Anda di halaman 1dari 97

1

SKRIPSI

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KUALITAS TIDUR


PADA LANSIA DI POLIKLINIK PG KEBONAGUNG

DINDA INDRASWARI
NIM 1920068

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2021

1
SKRIPSI

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KUALITAS TIDUR


PADA LANSIA DI POLIKLINIK PG KEBONAGUNG

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar


Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada STIKes Kepanjen Kabupaten Malang

DINDA INDRASWARI
NIM 1920068

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2021

ii
LEMBAR PERNYATAAN
ORIGINALITAS TUGAS AKHIR

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan


saya, didalam NASKAH Tugas Akhir ini tidak terdapat tugas akhir yang tidak
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu
perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau terdapat yang pernah di tulis dan di
terbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis di kutipan dalam naskah dan
disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata dalam Tugas Akhir ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur PLAGIASI, saya bersedian Tugas Akhir ini digugurkan dan digelar
akademik yang telah saya peroleh di batalkan, serta di proses sesuai dengan
peraturan perundang-undang yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat
2 dan pasal 70).

Malang, 23 Febbruari 2021


Mahasiswa,

Dinda Indraswari
NIM 1920068

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan Judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas


Tidur pada Lansia di Poliklinik PG Kebonagung” telah disetujui untuk Diujikan di
Depan Penguji

Kepanjen, Februari 2021


Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Riza Fikriana, S.Kep, Ns, M.Kep Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns, M.Kep
NIK. 200712004 NIK. 200903009

iv
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI

Proposal Studi Kasus Dengan Judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh


dengan Kualitas Tidur pada Lansia di Poliklinik PG Kebonagung” Telah Diujikan
di Depan Tim Penguji.

Malang, Februari 2021


Menyetujui,

Tim Penguji

Nama Tanda Tangan

Ketua : Faizatur Rohmi, S.Kep, Ns, M.Kep .....................

Anggota : 1. Dr. Riza Fikriana, S.Kep, Ns, M.Kep .....................

2. Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns, M.Kep .....................

Mengetahui,
Ketua Program Studi Keperawatan Program Sarjana

Faizatur Rohmi, S.Kep, Ns, M.Kep


NIK. 201001026

v
ABSTRAK

Indraswari, Dinda, 2021. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN


KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI POLIKLINIK PG
KEBONAGUNG. Pembimbing I : Riza Fikriana. Pembimbing II :
Wiwit Dwi N.

Latar Belakang : Lanjut usia merupakan hal yang harus disyukuri, menjadi tua
bisa menyebabkan terjadi keterbatasan individual, seluruh manusia akan
mengalaminya jika berumur panjang, proses penuaan yang alami (aging process)
pada lanjut usia bisa menyebabkan terjadinya perubahan baik secara fisik,
psikososial, maupun spiritual. Semakin bertambahnya usia, maka semakin
bertambah juga masalah tidur yang terjadi.

Metode : Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah survei-analitik,


dengan pendekatan cross-sectional menggunakan strategi pelaksanaan selama 2
minggu dengan 3 kali proses pengambilan data. Subjek dalam penelitian ini
berjumlah 35 lansia dengan usia 40-60 tahun.

Hasil : setelah di lakukan pengambilan data hingga pengolahan data


menggunakan uji chi square di dapatkan hasil bahwa status IMT normoweight
dengan nilai PSQI buruk merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah
sebanyak 19 orang (67,8%). Dari hasil Analisa menggunakan uji chi square di
dapat hasil p value sebesar 0,260.

Kesimpulan : Dari hasil Analisa menggunakan uji chi square dengan hasil nilai p
value >0,05 maka artinya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lansia di
Poliklinik PG Kebonagung.

Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, Kualitas Tidur, Kuisioner PSQI, Lansia,
Durasi Tidur

vi
ABSTRACT

Indraswari, Dinda, 2021. Correlation Between Body Mass Index and Sleep
Quality in the Elderly at the PG Kebonagung Polyclinic. STIKes
Kepanjen Supervisor I : Riza Fikriana. STIKes Kepanjen Supervisor II
: Wiwit Dwi N.

Background : Elderly is something to be grateful for, being old can be causing


individual limitations, all humans will experience it if berumt long, the natural
aging process (aging process) in the elderly can cause changes both physically,
physchosocial, and spiritual. The more you get older, the more increase also sleep
problems that occur.

Method : The method used in this research is survey-analytic with a cross-


sectional approach using an implementation strategy for 2 week with 3 times the
data collection process. Subjects in this study totaled 35 elderly aged 40-60 years.

Result : After data collection is done to data processing using the chi square test,
it was found that the BMI status was normoweight with a bad PSQI score is the
largest group by number as many as 19 people (67,8%). From the results of the
analysis using the chi square test at get the p value of 0,260.

Conclusion : From the results of the analysis using the chi square test with p
value results value >0,05, it means that there is no relationship significant between
body mass index an sleep quality in the elderly at Polyclinic PG Kebonagung.

Keyword : Body Mass Index, Sleep Quality, PSQI Questionnaire, Elderly, Sleep
Duration

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia
di Poliklinik PG Kebonagung”
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Riza Fikriana, M.Kep selaku Ketua STIKes Kepanjen dan pembimbing I
dalam penulisan skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
saran kepada penulis.
2. Wiwit Dwi Nurbadriyah, M.Kep selaku pembimbing II dalam penulisan
skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada
penulis
3. Faizatur Rohmi, M.Kep selaku Ka. Program Studi Keperawatan Program
Sarjana
4. Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat baik
berupa doa maupun materi.
5. Pihak-pihak terkait yang telah memberikan dukungan dan bantuan
sepenuh hati untuk pengerjaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak


kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu keperawatan.

Malang, 15 Februari 2021

Dinda Indraswari
NIM. 1920068

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
COVER DALAM...................................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................iv
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI....................................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR............................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................xii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xiv
DAFTAR ARTI SINGKAT..................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Batasan Penelitian..............................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian...............................................................................................5
1.4.1 Tujuan Umum..........................................................................................5
1.4.2 Tujuan Khusus.........................................................................................5
1.5 Manfaat..............................................................................................................6
1.5.1 Manfaat Teoritis.......................................................................................6
1.5.2 Manfaat Praktis........................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Lansia....................................................................................................7
2.1.1 Definisi Lansia.........................................................................................7
2.1.2 Batasan Usia Lansia.................................................................................8
2.1.3 Perubahan Lansia.....................................................................................8
2.1.4 Permasalahan Lansia...............................................................................11
2.2 Konsep Indeks Massa Tubuh.............................................................................13

ix
2.2.1 Definisi dan Pengukuran Indeks Massa Tubuh....................................... 13
2.2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh..............................................................14
2.2.3 Pengukuran Indeks Massa Tubuh............................................................15
2.3 Konsep Tidur.....................................................................................................15
2.3.1 Definisi Tidur...........................................................................................15
2.3.2 Fisiologi Tidur.........................................................................................16
2.3.3 Jenis-jenis Tidur.......................................................................................20
2.3.4 Kebutuhan Tidur......................................................................................22
2.4 Konsep Kualitas Tidur.......................................................................................23
2.4.1 Konsep Kualitas Tidur.............................................................................23
2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi.....................................................................23
2.4.3 Dampak....................................................................................................24
2.4.4 Perubahan Tidur pada Lansia..................................................................24
2.4.5 Kualitas Tidur pada Lansia......................................................................25
2.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur....................................26
2.6 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................................29
2.7 Penjelasan Kerangka Konsep Penelitian............................................................30
2.8 Hipotesa.............................................................................................................30

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian..................................................................................................31
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................................31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................................31
3.3.1 Populasi....................................................................................................31
3.3.2 Sampel.....................................................................................................31
3.3.3 Sampling..................................................................................................33
3.4 Variabel Penelitian.............................................................................................33
3.5 Kerangka Kerja (Frame Work)..........................................................................34
3.6 Definisi Operasional..........................................................................................35
3.7 Instrumen Penelitian .........................................................................................36
3.8 Pengumpulan Data.............................................................................................43
3.9 Pengolahan Data................................................................................................44

x
3.10 Analisa Data.....................................................................................................44
3.11 Etika Penelitian................................................................................................45

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...............................................................................47
4.2 Deskripsi Subjek Penelitian...............................................................................47
4.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia..................49
4.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jenis Kelamin pada Lansia..................
4.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Mulai Tidur Malam pada Lansia
.............................................................................................................................49
4.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Bangun Tidur pada Lansia...........50
4.7 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Durasi Tidur pada Lansia.....................51
4.8 Pembahasan..........................................................................................................52

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................59
5.2 Saran.....................................................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................61
LAMPIRAN..............................................................................................................66

xi
DAFTAR TABEL

2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh..........................................................................15


2.2 Perbandingan Tidur Gelombang Lambat dan Paradoksal....................................17
2.3 Distribusi Tahap Tidur pada Orang Dewasa Muda..............................................18
2.4 Rekomendasi Tidur Menurut Nasional Sleep Foundation...................................23
3.1 Definisi Operasional.............................................................................................35
3.2 Skor Komponen 1 : Kualitas Tidur secara Subjektif...........................................37
3.3 Skor Komponen 2 : Latensi Tidur 1.....................................................................38
3.4 Skor Komponen 2 : Latensi Tidur 2.....................................................................38
3.5 Skor Komponen 2 : Latensi Tidur 3.....................................................................38
3.6 Skor Komponen 3 : Durasi Tidur.........................................................................39
3.7 Skor Komponen 4 : Efisiensi Tidur.....................................................................39
3.8 Skor Komponen 5 : Gangguan Tidur ..................................................................40
3.9 Skor Komponen 5 : Gangguan Tidur...................................................................40
3.10 Skor Komponen 6 : Penggunaan Obat Tidur.....................................................41
3.11 Skor Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktifitas pada Siang Hari 1......41
3.12 Skor Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktifitas pada Siang Hari 2......42
3.13 Skor Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktifitas pada Siang Hari 3......42
4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian.........................................................................48
4.2.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Status PSQI...............................49
4.3.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia...............49
4.4.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jenis Kelamin pada Lansia...............50
4.5.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Mulai Tidur Setiap Malam........50
4.6.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Bangun Pagi .............................51
4.7.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Durasi Tidur pada Lansia..................52

xii
DAFTAR BAGAN

2.1 Kerangka Konsep Penelitian................................................................................29


3.1 Kerangka Kerja....................................................................................................34

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsul Tugas Akhir Pembimbing 1..........................................66


Lampiran 2 Lembar Konsul Tugas Akhir Pembimbing 2..........................................68
Lampiran 3 Surat Keterangan Layak Etik..................................................................70
Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Penelitian...........................................................71
Lampiran 5 Surat Ijin Studi Penelitian.......................................................................72
Lampiran 6 Lembar Permohonan menjadi Responden Penelitian.............................73
Lampiran 7 Persetujuan menjadi Responden.............................................................74
Lampiran 8 Lembar Pengukuran Indeks Massa Tubuh.............................................75
Lampiran 9 Kuesioner Kualitas Tidur (PSQI)...........................................................76
Lampiran 10 Keterangan Cara Skoring......................................................................79
Lampiran 11 Hasil Nilai Uji Statistik ........................................................................81

xiv
DAFTAR ARTI SINGKAT

xv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki usia

harapan hidup yang semakin lama semakin meningkat seiring perbaikan

kualitas hidup, sosial ekonomi, dan layanan kesehatan. Proses menua

merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. (Badan Pusat Statistik, 2019).

Menurut Vibriyanti (2018), lanjut usia merupakan hal yang harus disyukuri,

menjadi tua bisa menyebabkan terjadi keterbatasan individual, seluruh manusia

akan mengalaminya jika berumur panjang, proses penuaan yang alami (aging

process) pada lanjut usia bisa menyebabkan terjadinya perubahan baik secara

fisik, psikososial, maupun spiritual. Ada banyak perubahan yang terjadi pada

fisiologis lanjut usia, perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang

bersifat patologis, dan bisa menyebabkan lanjut usia mudah terkena penyakit,

salah satu kelainan yang menjadi masalah adalah perubahan jam tidur.

(Herman dkk, 2019).

Menurut Hermawan dkk (2019), jumlah penduduk lanjut usia

mengalami peningkatan setaip tahunnya, pada tahun 2015 presentase penduduk

lansia didunia mencpai 12,3%, 11,6% di Asia dan 8,1% di Indonesia. Tiga

provinsi dengan presentase lanjut usia terbesar adalah DI Yogyakarta

(13,81%), Jawa Tengah (12,59%) dan Jawa Timur (12,25%). (Hermawan dkk,

2019). Di Indonesia, sebanyak 50% lanjut usia yang berusia 65 tahun ke atas

mengalami gangguan tidur. Dilaporkan setiap tahun bahwa kasus gangguan


2

tidur lanjut usia diperkirakan sebanyak 20%-50%, yakni insomnia dan

sebanyak 17%, yakni gangguan tidur yang serius. (Siregar, 2017). Menurut

Badan Pusat Statistik Penduduk pada tahun 2019, dalam waktu hampir lima

dekade, presentase lansia di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-

2019), yakni menjadi 9,6% atau 25 juta di mana lansia perempuan sekitar satu

persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (10,10% banding 9,10%),

dari seluruh lansia yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69 tahun) jauh

mendominasi dengan besaran yang mencapai 63,82%, selanjutnya diikuti oleh

lansia madya (70-79 tahun) dan lansia tua (80 tahun keatas) dengan besaran

masing-masing 27,68% dan 8,50%. (Badan Pusat Statistik, 2019). Menurut

Vibriyanti (2018) jumlah lansia di Jawa Timur mengalami kenaikan dari 4,18

juta orang atau 11,17% pada tahun 2010 manjadi 4.60 juta orang atau 11,80%

total jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2016. Menurut Badan Pusat

Statistik Provinsi Jawa Timur (2016), Kota Surabaya memiliki jumlah

penduduk lansia mencapai 227,527 jiwa atau sekitar 7,90% dari 6,77 persen di

tahun 2010. (BPS Jawa Timur, 2016). Sedangkan menurut Badan Pusat

Statistik (2020), menyebutkan jumlah penduduk lansia di Kota Malang pada

tahun 2020 mencapai 11.04% sedangkan untuk Kabupaten Malang sendiri

mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni mencapai 14,20%. (Badan

Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2020).

