagai bentuk penenangan diri. Kebiasaan ini dapat berlanjut sampai masa

toddler dan lebih. Empeng digunakan karena alasan yang sama, toddler dapat

menenangkan diri sendiri dalam situasi penuh stress dengan mengisap jempol atau

empeng. Mengisap dalam waktu lama dan sering pada anak yang menarik diri

lebih cenderung menghasilkan perubahan pada gigi dan struktur rahang daripada

mengisap yang terutama digunakan dengan menenangkan diri. Orang tua harus

menyeleksi perasaan mereka tentang menghisap jempol dan menggunakan

empeng kemudian memutuskan bagaimana mereka menangani kebiasaan tersebut.

5. Sibling rivalry
Banyak keluarga memiliki anak kedua ketika anak pertama mereka

berusia toddler. Toddler terbiasa untuk menjadi bayi dan mendapatkan perhatian

yang besar, baik di rumah maupun keluarga besar. Toddler normalnya bersifat

egosentrik, membawa bayi baru ke rumah mungkin akan mengganggu. Untuk

meminimalkan masalah sibling rivalry, orang tua harus berupaya menjaga

rutinitas toddler seminimal mungkin. Habiskan waktu tersendiri dengan toddler

setiap hari. Libatkan toddler dalam perawatan bayi, baik mengambilkan popok

ataupun pakaian bayi.

6. Regresi

Beberapa toddler mengalami regresi selama peristiwa penuh stress

(missal kelahiran saudara kandung, hospitalisasi). Stres pada toddler

mempengaruhi kemampuannya untuk menguasai tugas perkembangan yang baru.

Selama regresi, toddler mungkin berkeinginan kembali ke tahap sebelumnya.

Toddler mungkin berhenti memperlihatkan bahasa atau melakukan keterampilan

motorik yang sudah dicapai sebelumnya. Stres yang bermakna pada kehidupan

toddler juga mengganggu proses pengajaran ke toilet. Ketika regresi terjadi, orang

tua harus mengabaikan perilaku regresif dan menawarkan pujian untuk perilaku

yang tepat atau pencapaian keterampilan.

2.2 Konsep Toilet Training


2.2.1 Pengertian toilet training

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar

mampu mengontrol dalam melakukan BAK dan BAB. BAB merupakan suatu alat

pemuasan untuk melepas ketegangan karena melalui latihan BAB diharapkan


anak dapat melakukan usaha penundaan pemuasan. Dalam melakukan latihan

BAK dan BAB pada anak dibutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis

maupun secara intelektual dengan harapan anak mampu mengontrol BAK dan

BAB secara mandiri (Hidayat, 2012).

Toilet training selain melatih anak dalam mengontrol BAK dan BAB juga

dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan

toilet training, anak akan mempelajari anatomi tubuhnya serta fungsinya. Dalam

proses toilet training, diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan

insting anak dalam melakukan BAK dan BAB. Anak harus mampu mengenali

dorongan untuk melepaskan atau menahan dan mampu untuk

mengkomunikasikannya kepada ibunya (Fitri, 2012).

Triningsih (2014) menyatakan bahwa toilet training merupakan salah satu

dalam proses perkembangan anak, dimana anak dilatih untuk mampu mengontrol

rasa ingin buang air.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa toilet training

adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk melatih anak dalam mengontrol

buang air besar dan buang air kecil yang merupakan proses dalam perkembangan

anak.

2.2.2 Kesiapan anak dalam toilet training

Hidayat (2012) menyatakan terdapat tiga (3) kesiapan pada anak yang

perlu diperhatikan dalam melakukan toilet training, yaitu :

1. Kesiapan fisik
Kesiapan fisik pada anak, dimana anak mampu duduk atau berdiri

sehingga memudahkan anak untuk dapat dilatih buang air besar dan kecil, dapat

jongkok atau berdiri di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu, mempunyai

kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian.

2. Kesiapan psikologis

Anak membutuhkan suasana yang nyaman agar mampu mengontrol

konsentrasi dalam merangsang buang air kecil dan buang air besar.

3. Kesiapan intelektual

Hal ini dapat ditunjukkan apabila anak memahami arti buang air besar atau

kecil sangat memudahkan proses dalam pengontrolan, anak dapat mengetahui

kapan saatnya harus buang air kecil dan buang air besar, kesiapan tersebut akan

menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam mengontrol

khususnya buang air kecil dan buang air besar.

