Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL SKRIPSI

EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR)

TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA TINDAKAN

HEMODIALISA DI RUANG HD

Oleh :
Apri Dwi Putri Sitompul
( 202007024 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN EKSTENSI
BEKASI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan. ginjal. akut. (GGA) . atau. Acute. kidney. injury. (AKI) . yang.

sebelumnya. dikenal. dengan. ARF. adalah. penurunan. fungsi. ginjal yang.

di tandai. dengan peningkatan kadar kreatinin serum dibanding dengan

kadar sebelumnya atau penurunan urine output (Nurfaiza, 2019).

Gagal. ginjal kronik atau. penyakit renal. tahap akhir End Stage Renal

Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

reversible dimana .kemampuan tubuh gagal. untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

atau juga disebut. retensi. urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah. (Silaen, 2018).

Keadaan gagal gingal mempengaruhi fungsi tubuh secara menyeluruh

secara tidak langsung, gagal ginjal menimbukan kerusakan. ginjal.

diantaranya. Penyakti tulang (Hipokalemia, Osteroporosis), penyakit

kardiovaskuler (hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, hipertrofi

ventrikel kiri), anemia, dan disfungsi seksual bahkan yang. terburuk bisa

menyebabkan kematian maka dari. itu penting untuk. diatasi sesegera

mungkin dengan cara melakukan. terapi pengganti ginjal, salah satu yang

tepat adalah teknik hemodialisa (Adha et al., 2020).


Hemodialisa adalah tindakan. menyaring dan mengeliminasi sisa

metabolisme dengan bantuan alat. Fungsinya untuk. mengganti fungsi

ginjal dan merupakan terapi utama selain .transplantasi ginjal dan

peritonealdialysis. pada orang - orang dengan penyakit gagal. ginjal

kronik (Hidayati, 2020).

Hemodialisis. memerlukan waktu selama. 3-5 jam. dan dilakukan sekitar

3x dalam seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara terapi,

keseimbangan garam, air dan pangkat. hidrogen (PH) . sudah. tidak.

normal lagi dan penderita biasanya. merasa tidak sehat (Sutini 2018)

Konsensus Dialisis. menyebutkan. bahwa indikasi dapat dilakukan.

tindakan dialisis adalah pasien gagal ginjal dengan Laju Filtrasi Glomerulu

(LFG) < 15 mL/menit, namun apabila sudah (LFG) < 5 mL/menit fungsi.

ekskresi ginjal sudah minimal. sehingga mengakibatkan akumulasi zat

toksik dalam darah dan komplikasi yang membahayakan bila tidak

dilakukan tindakan dialisis segera (Septiwi & Setiaji, 2020)

Menurut World .Health Organization (WHO) pada tahun 2015

mengemukakan bahwa angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai

10% dari populasi atau secara global. lebih dari. 500 juta orang

mengalami penyakit gagal ginjal kronik dari seluruh popolasi di dunia,

selain itu sekitar 2.62 juta orang harus menjalani hidup. bergantung pada

cuci darah/ .hemodialisa (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia, jumlah pasien gagal ginjal. kronik diperkirakan sekitar 50 orang

per satu juta penduduk, 60 % nya adalah usia. dewasa dan usia lanjut.
Pada tahun 2015, dari total 4.898 mesin hemodialisis yang terdata,

proporsi terbanyak terdapat di wilayah DKI Jakarta. (26%) dan Jawa Barat

(22%). Provinsi Jawa Tengah 12%, Jawa Timur. 11%, Sumatera Utara 7%,

Bali 4%, Sumatera Barat 4%, Sumatera Selatan 4%, DI Yogyakarta 3%,

Kalimantan 2%, dan provinsi .lainnya sekitar 1%. (Kemenkes RI, 2017)

Tingginya kejadian gagal ginjal kronik menyebabkan semakin banyak

pasien yang harus bergantung pada mesin dialisis sedangkan di masyarakat

Indonesia masih awam tentang penjelasan informasi hemodialisa atau

teknik cuci.darah masih terbatas, akibatnya tidak jarang pasien mengalami

cemas yang berlebih bahkan menolak saat ingin dilakukan

hemodialisa (Astutik, 2021)

Kecemasan. adalah bentuk kekhwatiran yangtidak jelas dan menyebar

yang berkaitan dengan perasaan. tidak pasti dantidak berdaya. Keadaan

emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik (Wulandari, 2021).

Kecemasan. dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara

interpersonal dan kecemasan yang berlebih akan memepengaruhi. kondisi

pasien secara psikologis, hal ini bisa saja menjadi penghalang besar dalam

pemberian terapi hemodialisa sebagai penunjang penyembuhan pasien,

namun. hal tersebut masih bisa diatasi dengan dukungan dari lingkungan.

sekitar pasien salah satunya adalah perawat (Cholis et al., 2020)

Perawat sangat berperan penting dalam menghadapi. kecemasan yang

dirasakan oleh pasien hal ini dikarenakan perawat hampir setiap saat

bersama dengan pasien dan peran. perawat adalah memberi edukasi yang

tepat tentang .penyakit dan metode menganjarkan pasien tentang


bagaimana mengatasi kecemasan pasien. Perawat dapat melakukan

terapi - terapi untuk kecemasan baik itu Farmakologi yaitu dengan obat

anti depresan atau dengan non-farmakologi yaitu dengan terapi seperti

terapi relaksasi, distraksi, meditasi, imajinasi. seperti terapi relaksasi.,

distraksi, meditasi, imajinasi (Rokawie et al., 2017)

Salah .satu teknik relaksasi.. yang paling gampang dan mudah. untuk

dilakukan .adalah relaksasi otot progresif. atau .Progresive Muscle

Relaxation karena selain. gampang dilakukan .di mana saja dan kapan saja,

teknik ini berfungsi. untuk .menekan saraf-saraf .simpatis di mana dapat

menyebabkan .individu merasa lebih rileks, .sehingga timbul counter

conditioning .atau pemulihan. Pada saat. .melakukan gerakan. dari

gerakan pertama sampai .gerakan ke-empat belas .refleksi dilakukan

dengan menggerakan .otot secara bertahap dan .bergantian dari yang

tegang sampai dengan rileks .di.bantu. dengan .aliran nafas yang .

stabil (Sari et al., 2018)

.Teknik relaksasi otot progresif dapat. memberikan efek menenangkan.

pada kecemasan. Keadaan otot seorang. yang mengalami kecemasan akan

.lebih .tegang sehingga saraf .simpatis menjadi aktif. Relaksasi ini

mempunyai. efek menenangkan sehingga. tubuh. menjadi lebih ringan.

Perubahan. yang terjadi selama relaksasi. mempengaruhi kerja .saraf

otonom. Respon emosi dan efek .menenangkan yang ditimbulkan .oleh

relaksasi ini mengubah fisiologis .dominan sistem saraf simpatis menjadi.

dominan parasimpatis. Keadaan .ini akan berpengaruh terhadap turunnya.

tingkat .hipersekresi katekolamin. dan meningkatnya .


hormon .parasimpatis serta neurotransmitter seperti

DHEA. (Dehidroepinandrosteron) .dan dopamine. atau..

endorphine (Maryaningtyas, 2019)

Secara bertahap tingkat kecemasan pasien HD setelah dilakukan terapy

Progresive Muscle .Relaxation maka tingkat kecemasannya akan menurun

hal tersebut dapat dibuktikan. dengan cara mengukur tingkat kecemasan,

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan pengukuran skor kecemasan

menurut alat ukur kecemasan. yang disebut HARS (Hamilton Anxiety

Rating Scale). Skala. HARS merupakan .pengukuran kecemasan yang

didasarkan pada munculnya. gejala pada individu yang mengalami

kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 gejala. yang nampak pada

individu yang .mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi

5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai. dengan 4 (severe), hasilnya

kita akan dapat .mengkategorikan tingkat kecemasan ringan, sedang dan

berat..Cara penilaian HARS dengan sistem skoring, yaitu: Skor Nol =

tidak ada gejala, Skor Satu = ringan (satu gejala), Skor Dua=

sedang(dua gejala), Skor Tiga = berat (lebih dari dua gejala) dan Skor

Empat = sangat berat (semua gejala) (Ramadhan et al., 2019).

Berdasarkan hasil studi .pendahuluan yang dilakukan peneliti padatanggal

28 .November - 03 Desember 2021 di ruang hemodialisa RS. Mitra

Keluarga Bekasi Timurdi dapatkan dari. 2 pasien yang sama-sama

mengalami .kecemasan sebelum tindakan hemodialisa, 1 pasien diberikan

prosedur terapi Progresive Muscle .Relaxation dan yang lainnya tidak,

hasilnya setelah .beberapa jam setelah .diberikan kuisioner. tingkat


kecemasan pasien yang diberikan prosedur. terapi Progresive Muscle

Relaxation hasilnya tidak mengalami kecemasan, . pasien tampak lebih

tenang dan rileks sedangkan. untuk pasien tidak diberikan. diberikan

prosedur progresive muscle relaxation pasien mengalami .kecemasan

sedang, .tampak tegang, terlihat takut dan sedih.

Dengan mempertimbangkan fenomena .tersebut, .maka peneliti ingin

mengetahui sejauh mana .Efektivitas progressive Muscle .Relaxation

(PMR) terhadap. tingkat kecemasan pada tindakan. hemodialisa di ruang

HD

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah sesuai dengan yang .diuraikan di bagianlatar belakang,

maka rumusan .masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah apakah

.ada pengaruh Efektivitas progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap

tingkat kecemasan .pada tindakan hemodialisa di ruaang HD. .

C. Tujuan penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui Efektivitas progressive Muscle. Relaxation (PMR)

terhadap tingkat .kecemasan pada tindakan hemodialisa .di ruang HD .

b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui. gambaran pasien dengan tindakan hemodialisa di

ruang HD .

2) Mengetahui gambaran. frekuensi kecemasan pasien hemodialisa di

ruang HD .
3) Mengetahui ga mb ar an frekuensi pemberian. terapi progressive

Muscle Relaxation (PMR) pada pasien di ruang HD .

4) Mengetahui hasil Efektivitas progressive Muscle Relaxation

(PMR) terhadap tingkat. kecemasan pada tindakan hemodialisa di

ruang HD.

D. Manfaat penelitian

a. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan. informasi baru kepada

mahasiswa yang .dimasukkan kedalam acuan literatur mata ajar

sehingga dapat digunakan sebagai. bahan pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya .bidang keperawatan yang terkait dengan

kecemasan pada. pasien hemodialisa. .

b. Bagi .RS. Mitra Keluarga Bekasi. Timur

Hasil penelitian. ini diharapkan dapat dijadikan .sebagai bahan masukan

dalam .rangka meningkatkan kepedulian pelayanan .kesehatan

khususnya bidang keperawatan dalam mengeksplorasi lebih dalam lagi

bagaimana dukungan keluarga pasien .hemodialisa terhadap berbagai

masalah kesehatan yang dialami pasien hemodialisa, serta dapat

menurunkan kecemasan pada pasien hemodialisa.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini sebagai referensi untuk melakukan penelitian .selanjutnya


terkait dengan pemberian PMR terhadap kecemasan pada
pasienhemodialisa.

d. Bagi perawat

Memberikan informasi bagaimana .Tindakan perawat dalam

mengurangi kecemasan pada pasien hemodialisa.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan Untuk mengetahui. Efektivitas progressive

Muscle Relaxation (PMR) terhadap .tingkat kecemasan pada tindakan

hemodialisa di ruang HD RS. Penelitian ini merupakan penelitian yang

bersifat analitik artinya suatu penelitian. yang bertujuan untuk melihat

adanya hubungan atau pengaruh dengan menggunakan metode “T-Test”

yaitu yaitu untuk melihat perbandingan sebelum dan sesudah dilakukan

tindakan pada jenis kelompok yang tidak sama. Populasi yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan Total Sampling yaitu sesuai seluruh

populasi adalah sampel penelitian, dengan menggunakan data primer

(kuesioner) dan lembar penilaian menggunakan Metode analisis yang

digunakan yaitu analisis univariat yang bertujuan untuk melihat distribusi

frekuensi dan semua variabel yang ada dengan menggunaka


BAB II

TINJAUANPUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Hemodialisa

a. Pengertian

Hemodialisis merupakan. suatu proses yang digunakan. pada

pasiendalam .keadaan sakit akut dan memerlukan. terapi dialisis jangka

pendek (beberapa hari. hingga beberapa minggu) atau. pasien dengan

penyakit ginjal .stadium akhir atau endstagerenal. disease (ESRD) yang

.memerlukan .terapi. jangka panjang atau permanen. Tujuan

hemodialisis adalah untuk. mengeluarkan zat-zat. nitrogen

yang toksik dari dalam darah dan .mengeluarkan air

yang berlebihan. (Silaen, 2018).

Hemodialisis. adalah proses pembersihan. darah oleh akumulasi

.sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi. pasien dengan tahap

.akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit. akut yang membutuhkan

dialisis waktu singkat .Penderita. gagal ginjal kronis, hemodialisis. akan

mencegah kematian. Hemodialisis. tidak menyembuhkan atau

memulihkan penyakit. ginjal dan tidak .mampu mengimbangi hilangnya

aktivitas. metabolik atau endokrin yang dilaksanakan. ginjal dan

dampak dari gagal ginjal .serta terapinya terhadap .kualitas hidup

pasien. (Listiana, 2020).


b. Tujuan

.Terapi hemodialisis mempunyai .beberapa tujuan. Tujuan tersebut

.diantaranya adalah menggantikan .fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi

(membuang. sisa-sisa metabolisme dalam .tubuh, seperti ureum,

.kreatinin,dan .sisa metabolisme yang lain) , menggantikan fungsi ginjal

.dalam mengeluarkan cairan tubuh. yang seharusnya .dikeluarkan

sebagai urin saat ginjal sehat, .meningkatkan Kualitas hidup pasien

yang menderita penurunan .fungsi ginjal .serta menggantikan.

fungsi .ginjal sambil. menunggu program pengobatan

.yang lain cc (Suryaningsih et al., 2019)

Tujuan utama Hemodialisis adalah .untuk mengembalikan. suasana

cairan ekstra dan intrasel. yang sebenarnya merupakan .fungsi dari

ginjal normal. Dialisis .dilakukan dengan memindahkan .beberapa zat

terlarut seperti. urea dari darah ke dialisat. dan dengan memindahkan.

zat terlarut. lain seperti bikarbonat dari dialisat ke .dalam darah.

Konsentrasi zat terlarut. dan berat molekul merupakan penentu .utama

laju difusi. Molekul kecil, . sepertiurea, cepat berdifusi, sedangkan.

molekul yang susunan yang komplek sserta .molekul besar, seperti

.fosfat, β2-microglobulin, dan albumin, dan zat terlarut. yang terikat

protein. seperti p-cresol, lebih lambat berdifusi. .Disamping difusi, zat

terlarut dapat. melaluilubang. kecil (pori-pori) . di membran .dengan

bantuan proses .konveksi yang ditentukan .oleh gradien tekanan.

hidrostatik dan. osmotik. sebuah proses (Saanan, 2017)


c. Prinsip yang mendasari. kerja hemodialisis.

Aliran darah pada hemodialisis yang. penuh dengan toksin. dan limbah

nitrogen. dialihkan dari tubuh pasien. ke dializer tempat darah tersebut

dibersihkan dan .kemudian dikembalikan. lagi ke tubuh pasien.

Sebagian besar dializer merupakan. lempengan .rata atau ginjal serat

artificial berongga. yang berisi ribuan. tubulus sel ofan. yang halus dan

bekerja .sebagai membran semi .permeabel. Aliran darah. akan

melewati .tubulus tersebut sementara cairan. dialisat bersirkulasi di

sekelilingnya. Pertukaran. limbah dari darah .ke dalam. cairan

dialisat akan .terjadi melalui .membrane semi permeable.

tubulus (Rahayu, 2019)

Tiga prinsip yang mendasari. kerja hemodialisis, yaitu. difusi, osmosis,

ultrafiltrasi. .Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui

.proses difusi dengan cara. bergerak dari. darah yang .memiliki

konsentrasi .tinggi, ke cairan dialisat .dengan konsentrasi. yang lebih

rendah, Cairan. dialisat. tersusun dari. semua elektrolit. yang penting

.dengan konsentrasi .ekstrasel yang ideal. Kelebihan. cairan dikeluarkan

dari .dalam tubuh melalui. proses osmosis. Pengeluaran .air dapat

dikendalikan dengan .menciptakan gradien tekanan,dimana. air

bergerak dari daerah dengan. tekanan yang lebih tinggi. (tubuh pasien)

.ke tekanan yang lebih .rendah (cairan dialisat) .Gradient. ini dapat

ditingkatkan melalui. penambahan tekanan negative yang dikenal.

sebagai ultra filtrasi pada .mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan.


pada alat ini sebagai kekuatan. penghisap pada membran. dan

memfasilitasi. pengeluaran air (Hutagaol, 2017)

d. Akses .sirkulasi darah pasien.

Akses pada sirkulasi. darah pasien terdiri. atas sub klavikula dan

femoralis, .fistula, dan tandur.Akses ke dalam .sirkulasi darah pasien

pada hemodialisis. darurat di capai melalui kateterisasi. sub klavikula

untuk pemakaian .sementara. Kateter femoralis dapat .dimasukkan ke

dalam pembuluh .darah femoralis untuk pemakaian. segera dan

sementara.(Rinirahayu, 2018)

Fistula yang lebih. permanen di buat. melalui pembedahan (biasanya

dilakukan. pada lengan bawah) dengan. cara menghubungkan atau

menyambung (.anastomosis) pembuluh arteri .dengan vena secara side

toside (dihubungkan .antara ujung dan sisi .pembuluh darah). .Fistula

tersebutmembutuhkan. waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang

.sebelum siap digunakan, .Waktu ini di perlukan untuk memberikan

.kesempatan agar fistula .pulih dan segmen vena fistula berdilatasi

dengan. baik sehingga dapat menerima. jarum berlumen besar dengan

.ukuran 14-16. Jarum di tusukkan ke .dalam pembuluh darah agar

.cukup banyak aliran darah yang. akan mengalir melalui dializer.

Segmen .vena fistula digunakan .untuk. memasukkan .kembali (reinfus)

darah yang. sudah didialisisya (Makrufah, 2020)

e. Penatalakasanaan.. pasien yang menjalani.. hemodialisis.

Pasien .hemodialisis harus mendapat asupan. makanan yang cukup agar

tetap .dalam gizi yang baik. .Gizi kurang merupakan prediktor yang
penting. untuk terjadinya. kematian pada. pasien hemodialisis .Asupan

.protein diharapkan 1-1,2 gr/kg BB/hari. dengan 50 % terdiri atas

asupan. protein dengan nilai biologis. tinggi. Asupan kalium .diberikan

40-70. meq / hari. Pembatasan .kalium sangat diperlukan, . karena itu

makanan. tinggi kalium seperti. buah-buahan dan. umbi-umbian tidak

.dianjurkan untuk dikonsumsi. .Jumlah asupan cairan. dibatasi sesuai

dengan. jumlah urin yang. ada ditambah insensi blewater loss. Asupan

.natriumdi batasi 40-120. mEq. Hari guna mengendalikan tekanan

darah. dan edema. Asupan tinggi. natrium akan menimbulkan rasa .haus

yang selanjutnya mendorong .pasien untuk minum. Bila asupan. cairan

berlebihan maka .selama periode diantara dialisis akan .terjadi

.kenaikan berat badan yang .besar (Marianna & Astutik, 2019)

Banyak obat. yang di ekskresikan seluruhnya. atau atau sebagian

melalui ginjal. .Pasien yang memerlukan obat-obatan. (preparat

glikosida jantung, .antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau

dengan .ketat untuk memastikan agar .kadar obat-obatan ini dalam

darah dan .jaringan dapat di pertahankan. tanpa menimbulkan

akumulasi toksik (Yolanda, 2020).

Nyeri dada dapat. terjadi karena PCO₂. menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi. darah di luar tubuh, .sedangkan gangguan

keseimbangan dialisis .terjadi karena .perpindahan cairan. serebral dan

muncul sebagai .serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan

terjadinya lebih .besar jika terdapat gejala .uremia yang berat.Pruritus

terjadi selama .terapi dialisis ketika .produk akhir metabolisme


meninggalkan .kulit (Kamil et al., 2018).

Terapi .hemodialisis juga dapat mengakibatkan. komplikasi sindrom di

sekuili. birum, .reaksi dializer, aritmia, .temponade jantung, perdarahan

intrakranial, . kejang, . hemolisis, neutropenia, . serta aktivasi

.komplemen .akibat dialisis dan .hipoksemia (Siregar, 2020)

2. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan. adalah keadaan. emosi tanpa objek tertentu. .Kecemasan

di picu. oleh hal yang tidak di .ketahui dan menyertai. semua

.pengalaman. baru, seperti masuk sekolah, .memulai pekerjaan baru

.atau melahirkan anak. . Karakteristik kecemasan. ini yang

membedakan. dari rasa takut. (Setyowati, 2019)

Sedangkan menurut penelitian Anita (2018) kecemasan .adalah respon

.terhadap situasi tertentu yang mengancam .dan merupakan hal normal.

yang terjadi yang disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru,

serta dalam .menemukan identitas .diri dan hidup. Kecemasan

merupakan suatu. perasaan subjektif mengenai .ketegangan mental yang

menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi

suatu masalah atau tidak adanya rasaaman. . Perasaan yang tidak

menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya

akan menimbulkan .perubahan fisiologis dan psikologis. Kecemasan

dalam pandangan kesehatan juga merupakan suatu keadaanyang

menggoncang karena .adanya ancaman terhadap kesehatan.


Teori-teori kecemasan Konsep kecemasan berkembangnya dari zaman

dahulu sampai sekarang.

Menurut Kaplan & Saddock (2015) dalam (Ulfah, 2021) beberapa teori

kecemasan menurut jurnal yaitu :

1) Teori genetik

Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat

hidup dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk

berperilaku. cemas. Sejak kanak – kanak .mereka merasa .risau,

takut dan merasa tidak pasti. tentang sesuatu .yang bersifat

sehari-hari. Penelitian .riwayat keluarga dan .anak kembar

menunjukkan faktor genetik ikut berperan dalam gangguan

kecemasan.

2) Teori katekolamin

Situasi-situasi yang ditandai oleh sesuatu yang baru, ketidakpastian

.perubahan lingkungan, biasanya menimbulkan peningkatan

sekresi adrenalin (epinefrin) yang berkaitan .dengan intensitas

reaksi – reaksi yang .subjektif, yang ditimbulkan .oleh kondisi

yang merangsangnya. Teori ini menyatakan bahwa reaksi cemas

berkaitan dengan .peningkatan kadar katekolamin. yang beredar

dalam badan.

3) Teori James-Lange

Kecemasan adalah jawaban terhadap rangsangan. fisik perifer,

seperti .peningkatan denyut jantung. dan pernapasan. .


4) Teori psikoanalisa

5) Kecemasan berasal dari impulseanxiety, ketakutan. berpisah

(separationanxiety), kecemasan. kastrisi (castriationanxiety) dan

.ketakutan terhadap perasaan berdosa. yang menyiksa

(superegoanxiety).

6) Teori .perilaku atau.teori.belajar

Teori ini menyatakan bahwa kecemasan dapat dipandang sebagai

sesuatu yang di kondisikan. oleh ketakutan terhadap rangsangan

lingkungan yang spesifik. Jadi kecemasan disini. dipandang

sebagai suatu respon. yang terkondisi atau respon yang di peroleh

melalui proses belajar. .

7) Teori perilaku kognitif

Kecemasan adalah .bentuk penderitaan yang. berasal dari .pola

pikir maladaptif. .

8) Teori .belajar .sosial

Kecemasan .dapat dibentuk oleh .pengaruh tokoh – tokoh .penting

masa kanak – kanak. .

9) Teori sosial.

Kecemasan. sebagai suatu respon terhadap .stessor lingkungan,

seperti .pengalaman-pengalaman hidup .yang penuh dengan

ketegangan. .

10) Teori eksistensi.

Kecemasan sebagai. suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan


dirinya dan respon. terhadap kehidupan yang. hampa dan tidak

berarti. .

b. Tingkat .kecemasan

.Menurut Basutei (2019) ada 4 tingkat kecemasanya. itu:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan. ringan berhubungan dengan. ketegangan .dalam

.kehidupan .sehari–hari dan menyebabkan seseorang .menjadi

.waspada. Kecemasan ringan .dapat memotivasi belajar. dan

menghasilkan .pertumbuhan dan kreativitas. .

2) Kecemasan sedang

Kecemasan .sedang memungkinkan seseorang. untuk memusatkan

pada masalah. yang penting dan .mengesampingkan yang lain

Sehingga .seseorang mengalami perhatian yang selektif, .namun

dapat melakukan. sesuatu yang terarah.

3) Kecemasan. berat.

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk

memusatkanpada sesuatu. yang terinci dan spesifik, . serta tidak

dapat berpikirtentang hal lain. Orang tersebut .memerlukan

banyak pengarahan. untuk dapat memusatkan pada suatu area

yang lain. .

4) Panik. (kecemasan sangat. berat)

Berhubungan. dengan ketakutan .dan terror karena mengalami

kehilangan kendali. .Orang yang sedang panic. tidak mampu


melakukan. sesuatu walaupun dengan pengarahan. . Kecemasan.

yang dialami. akan memberikan berbagai. respon yang dapat

dimanifestasikan pada respon fisiologis, respon kognitif. dan

respon perilaku. yangtergambar. pada tabel di bawah. Ini. .

Tabel1.Tingkat .Respon .Kecemasan. .


Tingkat.Kecemasan.
Ringan. Sedang. Berat. Panik
Fisiologis

Tekanan.Darah. (TD) TD tidak TD TD TD meningkat


.ada .meningkat .meningkat kemudian. menurun
perubahan
Nadi Nadi tidak Nadi.cepat Nadicepat Nadi .cepat .kemudia
berubah n
Lambat
Pernafasan Pernafasan Pernafasan Pernafasan Pernafasan cepat.
.Tidak. ada meningkat meningkat dan dangkal.
perubahan

c. Faktor -.faktor yang mempengaruhi. kecemasan.

Menurut Melanie (2018) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan :

1) Faktor-faktor. intrinsik. antara. lain:

a) Usia .pasien.

Gangguan kecemasan dapat. terjadi pada semua. usia, lebih

.sering pada. usia dewasa dan. lebih banyak. pada wanita.

Sebagian .besar kecemasan. terjadi pada usia .21 – 45 tahun.

bahwa semakin. bertambahnya. usia, kematangan psikologi.

individu semakin baik, artinya .semakin matang psikologi

.seseorang maka akan semakin baik .pula adaptasi terhadap

.kecemasan.
b) Pengalaman .pasien menjalani pengobatan . (operasi)

Pengalaman .awal pasien dalam pengobatan. merupakan

pengalaman.-.pengalaman yang sangat berharga yang terjadi

pada individu terutama untuk masa-masa yang akan datang.

Pengalaman awal ini sebagai bagian. penting dan bahkan

sangat .menentukan bagi kondisi. mental individu di kemudian

hari. .Apabila pengalaman individu tentang. anestesi kurang,

maka cenderung .mempengaruhi peningkatan .kecemasan saat

menghadapi. tindakan anestesi. .

c) Konsep .diri .dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, ke percaya andan

pendirian yang di ketahui. individu terhadap. dirinya dan

mempengaruhi .individu berhubungan .dengan orang lain.

2) Faktor-faktor. ekstrinsik. antara lain:

a) Kondisi. medis (diagnosis .penyakit)

Terjadinya. gejala kecemasan yang .berhubungan dengan

kondisi medis .sering ditemukan walaupun. insidensi

gangguan .bervariasi untuk masing-masing. kondisi medis,

misalnya: .pada pasien sesuai hasil .pemeriksa anak dan

mendapatkan. diagnosa pembedahan, hal ini. akan

mempengaruhi. tingkat kecemasan pasien. .Sebaliknya pada

pasien dengan. diagnosa baik tidak terlalu .mempengaruhi


tingkat .kecemasan.

3) Tingkat .pendidikan

Pendidikan. bagi setiap orang .memiliki arti masing-masing.

Pendidikan. pada umumnya .berguna dalam merubah .pola

pikir, pola .bertingkah laku dan pola .pengambilan keputusan.

Tingkat .pendidikan yang cukup akan. lebih mudah dalam

mengidentifikasi .stresor dalam diri .sendiri maupun dari luar

dirinya. Tingkat .pendidikan juga .mempengaruhi kesadaran

dan pemahaman .terhadap stimulus. .

4) Akses .informasi.

Akses .informasi adalah pemberitahuan. tentang sesuatu agar

orang membentuk .pendapatnya .berdasarkan sesuatu yang di

ketahuinya. Informasi. adalah segala penjelasan. yang di

dapatkan .pasien sebelum pelaksanaan .tindakan anestesi

terdiridari .tujuan anestesi, proses .anestesi, resiko dan

komplikasi .serta alternatif tindakan yang .tersedia, serta

.proses administrasi. .

5) Proses .adaptasi.

Tingkat adaptasi manusia. dipengaruhi oleh .stimulus

.internaldan eksternal yang dihadapi. individu dan

membutuhkan. respon perilaku yang terus .menerus. Proses

adaptasi sering .menstimulasi individu .untuk mendapatkan

bantuan dari .sumber – sumber di .lingkungan dimana dia

berada. .Perawat merupakan sumber daya .yang tersedia di


lingkungan .rumah sakit yang mempunyai .pengetahuan dan

keterampilan .untuk membantu pasien .mengembalikan atau

mencapai .keseimbangan diri dalam .menghadapi lingkungan

yang .baru..

6) Tingkat. sosial ekonomi.

Status sosial ekonomi .juga berkaitan .dengan pola .gangguan

psikiatrik. .

7) Jenis tindakan.medis

Klasifikas isuatu tindakan. medis yang dapat. mendatangkan

.kecemasan karena .terdapat ancaman pada .integritas tubuh

.dan jiwa seseorang . .Semakin mengetahui tentang. tindakan

medis, akan .mempengaruhi tingkat .kecemasan pasien.

8) .Komunikasi .terapeutik

Komunikasi sangat. dibutuhkan baik bagi. perawat

maupunpasien. .Terlebih bagi pasien .yang akan menjalani

proses anestesi. .Hampir sebagian besar pasien. yang

menjalani .anestesi mengalami .kecemasan. Pasien sangat

membutuhkan penjelasan. yang baik dari .perawat.

Komunikasi .yang baik diantara merekaakan .menentukan

tahap anestesi. selanjutnya. Pasien yang .cemas saat akan

menjalani . .tindakanya anestesi .kemungkinan mengalami

efek yang. tidak menyenangkan bahkanakan. membahayakan.


d. Rentang. respon .kecemasan menurut (Sugimin & Arum Pratiwi, 2017)

Antisipasi Ringan Sedang Bera Panik


t

Gambar1 Rentang .Respon Kecemasan.

1) Respon adaptif

Hasil yang positif. akan di dapatkan jika individu dapa tmenerima

Dan mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi. suatu

.tantangan, motivasi yang kuat .untuk menyelesaikan masalah dan

merupakan sarana untuk mendapatkan .penghargaan yang. tinggi.

.Strategi adaptif biasanya .digunakan seseorang .untuk mengatur

kecemasan antara lain dengan .bekerja kepada orang .lain,

menangis, . tidur, . latihan, . danmenggunakan .teknik relaksasi.

2) Responmal. adaptif

Ketika .kecemasan tidak dapat .diatur, individu menggunakan.

mekanisme. koping ulang disfungsi. dan tidak .berkesinambungan

dengan yang .lainnya. Koping maladaptif .mempunyai banyak

jenistermasuk .perilaku agresif, bicara .tidak jelas, isolasi diri,


banyak makan, . .konsumsi alcohol ,berjudi .dan penyalahgunaan

obat terlarang. .

e. Alat .ukur .kecemasan

Untuk mengetahui sejauh. mana derajat kecemasan. seseorang apakah

ringan, sedang, .berat atau berat sekali .menggunakan alat ukur

(instrument) yang.dikenal .dengan Hamilton. Rating .Scalefor Anxiety .

(HRSA). Alat ukur. ini terdiri dari 14 .kelompok, dengan .gejala

masing-masing kelompok. dan lagi dengan .gejala-gejala yang .lebih

spesifik. Petunjuk penggunaan. alat ukur HRS-A. adalah : penilaian 0 =

tidak ada (tidak ada gejala sama. sekali); 1 = .ringan (satu gejala dari

pilihanyang ada); 2 = sedang. (separuh dari gejala yang ada); 3 = .berat

(lebih dari separuh dari .gejala yang .ada) ; 4 = sangat .berat (semua

gejala yang ada). Penilaian .kecemasan skor < 6 = tidak .ada

kecemasan, skor 7 –14= kecemasan .ringan, skor 15–27= kecemasan.

sedang, skor > 27 = .kecemasan .berat (Setyowati, 2019).

f. Hal–hal yang. dapat mengurangi / menurunkan.

kecemasan menurut (Nurhuda, 2019)

1) Penatalaksanaan. farmakologi.

.Pengobatan untuk anti kecemasan. terutama benzodiazepine, . obat

ini. digunakan untuk .jangka pendek, dan tidak .dianjurkan untuk

jangka .panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi .dan

ketergantungan. .Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine,.

seperti .buspiron (Busppar) dan berbagai anti depresan juga


digunakan.

2) Penatalaksanaan. non farmakologi.

Banyak .pilihan terapi .non farmakologi yang merupakan tindakan

mandiri. perawat dengan .berbagai keuntungan diantaranya .tidak

menimbulkan efek .samping, simple dan tidak berbiaya mahal.

Perawat dapat melakukan. terapi –terapi seperti terapi relaksasi,

.distraksi, meditasi, imajinasi.

Terapi .relaksasi adalah tehnik yang. didasarkan kepada keyakinan

bahwa .tubuh berespon pada ansietas. yang merangsang pikiran

karena nyeri. atau kondisi .penyakitnya Teknik relaksasi dapat

.menurunkan ketegangan .fisiologis, Terapi relaksasi memiliki.

berbagai macam yaitu : latihan .nafas dalam, masase, relaksasi

.progresif, biofeedback, .yoga, meditasi, sentuhan .terapeutik,

terapi musik, .serta humor, selain teknik relaksasi dapat

menggunakan terapy distraksi, hipnoterapi, dan

imaginasi .

3. Terapi .relaksasi .progresif

a. Pengertian .relaksasi .progresif

Relaksasi progresif adalah. memusatkan suatu .perhatian pada suatu

aktivitas otot .dengan mengidentifikasi otot. yang tegang kemudian

menurunkan .ketegangan dengan .melakukan teknik relaksai, .untuk

mendapat .perasaan relaksasi (Maryaningtyas, 2019)


Relaksasi progresif .merupakan kombinasi .latihan pernafasan yang

terkontrol dengan. angka dan kontraksi .serta relaksasi otot, Relaksasi

progresif .adalah teknik relaksasi .otot dalam yang memerlukan.

imajinasi. dan sugesti (Kurniawati, 2019)

b. Tujuan .relaksasi. progresif

Menurut Juniarti et al. (2021) bahwa .tujuan dari .relaksasi progresif

.adalah

1) Menurunkan. ketegangan otot, .kecemasan, nyeri leher dan

punggung, .tekanan darah tinggi, .frekuensi jantung, dan laju

metabolik.

2) Mengurangi. distritmia jantung, .kebutuhan oksigen.

3) Meningkatkan .gelombang alfa .otak yang terjadi ketika klien

sadar dan tidak. memfokus perhatian. seperti relaks

4) Meningkatkan .rasa kebugaran, .konsentrasi.

5) Memperbaiki .kemampuan untuk .mengatasi stres.

6) Mengatasi .insomnia.

7) Membangun. emosi dari emosi negatif

c. Manfaat .relaksasi .progresif

Menurut Verawati (2021) relaksasi. progresif. memberikan hasil

yang .memuaskan dalam program terapi .terhadap ketegangan otot, .

menurunkan. ansietas, memfalisitasi tidur, depresi, .mengurangi

kelelahan, .kram otot, nyeri pada leher Dan punggung, .menurunkan

tekanan darah .tinggi, fobia ringan serta meningkatkan


.konsentrasi .Target yang. tepat dan jelas dalam memberikan .relaksasi

progresif pada .keaadaan yang memiliki respon .ketegangan otot yang

cukup tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga .dapat mengganggu

.kegiatan sehari-hari.

d. Prinsip kerja relaksasi progresif

Menurut Ariesti et al. (2020) .dalam melakukan relaksasi .progresif hal

yang paling penting .dikenali adalah ketegangan. otot, ketika otot

berkontraksi . (tegang) maka rangsangan. akan disampaikan ke otak

.melalui jalur saraf afferent. .Tenson merupakan kontraksi .dari serat

otot rangka yang. menghasilkan sensasi tegangan. Relaksasi adalah

.pemanjangan dari serat otot tersebut yang .dapat menghilangkan

sensasi ketegangan. Setelah memahami. dalam

.mengidentifikasisensasi tegang, .kemudian dilanjutkan .dengan

merasakan relaks, ini merupakan sebuah .prosedur umum untuk

.mengidentifikasi lokalisasi, relaksasi .dan merasakan perbedaan

.antara keadaan tegang (tension) . danrelaksasi yang .diterapkan pada

semua .kelompok otot .utama.

e. Prosedur terapi .relaksasi .progresif

Menurut Wiguna (2018) Prosedur terapi .relaksasi .progresif

1) Pengertian: Relaksasi .progresif adalah .memusatkan suatu

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan .mengidentifikasi otot

yang tegang .kemudian menurunkan ketegangan dengan

melakukan teknik. relasai, untuk .mendapat perasaan


relaksasi .

2) Tujuan. Terapi : Menurunkan ketegangan. otot, kecemasan,

nyeri leher dan .punggung, tekanan darah .tinggi, frekuensi

jantung, . dan laju. metabolik

3) Persiapan.

a) Ruangan.yang.nyaman
b) Musik .lembut.

4) Pelaksanaan.

a) Meminta. kepada klien untuk .melonggarkan pakaian, ikat

.pinggang membuka sepatu .dan kaos kaki.

b) Meminta. klien untuk memejamkan. matanya dengan

lembut.

c) Meminta. klien untuk menarik. nafas dalam dan

menghembuskan .nafas dengan .panjang

d) Meminta kepada .pasien untuk : menarik. nafas dalam dan.

menghembuskan .dengan panjang.

e) Meminta. pasien : mengerutkan. dahi, mengedipkan mata,

membuka .mulut lebar-lebar, , .menekan lidah pada langit-

langit. mulut, mengatupkan rahang. kuat-kuat,

bibir .di .monyongkan kedepan .dan tetaplah tegang selama

5 .detik, hembuskan .nafas perlahan dan kendurkan .secara

perlahan katakan .dalam hati“rileks dan pergi” .

f) Meminta pasien. menekan kepala. kebelakang, anggukkan


.kepala kearah dada.

g) Meminta .pasien untuk memutar kepala. kebahu kanan,

dan putar .kepala kebahu kiri.

h) Mengangkan. kedua bahu seolah. ingin menyentuh

telinga, .mengangkat bahu kanan. seolah-olah ingin

menyentuh. telinga, dan mengangkat. bahu kiri seolah-

olah ingin .menyentuh telinga.

i) Menahan .lengan dan tangan .mengepal, kemudian

mengepalkan .tangan bengkokkan. lengan pada siku,

mengencangkan. lengan sambil .tetap mengepalkan

tangan, tahan 5 .detik, hembuskan .nafas perlahan sambil

mengendurkan .dan katakan dalam .hati “rileks dan

pergi”.

j) Menarik nafas. dalam dan mengencangkan. otot-otot dada

dan tahan .5 detik, hembuskan nafas dan .kendurkan

secara .perlahan, sambil katakan. dalam hati : “relaks dan

pergi” .

k) Mengencangkan .perut, menekan keluar. dan tarik

kedalam, tahan 5 .detik, hembuskan .nafas dan

kendurkan .perlahan sambil katakan. dalam hati “rileks

dan pergi” .

l) Meminta .melengkungkan .punggung ke belakang

sambil .menarik nafas dalam .dan tekan lambung keluar,

tahan 5 .detik, hembuskan nafas .dan kendurkan secara

perlahan, .katakan : “rileks dan. pergi”


m) Meminta .mengencangkan pinggang, .tekan tumit kaki ke

lantai, .kencangkan otot kaki dibawah. lutut, tekuk jari

kaki .kebawah seolah – olah .menyentuh telapak kaki,

angkat .jari kaki keatas .seolah – olah hendak

menyentuh .lutut, tahan 5 detik, .hembuskan nafas dan

kendurkan .secara perlahan, .katakan : “rileks dan pergi”

4. Pengaruh Relaksasi .Muscle Relaxation .Progresif Terhadap Tingkat.

Kecemasan .Pasien Hemodialisa. .

Penelitian yang dilakukan. Silitonga et al. (2019) menyebutkan. dalam

penelitiannya. menyebutkan hasil penelitian. menunjukkan yaitu ada

perbedaan .sebelum dan sesudah diberikan. intervensi dalam

menurunkan tingkat. kecemasan pada .pasien gagal ginjal kronis

sebelum dan .sesudah menjalani terapi .hemodialisis di RSUP H. Adam

Malik. Hal ini. menunjukkan Terapi PMR. berpengaruh terhadap

penurunan kecemasan. pasien gagal ginjal .kronis sebelum menjalani

terapi .hemodialisis. . Hasil penelitian ini. sejalan dengan penelitian.

yang dilakukan di padang, didapatkan .hasil bahwa PMR memiliki.

hubungan yang signifikan dengan .penurunan kecemasan pada .pasien

GGK akibat lamanya menjalani. terapi hemodialis.

Penelitian yang dilakukan. (Yolanda, 2017) menyebutkan .dalam

penelitiannya menunjukkan. bahwa saat pretest, .seluruh responden

mengalami .kecemasan ringan yakni .sebanyak 20 orang (100%) dan

pada .saat posttest sebagian besar. responden tidak mengalami


kecemasan. sebanyak 14 orang . (70%). Terdapat penurunan jumlah

responden .sebanyak 6 responden. dari kecemasan ringan sebelum

dilakukan .tindakan teknik .relaksasi otot progresif .ke tidak ada

kecemasan .setelah dilakukan .teknik relaksasi otot progresif.

5. Kerangka Teori

Respon Adaptif
(Sugimin, 2017)
Tingkat Kecemasan
pasien Hemodialisa Respon

(Silen, 2018)
(Setyowaty, 2019) Penanganan Cemas
Respon Maladaptif
(Nurhuda, 2019)
(Sugimin, 2017)

Farmakologi Non Farmakologi :


Obat Relaksasi napas
1. Intrinsik Antidepresan dalam, masase,
Usia, Pengalaman, relaksasi .progresif,
konsep diri dan peran, imajinasi,
biofeedback, . yoga,
2. ekstrinsik : meditasi, sentuhan
kondisi medis, tingkat .terapeutik, terapi
pendidikan, musik, .serta humor,
informasi, adaptasi, distraksi dan
ekonommi, tindakan hipnoterapy
medis.
(Melanie, 2018)

Relaxation Muscle
Progresif
(Silitonga, 2019)
(Yolanda, 2017)
(Tabel. 5.1. Kerangka Teori)
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka konsep

Konsep adalah abstrak yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal


khusus, konsep hanya dapat diamati melalui konstruksi atau yang lebih
dikenal dengan nama variabel Kerangka konsep penelitian pada
dasarnya adalah kerangka hubungan dan ingin diamati atau diukur
melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012)

Pretest Intervensi Postest

Tingkat kecemasan Relaksasi muscle Tingkat kecemasan


pasien hemodialisa pasien hemodialisa
relaxation
sebelum dilakukan sesudah dilakukan
progresif.
intervensi. intervensi.

(Tabel 3.1. Kreangka Konsep)


B. Hipotesis

Berdasarkan Paparan diatas peneliti merumuskan hipotesis :


Ha : Ada pengaruh pengaruh relaksasi muscle relaxation progresif
terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisa
Ho : Tidak ada pengaruh pengaruh relaksasi muscle relaxation
progresif terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisa
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik artinya suatu

penelitian yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan atau pengaruh

dengan menggunakan metode “PreTes dan PostTest” yaitu jenis

variabel terikat (dependen) maupun variabel bebas ( Independen )

diukur dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2015 ).

Tingkat
kecemasan pasien
hemodialisa
Tingkat
kecemasan
pasien
Pretest heodiaisa
masih tinggi

Progresif Muscle Progresif Progresif Muscle


Relaxation (PMR) Relaxation (PMR) efektif
menurunkan tingkat
kecemasan pasien
hemodialisa
Tingkat
kecemasan
pasien
Postest hemodialisa
sudah
berkurang
B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS. Mitra Keluarga Bekasi Barat pada Bulan

Maret tahun 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah merupakan keseluruhan obyek/subyek yang akan

diteliti (Omega DR Tahun, 2017). Adapun jumlah populasi yang

diambil adalah 20 responden.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi. Sampai dalam

ilmu keperawatan ditentukan oleh sampel kriteria inklusi dan

eksklusi (Donsu, 2019). Teknik pengambilan sampel dilakukan

dengan cara purposive sampling, yaitu merekrut semua subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam waktu tertentu yaitu

sebanyak 10 responden. Menurut Putri (2016) Purposive sampling

merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik dan

paling sering digunakan dalam studi klinis dimana cara penetapan

sampel dengan kriteria khusus yang ditentukan oleh peneliti dalam

kurun waktu tertentu untuk memenuhi jumlah klien yang

diperlukan. Untuk menentukan besar sampel minimal yang masih

representatif sesuai dengan desain penelitian ini, peneliti


menggunakan dasar rumusan besar sampel menurut Sastroasmoro

Soedigdo (2015).

Kriteria Sampel :

1. Kriteria Inklusi

 Pasien sehat secara jasmani dan mental

 Pasien menjalani cuci darah di ruang Hemodiaisa RS.

Mitra Keluarga Bekasi Barat.

 Pasien mengalami gagal ginjal akut

2. Kriteria Eksklusi

 Pasien yang tidak menjalani therapy cuci darah

 Pasien yang lansia dan pasien yang memiliki

keterbatasan gerak akibat frekatur deformitas Dan lain-

lain

 Pasien yang mengalami gagal ginjal kronik

 Pasien yang tidak bersedia dan tidak kooperatif dalam

penelitian

D. Etika Penelitian

1. Mengajukan judul dan permohonan untuk membuat

penelitian.