Menurut Herman dkk (2019) semakin bertambahnya usia, maka

semakin bertambah juga masalah tidur yang terjadi yang ditandai dengan

adanya perubahan pola tidur yang dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang

malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lanjut usia melakukan
3

kegiatannya pada malam hari. Herman dkk (2019) menyebutkan bahwa lansia

berisiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor seperti

pensiun dan perubahan pola sosial, kematian pasangan atau teman dekat,

peningkatan penggunaan obat-obatan dan penyakit yang baru saja dialami.

Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan

fisiologi dan psikologi seperti penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lemah, daya

tubuh menurun, depresi, cemas dan sulit untuk berkonsentrasi, hal ini dapat

menyebabkan kualitas hidup pada lanjut usia menurun. (Hermawan dkk, 2019).

Menurut Siregar (2017) tidur sendiri merupakan suatu kebutuhan utama

yang harus terpenuhi oleh setiap orang, jam tidur yang cukup bagi lanjut usia

bisa memberikan pengaruh yang baik dalam memenuhi kualitas tidur. Karena

kualitas tidur yang baik bisa menjaga kesehatan, mempercepat penyembuhan

penyakit, menghemat energi ketika sel-sel istirahat, meningkatkan daya imun

tubuh, dan membantu memperbaiki sel-sel yang mengalami kerusakan.

(Siregar, 2017). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2017),

ditemukan bahwa jam tidur yang singkat (rata-rata tidur 7 jam per hari) bisa

menyebabkan terjadinya kekurangan hormon leptin, kelebihan hormon ghrelin,

dan kelebihan indek massa tubuh, hormon ghrelin bisa merangsang hasrat

untuk makan, sedangkan hormon leptin memberi sinyal ke hipotalamus bahwa

energi yang telah tersimpan sudah cukup. Pada penderita obesitas, kelebihan

hormon leptin tidak mengurangi sama sekali hasrat untuk makan sebab telah

telah terjadi resistensi hormon leptin. (Siregar, 2017).

Lalu menurut penelitian yang dilakukan oleh Hardiknas dan Lufthiani

(2015), menyebutkan bahwa pada lansia yang berusia 70-99 tahun yang mana
4

jam tidurnya di bawah 5 jam lebih banyak memiliki indeks massa tubuh atau

IMT 1,8 kg/m2 untuk wanita dan 2,5 kg/m2 untuk laki-laki dibandingkan

dengan lansia yang sama di mana jam tidurnya cukup. Menurut Rosa Yulia

(2019), menyatakan bahwa Rapid Eye Movement (REM) sleep ditemukkan

berhubungan negative dengan kelebihan berat badan yang berarti semakin

sedikit durasi tidur REM akan meningkatkan berat badan, sama halnya dengan

slow wave sleep (SWS) juga di temukan berbanding terbalik dengan IMT yang

artinya semakin meningkatnya SWS maka IMT akan semakin rendah. Sebuah

penelitian menyebutkan seseorang yang memiliki kualitas tidur yang buruk

akan menyebabkan penurunan durasi tidur REM dan durasi tidur tahap 2 dan

meningkatnya rasa lapar, juga sebuah studi fragmentasi tidur eksperimental

telah menunjukkan peran dalam kualitas tidur dalam mempengaruhi kelaparan

dan hormone yang mengatur nafsu makan. (Sulistyani, 2012). Menurut Monica

Shella (2013), menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki durasi tidur lebih

cepat akan meningkatkan resiko obesitas. Sedangkan pada penelitian yang di

lakukan oleh Satwika (2017), penelitian tersebut mengenai durasi dan kualitas

tidur terhadap indeks massa tubuh pada individu dewasa di kota Yogyakarta

menyatakan bahwa durasi tidur pendek dan kualitas tidur buruk berhubungan

dengan indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi pada individu. (Satwika, 2017).

Di Amerika Serikat terdapat sebuah penelitian mengenaik kualitas tidur dengan

indeks massa tubuh (IMT) dengan hasil 51% memiliki kualitas tidur yang

buruk dan termasuk kategori obesitas. (Vargas et all, 2014).


5

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan

tujuan untuk menilai adakah hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan

Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Kebonagung.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada

Lansia di Poliklinik PG Kebonagung ?

1.3 Batasan Penelitian

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada hubungan indeks massa tubuh dan

kualitas tidur pada lansia di Desa Kebonagung

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur

pada Lansia di Poliklinik PG Kebonagung

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi indeks massa tubuh pada lansia di Desa Kebonagung

2. Mengidentifikasi kualitas tidur pada lansia di Desa Kebonagung

3. Mengidentifikasi indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lansia

di Desa Kebonagung
6

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

dalam bidang keperawatan.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat menjadikan tambahan referensi dan

menjadi acuan dalam ilmu mengembangkan keperawatan terutama

tentang indek massa tubuh yang berhubungan dengan kualitas tidur

pada lansia.

b. Bagi Layanan Kesehatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi serta edukasi kepada

masyarakat untuk menjaga kualitas tidur yang baik dan pencegahan

faktor resiko penyakit pada lansia yang disebabkan oleh obesitas.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan dan referensi untuk menabah wawasan serta

pengembangan ilmu pengetahuan tentang riset keperawatan.

d. Bagi Peneliti

Menambah wawasan mengenai hubungan indeks massa tubuh

dengan kualitas tidur serta dapat menambah pengalaman dalam hal

menulis sebuah karya tulis ilmiah maupun sebuah tugas akhir.


7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP LANSIA

2.1.1 Definisi Lansia

Lansia merupakan proses tahap akhir yang akan dialami oleh semua umat

manusia di dunia (Martono, 2014). Lansia bukanlah sebuah penyakit,

melainkan suatu proses kehidupan manusia yang ditandai dengan adanya

penurunan fungsi kemampuan tubuh pada lansia untuk beradaptasi pada

lingkungan sekitar (Carpenito, 2011). Lansia menurut UU RI No.13 tahun

1998 dalam Astari dan Dyah (2012), adalah sekelompok manusia yang sudah

mulai memasuki umur dari 60 tahun sampai keatas.

Menurut para ahli psikologis, kehidupan manusia dibagi menurut

perkembangan fisik dan psikologis masing-masing. Hal ini disebutkan oleh

(Jennifer et all, 1998 dalam Martono, 2014) sebagai berikut :

4. Usia 0-1 tahun disebut masa bayi.

5. Usia 1-12 tahun disebut masa kanak-kanak.

6. Usia 12-21 tahun disebut masa remaja.

7. Usia 21-65 tahun disebut masa dewasa.

8. Usia 65 tahun ke atas disebut lansia (lanjut usia).

Hal diatas merupakan tahap perkembangan suatu proses yang akan

berlangsung kehidupan sepanjang hayat manusia yang dimulai dari awal

manusia itu lahir sampai berakhirnya pada masa lansia (Martono, 2014).

Menurut (Wauran, 1981 dalam Martono, 2014), secara umum seseorang dapat

dikategorikan lansia apabila terdapat 3 segi, yaitu :


8

e. Tua berdasarkan umurnya.

f. Tua berdasarkan emosi, perasaan dan tingkah lakunya.

g. Tua berdasarkan pola pikirnya.

2.1.2 Batasan Usia Lansia

Menurut (Martono, 2014), World Health Organization (WHO), telah

membagi lasia berdasarkan batasan umur masing-masing kelompok lasia

sebagai berikut :

1. Usia 40-60 tahun disebut usia pertengahan (middle age).

2. Usia 60-75 tahun disebut lanjut usia (elderly).

3. Usia 75-90 tahun disebut lanjut usia tua (old).

4. Usia 90 tahun ke atas disebut sangat tua (very old).

2.1.3 Perubahan Lansia

Pada era perkembangan manusia sebelumnya, lansia memiliki ciri khas

sendiri sebagai tanda untuk proses menuanya sendiri. Ciri khasnya sendiri

terdiri dari perubahan yang sering dialami oleh lansia yang dapat dilihat dari

sudut fisik, mental dan keberadaannya di lingkungan sekitarnya (Martono,

2014). Dengan perubahan yang sering dialami oleh lansia, maka lansia dapat

menjadi golongan yang akan dinomor duakan di lingkungan sekitarnya. Lebih

lanjutnya, Hurlock telah mengelompokkan berdasarkan perubahan-perubahan

yang dialami para lansia (Martono, 2014) sebagai berikut :

1. Adanya perubahan pada fisik lansia, hal ini dikelompokkan dengan

beberapa perubahan, antara lain :


9

a. Perubahan pada penampilan lansia.

Perubahan ini akan dialami oleh semua orang yang menuju tua,

tetapi tidak pada semua lansia sama. Namun tanda-tanda yang

dialami oleh lansia kebanyakan memiliki kesamaan, seperti pada

area kepala, raut wajah, daerah tubuh, dan otot atau persendian

lansia. Perubahan yang dialami lansia ini menunjukkan bahwa

lansia mengalami kemunduran fisik.

b. Perubahan pada bagian badan.

Perubahan pada bagian ini dapat dilihat dari perubahan sistem

pada bagian otak, hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan sistem

cerebral dapat menurunkan kemampuan atau kecepatan belajar

yang intelektual.

c. Perubahan pada fungsi organ tubuh.

Pada dasarnya perubahan ini dapat memberikan efek pada

lansia seperti dapat meningkatkan denyut nadi dan tekanan darah

dan dapat mengurangi jumlah waktu tidur dan kandungan

kreatinin. Dari beberapa efek diatas dapat dikatakan bahwa lansia

telah mengalami perubahan pada segi fisiknya.

d. Perubahan pada panca indra.

Pada perubahan ini, seluruh fungsi organ pada alat

penginderaan akan mengalami kemunduran, seperti daya kepekaan

akan berkurang dan bekerja tidak efisien. Tidak hanya itu, lansia

yang mengalami perubahan panca indra yang dimiliki akan


10

menurun seperti kemampuan penglihatan, pendengaran, perasa,

perabaan, dan penciuman akan mulai menurun.

e. Perubahan seksual.

Pada perubahan ini, umumnya lansia akan mengalami

perubahan konsep reproduksinya, pada wanita saat sudah

mengalami masa menopause dan pria mengalami masa klimaterik.

f. Perubahan suasana hati.

Timbulnya perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa aspek

sikap lansia sendiri. Hal ini dapat dilihat dari sikap atau perilaku

yang dilakukan lansia secara tiba-tiba seperti marah-marah, ingin

sendiri dan lain-lain. Sikap itu memang sudah sewajarnya untuk

para lansia, tetapi penyebab dari sikap tersebut adalah karena

kurang dukungan atau perhatian yang harus diberikan kepada para

lansia.

2. Perubahan kemampuan motorik pada lansia.

Perubahan pada hal ini diakibatkan oleh adanya perubahan fisik

dan fisiologis, sehingga dari akibat tersebut dapat menyebabkan

menurunnya kekuatan dan tenaga, dan dari segi psikologis dapat merasa

rendah diri, kurang motivasi dan lain-lain. Perubahan ini memiliki efek

besar pada penyesuaian diri dan sosial pada lansia.

3. Perubahan kemampuan mental pada lansia.

Pada perubahan ini dapat menimbulkan kemunduran kemampuan

mental pada masing-masing lansia, hal ini dapat disebabkan bila ada

perasaan negatif yang dirasakan. Lansia memiliki intelektual yang lebih


11

tinggi dari yang lain, secara relatif penurunan efisien mental lebih

rendah daripada mereka yang mempunyai pengalaman intelektual

meskipun rendah, ini diakibatkan karena tingkat penurunan mental

berbeda-beda setiap orang.

4. Perubahan minat pada lansia.

Perubahan ini memiliki ciri khas untuk memasuki lansia, sebab

perubahan ini mempunyai hubungan dengan keberhasilan penyesuaian

lansia tersebut. Penyesuaian ini juga dipengaruhi oleh perubahan minat

dan keinginan agar mendapatkan kebahagiaan tersendiri.

2.1.4 Permasalahan Lansia

Secara umum, lansia cenderung banyak mengalami masalah, terutama

masalah pada kesehatannya. Masalah kesehatan yang sering dialami lansia

tersebut diakibatkan dengan adanya penurunan fungsi tubuh sehingga

mengakibatkan proses penuaan. Beberapa masalah kesehatan yang tersering

dialami oleh para lansia ialah masalah pada sistem kardiovaskuler seperti

jantung dan pembuluh darah. (Muttaqin dan Arif, 2016). Oleh karena itu,

apabila lansia sudah mengalami masalah kesehatan terutama pada sistem

kardiovaskuler, lansia harus direkomendasikan untuk selalu melakukan

pemeriksaan secara rutin agar dapat meminimalisir masalah pada sistem

kardiovaskuler khususnya pada lansia yang mengalami atau menderita penyakit

Hipertensi (Astari & Dyah, 2012).

Permasalahan-permasalahan yang dialami lansia tidak hanya masalah

penyakit saja, melainkan dapat disebabkan karena adanya perubahan-


12

perubahan pada manusia yang akan mengalami proses penuaan. Menurut

pandangan (Martono, 2014) beberapa masalah yang dialami lansia selain

permasalahan penyakit adalah sebagai berikut :

1. Permasalahan pekerjaan.

Dengan perubahan yang dialami oleh lansia, pada permasalahan

pekerjaan ini tugas yang akan dilakukan oleh lansia akan dipindahkan ke

generasi muda yang ada, hal ini disebabkan karena ketika seseorang

sudah memasuki lansia maka aktivitas fisiknya akan berkurang dapat

dikatakan bahwa lansia cenderung lebih lambat, akibatnya lansia merasa

bahwa dirinya sudah tidak berguna dalam segala hal terutama dalam hal

pekerja.

2. Permasalahan minat.

Dalam permasalahan ini, minat lansia untuk segala hal mengalami

penurunan terutama dalam penyesuaian diri di dalam lingkungan

sekitarnya, hal ini disebabkan karena adanya penurunan kemampuan

fisik, mental dan sosial maka lansia merasa bahwa dirinya sudah tidak

pantas untuk melakukan apa-apa ataupun mencoba hal-hal baru.

3. Isolasi dan kesepian.

Permasalahan ini membuat lansia merasa bahwa dirinya seperti

terisolasi di lingkungannya. Akibatnya lansia akan sulit melakukan

penyesuaian diri dengan cara apapun seperti cara pikir dan gaya baru dari

generasi muda. Jarak antara keluarga dan lansia dapat menjadi salah satu

faktor yang membuat lansia hidup seperti sebatang kara.

4. Disinhibisi.
13

Semakin tua maka kemampuan yang dimiliki oleh lansia akan

berkurang dalam mempertahankan diri dalam segala hal, sehingga suatu

masalah yang seharusnya sudah tidak perlu dipermasalahkan harus

menjadi masalah yang tidak bisa terlupakan oleh lansia, hal ini

dikarenakan lansia bereaksi dengan emosinya.

5. Peranan imam

Berkurangnya kemampuan fisik atau mental yang dialami oleh

lansia, mereka tidak akan membenci dan merasa takut akan hari akhir

yang akan datang, ini merupakan satu komponen dimana lansia harus

meningkatkan keagamaan yang dipercaya. Tidak semua lansia ketika

mendengar tahap akhir kehidupan merasa tentram dalam menghadapi dan

menyongsong kehidupan di dunia. Permasalahan ini datang apabila

keimanan lansia sendiri sudah lemah dalam menyongsongnya, maka

lansia akan merasa takut dan khawatir karena keimanan mereka tidak.

2.2 KONSEP INDEKS MASSA TUBUH

2.2.1 Definisi dan Pengukuran Indeks Massa Tubuh

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018)

menyatakan bahwa indeks massa tubuh merupakan indeks sederhana dari

berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk

mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa.

Sedangkan menurut Watson et all (2015), indeks massa tubuh merupakan

nilai indikator yang dihitung melalui berat badan (kg) dibagi dengan tinggi

badan (m) untuk mengetahui individu apakah termasuk golongan berat


14

badan dibawah normal, berat badan normal, berat badan diatas normal

(risiko obesitas), atau obesitas. Melakukan pengukuran indeks massa tubuh

merupakan metode yang paling sering dan paling mudah untuk dilakukan,

biasanya metode ini dilakukan untuk mengetahui individu apakah

mengalami obesitas atau non obesitas yang tidak menimbulkan rasa sakit,

tidak mempunyai efek samping, dan bisa dilakukan dalam jangka panjang

untuk memantau diet individu. Watson et all (2015). Selain itu, cara

mengetahui individu tersebut apakah obesitas atau non obesitas bisa

dilakukan melalui metode lain yakni antropometri (skin-fold thickness),

densitometri (underwater weighing), computed tomography (CT), magnetic

resonance imaging (MRI), dan electrical impedance. (Watson et all, 2015).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2013), penyebaran letak

penyimpanan jaringan lemak (adiposa) bisa menyebabkan terjadinya

kecacatan (morbiditas). Jaringan lemak (adiposa) subkutan yang terletak di

bagian intraabdominal lebih spesifik dibandingkan yang terletak di bagian

bokong dan ekstremitas bawah. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2013),

metode densitometri (underwater weighing) dilakukan melalui pengukuran

berat badan dibawah air (r=79%) sambil melakukan pemeriksaan umur dan

jenis kelamin. Metode computer tomography (CT) dan magnetic resonance

imaging (MRI) merupakan metode yang lebih akurat. (Tarwoto dan

Wartonah, 2013).

2.2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Menurut Hardiknas dan Lufthiani (2015), menyatakan bahwa tiap


15

provinsi di Indonesia memiliki 4 jenis golongan indeks massa tubuh antara

lain yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Klasifikasi IMT (kg/m2)


BB dibawah normal < 18,5
BB normal 18,5 – 24,9
BB diatas normal 25 – 26,9
Obesitas ≥ 27

2.2.3 Pengukuran Indeks Massa Tubuh


Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018), hasil berat

badan yang diukur melalui timbangan dan hasil tinggi badan yang diukur

melalui alat pengukur tinggi badan dimasukkan ke dalam rumus penentu

indeks massa tubuh dibawah ini :

Berat Badan (kg)


IMT =
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

2.3 KONSEP TIDUR

2.3.1 Definisi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversibel yang

ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan

ambang respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan

terjaga (Sadock, 2010). Ketika kita tidur dengan nyenyak, kita bangun dengan

perasaan segar dan terjaga untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur

mempengaruhi bagaimana kita melihat, merasakan dan melakukan aktivitas

setiap harinya sehingga dapat memiliki dampak yang besar pada kualitas hidup

secara keseluruhan (NSF, 2015).


16

2.3.2 Fisiologi Tidur

Tidur terdiri atas dua keadaan fisiologis yaitu tidur gelombang-lambat atau

non-rapid eye movement (NREM) dan tidur paradoksal atau rapid eye

movement (REM), tidur NREM terdiri dari tahap 1 sampai tahap 4 dalam

waktu 30 sampai 45 menit (Sherwood, 2014). Menurut Ganong (2010),

seseorang yang baru tertidur memasuki tahap 1, yang ditandai oleh aktivitas

Electorencephalogram (EEG) dengan frekuensi tinggi dengan amplitudo yang

rendah sedangkan pada tahap 2 ditandai oleh munculnya kumparan tidur (sleep

spindle). Disini terjadi letupan gelombang mirip alfa, gelombang 10 – 14 Hertz

(Hz), 50 mikrovolt (Hz). (Ganong, 2010). Pada tahap 3, pola yang timbul

adalah gelombang EEG dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitudo

meningkat, perlambatan maksimum dengan gelombang besar dijumpai pada

tahap 4 (Ganong, 2010). Tahap tidur NREM begitu tenang dan dapat

dihubungkan dengan penurunan tonus pembuluh darah perifer dan fungsi-

fungsi vegetatif tubuh lain, contohnya tekanan darah, frekuensi pernapasan,

dan laju metabolisme basal akan berkurang 10 sampai 30 persen (Guyton,

2016).

Menurut Guyton (2016), walaupun tidur NREM sering disebut dengan

“tidur tanpa mimpi”, namun sebenarnya pada tahap tidur ini sering timbul

mimpi dan kadang-kadang bahkan mimpi buruk terjadi selama tidur NREM.

Perbedaan antara mimpi tidur NREM dengan tidur REM adalah bahwa mimpi

yang timbul pada tidur REM lebih sering melibatkan aktivitas otot tubuh, dan

mimpi yang timbul pada tidur NREM biasanya tidak dapat diingat, jadi selama
17

tidur gelombang lambat, tidak terjadi konsolidasi mimpi dalam memori (Tabel

2.3) (Guyton, 2016).

Menurut Ganong (2010), gelombang lambat dengan amplitudo tinggi,

yang tampak pada EEG selama tidur kadang-kadang diganti oleh aktivitas EEG

yang cepat dan bervoltase rendah, yang pada golongan primata termasuk

manusia, mirip dengan yang dijumpai dalam tidur tahap 1, namun tidur tidak

terganggu bahkan ambang untuk terjaga oleh rangsangan sensorik dan oleh

rangsangan formasio retikularis meningkat sehingga keadaan ini kadang-

kadang disebut dengan tidur paradoksal, karena aktivitas EEG-nya cepat.

Selama tidur paradoksal, terjadi gerakan mata yang cepat dan acak, dan karena

hal inilah tidur tersebut dinamakan tidur REM (Ganong, 2016). Seperti yang di

kemukakan oleh Guyton (2016) ciri lain dari tidur REM adalah adanya

potensial fasik besar, dalam kelompokkelompok yang terdiri dari 3 – 5

gelombang, yang berasal dari pons dan cepat berpindah ke korpus genikulatum

lateral dan dari sini ke korteks oksipitalis. Oleh karena itu, potensial ini disebut

ponto-geniculo-occipital spike (PGO) (Ganong, 2010).

Tabel 2.2 Perbandingan Tidur Gelombang Lambat dan Paradoksal

Jenis Tidur
Karakteristik Tidur Gelombang Tidur Paradoksal
Lambat (NREM) (REM)
Memperlihatkan
Serupa dengan EEG pada
EEG gelombang-gelombang
orang yang sadar penuh
lambat
Tonus otot cukup, sering Inhibisi mendadak tonus
Aktivitas motorik
bergerak otot, tidak ada gerakkan
Kecepatan jantung,
kecepatan pernafasan dan Penurunan ringan Irreguler
tekanan darah
Bermimpi Jarang Sering
Lebih susah dibangunkan
Bangun Mudah dibangunkan tetapi cenderung bangun
sendiri
18

Persentase waktu tidur 80% 20%


Memiliki empat tahap,
yang bersangkutan harus
Karakteristik penting lain Gerakan mata cepat
melewati tidur jenis ini
dulu

Menurut Guyton (2016), sifat siklik pada tidur adalah reguler dan dapat

dipercaya periode REM terjadi kira-kira setiap 90 hingga 100 menit sepanjang

malam. Periode REM pertama cenderung menjadi yang paling singkat,

biasanya berlangsung kurang dari 10 menit, periode REM selanjutnya masing-

masing dapat berlangsung 15 menit hingga 40 menit, sebagian besar periode

tidur REM terjadi pada dua pertiga akhir malam, sedangkan sebagian besar

tidur tahap 4 terjadi pada sepertiga pertama malam (Sadock, 2010).

Menurut Sadock (2010), pola tidur ini berubah selama rentang hidup

seseorang. Pada periode neonatus, tidur REM menunjukkan bahwa lebih dari

50 persen waktu tidur, dan pola EEG bergerak dari keadaan siaga langsung ke

keadaan REM tanpa melalui tahap 1 sampai 4 (Sadock, 2010). Neonatus tidur

kira-kira 16 jam sehari dengan periode bangun yang singkat, pada usia 4 bulan,

pola bergeser sehingga persentase total tidur REM berkurang hingga 40 persen

dan jatuh tertidur menjadi periode tidur REM awal (Tabel 2.3) (Sadock, 2010).

Tabel 2.3 Distribusi Tahap Tidur pada Orang Dewasa Muda

Fase Tidur Persentase Total Tidur


Tahap 1 5%
Tahap 2 45%
NREM
Tahap 3 12%
Tahap 4 13%
REM 25%

Distribusi ini relatif tetap konstan sampai usia tua, walaupun pengurangan

terjadi pada tidur gelombang pendek dan tidur REM pada orang yang berusia
19

lebih tua (Sadock, 2010). Menurut Gutton (2016), siklus tidur-bangun serta

berbagai tahapan tidur disebabkan oleh hubungan timbal-balik antara tiga

sistem saraf antara lain :

1. Sistem keterjagaan, yaitu bagian dari reticular activating system yang

berasal dari batang otak.

2. Pusat tidur gelombang lambat di hipotalamus yang mengandung neuron

tidur yang menginduksi tidur.

3. Pusat tidur paradoksal di batang otak yang mengandung neuron tidur

REM, yang menjadi sangat aktif sewaktu tidur REM.

Pola interaksi di antara ketiga regio saraf ini, yang menghasilkan

rangkaian siklis yang dapat diperkirakan antara keadaan terjaga dan kedua jenis

tidur (Sherwood, 2014). Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak

dapat menimbulkan keadaan tidur dengan sifat-sifat yang mendekati keadaan

tidur alami. Menurut Guyton (2016), ada beberapa cara perangsangan ini

adalah sebagai berikut :

1. Daerah perangsangan yang paling menonjol yang dapat menimbulkan

keadaan tidur alami adalah nuklei rafe (raphe) yang terletak di separuh

bagian bawah pons dan medula. Nuklei ini merupakan suatu lembaran

tipis neuron khusus yang terletak pada garis tengah. Serat-serat saraf

dari nuklei ini menyebar setempat di formasio retikularis batang otak

dan juga ke atas menuju talamus, hipotalamus, sebagian besar daerah

limbik, dan bahkan neokorteks serebrum. Banyak ujung serat-serat dan

neuron rafe ini menyekresikan serotonin. Bila seekor hewan diberi obat

yang menghambat pembentukkan serotonin, hewan tersebut sering kali


20

tidak dapat tidur selama beberapa hari berikutnya. Oleh karena itu,

serotonin dianggap merupakan zat transmiter yang dihubungkan dengan

timbulnya keadaan tidur.

2. Perangsangan beberapa area di nukleus traktus solitarius juga dapat

menimbulkan tidur. Nukleus ini merupakan daerah terminal di medula

dan pons yang dilewati oleh sinyal sensorik viseral yang masuk melalui

nervus vagus dan nervus glossofaringeus.

3. Tidur dapat ditimbulkan melalui perangsangan beberapa regio pada

diensefalon termasuk bagian dari rostral hipotalamus, terutama area

suprakiasma, dan suatu area yang terkadang dijumpai di nukleus difus

talamus.

2.3.3 Jenis-jenis Tidur

Menurut Sherwood (2014), pada dasarnya tidur dibagi menjadi 2

bagian, yakni tidur dengan gerakan bola mata yang cepat (REM Sleep) dan

tidur dengan gerakan bola mata yang lambat (NREM Sleep). REM Sleep

merupakan tidur dalam keadaan aktif atau paradoksal, sifat REM Sleep

sangat nyenyak, akan tetapi pergerakan kedua bola mata sangat aktif,

Biasanya REM Sleep bisa membuat individu itu sendiri bermimpi,

meregangnya otot-otot tubuh, terjadinya peningkatan tekanan darah dan

sekresi asam lambung, ereksi penis, pergerakan otot yang tidak beraturan,

serta denyut jantung dan kecepatan pernafasan yang tidak beraturan.

(Sherwood, 2014). Menurut Sherwood (2014), jika mengalami kehilangan

REM Sleep bisa menyebabkan individu hiperaktif, emosi, bertambahnya


21

nafsu makan, bingung, dan curiga.

Sedangkan NREM Sleep adalah keadaan tidur yang nikmat dan

nyenyak, keadaan ini menyebabkan gelombang otak menjadi lebih lambat

dibandingkan keadaan sadar. (Sherwood, 2014). Menurut Ganong (2010),

ciri-ciri NREM Sleep, seperti sedikit bermimpi, terjadinya penurunan

tekanan darah, penurunan kecepatan pernafasan dan metabolisme, serta

pergerakan bola mata yang lambat. Menurut Guyton (2016), NREM Sleep

terbagi menjadi 4 tahap, yaitu :

1. Tahap 1

Proses peralihan individu dari keadaan sadar menjadi tidur.

Biasanya individu merasa tenang, seluruh otot terasa lemas, kelopak

mata mulai menutup, kedua bola mata bergerak dari kiri ke kanan

atau sebaliknya, dan berada pada gelombang alpha. Individu dalam

keadaan ini biasanya masih mudah untuk dibangunkan.

2. Tahap 2

Proses tidur ringan dimana tubuh melemah secara bertahap.