2.2.3 Cara melatih toilet training pada anak usia toddler

Melatih toilet training merupakan suatu cara yang dilakukan oleh orang

tua agar anak mampu melakukan BAK dan BAB secara mandiri tanpa rasa takut

ataupun cemas. Hidayat (2012) menyebutkan dua cara yang dilakukan orang tua

dalam melatih anak untuk melakukan toilet training, antara lain sebagai berikut :

1) Teknik lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan memberikan perintah atau

instruksi pada anak melalui kata-kata baik sebelum maupun sesudah buang air

kecil dan besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada
orang tua, akan tetapi apabila diperhatikan cara ini mempunyai nilai yang cukup

besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau besar dimana

dengan lisan ini persiapan psikologis anak akan semakin matang dan akhirnya

anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air

besar..

2) Teknik modeling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air dengan

memberi contoh kemudian anak diinstruksikan untuk meniru, namun apabila

menerapkan cara ini maka akan menimbulkan dampak negative yaitu jika orang

tua memberikan contoh yang salah dalam mengajarkan toilet training, maka anak

juga memiliki kebiasaan yang salah dalam melakukan toilet training.

2.2.4 Langkah-langkah melakukan toilet training

Kyle & Carman (2019) mengemukakan banyak hal yang perlu

dipersiapkan orang tua sebelum mengajarkan anak untuk melakukan toilet

training, salah satunya adalah kesiapan baik fisik maupun psikologis. Dalam hal

ini, langkah-langkah yang perlu dilakukan orang tua dalam proses toilet training

anak adalah sebagai berikut:

1) Ajarkan anak menggunakan toilet training untuk buang air kecil (BAK) atau

buang air besar (BAB) dengan duduk yang nyaman di kloset maupun pispot.

2) Anjurkan anak agar segera melakukan buang air jika sudah ada keinginan

untuk berkemih atau defekasi.


3) Jangan memarahi anak apabila anak belum siap dan berhasil dalam proses

pelaksanaan toilet training serta tidak mengatakan ketidakberhasilannya di

depan anak karena itu akan berdampak anak menjadi kurang percaya diri.

4) Beri apresiasi jika anak berhasil melakukan toilet training dengan benar serta

ajarkan kembali anak untuk menyiram dan mencuci tangan setelah melakukan

buang air.

2.2.5 Cara mengukur keberhasilan toilet training

Anak dapat dikatakan berhasil dalam melakukan toilet training apabila :

1) Anak mengetahui tanda-tanda untuk buang air kecil (BAK) dengan segera

pergi ke toilet.

2) Anak mengetahui tanda-tanda untuk buang air besar (BAB) dengan segera

pergi ke toilet.

3) Anak sudah mampu membuka pakaian atau melepas celana dengan baik saat

akan buang air kecil (BAK).

4) Anak sudah mampu membuka pakaian atau melepas celana dengan baik saat

akan buang air besar (BAB).

5) Anak sudah mampu membersihkan diri setelah buang air kecil (BAK).

6) Anak sudah mampu membersihkan diri setelah buang air besar (BAB).

7) Anak sudah mampu menyiram dengan baik setelah melakukan buang air kecil

(BAK).

8) Anak sudah mampu menyiram kotorannya dengan baik setelah melakukan

buang air besar (BAB).


9) Anak mampu menggunakan kembali pakaian atau celana dengan baik dan

benar setelah melakukan buang air kecil (BAK).

10) Anak mampu menggunakan kembali pakaian atau celana dengan baik dan

benar setelah melakukan buang air besar (BAB).

11) Anak sudah mampu mencuci tangan setelah melakukan buang air kecil

(BAK).

12) Anak sudah mampu mencuci tangan setelah melakukan buang air besar (BAB)

(Warner, 2013)

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training

Hidayat (2012) menyatakan keberhasilan dalam kegiatan toilet training

dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu dari faktor interen dan faktor eksteren.

Faktor interen berupa faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri,

sedangkan faktor eksteren bisa berupa faktor dari orang tua. Adapun beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi toilet training yaitu sebagai berikut :

1. Jenis kelamin

Jenis kelamin juga menjadi penentu akan bagaimana anak akan berhasil

dalam melakukan toilet training, seperti contoh anak perempuan cenderung akan

lebih mudah menuruti orang tua dibandingkan dengan anak laki-laki yang sedikit

sulit untuk diatur.

2. Usia

Usia dalam tahap tumbuh kembang anak akan mempengaruhi keberhasilan

toilet training, karena semakin tinggi usia anak dalam melakukan toilet training

maka anak akan lebih cenderung berhasil.


3. Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua turut menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Tingkatan

pendidikan berpengaruh orang tua tentang penerapan toilet training apabila

pendidikan orang tua rendah akan berpengaruh pada pengetahuan tentang

penerapan toilet training, sehingga berpengaruh pada cara melatih secara dini

penerapan toilet training.

4. Pekerjaan

Status pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna dengan penerapan

toilet training secara dini pada toddler, dimana pekerjaan dapat menyita waktu

orang tua untuk melatih anak melakukan toilet training secara dini sehingga akan

berdampak pada terlambatnya anak untuk mandiri melakukan toilet training.

5. Pola asuh orang tua

Kasih sayang dan perhatian orang tua yang dimiliki mempengaruhi

kualitas dalam penerapan toilet training secara dini dimana orang tua yang

perhatian akan memantau perkembangan toddler melakukan toilet training secara

dini. Dukungan perhatian orang tua akan membuat anak lebih berani atau

termotivasi untuk mencoba karena mendapatkan perhatian dan bimbingan.

Madyawati (2016) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua yang

diterapkan pada anaknya dapat dibagi menjadi empat yaitu sebagai berikut :

a. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan pada kebutuhan

anak, tetapi tidak akan segan untuk mengendalikan anak. Orang tua dengan tipe
ini umumnya berpikir rasional dengan tindakan yang mendasarinya. Dalam hal

ini, orang tua akan memiliki pikiran realistis terhadap kemampuan anak serta

tidak berharap berlebihan atas kemampuan anak. Umumnya orang tua akan

memberikan kebebasan pada anak baik dalam hal memilih atau melakukan

tindakan yang diinginkannya. Contohnya ketika orang tua menerapkan aturan

untuk mengetuk pintu sebelum masuk kamar orang tua atau mengajakanak untuk

berkomunikasi terkait hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh ini biasanya orang tua akan menetapkan suatu standar yang mutlak

harus dituruti oleh anak yang disertai dengan berbagai ancaman. Orang tua yang

menerapkan tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan suka menghukum.

Misal jika anak melakukan suatu kesalahan, maka orang tua tidak akan segan

untuk menghukum anaknya. Umumnya orang tua jarang untuk mengenal kata

kompromi dalam menrapkan suatu aturan dan dalam berkomunikasi biasanya

hanya bersifat satu arah.

c. Pola asuh pemisif

Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, cenderung memberikan

pengawasan yang longgar pada anaknya. Orang tua biasanya memberikan

kebebasan pada anak untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya tanpa ada

pengawasan. Umumnya orang tua cenderung tidak menegur atau memperingati

anak apabila dalam situasi bahaya atau saat anak melakukan kesalahan. Orang tua

ini memiliki sifat yang hangat, sehingga sangat disukai oleh anak-anak.

d. Pola asuh penelantar


Orang tua dengan pola asuh penelantar biasanya memberikan waktu dan biaya

yang tidak maksimal. Waktu yang digunakan lebih banyak untuk bekerja dan

untuk biaya keperluan anak juga dianjurkan untuk berhemat. Pola asuh ini

merupakan salah satu bentuk penelantaran fisik maupun psikologis pada anak

karena tidak dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologis maupun emosi anak.

Pola asuh orang tua, khsuusnya seorang ibu sangatlah penting. Umumnya ibu

saat ini memberikan kesempatan untuk menemani anak bermain, menyediakan

waktu untuk anak agar anak mampu bereksplorasi dan mengenal lingkungannya,

serta anak juga diberikan kesempatan untuk mengekspresikan emosi, pikiran serta

imajinasi.

6. Pengetahuan

Pengetahuan orang tua berpengaruh pada pemahaman dan cara pandang

orang tua terhadap arti penting toilet training dalam kehidupan anak, dimana

orang tua yang memiliki pengetahuan baik tentang toilet training akan berdampak

pada keberhasilan anak dalam melaksanakan toilet training secara mandiri.

2.2.7 Dampak jika toilet training tidak terpenuhi

Gilbert (2011), mengemukakan bahwa dampak yang biasanya terjadi

apabila toilet training tidak berhasil umumnya dapat mengganggu kepribadian

anak. Biasanya anak cenderung tidak percaya diri, bersikap keras kepala dan kikir.

Gangguan kepribadian ini disebabkan karena anak belum siap untuk melakukan

toilet training, namun orang tua sudah mengajarkan toilet training terlalu dini.

Apabila orang tua terlambat dalam mengajarkan toilet training, maka dampak
pada anak yaitu anak akan lebih acuh tak acuh, cenderung ceroboh serta

emosional.

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan inti dari teori antara hubungan variabel satu

dengan variabel lainnya dengan masalah yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2012).

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai