SKRIPSI
Diajukan Sebagai salah satu syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
NIM : 11060155
Pembimbing I Pembimbing II
Pembimbing III
Mengetahui,
Ketua Program Studi Keperawatan
II
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Hasil penelitian ini telah diperiksa oleh pembimbing dan disetujui untuk
dilaksanakan sidang proposal
FAKULTAS KESEHATAN
Pembimbing I Pembimbing II
Pembimbing III
III
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kepada Tuhan YME , yang telah melimpahkan rahmat dan
banyak mendapatkan dukungan juga bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
1. Prof. Dr. Tri Budi W. Rahardjo, drg., MS selaku Rektor Universitas Respati
Indonesia Jakarta.
kesempurnaan Skripsi
5. Umi Kalsum, M.Kep, Ners Sebagai pembimbing II yang telah memberikan masukan
dan pengarahan kepada penulis dalam melakukan perbaikan untuk
kesempurnaan Skripsi
6. Fajar Susanti, Ns, M.Kep, S.Kep, Kom sebagai pembimbing III yang telah memberikan
dan pengarahan kepada penulis dalam melakukan perbaikan untuk kesempurnaan skripsi.
IV
7. Para dosen dan seluruh karyawan staf yang terkait di program Studi
penyusunan Skripsi.
8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan do’a
9. Kakak dan Adikku tercinta yang telah memberikan do’a sehingga dalam
10. Kepada suami dan anak yang selalu memotivasi, membantu serta selalu
11. Kepada para sahabat yang banyak membantu dalam penyusunan dan
12. Kepada Teman-teman Kelas yang telah mengarungi susah senang bersama
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini, masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
Peneliti
V
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian...........................................................................................8
2.1. Teori..............................................................................................................................9
2.1.1. Appendixcitis.............................................................................................................9
2.1.2. Kecemasan...............................................................................................................15
VI
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.3. Populasi.......................................................................................................................39
4.3. Sampel........................................................................................................................40
BAB 6 PEMBAHASAN
BAB 7 PENUTUP
LAMPIRAN- LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit pada sistem pencernaan sangat banyak salah satunya adalah appendicitis.
abdomen akut yang palin sering. Appendicitis diperkirakan ikut serta dalam sistem
menimbulkan efek fungsi sistem imun. Komplikasi utama pada appendicitis adalah
(Soewito, 2017).
dunia pada tahun 2016 mencapai 8% dari keseluruhan penduduk dunia adalah 0,2-
0,8% serta serta meningkat sampai 20% pada penderita yang berumur kurang dari
18 tahun dan lebih dari 70 tahun (Soewito, 2017). Prevalensi sekitar 7% dari
kebanyakan populasi di Amerika dengan kejadian 1,1 kasus per seribu orang per
tahun. Kejadian appendicitis mencapai puncaknya pada kelompok usia remaja akhir
antara laki-laki dan perempuan umumnya sama. Terdapat perbedaan pada usia 20-
30 tahun, dimana kasus appendicitis lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki
pada tahun 2008 jumlah penderita appendicitis mencapai 591.819, pada tahun 2009
sebesar 596.132 orang dan insiden ini menempati urutan tertinggi diantara kasus
1
kegawatan abdomen lainnya (Depkes RI, 2013). Penderita appendicitis yang
dirawat di rumah sakit pada tahun 2013 sebanyak 3.235 orang dan pada tahun 2014
appendik merupakan isu prioritas kesehatan ditingkat lokal dan nasional karena
mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2015). Dinas
kesehatan Jawa Barat menyebukan pada tahun 2014 jumlah kasus appendicitis
(Zulfikar dkk,2015).
Penyebab obstruksi lumen Appendicitis paling sering adalah oleh batu feses. Faktor
lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen appendicitis antara lain hiperplasia
jaringan limfoid, tumor, benda asing dan sumbatan oleh cacing. Studi epidemiologi
akan mengeluhkan nyeri pada perut kuadran kanan bawah. Gejala yang pertama
kali dirasakan pasien adalah berupa nyeri tumpul di daerah epigastrium atau di
periumbilikal yang akan menyebar ke kuadran kanan bawah abdomen. Selain itu,
mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat
Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan bedah sebagai terapi appendicitis, yang
2
atau menampilkan bagian tubuh , dan pada umumnya dilakukan denagn sayatan
pada bagian tubuh yang akan ditangani serta dilakukan perbaikan dan diakhiri
umumnya tindakan operasi yang merupakan pengalam baru bagi sebagian orang,
tahap ini merupakan pengalam baru dari sebagian orang tindakan oprasi yang
Perasaan kecemasan merupakan salah satu gejala bersamaan yang paling penting
dari penyakit fisik dan psikologis. Hal ini dapat dilihat sebagai reaksi organik
kompleks yang terjadi hanya dalam situasi yang dianggap berbahaya. Periode
sekitar operasi adalah contoh dari ini, sebagai pasien yang terlibat dalam situasi
berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan
juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan
operasi (Nugraheni dkk, 2016). Kecemasan pada pasien pra operasi dapat
mengakibatkan operasi tidak terlaksana atau dibatalkan, selain itu kecemasan dapat
meningkatkan tekanan darah pasien. Apabila tekanan darah pasien naik dan tetap
dilakukan operasi dapat mengganggu efek dari obat anastesi dan dapat
3
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fatoye et. al (2015) di RSUD dr Rg
diperoleh hasil analisis ada 26 responden (51%) memiliki signifikan kecemasan pre
Hasil statistik juga menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan yang lebih
kecemasan pasca operasi. Tindakan operasi bagi pasien yang belum pernah
mendengar dan mengalaminya akan memberikan suatu stresor atau masalah yang
kecemasan sedang sebanyak 59,4%, dan kecemasan berat 12,5%. Hal tersebut
pembedahan secara keseluruhan sangat bergantung kepada fase pre oprasi atau
orang (50%) tinkat kecemasan berat itu sebanyak 12 orang (28,6%) dan 42 rendah
4
(100%). Pasien yang menjalani operasi mengalami tingkat kecemasan sedang
dengan skor yang didapat juga timbul respon fisik seperti seperti mulai berkeringat,
sering buang air kecil, tidur tidak nyenyak, suka bangun malam hari didukung pula
treatmen atau pengabatan dan alur penyakit yang diderita oleh pasien, hal ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien pre oprasi dalam mengurangi tingkat
keperawatan prosedur pengobatan dan alur penyakit yang diderita boleh, hal ini
karena salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi pada pasien pre-operasi adalah
kebebasan dari rasa cemas akibat kurangnya informasi dari tenaga kesehatan.
digunakan untuk pendidikan kesehatan terdiri atas media elektronik dan media
cetak. Media cetak terdiri dari leaflet, booklet, fleyer, flip chart dan rubric
Notoatmojo (2014) (Fitria & Mugi. 2019). Semua pasien perlu diberikan informasi
mengenai penyakit appendicitis sebelum pre operasi, hal ini merupakan elemen
terhadap kecemasan. Hal ini diperkuat Dolbier & Rush (2017) yang menyatakan
5
bahwa terapi relaksasi oto progresife dapat menurunkan kecemasan yang singkat.
Terapi relaksasi otot progresife dapat mengatasi kecemasan melalui aspek kognitif
dan fisik serta memberikan efek releksasi sehingga selai dapat menurunkan
kecemasan juga dapat meningkatkan status fisik dan psikologis klien (Mc Cloghan
et al, 2015).
Dari data di Rs Mitra Keluarga Cibubur kasus appendicitis dari tahun 2017 sampai
2019 mengalami peningkatan. Data dalam rekam medik tahun 2017 terdapat 51
kasus pasien appendicitis. Sedangkan untuk tahun 2018 terdapat 58 kasus pasien
appendicitis. Dari data tersebut dapat diperkirakan tahun 2019 63 kasus lebih tinggi
dari tahun- tahun sebelumnya . Data tersebut terjadi kasus appendicitis masih
terbilang besar. Berdasarkan data rekam medik 3 bulan terakhir sesudah pandemic
covid 19 pada tanggal 4 Mei sampai 3 Juli 2020 terdapat 38 pasien pre oprasi
Kecemasan dapat dialami oleh pasien yang akan menjalani operasi merpakan
tindakan yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan jika tindakan tersebut
tidak berjalan dengan baik. Sehingga kebanyakan orang yang akan menjalani
operasi merasa takut bahkan tidak ingin menggalaminya. Dari data rekam medik
tiga bulan terkhir 4 Mei sampai 3 Juli 2020 yang didapatkan di ruang operasi RS.
merasa cemas akibat takut terjadi apa-apa dalam prosedur operasi dan pasien
mengatakan tidak mengerti dirinya akan dilakukan tindakan apa ketika operasi.
Menurut hasil wawancara dari perawat ruang operasi yang sedang bertugas pada
6
tanggal 5 Mei 2020 pasien pre operasi selalu diberikan edukasi sebelum dilakukan
operasi namun tidak secara mendetail. studi pendahuluan yang dilakukan oleh
a. Tujuan Umum
Tahun 2020
b. Tujuan Khusus
7
1.4.Manfaat Penelitian
2. Perawat
keperawatan dengan baik. Salain itu bagi perawat agar lebih memberikan perhatian
ruang operasi.
3. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya seperti,
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Appendicitis
2.1.1.1. Definisi
Appendicitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
appendicitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2016). Dan menurut
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
(Sjamsuhidajat, 2016).
atau peradangan dari apendiks yang menyebabkan infeksi pada umbai cacing. Jika
9
2.1.1.2.Klasifikasi
b. Appendicitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian
c. Appendicitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
2.1.1.3. Etiologi
hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat
(Sjamsuhidajat, 2016).
2.1.1.4.Patofisologi
Appendicitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
fases yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa
appendicitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat. Pada stadium
10
awal appendicitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian
yang bersebelahan, dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas
ke dalam lumen yang menjadi distensi dengan pus akhirnya, arteri yang menyuplai
menjadi nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh
omentum, abses local akan terjadi (Burkit, Quick & Reed, 2017).
2.1.1.5.Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada appendicitis yaitu
nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus di ikuti anoreksia, nausea dan
Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan
rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat
kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum
bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan
menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
11
2.1.1.6.Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada appendicitis menurut Smeltzer dan Bare (2014)
yaitu :
a. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan appendicitis, sekum, dan letak
usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5 0C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi
2.1.1.7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pre operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri (2013),
yaitu:
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000 / mm3,
kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000 mungkin
Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya batu feses
12
2.1.1.8. Penatalaksanan
a. Sebelum operasi
1). Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat karena
tanda dan gejala appendicitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan
Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah
timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
b. Operasi
terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010). Apendiktomi dapat
13
terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi
1). Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga perut.
Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk
membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti
dilakukan.
dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen,
misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala
lain dari masalah internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak
terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi
diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif (David dkk, 2014).
14
2). Laparaskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari iga paling
bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk
pembedahan.
b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca bedah
dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien
c. Setelah operasi
posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu
hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
2.1.2.1. Definisi
gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan
dampak positif maupun negatif. Pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit
dengan berbagai situasi dan kondisi akan membuatnya semakin cemas. Kaplan
(2015) dam Syahputra dkk (2016) kecemasan adalah suatu sinyal yang
Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan
interpersonal.
diluar dirinya atau suatu sinyal yang memperingatkan adanya bahaya yang
konfliktual.
pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan
nyata (Nurjamiah, 2015). Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa
takut adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat di identifikasi
serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai suatu
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau
objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak
17
i. Dalam mengambil keputusan sering bimbang dan ragu
tersinggung
antara lain:
yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan Super ego. id mewakili
hati nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego atau aku, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi
sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri
yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih
19
asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme
dan riwayat kecemasna pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisp
Menurut penilaian kategori kecemasan dalam kuesioner HARS dinilai dari angka
dapat diketahui derajat kecemasan pasien, yaitu dengan nilai kurang dari 14
Menurut Peplau (2016) ada empat tingkat ansietas, yaitu ringan,sedang, berat dan
a. Kecemasan Ringan
20
lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif
dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara
kadang-kadang meningkat.
b. Kecemasan Sedang
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon
fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering,
tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon
perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon
21
ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi, amat sempit, tidak
meningkat.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol,
perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa terkecik, sakit dada, pucat,
sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi : mengamuk, marah,
a. Respon fisiologi
tinggi, rasa mau pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
2) Respon pernafasan seperti nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas
tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
22
5) Respon traktus urinarius seperti tidak dapat menahan kencing, sering
berkemih.
6) Respon kulit antara lain wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa
panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon perilaku seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat kurang
memberikan penilaian.
a. Distraksi
mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas
23
b. Relaksasi
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri,
2.1.3.1. Definisi
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon fisiologis
operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra bedah, operatif/masa
sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sari,
2016).
Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu tindakan
dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sari, 2016). \
24
2.1.3.3. Gambaran Pasien Pre Operatif
psikologis. Menurut Long B.C (2001 dalam sari, 2016), pasien preoperasi
lain:
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal.
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur dan sering berkemih.Persiapan
yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan
25
Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen (1993
dalam Sari, 2016), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang
meliputi :
d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anastesi.
operasi.
mendatangani informconsent.
perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan
untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek 1992, dalam
Barbara J. G, 2008).
26
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada
tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-
yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999, dalam Sari, 2016).
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut
2) Status Nutrisi
6) Personal Hygine
3) Biopsi.
d. Informed Consent
e. Persiapan Mental
menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang
tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan
operasi yang akan dialami pasien (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sari, 2016).
sederhana dan jelas. Misalnya : jika pasien harus puasa dan sampai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien peru diberikan
baik.
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga
28
c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal
lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
perawat perioperatif menurut Brunner & Suddarth (2002 dalam Sari, 2016)
antara lain:
8) Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi
2.1.4.1. Definisi
a) Edukasi Pasien
rumah sakit, dimana hanya pasien, kerabat atau keluarga dan praktisi kesehatan
serta perawat yang hadir. Selama edukasi pasien ini, akan disampaikan mengenai
gizi. Edukasi pasien merupakan salah satu hak dari pasien, untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi edukasi pasien
adalah komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien, perawat harus
Perawat akan mengumpulkan data terlebih dahulu dari pasien dan keluarga
kemudian perawat akan berdiskusi dengan tim medis yang lain mengenai kondisi
pasien. Sesi diskusi ini dilakukan supaya pasien mendapatkan informasi yang
sesuai. Selain itu juga perawat akan berdiskusi dengan pasien saar sesi edukasi
untuk menambah wawasan dan mengembangkan edukasi dari sudut pandang pasien
perawatan pasca operasi operasi (Prouty, Cooper, Thomas, et.al., 2006 cit Robby,
Agustin, 2015). Menurut Achadiat 2007 hal. 35 cit (Arisandi, Sukesi, and Solechan
2014) menyatakan bahwa informed consent adalah kolaborasi antara tenaga medis
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Samantha et al. 2015) menyatakan bahwa
pemberian edukasi akan tergantung oleh pemberi informasi, jika perawat atau
tenaga medis memberikan informasi terkait penyakit yang dihadapi ini akan
memberikan efek positif pada perilaku pasien dalam mengatasi rasa sakit. Oleh
30
karena itu dokter mengganggap bahwa edukasi pada pasien sangat penting untuk
edukasi ini masih sangat kurang jika untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
pengobatan.
pre operasi kunjungan dari tim bedah hampir tidak pernah dilakukan. Seharusnya
mungkin akan terjadi. Pada fase ini edukasi sangat dibutuhkan oleh pasien, karena
edukasi tersebut bisa mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien (Guo Ping
2017).
informasi setelah proses pembedahan yang bertujuan agar fungsi fisiologis dari
2009 sekelompok tim yang dibentuk menyatakan bahwa fase post operatif
perawatan pada area luka jarang dilakukan sehingga akan meningkatkan komplikasi
infeksi. Kemudian dari hasil diskusi tim membuat desain mengenai perawatan post
operatif yaitu mengenai aplikasi pemberian obat anti nyeri, manajemen perawatan
luka, pemberian intake dan output pada pasien dan dokumentasi post operatif sesuai
31
2.1.4.2. Pengkajian
dahulu pada pasien, berikut pengkajian yang harus dilakukan pada pasien pre
Pre Operasi
2) Adanya nyeri saat BAK dan merasa tidak puas saat berkemih
5) Pemeriksaan fisik
6) Pemeriksaan laboratorium
7) Post Operasi
Menurut (Potter A. Patricia 2010) tujuan dari edukasi adalah untuk membantu
kondisi penyakitnya.
32
2.1.4.4. Manfaat Edukasi
b. Untuk mendapatkan hasil pasca operasi yang lebih baik dengan berbagai
Ping 2015).
dilakukan karena itu merupakan salah satu hak dari pasien. Sebelum
tanya jawab singkat tetang apa saja yang menjadi kekhawatiran pasien dan
33
2.2. Kerangka Teori
Appendixcitis
citis
Persiapan Pre
Operasi
Informed Consent
Stuart (2017)
2.1 Skema Kerangka Teori
34
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
Pada bab ini diuraikan mengenai kerangka konsep penelitian yang dilakukan,
hipotesis dan definisi operasional.
Konsep adalah abstrak yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus,
konsep hanya dapat diamati melalui konstruksi atau yang lebih dikenal dengan
nama variabel. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka
hubungan dan ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2012).
35
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian peneliti terkait batasan variabel yang diteliti,
penjelasan cara atau metode yang akan digunakan peneliti untuk mengukur
variabel tersebut, menentukan hasil ukur atau katagorinya serta skala
pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2012). Definisi operasional dari
masing – masing variabel pada penelitian dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Skala
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
(Score: 15-
20)
3= sedang
(Score:21-27)
4= berat
(Score: 28-
41)
5= panik
(score: 42-
46)
36
3.3 Hipotesis
37
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
tentang ada tidaknya pengaruh suatu tindakan bila dibanding dengan tindakan
Pengontrolan variabel hanya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel
Menurut Arifin (2011), desain eksperimen atau desain penelitian adalah suatu
rancangan yang berisi langkah dan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan
yang diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Arifin menjelaskan lebih lanjut
diambil sebelum penelitian dilakukan agar data dapat diperoleh dengan baik,
dapat dianalisis secara objektif, dan dapat ditarik kesimpulan yang tepat, sesuai
38
Tabel 4. Pretest-Posttest Control Group Design
Kelas Eksperimen O1 X O2
Kelas Control O1 O2
(Arifin, 2011)
Keterangan:
4.3.1 Populasi
39
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian kecil dari jumlah dan karakteristik yang ada pada
2017).
1. Kriteria Inklusi
40
4.4 Etika Penelitian
8. Surat izin penelitian diberikan kepada pihak yang terkait, dalam hal ini
10. Meminta izin pada pihak yang bersangkutan untuk memint data sekunder
Cibubur.
kuisioner Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) dan juga selain itu
instrument lembar edukasi yang berisi materi tentang prosedur operasi dan
41
Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) penilaian kecemasan yang
1. Uji Validitas
indonesia dan dijadikan sebagai alat pengukur kecemasan yang sudah teruji
pertanyaan kuesioner dengan nilai terendah 0,663 dan tertinggi adalah 0,918
(Nasution, et al., 2013) Suatu pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r
42
tabel sedangkan jika r hitung < r tabel artinya pertanyaan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
apabila didapatkan nilai Alpha Cronbach lebih dari konstanta (>0,6). Hasil
reliabel (Titis Hadiati, 2020). Peneliti tidak melakukan uji validitas dan
di jadikan sebagai alat pengukur kecemasan yang valid dan reliabel dalam
Nilai validitas terendah 0,663 dan tertinggi adalah 0,918 sedangkan hasil uji
dengan bantuan aplikasi perangkat lunak berupa program SPSS akan melewati
43
tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut:
4.7.1. Editing
Dengan cara memasukan data hasil kuesioner dalam SPSS dikolom variabel
view dan data view. Selanjutnya setiap variabel baik dependen dan
4.7.2. Coding
4.7.3. Processing
data atau entry data hasil coding ke dataview untuk diproses berdasarkan
4.7.4. Cleaning
4.7.5. Analisis
(p value) yang dapat diproses sesuai kebutuhan peneliti. Pada tahap ini,
44
yang ingin dianalisis, yang tujuannya untuk mengetahui
analisis data yang dapat dilakukan, yaitu analisis univariat, bivariat (Tahun,
2017).
Hasil data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
variabel tersebut. Analisis ini merupakan teknik analisis paling dasar yang
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang
Tahap analisa bivariate sebelum dilakukan uji paired sample T- test maka
45
Rumus :
2
(O − E )𝟐
𝑋 =∑
𝐸
Keterangan : 𝑋 2 = Nilai Chi Square.
∑ = Penjumlahan.
O = Nilai pengamatan atau nilai observasi.
E = Nilai dilakukan diharapkan atau nilai expected.
46
BAB V
HASIL PENELITIAN
1.1.1. Univariat
yaitu variabel tingkat kecemasan pasien pre operasi appendixtomy sebelum dan
Kelompok Responden F %
Experiment 19 50%
Kontrol 19 50%
Total 38 100
47
1. kelompok experiment
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Edukasi Pada
Kelompok Experiment Di RS. Mitra Keluarga Cibubur
27 Juli – 26 Agustus 2020
Variabel F % Ket FT %T
Tidak
≤14 0 0 Ada 0 0
15 0 0
16 0 0
17 0 0
18 0 0
19 0 0 Cemas
20 1 5,3 Ringan 1 5
21 1 5,3
22 1 5,3
23 0 0
24 0 0
25 1 5,3
26 1 5,3 Cemas
27 3 15,8 Sedang 7 37
28 2 10,5
29 1 5,3
30 2 10,5
31 0 0
32 0 0
33 0 0
34 0 0
35 0 0
36 0 0
37 0 0
38 1 5,3
39 0 0
40 1 5,3 Cemas
41 1 5,3 Berat 8 42
42 1 5,3
43 0 0
44 1 5,3
45 0 0
46 1 5,3 Panik 3 16
Total 19 100 19 100
kemudian responden yang mengalami panik ada 3 orang (16%) dan yang
48
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Edukasi Pada
Kelompok Experiment Di RS. Mitra Keluarga Cibubur
27 Juli 2020 – 26 Agustus 2020
Variabel F % Ket FT %T
Tidak
≤14 3 15,8 Ada 3 16
15 2 10,5
16 2 10,5
17 3 15,8
18 1 5,3
19 4 21,1 Cemas
20 1 5,3 Ringan 13 84
21 1 5,3
22 0 0
23 0 0
24 0 0
25 1 5,3
26 1 5,3 Cemas
27 1 5,3 Sadang 3 16
28 0 0
29 0 0
30 0 0
31 0 0
32 0 0
33 0 0
34 0 0
35 0 0
36 0 0
37 0 0
38 0 0
39 0 0
40 0 0 Cemas
41 0 0 Berat 0 0
42 0 0
43 0 0
44 0 0
45 0 0
46 0 0 Panik 0 0
Total 19 100 19 100
merasa tidak cemas sama sekali ada 3 responden (16%) dan yang masuk
49
2. Kelompok Kontrol
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Yang Tidak Diberikan Intervensi
Pada Kelompok Kontrol Di RS. Mitra Keluarga
Cibubur 27 Juli 2020 – 26 Agustus 2020
Variabel F % Ket FT %T
Tidak
≤14 0 0 Ada 0 0
15 0 0
16 0 0
17 0 0
18 0 0
19 1 5,3 Cemas
20 1 5,3 Ringan 2 10
21 0 0
22 1 5,3
23 0 0
24 0 0
25 0 0
26 0 0 Cemas
27 2 10,5 Sadang 3 16
28 1 5,3
29 2 10,5
30 2 10,5
31 0 0
32 0 0
33 0 0
34 0 0
35 1 5,3
36 0 0
37 1 5,3
38 2 10,5
39 1 5,3
40 2 10,5 Cemas
41 1 5,3 Berat 13 69
42 0 0
43 1 5,3
44 0 0
45 0 0
46 0 0 Panik 1 5
Total 19 100 19 100
50
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sesudah Tidak Diberikan Intervensi Pada
Kelompok Kontrol Di RS. Mitra Keluarga Cibubur
27 Juli 2020 – 26 Agustus 2020
Variabel F % Ket FT %T
Tidak
≤14 0 0 Ada 0 0
15 0 0
16 0 0
17 0 0
18 0 0
19 2 10,5 Cemas
20 1 5,3 Ringan 3 16
21 0 0
22 1 5,3
23 0 0
24 0 0
25 0 0
26 0 0 Cemas
27 1 5,3 Sedang 2 10
28 0 0
29 2 10,5
30 1 5,3
31 0 0
32 1 5,3
33 0 0
34 0 0
35 0 0
36 1 5,3
37 1 5,3
38 1 5,3
39 1 5,3
40 2 10,5 Cemas
41 2 10,5 Berat 12 64
42 1 5,3
43 1 5,3
44 0 0
45 0 0
46 0 0 Panik 2 10
Total 19 100 19 100
tidak dilakukan intervensi pada kelompok “post kontrol” post test ditemukan
(64%), kemudian responden yang mengalami panik ada 3 responden (16%) dan
responden yang mengalami kecemasan kategori sedang ada 2 orang (10%) dan
yang masuk dalam kategori cemas ringan hanya ada 2 responden (10%).
51
1.1.2. Bivariat
dua sampel yang berpasangan dengan asumsi data berdistribusi normal. Sampel
berpasangan berasal dari subjek yang sama, setiap variabel diambil dari siatuasi
Tabel 5.6
Variabel Mean N R- R- P-
Tabel Hitung Value
Tingkat kecemasan 31,45 38 (1,687) 7.954 0.000
pre-operasi sebelum
dan sesudah
dilakukan
pemberian Edukasi
experiment.
Tingkat kecemasan 25,26 38 (1,687) 0,680 0.501
pre-operasi sebelum
dan sesudah tidak
dilakukan
intervensi pada
kelompok Kontrol
(7,954)> R Tabel (1,687) dengan nilai P-Value 0,000 yang berarti ada
52
pengaruh antara sebelum dan sesudah dilakukan pemberian edukasi
apapun pada pasien pre operasi pada kelompok kontrol dengan jumlah sampel
(0,680) < R Tabel (1,687) dengan nilai P-Value 0,501 yang berarti ada tidak
ada pengaruh antara sebelum dan sesudah dilakukan pemberian edukasi pada
kelompok kontrol.
53
BAB VI
PEMBAHASAN
11.2.1. Univariat
ada 3 orang (16%) dan yang terakhir hanya ada 1 responden (5%)
54
c) Berdasarkan data dapat diketahui bahwa dari 19 responden yang
(16%) dan yang masuk dalam kategori kecemasan sedang hanya ada
3 responden (16%).
ringan.
11.2.2. Bivariat
normal. Sampel berpasangan berasal dari subjek yang sama, setiap variabel
diambil dari siatuasi dan keadaan yang berbeda. Berdasarkan hasil Bivariat
prosedur operasi.
operasi Apendisitis di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum daerah Siti
Aisyah Kota Lubuk Linggau tahun 2017 yaitu di dapatkan hasil bahwa
operasi dengan P-Value (0,009) < 0,05 dari nilai tersebut kita dapat
Hal ini sependapat dengan Jurnal yang di susun oleh Fadli (2019)
pada pasien pre operasi mayor di RS. Nene Mallomo kabupaten sidenreng
56
terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi mayor di RS. Nene
sakit mata provinsi sulawesi utara dengan P-Value (0,000) dan dalam
inilah yang sering membuat pasien mengalami keraguan dan cemas pra
operasi
hasil bahwa ada pengaruh pemberian edukasi pre operas terhadap pasien pre
pasien pre operasi di RS. Mitra Keluarga Cibubur 27 Juli 2020 – 26 Agustus
dapatkan data R hitung (0,680) < R Tabel (1,687) dengan nilai P-Value
0,501 yang berarti ada tidak ada pengaruh antara sebelum dan sesudah
57
Berdasarkan data-data tersebut yang menguatkan maka peneliti mengambil
58
BAB VI
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
pasien pre operasi di RS. Mitra Keluarga Cibubur 27 Juli 2020 – 26 Agustus
2020
7.12. Tidak ada pengaruh pemberian eduksi terhadap tingkat kecemasan pada
7.2. Saran
59
7.2.2 Bagi Peneliti
yang lebih lanjut lagi dan diharapkan agar dapat dijadikan daftar referensi
penelitian-penelitian sebelumnya.
60
DAFTAR PUSTAKA
Burkitt, HG, Quick, CRG, and Reed, JB. (2017). Appendicitis In :Essensial
Surgery Problems, Diagnosis & Management Fourth Edition London
Elsevier, 389-398.
Grace, Pierce A, Borley, & Neil R. (2017). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta :
Erlangga.
61
Potter & Perry. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep,
Proses, dan Praktik). Jakarta : EGC.
Price, SA & Wilson, LM. (2017). Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses
Penyakit, Edisi : 6. Jakarta : EGC.
62
Lampiran
63
Lampiran
64
Lampiran
65
Lampiran
66
Lampiran SPSS
Frequencies
Statistics
Tingkat Tingkat
kecemasan kecemasan Tingkat Tingkat
kelompok kelompok kecemasan kecemasan
experiment Experiment kelompok kelompok
Sebelum Setelah kontrol sebelum kontrol sesudah
diberikan diberikan tampa diberikan tampa diberikan
edukasi edukasi edukasi edukasi
N Valid 19 19 19 19
Missing 0 0 0 0
Mean 31.11 17.79 32.21 32.84
Std. Deviation 8.096 3.614 7.413 8.342
Frequency Table
67
Total 19 100.0 100.0
68
Tingkat kecemasan kelompok kontrol sesudah tampa
diberikan edukasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 19 2 10.5 10.5 10.5
20 1 5.3 5.3 15.8
22 1 5.3 5.3 21.1
27 1 5.3 5.3 26.3
29 2 10.5 10.5 36.8
30 1 5.3 5.3 42.1
32 1 5.3 5.3 47.4
36 1 5.3 5.3 52.6
37 1 5.3 5.3 57.9
38 1 5.3 5.3 63.2
39 1 5.3 5.3 68.4
40 2 10.5 10.5 78.9
41 2 10.5 10.5 89.5
42 1 5.3 5.3 94.7
43 1 5.3 5.3 100.0
Total 19 100.0 100.0
Bar Chart
69
70
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 38
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 8.16116804
Most Extreme Differences Absolute .126
Positive .084
Negative -.126
Test Statistic .126
Asymp. Sig. (2-tailed) .133c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Lilliefors Significance Correction.
T-Test
71
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Std. Std. Interval of the
Deviatio Error Difference Sig. (2-
Mean n Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Tingkat 1.368 .684 .157 1.039 1.698 7,954 18 0.000
kecemasan
kelompok
experiment
Sebelum
diberikan
edukasi -
Tingkat
kecemasan
kelompok
Experiment
Setelah
diberikan
edukasi
Pair 2 Tingkat -.158 .501 .115 -.400 .084 0,680 18 0.187
kecemasan
kelompok
kontrol
sebelum
tampa
diberikan
edukasi -
Tingkat
kecemasan
kelompok
kontrol
sesudah
tampa
diberikan
edukasi
72