Biasanya pergerakan kedua bola mata berhenti, terjadinya

penurunan suhu tubuh, penurunan tonus otot, penurunan denyut

jantung, dan penurunan kecepatan pernafasan. Pola EEG yang

terlihat berupa gelombang beta dengan frekuensi 14-18 siklus per

detik (spd). Biasanya gelombang beta juga disebut sebagai

gelombang tidur. Durasi tahap II terjadi selama 10-15 menit.

3. Tahap 3

Proses keadaan tubuh melemah akibat hilangnya tonus otot


22

secara keseluruhan. Terjadinya penurunan denyut jantung dan

kecepatan pernafasan akibat aktifitas yang dominan pada sistem

saraf parasimpatis. Pola EEG yang terlihat berupa perubahan

gelombang beta siklus per detik (spd). Biasanya individu sulit

dibangunkan pada tahap ini.

4. Tahap 4

Proses individu dalam keadaan relaksasi, jarang terlihat adanya

pergerakan sebab keadaan tubuh sudah mengalami penurunan, dan

juga sulit untuk dibangunkan. Pola EEG yang terlihat berupa

gelombang delta yang melambat dengan frekuensi 1-2 siklus per

detik (spd). Sebanyak 20%-30% individu yang ditemukan

mengalami penurunan denyut jantung dan kecepatan pernafasan.

Biasanya tahap ini bisa mengembalikan keadaan tubuh seperti

semula.

2.3.4 Kebutuhan Tidur

Menurut Guyton (2016), beberapa orang normalnya merupakan penidur

pendek (short-sleeper) dan hanya membutuhkan tidur kurang dari 6 jam setiap

malam untuk dapat berfungsi adekuat. Penidur panjang (long-sleeper) adalah

orang yang tidur lebih dari 9 jam setiap malam untuk dapat berfungsi adekuat.

(Sherwood, 2014). Periode REM meningkat setelah stimulasi psikologis yang

kuat seperti situasi belajar yang sulit dan stres, dan setelah penggunaan bahan

kimia atau obat yang menurunkan katekolamin otak (Sadock, 2010). Menurut
23

Nasional Sleep Foundation atau NSF (2015), menyebutkan beberapa

rekomendasi tidur antara lain yaitu :

Tabel 2.4 Rekomendasi Tidur menurut Nasional Sleep Foundation

Usia Rekomendasi (jam/hari)


Neonatus (0 – 3 bulan) 14 – 17 jam
Bayi (4 – 11 bulan) 12 – 15 jam
Balita (1 – 2 tahun) 11 – 14 jam
Preschool (3 – 5 tahun) 10 – 13 jam
Anak usia sekolah (6 – 13 tahun) 9 – 11 jam
Remaja (14 – 17 tahun) 8 -10 jam
Dewasa muda (18 – 25 tahun) 7 – 9 jam
Dewasa (16 – 64 tahun) 7 – 9 jam
Dewasa tua (≥ 65 tahun) 7 – 8 jam

2.4 KONSEP KUALITAS TIDUR

2.4.1 Konsep Kualitas Tidur

Menurut Lemma et all (2012), kualitas tidur adalah ukuran dimana

seseorang dapat mudah dalam memulai dan mempertahankan tidur, kualitas

tidur seseorang dapat digambarkan dengan lamanya waktu tidur dan keluhan-

keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kualitas tidur

meliputi dua aspek yakni Aspek kuantitatif termasuk lamanya waktu tidur,

sedangkan aspek kualitatif tidur merupakan aspek subjektif dari kedalaman

tidur dan perasaan segar pada saat bangun tidur (Lemma et al., 2012).

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi

Menurut Nasional Sleep Foundation atau NSF (2015), menyebutkan ada

beberapa praktek yang dapat meningkatkan kualitas tidur yaitu :

1. Mengurangi waktu tidur siang yang lebih dari 30 menit.

2. Menghindari zat-zat stimulan seperti kafein dan nikotin menjelang

waktu tidur.
24

3. Olahraga.

4. Menghindari makanan seperti makanan berlemak, makanan pedas,

jeruk, dan minuman bersoda sebelum tidur.

5. Memastikan terkena paparan sinar alamiah yang cukup.

6. Membuat suatu rutinitas yang santai sebelum tidur seperti mandi

dengan menggunakan air hangat, membaca buku atau melakukan

peregangan ringan.

7. Memastikan bahwa lingkungan tidur nyaman dan menenangkan seperti

tidur dengan matras dan bantal yang nyaman, suhu kamar yang sejuk,

mematikan lampu, dan seluruh alat elektronik.

2.4.3 Dampak

Menurut Havard (2017) menyebutkan dalam jangka waktu yang pendek,

tidur yang tidak cukup dapat mempengaruhi suasana hati, pertimbangan,

kemampuan untuk belajar dan mendapatkan informasi serta meningkatkan

risiko terjadinya kecelakaan dan trauma. Dalam jangka waktu panjang, kurang

tidur yang kronis dapat menyebabkan masalah kesehatan pada seseorang

seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung serta kematian. (Havard, 2017)

2.4.4 Perubahan Tidur pada Lansia

Menurut Supriadi (2015), usia adalah salah satu faktor penentu durasi

tidur yang dibutuhkan oleh individu, adanya peningkatan usia bisa

menyebabkan terjadinya penurunan durasi tidur yang dibutuhkan oleh

individu. Menurut Sherwood (2014), biasanya durasi tidur lanjut usia


25

selama 6 jam sehari, sebanyak 20%-25% lanjut usia mengalami REM

Sleep, dan mengalami penurunan NREM Sleep tahap IV. Menurut Havard

(2017), gangguan yang sering dialami oleh lanjut usia, yakni insomnia dan

sering bangun lebih dini. Sebanyak lebih dari 90% lanjut usia yang berusia

65 tahun keatas memiliki kualitas tidur yang buruk. (Martono, 2014).

2.4.5 Kualitas Tidur pada Lansia

Menurut Lemma et all (2012), kualitas tidur merupakan tingkat

kenikmatan individu terhadap tidur sehingga individu tersebut tidak

merasakan lelah, tidak mudah marah, tidak gelisah, tidak apatis, tidak

ditemukan adanya warna kehitaman daerah sekitar mata, tidak ditemukan

adanya edem kelopak mata, dan tidak ditemukan adanya konjungtiva yang

berwarna merah. Selain itu, kualitas tidur merupakan suatu indikator bagi

individu dalam memperoleh jumlah NREM Sleep dan REM Sleep. (Lemma

et all, 2012)

Sedangkan menurut Sherwood (2014), ketenangan tidur adalah waktu

yang dibutuhkan untuk mulai tidur pada malam hari, biasanya individu

memasuki tahap tidur dalam waktu kurang dari 15 menit setelah

merelaksasikan tubuh di tempat tidur. Menurut Haverd (2017), sebagian

individu melakukan latihan relaksasi agar bisa tidur lebih awal. Beberapa

latihan tersebut, yakni bangun tepat waktu setiap hari dan hindari berbagai

aktivitas yang tidak ada gunanya menjelang tidur.(Havard, 2017).

Menggunakan obat tidur bisa mengubah jam tidur individu dan

menyebabkan terjadinya penurunan kewaspadaan pada siang hari.


26

(Martono, 2014). Salah satu golongan obat yang sering diresepkan adalah

obat antidepressants, yakni diazepam dan amphetamine. (Sadock, 2010).

Menurut Spira et all (2011), efek obat tidur yang ditimbulkan bila lanjut

usia mengkonsumsi obat tersebut berupa perasaan yang sangat lelah pada

siang hari, perasaan mengantuk pada siang hari, dan sering tertidur sewaktu

beraktivitas pada siang hari.

Menurut Guyton (2016), kualitas tidur yang baik bagi individu jika

tidak ditemukan keluhan berupa kurang tidur atau gangguan dalam tidur.

Menurut NSF (2015), Berdasarkan kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality

Index (PSQI) bahwa kuesioner tersebut memiliki 9 indikator dalam

menilai kualitas tidur, yakni jam mulai tidur pada malam hari, durasi baru

bisa tertidur pada malam hari, jam bangun pagi, durasi tidur pada malam

hari, masalah yang mengganggu tidur pada malam hari, frekuensi

penggunaan obat tidur, frekuensi rasa kantuk pada siang hari antusias ingin

menyelesaikan masalah yang mengganggu tidur, dan gambaran kualitas

tidur.

2.5 HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KUALITAS TIDUR

Menurut Siregar (2017), penurunan durasi tidur disebabkan oleh kadar

hormon leptin berada di tingkat paling rendah sehingga terjadi konduksi pesan

ke pusat kenyang. Akibatnya, tubuh membutuhkan asupan makanan tambahan

walaupun tidak dibutuhkan sebenarnya. (Siregar, 2017). Pada individu normal,

hasrat untuk makan ditimbulkan oleh peningkatan hormon ghrelin, sedangkan

peningkatan kadar hormon leptin memberikan pesan pada hipotalamus bahwa


27

energi yang tersimpan sudah cukup, namun pada penderita obesitas meskipun

terjadi peningkatan kadar hormon leptin tetap saja tidak menurunkan hasrat

untuk makan. (Siregar, 2017). Hal ini terjadi karena peningkatan kadar hormon

leptin seimbang dengan peningkatan jaringan lemak (adiposa), akibatnya terjadi

resistensi leptin. (Siregar, 2017).

Menurut Thompson dkk (2013), terjadinya penurunan durasi tidur selama 6

hari bisa menyebabkan terjadinya peningkatan keseimbangan cardiac

sympathovagal. Jika peningkatan ini terjadi, maka bisa menurunkan aktivitas

nervus vagus sehingga kadar hormon ghrelin dan aktivitas nervus vagus

berbanding terbalik, artinya penurunan aktivitas nervus vagus bisa

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar hormon ghrelin. (Thompson dkk,

2013). Selain itu, hormon leptin juga berhubungan erat dengan aktivitas nervus

simpatis dimana peningkatan aktivitas nervus simpatis bisa menyebabkan

terjadinya penurunan kadar hormon leptin. (Siregar, 2017). Jadi, penurunan

durasi tidur bisa menyebabkan terjadinya peningkatan cardiac sympathovagal

sehingga mengakibatkan penurunan kadar hormon leptin. (Siregar, 2017).

Menurut Thompson dkk (2013), kadar hormon kortisol dan GH (growth

hormone-hormon pertumbuhan) juga dipengaruhi oleh ritme sirkadian. Ritme

sirkadian yang mengalami perubahan dihantarkan ke hipotalamus, setelah itu

mengirim pesan tersebut ke kelenjar hipofisis. (Thompson dkk, 2013). Kadar

hormon pertumbuhan yang rendah pada malam hari bisa menjaga kadar glukosa

dengan menginhibisi penggunaan glukosa dari jaringan otot. (Thompson dkk,

2013). Menurut Thompson dkk (2013), apabila terjadi penurunan durasi tidur,

maka kadar hormon pertumbuhan mengalami peningkatan pada malam hari.


28

Menurut Siregar (2017), individu normal memiliki kadar hormon kortisol

yang rendah pada sore hari. Akibatnya, terjadi penurunan sensitivitas hormon

insulin pada awal tidur, lalu meningkat pada pertengahan tidur, dan pada

akhirnya keseimbangan hormon glukosa tetap terjaga. (Siregar, 2017). Menurut

Thompson dkk (2013), Penurunan durasi tidur bisa menyebabkan kadar hormon

kortisol berada di tingkat paling tinggi pada sore hari. Akibatnya, tidak ada

aktivitas ritme sirkadian terhadap sensitivitas hormon insulin, jadi peningkatan

kadar hormon kortisol dan kadar hormon pertumbuhan bisa mengakibatkan

gangguan pada metabolisme glukosa. (Thompson dkk, 2013).

Berdasarkan penelitian Gangwisch dkk (2017), terjadinya penurunan durasi

tidur bisa menyebabkan terjadinya peningkatan risiko hipertensi. Hal ini terjadi

akibat peningkatan aktivitas nukleus suprakiasma, aktivitas nukleus suprakiasma

bekerja sesuai rangsangan fisiologis tubuh. (Gangwisch dkk, 2017). Peralihan

durasi tidur bisa menyebabkan terjadinya gangguan pada aktivitas nukleus

suprakiasma yang berperan sebagai pencetus tidur. Menurut Gangwisch dkk

(2017), nukleus suprakiasma memiliki hubungan yang erat dengan organ

metabolik, yakni pankreas, hati, dan jaringan lemak (adiposa) melalui nervus

otonom. Jika nukleus suprakiasma mengalami gangguan, maka bisa

menyebabkan terjadinya gangguan pada pelepasan hormon kortisol dan glukosa

serta tekanan darah, jadi yang dikatakan durasi tidur yang mengalami penurunan

jika durasi tidur suatu individu dibawah 7 jam. (Gangwisch dkk, 2017).
29

2.6 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Indeks massa tubuh dihitung melalui


BB (kg) dibagi TB (m) untuk
menentukkan klasifikasi BB yakni Lanjut
underweight, normoweight, Usia
overweight dan obese.
Penurunan durasi tidur disebabkan
oleh kadar hormone leptin berada di
tingkat paling rendah
Faktor yang
memperngaruhi
kualitas tidur :
Penyakit
Indeks Massa Kualitas Gaya Hidup
Tubuh Tidur Kelelahan
Lingkungan
Stress
Alcohol
Diet
Di nilai dengan Motifasi
Pengukuran IMT menggunakan
Pittsburgh Sleep
Quality Index
(PSQI)

Underweight Normoweight

Overweight Obese

Skor 0-5 Skor > 5


Kualitas Baik Kualitas Buruk

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan Bagan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
30

2.7 PENJELASAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Pada kerangka konsep penelitian diatas menjelaskan bahwa penelitian ini

akan melakukan penelitian pada lansia dengan melihat serta akan

menghubungkan apakah ada hubungan antara kualitas tidur dengan indeks massa

tubuuh dengan di lakukan pengukuran serta quisioner yang telah di siapkan oleh

peneliti. Kualitas tidur sendiri di pengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat

menyebabkan kualitas tidur pada lansia menjadi buruk sehingga dapat

menyebabkan timbulnya beberapa jenis penyakit dan pada usia lansia biasanya

cenderung memiliki kualitas tidur yang buruk dikarenakan beberapa faktor

tersebut. Untuk pengukuran kualitas tidur pada lansia itu sendiri peneliti

mengukur melalui quisioner PSQI yaitu quisioner yang di gunakan untuk

mengetahui kualitas tidur pada seseorang dengan hasil yang di dapat yaitu

kualitas tidur baik dan kualitas tidur buruk yang di kategorikan menggunakan

perhitungan angka dan skore. Dan untuk pengukuran indeks massa tubuh sendiri

di golongkan menjadi 4 golongan berdasarkan hasil pengukuran dengan berat

badan dan tinggi badan.

2.8 HIPOTESA

Hipotesa dari penelitian ini yaitu Ada Hubungan antara Indeks Massa

Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Kebonagung.


31

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk

melakukan penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian.

(Dharma, 2011). Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah metode

survei-analitik, dengan pendekatan cross-sectional di mana data yang

menyangkut variabel bebas dan variabel terikat, akan dikumpulkan dalam waktu

yang bersamaan. Pengamatan yang dilaksanakan hanya satu kali dan diharapkan

bisa menunjukkan adanya hubungan indeks massa tubuh dengan kualitas tidur

pada lanjut usia.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Februari 2021 di

Poliklinik PG Kebonagung dan di wilayah rumah dinas PG Kebonagung.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lanjut usia

di poliklinik PG Kebonagung.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan


32

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

(Notoatmodjo, 2012). Sampel yang diambil secara acak dengan jumlah

responden 35 lansia yang melakukan kunjungan pada Poliklinik PG

Kebonagung dengan rentang usia 40-60 tahun, Metode pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dan Probability

sampling. Hakikat metode total sampling yakni mengambil sampel secara

keseluruhan di dalam suatu populasi. Sedangkan Probability sampling

merupakan metode pengambilan sampel secara acak dan semua responden

memiliki kesempatan yang sama untuk di jadikan responden penelitian.

Pada penelitian ini pengambilan sampel juga meliputi kriteria inklusi dan

eksklusi, yang terdiri dari :

1. Kriteria Inklusi

a. Lansia yang bersedia menjadi responden dan telah menandatangani

informed consent yang berisi pernyataan bersedia menjadi subjek

penelitian ini

b. Lansia yang mengunjungi maupun berobat di Poliklinik PG

Kebonagung

2. Kriteria Eksklusi

a. Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun

b. Lansia yang mempunyai keterbatasan fisik maupun mental sehingga

tidak dapat memberikan respon secara tertulis (memberikan jawaban

kuesioner), maupun secara verbal.

c. Lansia yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik


33

3.3.3 Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling. Sampel

yang diambil secara acak dengan jumlah responden 35 lansia yang

mengunjungi atau berobat di Poliklinik PG Kebonagung dengan rentang usia

antara 40-60 tahun.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel.

Yang pertama variabel bebas yaitu indeks massa tubuh. Sedangkan yang ke dua

merupakan variabel terikat yaitu kualitas tidur.


34

3.5 Kerangka Kerja (Frame Work)

Populasi
Seluruh lansia yang terdaftar sebagai pasien Poliklinik PG Kebonagung

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang mengunjungi poliklinik PG
Kebonagung dengan jumlah 35 lansia

Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah teknik probability sampling

Desain Penelitian
Metode survei-analitik dengan pendekatan cross-sectional

Independent Dependent
Indeks Massa Tubuh Kualitas Tidur

Instrument Instrumen
Perhitungan IMT Quisioner PSQI
menggunakan BB dan Tinggi (Pittsburg Sleep Quality
Badan Index)

Pengolahan Data

Analisis Bivariate
Dengan uji Chai Square Test

Pembahasan

Penarikan Kesimpulan

Bagan 3.1 Kerangka Kerja


35

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Skala
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Pengukuran
1. Variabel Nilai indicator yang Timbangan Ordinal Hasil perhitungan

Independent dihitung melalui berat dan yang di peroleh di

: Indeks badan (kg) dibagi Meteran interpretasikan ke

Massa dengan tinggi badan (m) dalam klasifikasi

Tubuh untuk mengetahui indeks massa

individu apakah tubuh yang telah

termasuk golongan di sesuaikan

berat badan dibawah dengan ketentuan

normal, berat badan yang di gunakan

normal, berat badan oleh Badan

diatas normal (risiko Penelitian dan

obesitas) atau obesitas. Pengembangan

Kesehatan.

Dikatakan BB di

bawah normal

bila IMT <18,5

kg/m2, BB normal

bila IMT berkisar

18,5-24,9 kg/m2,

BB diatas normal

bila IMT berkisar

25-26,9 kg/m2,

dan obesitas bila


36

IMT ≥ 27,0 kg/m2


2. Variabel Keadaan tidur yang di Quisioner Nominal Terdiri dari 18

Dependent : jalani seseorang Pittsburgh pertanyaan

Kualitas sehingga individu Sleep dengan 4 pilihan

Tidur tersebut tidak Quality jawaban. Setiap

merasakan Lelah, tidak Index pilihan jawaban

mudah marah, tidak (PSQI) memiliki nilai

mudah gelisah, tidak berkisar 0-3. Bila

apatis, tidak di temukan skor keseluruhan

warna kehitaman di PSQI > 5 maka

daerah sekitar mata. interpretasinya

Selain itu, merupakan adalah kualitas

indicator bagi individu tidur buruk dan

dlaam memperoleh bila skor

jumlah NREM Sleep keseluruhan PSQI

dan REM Sleep 0-5 maka

interpretasinya

adalah kualitas

tidur baik

3.7 Instrumen Penelitian

Untuk mengukur tingkat kualitas tidur pada lansia peneliti menggunakan

quisioner PSQI. Menurut Smyth (2013), Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

adalah kuesioner baku emas yang digunakan untuk menilai kualitas tidur secara

subjektif dalam kurun waktu 1 bulan. Menurut Buysse et al (1989) menyebutkan

ada sembilan belas pertanyaan yang meliputi 7 komponen antara lain yaitu :

1. Kualitas Tidur secara subjektif


37

2. Latensi Tidur

3. Durasi Tidur

4. Efisiensi Tidur

5. Gangguan Tidur

6. Penggunaan Obat Tidur

7. Disfungsi atau gangguan aktivitas di siang hari

Setiap komponen pertanyaan mempunyai skor yang berkisar 0 sampai 3

dan kemudian seluruh komponen akan dijumlahkan untuk mendapatkan nilai

secara keseluruhan yang berkisar 0 sampai 21 (Spira et al, 2011). Berikut uraian

mengenai cara menginterpretasikan skor setiap komponen pertanyaan pada

kuesioner PSQI menurut Spira et all (2011) antara lain yaitu :

1. Komponen 1 : Kualitas tidur secara subjektif

Perhatikan komponen pertanyaan nomor 6 dan kemudian menetapkan

skor sebagai berikut :

Tabel 3.2 Skor Komponen 1 : Kualitas Tidur Secara Subjektif

Respon Skor Komponen


Sangat baik 0
Baik 1
Buruk 2
Sangat buruk 3

2. Komponen 2 : latensi tidur

a. Perhatikan komponen pertanyaan nomor 2 dan kemudian menetapkan

skor sebagai berikut :

Tabel 3.3 Skor Komponen 2 : Latensi Tidur 1

Respon Skor Komponen


≤ 15 menit 0
16 – 30 menit 1
38

31 – 60 menit 2
>60 menit 3

b. Perhatikan komponen pertanyaan nomor 5a dan kemudian

menetapkan skor sebagai berikut :

Tabel 3.4 Skor Komponen 2 : Latensi Tidur 2

Respon Skor
Tidak terjadi selama sebulan yang lalu 0
Kurang dari sekali dalam satu minggu 1
Satu atau dua kali seminggu 2
Tiga atau lebih dalam seminggu 3

c. Jumlahkan skor dari pertanyaan nomor 2 dan 5a

d. Skor komponen 2 ditetapkan sebagai berikut :

Tabel 3.5 Skor Komponen 2 : Latensi Tidur 3

Jumlah Skor Nomor 2 dan 5a Skor Komponen 2


0 0
1–2 1
3–4 2
5–6 3

3. Komponen 3 : Durasi Tidur

Perhatikan komponen pertanyaan nomor 4 dan kemudian menetapkan

skor sebagai berikut :

Tabel 3.6 Skor Komponen 3 : Durasi Tidur

Respon Skor Komponen 3


>7 jam 0
6 – 7 jam 1
5 – 6 jam 2
<5 jam 3

4. Komponen 4 : Efisiensi Tidur


39

a. Menentukan jumlah jam pada tidur malam yang terdapat dalam

komponen pertanyaan nomor 4

b. Melakukan perhitungan jumlah jam menghabiskan waktu di tempat

tidur, dengan mengambil jawaban dari komponen pertanyaan nomor 3

dikurangi dengan jawaban dari komponen pertanyaan nomor 1 dalam

satuan jam

c. Melakukan perhitungan skor efisiensi tidur dengan rumus berikut :

Jumlah jam pada tidur malam


X 100 = %
Jumlah jam menghabiskan waktu di tempat tidur

d. Menetapkan skor komponen 4 sebagai berikut :

Tabel 3.7 Komponen 4 : Efisiensi Tidur

Efisiensi Tidur ( % ) Skor Komponen 4


85% 0
75 – 84% 1
65 – 74% 2
<65% 3

5. Komponen 5 : Gangguan Tidur

a. Perhatikan komponen pertanyaan nomor 5b sampai dengan 5j dan

menetapkan skor pada setiap pertanyaan sebagai berikut :

Tabel 3.8 Komponen 5 : Gangguan Tidur

Respon Skor
Tidak terjadi selama sebulan yang lalu 0
Kurang dari sekali dalam seminggu 1
Satu atau dua kali seminggu 2
Tiga atau lebih dalam seminggu 3

b. Jumlahkan seluruh skor yang didapatkan dari komponen pertanyaan

nomor 5b sampai dengan 5j


40

c. Menetapkan skor komponen 5 sebagai berikut :

Tabel 3.9 Komponen 5 : Gangguan Tidur

Jumlah skor 5b sampai dengan 5j Skor Komponen 5


0 0
1–9 1
10 – 18 2
19 – 27 3

6. Komponen 6 : Penggunaan Obat Tidur

Perhatikan komponen pertanyaan nomor 7 dan kemudian menetapkan

skor sebagai berikut :

Tabel 3.10 Komponen 6 : Penggunaan Obat Tidur

Respon Skor Komponen 6


Tidak terjadi selama sebulan yang lalu 0
Kurang dari sekali dalam satu minggu 1
Satu atau dua kali seminggu 2
Tiga atau lebih dalam seminggu 3

7. Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktivitas pada Siang Hari

a. Perhatikan komponen pertanyaan nomor 8 dan kemudian menetapkan

skor sebagai berikut :

Tabel 3.11 Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktivitas pada Siang

Hari 1

Respon Skor
Tidak pernah 0
Satu atau dua kali saja 1
Satu atau dua kali seminggu 2
Tiga atau lebih dalam seminggu 3

b. Perhatikan komponen pertanyaan nomor 9 dan kemudian menetapkan

skor sebagai berikut :


41

Tabel 3.12 Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktivitas pada Siang

Hari 2

Respon Skor
Tidak ada 0
Hanya malas-malas kecil 1
Semua masalah 2
Masalah yang sangat besar 3

c. Jumlahkan skor komponen pertanyaan nomor 8 dan 9

d. Menetapkan skor komponen 7 sebagai berikut :

Tabel 3.13 Komponen 7 : Disfungsi atau Gangguan Aktivitas pada Siang

Hari 3

Jumlah Skor Nomor 8 dan 9 Skor Komponen 7


0 0
1–2 1
3–4 2
5–6 3

Setelah didapatkan seluruh nilai skor dari setiap komponen pertanyaan,

selanjutnya seluruh skor dijumlahkan dari skor komponen 1 sampai dengan

komponen 7, skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas tidur buruk. Bila

skor keseluruhan PSQI > 5 maka interpretasinya adalah kualitas tidur buruk

dan bila skor keseluruhan PSQI 0-5 maka interpretasinya adalah kualitas tidur

baik (Buysse et al., 1989).

3.8 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

adalah data penelitian yang didapatkan secara langsung dari subjek penelitian.

Awalnya, sampel diwawancara untuk memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,

lalu meminta persetujuan sampel dengan mengisi formulir informed consent.


42

Setelah sampel setuju, lalu sampel diwawancara melalui kuesioner PSQI.

Setelah wawancara selesai, diperiksa kembali kelengkapan dan ketepatan dalam

penulisan data. Setiap jawaban memiliki nilainya masing-masing, dijumlahkan,

dan dikelompokkan berdasarkan standar nilai kualitas tidur yang telah

ditetapkan. Lalu meminta persetujuan sampel untuk dilakukan pengukuran berat

badan dengan melepas sepatu, jaket, tas, atau barang-barang lain yang bisa

menurunkan keakuratan berat badan.

Sebelumnya persiapkan alat timbangan dan lakukan kalibrasi timbangan

untuk menghindari ketidakakuratan data yang di dapat dengan melihat jarum

neraca tepat di angka 0 dan sebelumnya lakukan pengecekkan dengan

menimbang dumbbell atau alat lainnya yang memiliki berat yang pasti untuk

mengecek keakuratan timbangan, setelah di timbang dengan berat dumbbell

tersebut lalu kemudian ambillah selisih berat timbangan dengan berat dumbbell

yang sebenarnya dan hasilnya apakah cocok dengan berat dumbbell yang

sebenarnya. Setelah itu meminta sampel untuk naik ke atas timbangan dan

melihat hasil berat badan responden. Setelah berat badan diukur dan dicatat,

meminta persetujuan sampel untuk dilakukan pengukuran tinggi badan dengan

berdiri tegak dan pandangan lurus ke depan, lalu diukur dari kepala hingga kaki

dengan menggunakan meteran lalu dicatat hasil yang didapat dan di rubah dalam

bentuk satuan meter (m). Hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang

diperoleh dimasukkan ke dalam rumus indeks massa tubuh dan hasilnya

disesuaikan berdasarkan klasifikasi indeks massa tubuh yang telah ditetapkan.

3.9 Pengolahan Data


43

Setelah memperoleh seluruh data responden melalui kuesioner PSQI,

maka data tersebut diproses melalui beberapa tahap. Tahap pertama editing,

yakni pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. Tahap

kedua coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan. Tahap ketiga processing, yakni memasukkan jawaban-

jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode ke dalam

perangkat lunak SPSS Statistics 23.0. Tahap keempat cleaning, yakni

pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya setelah data dari

setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi apabila terjadi keselahan.

3.10 Analisa Data

Setelah tahapan-tahapan pengolahan data selesai dilakukan, maka

dilakukan analisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni

analisis bevariate. Analisis bevariate dipilih sebab diduga terdapat dua variabel

yang saling berhubungan atau berkorelasi. Prinsip analisis bevariate ini

dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama yakni analisis proporsi atau

persentase, dengan membandingkan distribusi silang antara dua variabel yang

bersangkutan. Tahap kedua yakni analisis dari hasil uji statistik (chai square

test). Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya hubungan

2 variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna. Tahap ketiga yakni analisis

keeratan hubungan antara dua variabel tersebut, dengan melihat nilai Odd Ratio
44

(OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara

dua variabel yang diuji.

3.11 Etika Penelitian

Menurut Indraswari (2019), beberapa etika yang mendasari penelitian ini

antara lain sebagai berikut :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi responden)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subjek tersebut bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada

dalam informed consent tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedure

pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,

informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunakan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan
45

hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

akan disajikan.

3. Confidentialy (karahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etik dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


46

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah di laksanakan di Poliklinik PG Kebonagung dan juga

rumah dinas lingkungan kariawan PG Kebonagung Kecamatan Pakisaji

Kabupaten Malang yang di lakukan mulai tanggal 25 Januari hingga tanggal 10

Februari 2021. Lokasi penelitian merupakan sebuah klinik kariawan dari sebuah

perusahaan, dan kegiatan pengambilan data hanya di lakukan 2 kali seminggu saat

poliklinik buka menangani pasien secara umum maupun khusus kariawan. Dan

penelitian ini juga di lakukan dilingkungan rumah dinas perusahaan tersebut

dikarenakan jumlah responden yang kurang mencukupi apabila hanya di lakukan

saat ada pemeriksaan umum di klinik saja.

4.2 Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah individu lansia dengan usia 40 hingga 60

tahun (Martono, 2014). Subjek penelitian telah mengerti dan bersedia untuk

berpatisipasi dalam penelitian ini dan juga telah mengisi lembar informed consent

yang telah peneliti sediakan sebelum melakukan penelitian. Subjek penelitian

diperoleh selama 2 minggu sejak tanggal 25 Januari 2021 sebanyak 35 orang.

Jumlah subjek penelitian yang terdapat di Poliklinik PG Kebonagung diambil

dengan metode Probability sampling. Jumlah sampel dengan jenis kelamin laki-

laki sebanyak 12 orang dan perempuan sebanyak 23 orang. Semua data yang

diperoleh adalah data primer.

Pada data tabel 4.1 dibawah terlihat bahwa usia 51-55 tahun merupakan

kelompok usia terbanyak dengan jumlah sebanyak 15 orang ( 42,9% ).

Selanjutnya terlihat bahwa perempuan merupakan kelompok jenis kelamin


47

terbanyak dengan jumlah 23 orang ( 65,7% ). Lalu status normoweight merupakan

kelompok status IMT terbanyak dengan jumlah sebanyak 24 orang ( 68,6 % ).

Pada data tabel 4.2 dibawah terlihat bahwa status PSQI buruk merupakan

kelompok terbanyak dengan jumlah 28 orang dengan presentase 80,0%.

Tabel 4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase


Laki-laki 12 34,3 %
Perempuan 23 65,7 %
Umur (Tahun)
40-45 8 22,9 %
46-50 11 31,4 %
51-55 15 42,9 %
56-60 1 2,9 %
Status IMT
Underweight 4 11,4 %
Normoweight 24 68,6 %
Overweight 5 14,3 %
Obese 2 5,7 %

Tabel 4.2.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Status

PSQI(Pittsburgh Sleep Quality Index)

Status PSQI Frekuensi Presentase ( % )


Baik 7 20,0 %
Buruk 28 80,0 %
Total 35 100%

4.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia

Tabel 4.3.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia

Status Nilai
2
Status IMT (kg/m )
PSQI P value
Underweight Normoweight Overweight Obese
Baik 2 5 0 0 0,260
48

Buruk 2 19 5 2
Total 4 24 5 2

Pada tabel 4.3.1 diatas terlihat bahwa status IMT normoweight dengan nilai

PSQI buruk merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah sebanyak 19 orang.

Pada tabel 4.3.1 dari hasil Analisa menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p

value sebesar 0,260 yang artinya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna

antara indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lansia di Poliklinik PG

Kebonagung di mana nilai p value > 0,05.

4.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jenis Kelamin pada Lansia

Tabel 4.4.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jenis Kelamin Lansia

Jenis
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) P value
Kelamin
Normoweigh
Underweight Overweight Obese
t
Perempuan 3 17 3 0 0,227
Laki-laki 1 7 2 2
Total 4 24 5 2

Pada tabel 4.4.1 di atas terlihat bahwa jumlah terbanyak pasien dengan status

IMT normoweight dengan jenis kelamin perempuan merupakan kelompok

terbanyak dengan jumlah sebanyak 17 orang. Pada tabel 4.4.1 dari hasil Analisa

menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,227 yang artinya

menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa tubuh dengan
49

jenis kelamin pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai p value >

0,05.

4.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Mulai Tidur Setiap Malam

pada Lansia

Tabel 4.5.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Mulai Tidur Setiap

Malam pada Lansia

Jam Mulai
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) P value
Tidur (WIB)
Normoweigh
Underweight Overweight Obese
t
18.00-20.00 2 5 2 1 0,574
20.30-22.00 1 17 3 1
22.30-24.00 1 2 0 0
Total 4 24 5 2

Pada tabel 4.5.1 di atas terlihat bahwa jam tidur malam mulai 20.30-22.00

WIB dengan status IMT normoweight merupakan kelompok terbanyak dengan

jumlah sebanyak 17 orang. Pada tabel 4.5.1 dari hasil Analisa menggunakan uji

Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,574 yang artinya menunjukkan

hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa tubuh dengan jam mulai tidur

pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai p value > 0,05.

4.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Bangun Pagi pada Lansia

Tabel 4.6.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jam Bangun Pagi pada Lansia

Jam Bangun
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) P value
Pagi (WIB)
Underweight Normoweigh Overweight Obese
50

t
13.00-04.00 2 11 2 0 0,640
04.01-05.00 2 13 3 2
Total 4 24 5 2

Pada tabel 4.6.1 di atas terlihat bahwa jam bangun pagi pada jam 04.01-05.00

WIB dengan status IMT normoweight merupakan kelompok terbanyak dengan

jumlah sebanyak 13 orang. Pada tabel 4.6.1 dari hasil Analisa menggunakan uji

Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,640 yang artinya menunjukkan

hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa tubuh dengan jam bangun

pagi pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai p value > 0,05.

4.7 Indeks Massa Tubuh dengan Durasi Tidur pada Lansia

Tabel 4.7.1 Indeks Massa Tubuh dengan Durasi Tidur pada Lansia

Durasi Tidur
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) P value
(Jam)
Normoweigh
Underweight Overweight Obese
t
<7 2 12 1 0 0,191
8-10 2 12 3 2
>11 0 0 1 1
Total 4 24 5 2

Pada tabel 4.7.1 di atas terlihat bahwa durasi tidur dengan kategori <7 dan 8-

10 jam dengan status IMT underweight dan normoweight merupakan kelompok

terbanyak dengan jumlah masing-masing sebanyak 12 orang. Pada tabel 4.7.1 dari

hasil Analisa menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,191

yang artinya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa

tubuh dengan durasi tidur pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai

p value > 0,05.


51

4.8 Pembahasan

Terlihat dari tabel 4.2.1 memperlihatkan bahwa responden berjenis

kelamin perempuan dengan jumlah 23 orang atau 65,7% sedangkan jumlah

responden laki-laki sebanyak 12 orang atau 34,3%. Dan 2 responden yang

memiliki obesitas semua berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan dari responden

penelitian ini tidak ada responden yang memiliki Indeks Massa Tubuh dalam

kategori obesitas. Dan pada responden berjenis laki-laki tersebut mempunyai

kualitas tidur yang buruk. Menurut Paramurthi dkk (2020) mereka yang tergolong

dalam IMT kurus tidak akan mengalami sleep apneu, sehingga menjadikan

mereka lebih mudah jatuh dan merasa nyenyak saat tidur, serta dapat memberikan

efek pada individu tersebut seperti merasa segar saat bangun, tidak mengantuk

saat beraktivitas, dan tidak merasa keletihan saat beraktifitas. Hal ini

menunjukkan bahwa mereka yang termasuk dalam kategori IMT rendah

cenderung memiliki kualitas tidur yang baik. Namun dalam penelitian ini bertolak

belakang dengan penelitian yang di lakukan oleh Paramurthi dkk (2020) yang

meneliti 49 orang lansia dengan usia 60-64 tahun sehingga hasil yang di dapat

melalui uji Chi Square 0,029 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lansia.

Terlihat dari tabel 4.2.1 memperlihatkan bahwa responden berjenis

kelamin perempuan dengan jumlah 23 orang atau 65,7% dan mayoritas memiliki

kualitas tidur yang buruk. Menurut Rosdianti dkk (2018), kondisi dimana

penurunan kualitas tidur buruk yang mendominasi terjadi pada perempuan

disebabkan oleh perempuan sering mengalami perubahan psikologis seperti

meningkatnya kecemasan, stress, emosi yang sulit di control yang dapat


52

menyebabkan lansia tersebut mengalami gangguan tidur dan juga adanya

penurunan hormone estrogen dan progesterone pada perempuan yang secara

berkaitan akan mempengaruhi reseptor hormon, keadaan ini dapat mempengaruhi

secara langsung irama sirkadian dan pola tidur pada lansia. Hal ini menjadi salah

satu factor mengapa jumlah responden perempuan menjadi mayoritas responden

dalam penelitian ini dan juga banyak dari mereka menderitas penurunan kualitas

tidur dan memiliki skore penilaian PSQI yang buruk. Dan juga perempuan

merupakan jumlah pengunjung atau pasien terbanyak dalam sehari yang

berkunjung ke poliklinik tempat penelitian sehingga hal tersebut juga

menyebabkan jumlah jenis kelamin perempuan menjadi responden terbanyak.

Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 4.3.1 diketahui

bahwa status IMT normoweight dengan nilai PSQI buruk merupakan kelompok

terbanyak dengan jumlah sebanyak 19 orang. Pada tersebut juga terdapat hasil

Analisa menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,260 yang

artinya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa tubuh

dengan kualitas tidur pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai p

value > 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa penelitian yang di lakukan pada lansia

dengan usia rentan 40 hingga 60 tahun di Poliklinik PG Kebonagun menghasilkan

bahwa tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada

penelitian tersebut.

Berdasarkan data pada tabel 4.5.1 menyebutkan bahwa mayoritas dari

lansia yang bersedia menjadi responden secara keseluruhan paling banyak

memiliki jam tidur malam di mulai pada jam 20.30-22.00 WIB dengan jumlah 17

orang dan memiliki kriteria indeks massa tubuh normoweight. Dan juga pada
53

tabel 4.4.1 dari hasil Analisa menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p value

sebesar 0,574 yang artinya juga menunjukkan hubungan yang tidak bermakna

antara indeks massa tubuh dengan jam mulai tidur pada lansia di Poliklinik PG

Kebonagung di mana nilai p value > 0,05. Sehingga membuktikan bahwa tidak

ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan waktu tidur di malam hari pada

lansia di Poliklinik PG Kebonagung.

Sama halnya pada tabel 4.5.1 terlihat bahwa jam bangun pagi pada jam

04.01-05.00 WIB dengan status IMT normoweight merupakan kelompok

terbanyak dengan jumlah sebanyak 13 orang. Pada tabel tersebut dari hasil

Analisa menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,640 yang

artinya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa tubuh

dengan jam bangun pagi pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai p

value > 0,05. Dan yang terakhir yaitu pada tabel 4.6.1 di atas terlihat bahwa durasi

tidur dengan kategori kurang dari 7 jam dan 8-10 jam dengan status IMT

underweight dan normoweight merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah

yang sama yaitu sebanyak 12 orang. Pada tabel tersebut juga terdapat hasil analisa

menggunakan uji Chi Square di dapat hasil p value sebesar 0,191 yang artinya

menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara indeks massa tubuh dengan

durasi tidur pada lansia di Poliklinik PG Kebonagung di mana nilai p value >

0,05.

Menurut Paramurthi dkk (2020), usia dapat menjadi salah satu faktor

penentu durasi tidur yang dibutuhkan oleh tubuh. Adanya peningkatan usia bisa

menyebabkan terjadinya penurunan durasi tidur yang dibutuhkan oleh individu.

Biasanya durasi tidur lanjut usia selama 6 jam sehari, Gangguan yang sering
54

dialami oleh lanjut usia, seperti insomnia dan sering bangun lebih dini. Namun

pada penelitian ini durasi tidur pada reponden memiliki durasi tidur yang cukup

mayoritas memiliki durasi tidur 7-8 jam perhari dan responden memiliki usia

berkisar 40-60 tahun yang merupakan kriteria lansia awal.

Indeks massa tubuh dapat didefinisikan sebagai nilai indikator yang

dihitung melalui berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) untuk

mengetahui individu apakah termasuk golongan berat badan dibawah normal,

berat badan normal, berat badan diatas normal (risiko obesitas), dan obesitas.

Dalam penggunaan metode ini di tujukkan untuk mengetahui individu apakah

mengalami obesitas atau non obesitas dan bisa dilakukan dalam jangka panjang

untuk memantau diet individu.

Menurut Thompson dkk (2013), terjadinya penurunan durasi tidur selama

6 hari bisa menyebabkan terjadinya peningkatan keseimbangan cardiac

sympathovagal. Jika peningkatan ini terjadi, maka bisa menurunkan aktivitas

nervus vagus sehingga kadar hormon ghrelin dan aktivitas nervus vagus

berbanding terbalik, artinya penurunan aktivitas nervus vagus bisa menyebabkan

terjadinya peningkatan kadar hormon ghrelin.

Dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan yang tidak bermakna antara

indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lanjut usia dengan p value = 0,260

melalui uji Chi Square dimana jumlah p value >0,05. Hal tersebut sejalan dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siregar yang juga dalam penelitiannya

didapatkan hasil tidak adanya hubungan antara kualitas tidur dengan indeks massa

tubuh dengan nilai p value 0,699. Namun terdapat perbedaan antara penelitian ini

dengan penelitian tersebut dimana usia rentang lansia yang di lakukan penelitian
55

berbeda satu sama lain. Tetapi hal ini disebabkan pada umur lanjut usia, terjadi

perubahan komposisi dan metabolisme tubuh akibat pertambahan usia.

Menurut Dariah dkk (2015) menyebutkan bahwa seiring bertambahnya

usai maka akan menurunnya fungsi tubuh pada lansia dan timbul masalah

Kesehatan jiwa yang sering terjadi seperti kecemasan, depresi, insomnia,

paranoid, dan demensia. Kecemasan sendiri banyak dialami lansia sebagaimana

ciri-cirinya mempunyai perasaan kawatir atau takut, sulit tidur, rasa tegang dan

cepat marah serta lebih sering membayangkan hal-hal yang menakutkan atau rasa

panik terhadap masalah yang besar. (Dariah dkk, 2015). Seperti halnya masalah

diatas dapat menjadi salah satu factor pendukung adanya penurunan kualitas tidur

menjadi buruk yang dialami responden dalam penelitian ini. Kecemasan yang

dialami lansia juga dapat menyebabkan kesulitan tidur dan kesiagaan, dan juga

memningkatkan resiko-resiko Kesehatan, serta dapat merusak fungsi system imun

dalam tubuh.

Dan factor lingkungan tempat tinggal juga dapat menyebabkan

menurunnya kualitas tidur pada lansia, seperti hal nya di lingkungan tempat

tinggal responden merupakan lingkungan pabrik yang sehari-hari mengeluarkan

suara mesin yang keras. Dan lingkungan tempat tinggal di kampung atau desa

dengan lingkungan rumah yang saling berdekatan satu sama lain sehingga rawan

timbulnya konflik atar tertangga yang dapat mempengaruhi stress, perasaan

kawatir dan marah. Sehingga dapat dinilai sebagai salah satu factor yang dapat

mempengaruhi penurunan kualitas tidur

Menurut Noviantio (2012) menyebutkan saat usia lanjut cenderung

mengalami penurunan dalam aktifitas fisik maupun olahraga sehingga


56

kecenderungan mengalami kelebihan berat badan akan lebih besar. Namun pada

penelitian ini menggunakan responden yang masih produktif dalam bekerja

seperti contohnya responden yang di gunakan mayoritas ibu rumah tangga dan

dalam kesehariannya juga bekerja dan mayoritas merupakan kariawan dari suatu

perusahaan jadi tingkat aktifitas fisik dinilai masih sangat bagus sehingga dalam

penelitian ini mempunyai hasil bahwa mayoritas responden memiliki berat badan

yang normal yaitu sebesar 24 orang.

Dari pembahasan di atas didapat bahwa indeks massa tubuh tidak

mempunyai hubungan yang tidak bermakna dengan kualitas tidur khususnya pada

lansia yang menjadi responden penelitian ini dengan usia lansia 40-60 tahun

dengan mayoritas merupakan kariawan dari sebuah perusahaan PG Kebonagung.


57

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian-penelitian sebelumnya memang mayoritas menyebutkan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan kualitas

tidur pada lansia yang mayoritas respondennya memiliki usia lebih dari 60 tahu.

Namun berbeda dari penelitian ini yang memiliki responden berusia 40-60 tahun

dan juga mayoritas dari responden merupakan kariawan dari sebuah perusahaan

yang mempunyai tingkat aktifitas fisik yang cukup. Sehingga dapat disimpulkan

dari penelitian yang telah dilakukan dan telah di uji melalui uji satistik sehingga

penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang berarti antara

indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lansia di Poliklinik PG

Kebonagung dibuktikan dengan hasil uji chi square dengan nilai p value 0,260

(>0,05). Hal ini dipengaruhi berbagai factor seperti factor lingkungan tempat

tinggal, factor kecemasan hingga factor fisik hingga psikologis lansia yang

bermacam-macam sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas tidur lansia.

5.2 Saran

Bagi tenaga Kesehatan yang ada diharapkan dapat lebih mengedukasi tentang

pentingnya berat badan ideal serta pentingnya kualitas tidur terutama pada lansia
58

yang lebih rentan terhadap penyakit. Dan juga di harapkan bagi tenaga Kesehatan

dapat memberikan pelayanan tambahan tentang pengukuran indeks massa tubuh

secara berkala sehingga dapat meningkatkan Kesehatan dan dapat meningkatkan

perilaku hidup sehat.

Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menambah jumlah sampel

yang lebih banyak lagi dan juga distribusi jenias kelamin responden yang

seimbang sehingga dapat menimbulkan penelitian yang lebih bermakna dari

penelitian sebelumnya.

Dan yang terakhir untuk pihak Poliklinik diharapkan dapat lebih

memperhatikan Kesehatan lansia khususnya indeks massa tubuh dan kualitas tidur

diharapkan apabila kedua factor tersebut sudah dapat di kontrol dapat menurunkan

tingkat resiko terkena penyakit di usia tua.


59

DAFTAR PUSTAKA

Astari & Dyah, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa

Yasmin Asih. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2020). Persentase Penduduk Lansia

2018-2020. https://jatim.bps.go.id/indicator/12/379/1/persentase-penduduk-

lansia.html. Diakses 29 Oktober 2020

Badan Pusat Statistik. (2016). Profil Penduduk Lansia Provinsi Jawa Timur.

Surabaya : Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Badan

Pusat Statistik

Buysse, D., Reynolds, C., Monk, T., Berman, S., Kupfer D. (1989). The

Pittsburgh sleep quality index: A new instrument for psychiatric practice

and research. Psych Research. 28 (2) : 193-213.

Carpenito, Lynda Juall. (2011). Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek

Klinis. Edisi IX. Alih Bahasa: Isesreni & Minpora. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Dariah, Deti, E., Okatiranti. (2015). Hubungan Kecemasan dengan Kualitas Tidur

Lansia di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung

Barat. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(2):87-104


60

Dharma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan

dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans Info Media

Gangwisch JE, Heymsfield SB, Boden AB, Buijs RM, Kreier F, Pickering TG, et

al. (2017). Sleep Duration as a Risk Factor for Diabetes Incidence in a

Large US Sample. 30(12):1667-1673

Ganong, W. 2010. Perilaku Siaga, Tidur dan Aktivitas Listrik Otak. Buku Ajar

Fisiologis Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC

Guyton, H. (2016). Aktivitas Otak-Tidur, Gelombang Otak, Epilepsi, Psikosis.

Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapura : Elsevier

Hardiknas, S., Lufthiani. (2015). Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kualitas Tidur

Lanjut Usia di Desa Parsuratan Kecamatan Balige. 2015:25-26

Harvard Medical School. (2017). Healthy Sleep.

http://www.healthysleep.med.harvard.edu/healthy/matters/consequences

Diakses pada 2 November 2020

Hermawan. F., Widyastuti. N., Tsani Arif F.A., Fitranti. Y.D. (2019). Hubungan

Status Gizi dan Kualitas Tidur dengan Kualitas Hidup pada Lanjut Usia.

Journal of Nutrition Collage. 8(4) : 274-279

Indraswari Dinda. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien dengan Isolasi

Sosial di Wilayah Kerja Paskesmas Bantur, Karya Tulis Ilmiah, STIKes

Kepanjen

Jennifer, Kowalak,. Welsh, Williams. (2015). Buku Ajar Patofisiologi. Alih

Bahasa Supriadi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


61

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018).

http://p2ptm.kemkes.go.id/infograpic-p2ptm/obesitas/klasifikasi-obesitas-

setelah-pengukuran-imt. Diakses pada 17 Desember 2020

Kuesioner Penelitian Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). 2021. Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen.

Lemma, S., Gelaye, B., Berhane, Y., Worku, A., Williams, M. (2012). Sleep

Quality and its Psychological Correlates Among University Students in

Ethiopia : a Cross-sectional Study. BMC Psych. 12(1)

Martono, H. (2014). Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta : Balai

Penerbit FKUI

Monica Shella. (2013). Pengaruh Kurang Tidur Terhadap Peningkatan Resiko

Obesitas. http://repository.maranatha.edu/12201/9/1010088_Journal.pdf

Diakses pada 9 November 2020

Muttaqin, Arif. (2016). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

National Sleep Foundation. (2015). Sleep Health. National Sleep Foundation.

Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan Ed-Rev. Jakarta : Rineka

Cipta

Noviantio, S. (2012). Hubungan Kelebihan Berat Badan dan Aktifitas Fisik

terhadap Menarhe Dini pada Siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Baleendah

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika


62

Paramurthi, P., Prianthara, D.M.I,. Astari Widya, L.K. (2020). Hubungan Indeks

Massa Tubuh Terhadap Kualitas Tidur pada Lanjut Usia di Desa Penatih.

Prepotif Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5(1): 103-109

Romeo Corral, A., Caples, S.M., Lopez Jimenez, F and Somers, V.K. (2010).

Interaction between Obesity and Obstructive Sleep Apnea : Implications for

Treatment. Chest. 137(3):711-719

Rosa Yulia. (2019). Hubungan Pola Tidur dengan IMT pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang Angkatan 2015, 2016,

2017. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Rosdianti, Yeni., Herlina,. Hasanah, Oswati. (2018). Hubungan Activity of Daily

Living (ADL) dengan Kualitas Tidur pada Lansia di PSTW Khusnul

Khotimah Pekanbaru. JOM FKp. 5(2):660-666

Sadock, K. (2010). Tidur Normal dan Gangguan Tidur, Buku Ajar Psikiatri

Klinis, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Satwika, P.A. (2017). Hubungan Durasi dan Kualitas Tidur terhadap Indeks

Massa Tubuh Individu Dewasa di Kota Yogyakarta. Gizi Kesehatan

Universitas Gadjah Mada

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta : EGC

Siregar. Ihsan. A.M. (2017). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas

Tidur pada Lanjut Usia di Panti Jompo Hisosu Binjai Sumatera Utara

pada Tahun 2016. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara Medan

Smyth C. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). (2013)

http://consultgerirn.org/ Diakese pada 8 November 2020


63

Spira, A., Beaudreau, S., Stone, K., Kezirian, E., Lui, L., Redline, S., et al. (2011).

Reliability and Validity of the Pittsburgh Sleep Quality Index and the

Epworth Sleepiness Scale in Older Men. J Geronto Seri: Bio Sci Med Sci,

67A(4):433-439.

Sugiono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabet

Sulistyani, C. (2012). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur

pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1 : 280-292

Taheri S, Lin L, Austin D, Young T, Mignot E. Short Sleep Duration is

Associated with Reduced Leptin, Elevated Ghrelin, and Increased Body

Mass Index. PLOS Medicine. 2004; 62(1): 210-217.

Tarwoto dan Wartonah. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses

Keperawatan Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika

Thompson KE, Franklin CL. (2013) The Post-Traumatic Insomnia Workbook: A

Step by Step Program for Overcoming Sleep Problems After Trauma.

Oakland: New Harbinger Publications.

Vargas, P.A., Flores, M. and Robles, E. (2014). Sleep Quality and Body Mass

Index in College Students : The Role of Sleep Disturbance. Jurnal of

American Collage Health : J of ACH. 62(8) : 534-541

Wason, N.F,. Buchwald, S.B,. Vitiello, M.V,. Noonan, C,. Goldberg, J,A. (2015).

Twin Study of Sleep Duration and Body Mass Index. Journal of Clinical

Sleep Medicine. 6(1):11-17


64

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES KEPANJEN)
SK MENDIKNAS NO: 259/D/O/2008
Jl. Trunojoyo No. 16 Telp/Fax (0341) 397644 Kepanjen – Malang 65163
Website:www.stikeskepanjen.ac.id,www.stikes.malangkab.go.id
e-mail: stikeskepanjen@yahoo.com

LEMBAR KONSUL TUGAS AKHIR


PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA STIKES KEPANJEN

NAMA : DINDA INDRASWARI


NIM : 1920068
DOSEN PEMBIMBING : Dr. Riza Fikriana, S.Kep, Ns, M.Kep (Pembimbing 1)

NO TANGGAL SARAN PEMBIMBING TANDA


TANGAN
1. Direvisi sesuai saran
2. Mohon diberikan alasan yang ilmiah terkait
1. 25 Agustus 2020
subyek penelitiannya mengapa di mahasiswa
Stikes
Konfirmasi terkait apakah variable pertamanya benar
2. 23 Oktober 2020 memakai obesita? Apakah tidak lebih baik
menggunakan IMT?
3. 29 Oktober 2020 1. Output obesitas dan kualitas tidur?
2. Judul penelitian tidak di anjurkan dalam
penelitian S1 di Stikes
3. Kalau pakai penelitian dengan judul tersebit
sampelnya tidak mencukupi di karenakan terlalu
sedikit
4. Di sarankan menggunakan variabel IMT bukan
obesitas
5. Acc ganti judul hubungan IMT dengan kualitas
65

tidur pada lansia.


a) Variabel 1 : IMT
b) Variabel 2 : kualitas tidur
Mohon pada latar belakang di jelaskan juga
mengapa mengambil IMT? Jadi tidak tiba-tiba di
4. 30 Oktober 2020
bawah muncul ingin meneliti IMT?
Jangan terlalu banyak cerita tentang konsep lansia
Penjelasan terkait IMT di latar belakang lebih di
5. 5 November 2020 perbanyak lagi, sehingga hal ini menjadi kuat untuk
di teliti sebagai variabel yang akan di ukur
6. 10 November 2020 Lanjutkan BAB 2
Kerangka Konsep penelitian di perbaiki. Upayakan
kerangka konsep memenuhi unsur input-proses dan
7. 17 November 2020
output. Selanjutnya juga diberikan penjelasan
kerangka konsep
8. 27 November 2020 Lanjut BAB 3
Kriteria eksklusi bukan kebalikan dari inklusi
Populasi dan sampel berapa?
Teknik samplingnya apa?
9. 30 November 2020
Kalua korelasi tidak ada variabel dependen dan
independent. Disebutkan saja variabelnya apa saja
Tambahkan lampiran
Sampel diperbanyak, terlalu sedikit
10. 3 Desember 2020
Siapkan ujian proposal
Jelaskan dalam pembahasan, mengapa factor-faktor
yang diukur tidak ada hubungan?
11. 16 Februari 2021
Kuatkan dengan teori teori dan hasil penelitian lain
Segera di penuhi dan sekaligus konsul lengkap
66

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES KEPANJEN)
SK MENDIKNAS NO: 259/D/O/2008
Jl. Trunojoyo No. 16 Telp/Fax (0341) 397644 Kepanjen – Malang 65163
Website:www.stikeskepanjen.ac.id,www.stikes.malangkab.go.id,
e-mail: stikeskepanjen@yahoo.com

LEMBAR KONSUL TUGAS AKHIR


PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA STIKES KEPANJEN

NAMA : DINDA INDRASWARI


NIM : 1920068
DOSEN PEMBIMBING : Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns, M.Kep (Pembimbing 2)

NO TANGGAL SARAN PEMBIMBING TANDA


TANGAN
1. Mohon di pikirkan ulang karena factor kemudahan
peneliti bukan alasan ilmiah. Alasan ilmiah seperti
angka kejadian
2. Judul : obesitas dan gangguan tidur di stikes artinya
di stikes ada kejadian obesitas dan gangguan tidur
3. Jika tetap variabel tersebut, sebaiknya tidak
mencantumkan seting tempat. Bisa di masyarakat
yang memang ada masalah tsb
1. 2 Oktober 2020 4. Bab 1 :
a) Sudah sesuai MSKS, namun paragraph 1
(masalah) belum tampak masalah obesitas
dengan gangguan tidur, hanya masalah
obesitas saja
b) Paragraf 2 skala, di munculkan gangguan tidur
bukan hanya obesitas saja
c) Rumusan masalah tujuan : menyesuaikan judul,
seting tempat di perhatikan
2. 23 Oktober 2020 Lanjutkan Bab selanjutnya
Hasil konsul dengan Pembimbing 1 bisa di forward
3. 30 Oktober 2020 ulang, nunggu kepastian dari pembimbing 1 agar topik
tidak berubah-ubah
67

1. Acc judul
4. 6 November 2020 2. Bab 1 di tambahkan tentang IMT
3. Siapkan Bab 2
Sistematika penulisan : justify atau rata kanan kiri
5. 13 November 2020 Font dalam table di ganti spasi 1, ukuran 10/11
PSQI instrument di pindah di BAB 3
Kerangka teori dan kerangka konsep di jadikan 1,
setelah kerangka konsep ada penjelasan mengenai
6. 20 November 2020 kerangka konsep
Penulisan Justify atau rata kanan kiri
Disiapkan Bab 3
Full text draf
7. 27 November 2020 Persiapkan uji proposal
Revisi sekalian setelah ujian proposal
Acc ujian sempro, untuk revisi sekalian setelah ujian
8. 4 Desember 2020
Bisa daftar ujian
9. 16 Februari 2020 Persiapkan ujian jika sudah acc pembimbing lainnya
68
69
70
71

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan Hormat,

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Dinda Indraswari

NIM : 1920068

Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen Program Studi

Keperawatan Program Sarjana, saya sebagai peneliti akan melakukan penelitian

dengan judul ”Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada

Lansia di Poliklinik PG Kebonagung”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

hubungan indeks massa tubuh dengan kualitas tidur pada lansia. Maka dari itu

saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu. Apabila bapak/ibu bersedia menjadi

responden, saya mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah

disediakan. Atas perhatian bapak/ibu, saya ucapkan terimakasih.

Malang, ……………………

Dinda Indraswari
NIM. 1920068
72

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

No Responden :

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia berpartisipasi

dalam penelitian yang di lakukan oleh Dinda Indraswari, mahasiswa Program Studi

Keperawatan Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen dengan judul :

”Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kualitas Tidur pada Lansia di

Poliklinik PG Kebonagung”.

Demikian pernyataan ini saya buat secara sadar, sukarela dan tanpa

paksaan dari siapapun.

Malang,………………..

Responden
73

LEMBAR PENGUKURAN INDEKS MASSA TUBUH

No. Responden :

Jenis Kelamin :L/P

Usia : Tahun

Pengukuran IMT
Berat Badan Tinggi Badan Berat Badan (kg)
Klasifikasi
(Kg) (m) Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

1. BB di bawah Normal

<18,5

2. BB Normal 18,5-24,9

3. BB di Atas Normal

25-26,9

4. Obesitas ≥ 27
74

KUESIONER KUALITAS TIDUR


(PSQI)
PETUNJUK
Pertanyaan berikut ini berkaitan dengan kebiasaan tidur yang biasa anda lakukan
selama sebulan lalu. Jawaban dari anda akan mengindikasikan tanggapan yang paling
akurat pada mayoritas sehari-hari atau malam-malam yang anda lalui sebulan lalu. Mohon
anda menjawab semua pertanyaan.
DATA UMUM
 Nama :

 Usia :

 Jenis Kelamin :

 Berat Badan :

 Tinggi Badan :

 Keturunan DM dalam Keluarga : Ada :

Tidak ada :

A. Jawablah pertanyaan berikut ini ! selain pertanyaan no 1 dan 3 berikan


tanda centang pada salah satu jawaban yang anda anggap paling sesuai !
1. Jam berapa biasanya anda tidur pada

malam hari ?
≤15 menit 16-30 menit 31-60 menit >60 menit
2. Berapa lama (dalam menit) yang

anda perlukan untuk dapat memulai

tertidur setiap malam?

Waktu yang dibutuhkan saat mulai

berbaring hingga tertidur


3. Jam berapa biasanya anda bangun di

pagi hari?
>7 jam 6-7 jam 5-6 jam <5 jam
4. Berapa jam lama tidur anda pada
75

malam hari? (hal ini mungkin

berbeda dengan jumlah jam yang

anda habiskan di tempat tidur)

Jumlah jam tidur per Malam


5. Selama sebulan terakhir seberapa
Tidak 1x ≥3x
sering anda mengalami hal di 2x seminggu
pernah seminggu seminggu
bawah ini :
a. Tidak dapat tidur di malam hari

dalam waktu 30 menit


b. Terbangun ditengah malam atau

terlalu dini
c. Terbangun untuk ke kamar mandi
d. Tidak dapat bernafas dengan

nyaman
e. Batuk atau mendengkur
f. Merasa kedinginan
g. Merasa kepanasan
h. Mimpi buruk
i. Terasa nyeri
j. Tolong jelaskan penyebab lain
yang belum disebutkan di atas
yang menyebabkan anda
terganggu di malam hari dan
seberapa sering anda
mengalaminya?
6. Selama sebulan terakhir, seberapa

sering anda mengkonsumsi obat tidur

(diresepkan oleh dokter ataupun obat

bebas) untuk membantu anda tidur?


7. Selama sebulan terakhir seberapa

sering anda merasa terjaga atau

mengantuk ketika melakukan

aktifitas mengemudi, makan atau

aktifitas social lainnya?


76

Sangat Cukup Sangat


Cukup Baik
Baik Buruk Buruk
8. Selama sebulan terakhir, bagaimana

anda menilai kualitas tidur anda

secara keseluruhan?
Hanya
Tidak Ada Masalah Masalah
Masalah
Masalah Sedang Besar
Kecil
9. Selama sebulan terakhir, adakah

masalah yang anda hadapi untuk bisa

berkonsentrasi atau menjaga rasa

antusias untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan atau tugas?

Skore Komponen 1 : Skore Komponen 6 :

Skore Komponen 2 : Skore Komponen 7 :

Skore Komponen 3 : Skore Keseluruhan PSQI :

Skore Komponen 4 :

Skore Komponen 5 :

Keterangan Cara Skoring

Komponen No Item Penilaian


1. Kualitas tidur secara subyektif 8 Sangat baik 0
Cukup baik 1
Cukup buruk 2
Sangat buruk 3
2. Durasi 4 >7 jam 0
tidur (lamanya waktu tidur) 6-7 jam 1
5-6 jam 2
<5 jam 3
3. Latensi tidur 2 ≤15 menit 0
16-30 menit 1
31-60 menit 2
>60 menit 3
5a Tidak pernah 0
1x seminggu 1
2x seminggu 2
≥3x seminggu 3
77

0 0
Skore total 1-2 1
komponen 3 3-4 2
5-6 3
4. Efisiensi 1+3+4 >85% 0
tidur 75-84% 1
Rumus : 65-74% 2
Jumlah lama tidur x100% <65% 3
Jumlah lama di tempat tidur
5. Gangguan tidur 5b, 5c, 5d, 5e, Tidak pernah 0
5f, 5g, 5h, 5i, 5j 1x seminggu 1
2x seminggu 2
≥3x seminggu 3
0 0
Skore total 1-9 1
komponen 5 10-18 2
19-27 3
6. Penggunaan obat tidur 0 0
1-2 1
6
3-4 2
5-6 3
7. Disfungsi siang hari 0 0
<1 1
7
1-2 2
>3 3
Tidak ada masalah 0
Hanya masalah
1
9 kecil
Masalah sedang 2
Masalah besar 3
0 0
Skore total 1-2 1
komponen 7 3-4 2
5-6 3

Skor akhir : Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7 (≤5 :

Baik, > 5 : Buruk)


78

Hasil Nilai Uji Chi- Square

jenis kelamin
Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent


Valid Perempuan 23 65.7 65.7 65.7
Laki-laki 12 34.3 34.3 100.0
Total 35 100.0 100.0

Umur

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent


Valid 40-45
8 22.9 22.9 22.9
46-50
11 31.4 31.4 54.3

51-55
15 42.9 42.9 97.1

56-60
1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0


79

Indeks massa tubuh

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Underweight
4 11.4 11.4 11.4

Normoweight
24 68.6 68.6 80.0

Overweight
5 14.3 14.3 94.3

Obese
2 5.7 5.7 100.0

Total
35 100.0 100.0

kualitas tidur
Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent


Valid Baik 7 20.0 20.0 20.0
Buruk 28 80.0 80.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

Kualitas tidur * Indeks massa tubuh Crosstabulation


Indeks massa tubuh Total
Underweight Normoweight Overweight Obese
Kualitas tidur Baik Count 2a 5a 0a 0a 7
% within Kualitas
28.6% 71.4% 0.0% 0.0% 100.0%
tidur
Buruk Count 2a 19a 5a 2a 28
% within Kualitas
7.1% 67.9% 17.9% 7.1% 100.0%
tidur
Total Count 4 24 5 2 35
% within Kualitas
11.4% 68.6% 14.3% 5.7% 100.0%
tidur

Chi-Square Tests
Asymptotic

Significance (2-

Value df sided)
Pearson Chi-Square 4.010a 3 .260
Likelihood Ratio 4.919 3 .178
Linear-by-Linear Association 3.355 1 .067
N of Valid Cases 35
80

Indeks massa tubuh * jam tidur malam Crosstabulation


jam tidur malam Total
22.30-

18.00-20.00 20.30-22.00 24.00


Indeks Underweight Count 2a 1a 1a 4
% within Indeks massa tubuh 50.0% 25.0% 25.0% 100.0%
massa Normoweight Count 5a 17a 2a 24
tubuh % within Indeks massa tubuh 20.8% 70.8% 8.3% 100.0%
Overweight Count 2a 3a 0a 5
% within Indeks massa tubuh 40.0% 60.0% 0.0% 100.0%
Obese Count 1a 1a 0a 2
% within Indeks massa tubuh 50.0% 50.0% 0.0% 100.0%
Total Count 10 22 3 35
% within Indeks massa tubuh 28.6% 62.9% 8.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic

Significance (2-

Value df sided)
Pearson Chi-Square 4.771a 6 .574
Likelihood Ratio 5.054 6 .537
Linear-by-Linear Association .720 1 .396
N of Valid Cases 35

Indeks massa tubuh * jam bangun pagi Crosstabulation


jam bangun pagi Total
03.00-04.00 04.01-05.00
Indeks Underweight Count 2a 2a 4
% within Indeks massa tubuh 50.0% 50.0% 100.0%
massa Normoweight Count 11a 13a 24
tubuh % within Indeks massa tubuh 45.8% 54.2% 100.0%
Overweight Count 2a 3a 5
% within Indeks massa tubuh 40.0% 60.0% 100.0%
Obese Count 0a 2a 2
% within Indeks massa tubuh 0.0% 100.0% 100.0%
Total Count 15 20 35
% within Indeks massatubuh 42.9% 57.1% 100.0%
81

Chi-Square Tests
Asymptotic

Significance (2-

Value df sided)
Pearson Chi-Square 1.687a 3 .640
Likelihood Ratio 2.424 3 .489
Linear-by-Linear Association 1.118 1 .290
N of Valid Cases 35

Indeks massa tubuh * durasi tidur lansia Crosstabulation


durasi tidur lansia
>7 8-10 <11 Total
Indeks Underweight Count 2a 2a 0a 4
% within Indeks massa
massa 50.0% 50.0% 0.0% 100.0%
tubuh
tubuh Normoweight Count 12a 12a 0a 24
% within Indeks massa
50.0% 50.0% 0.0% 100.0%
tubuh
Overweight Count 1a 3a, b 1b 5
% within Indeks massa
20.0% 60.0% 20.0% 100.0%
tubuh
Obese Count 0a 2a 0a 2
% within Indeks massa
0.0% 100.0% 0.0% 100.0%
tubuh
Total Count 15 19 1 35
% within Indeks massa
42.9% 54.3% 2.9% 100.0%
tubuh

Asymptotic Significance (2-

Value df sided)
Pearson Chi-Square 8.695a 6 .191
Likelihood Ratio 7.425 6 .283
Linear-by-Linear Association 3.212 1 .073
N of Valid Cases 35

Indeks massa tubuh * jenis kelamin Crosstabulation

jenis kelamin

Perempuan Laki-laki Total

Indeks massa Underweight Count 3a 1a 4


tubuh % within Indeks massa tubuh 75.0% 25.0% 100.0%
82

Normoweight Count 17a 7a 24

% within Indeks massa tubuh 70.8% 29.2% 100.0%

Overweight Count 3a 2a 5

% within Indeks massa tubuh 60.0% 40.0% 100.0%

Obese Count 0a 2b 2

% within Indeks massa tubuh 0.0% 100.0% 100.0%


Total Count 23 12 35

% within Indeks massa tubuh 65.7% 34.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic Significance (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 4.338 3 .227
Likelihood Ratio 4.800 3 .187
Linear-by-Linear Association 2.858 1 .091
N of Valid Cases 35

Anda mungkin juga menyukai