2. Meminta surat izin penelitian dari STIKes Mitra Keluarga

Bekasi Barat.
3. Surat izin penelitian diberikan kepada pihak yang terkait,

dalam hal ini diajukan kepada Direktur RS Mitra Keluarga

Bekasi Barat.

4. Menjelaskan maksud dan tujuan penulis serta menunggu

perizinan disetujui, serta mampu menjaga kerahasiaan data

yang diperoleh.

5. Meminta izin pada pihak yang bersangkutan untuk memint

data sekunder dari RS Mitra Keluarga Bekasi Barat.

6. Setelah perizinan disetujui secara tertulis lalu memulai

melakukan penelitian sesuai dengan langkah-langkah

penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data penelitian menggunakan data Primer yang di

ambil dari kuesioner tentang tingkat kecemasan sebelum dan setelah di

berikan intervensi.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dengan bantuan aplikasi perangkat

lunak berupa program SPSS akan melewati tahap-tahap pengolahan data

sebagai berikut:

1. Editing

Dengan cara memasukan data hasil kuesioner dalam SPSS

dikolom variabel view dan data view. Selanjutnya setiap variabel


baik dependen dan independen di-edit berdasarkan hasil data yang

di dapat.

2. Coding

Data yang telah di-edit kemudian diberikan kode (koding)

berdasarkan penentuan di definisi operasional.

3. Processing

Selanjutnya adalah proses analisis, yaitu dilakukan dengan cara

memasukan data atau entry data hasil coding ke dataview untuk

diproses berdasarkan kebutuhan peneliti.

4. Cleaning

Cleaning atau pengecekan dilakukan dengan mengeluarkan

distribusi frekuensi tiap-tiap variabel untuk kemudian dinilai

kesesuaian antara jumlah total frekuensi dengan jumlah total

responden, proses pengecekannya dapat dilihat dibagian output

data.

5. Analisis

Tahapan ini merupakan proses Analisis untuk mengetahui nilai

probabilitas (p value) yang dapat diproses sesuai kebutuhan

peneliti. Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pemilihan

variabel mana saja yang ingin dianalisis, yang tujuannya untuk

mengetahui hubungan/pengaruh/perbedaan diantara kedua

variabel. Ada 2 tahapan analisis data yang dapat dilakukan, yaitu

analisis univariat, bivariat (Omega DR Tahun, 2017).


G. Analisis Data

Hasil data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan

dianalisis secara univariat dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

semua variabel yang ada. Analisis univariat dilakukan

menggunakan bantuan komputer program SPSS.

f
P x100%
n

Keterangan :

P : Presentase

F : frekuensi

n : Jumlah

100 ; Bilangan Tetap

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah tabel silang dua variabel (variabel

dependen dan independen). Analisis ini untuk melihat kemaknaan

hubungan antara dua variabel (variabel dependen dan independen)

dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.


DAFTAR PUSTAKA

Adha, D., Efendi, Z., Afrizal, A., & Sapardi, V. S. (2020). Hubungan

Dukungan Keluarga Dan Lama Hemodialisis Dengan Depresi Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik (Ggk) Yang Menjalani Hemodialisis Di

Unit Hemodialisa. Jurnal Kesehatan Mercusuar, 3(2), 60–67.

Anita, M. D. (2018). Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Mozart

Terhadap Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Anestesi Umum Di

Rsud Sleman Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Ariesti, E., Luhung, M., Sigit, N., & Others. (2020). Hubungan Terapi

Relaksasi Otot Progresif Dengan Perubahan Tingkat Insomnia Pada

Lansia Di Lks-Lu Pangesti Lawang Dan Panti Werdha Tresno Mukti

Turen. Cermin: Jurnal Penelitian, 4(2), 339–349.

Astutik, U. N. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah

Sekayu Tahun 2021. Stik Bina Husada Palembang.

Basutei, Y. (2019). Gambaran Tingkat Kecemasan Mahasiswa Dalam

Menjalani Uji Pra Klinik Pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Tahun 2019. Poltekkes Kemenkes

Yogyakarta.

Cholis, E. N., Rumpiati, R., & Sureni, I. (2020). Hubungan Komunikasi


Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa

Di Rsud Dr Harjono Ponorogo. Jurnal Keperawatan Terpadu

(Integrated Nursing Journal), 2(1), 54–63.

Hidayati, H. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan

Dan Depresi Pada Pasien Hemodialisa Di Rsup Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2019. Universitas Andalas.

Hutagaol, E. F. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal

Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui

Psychological Intervention Di Unit Hemodialisa Rs Royal Prima

Medan Tahun 2016. Jumantik (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan),

2(1), 42–59.

Juniarti, I., Nurbaiti, M., & Surahmat, R. (2021). Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii

Di Rsud Ibnu Sutowo. Jkm: Jurnal Keperawatan Merdeka, 1(2), 115–

121.

Kamil, I., Agustina, R., & Wahid, A. (2018). Gambaran Tingkat Kecemasan

Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud

Ulin Banjarmasin. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan

Keperawatan, 9(2), 366–377.

Kemenkes Ri. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jurna Kesehatan,

Infodatin, 12. Https: // Pusdatin. Kemkes. Go. Id/

Resources/Download/Pusdatin/Infodatin/Infodatin-Ginjal-2017.Pdf

Kurniawati, E. (2019). Efektivitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan

Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan


Pada Pasien Pre Operasi Dengan General Anestesi Di Rsu Pku

Muhammadiyah Bantul. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Listiana, D. (2020). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

Tingkat Kecemasan Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal

Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 8(1), 34–42.

Makrufah, I. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat

Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr.

Sayidiman Magetan. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun.

Marianna, S., & Astutik, S. (2019). Hubungan Dampak Terapi Hemodialisa

Terhadap Kualitas Hidup Pasien Dengan Gagal Ginjal. Indonesian

Journal Of Nursing Sciences And Practice, 1(2), 41–52.

Maryaningtyas, R. (2019). Relaksasi Otot Progresif Untuk Menurunkan

Kecemasan Pada Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi.

Unika Soegijapranata Semarang.

Nurfaiza, N. (2019). Upaya Mengatasi Kecemasan Dalam Menjalani

Hemodialisa Pada Pasien Gagal Ginjal Akut. Universitas

Muhammadiyah Malang.

Nurhuda, S. (2019). Aplikasi Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Orif. Tugas Akhir, Universitas

Muhammadiyah Magelang.

Rahayu, R. (2019). Respon Stres Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang

Menjalani Hemodialisa. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Muhammadiyah Ponorogo.

Ramadhan, H. N., Gunarti, T., & Purwanto, A. (2019). Gambaran Tingkat


Kecemasan Pada Pasien Yang Akan Menjalani Operasi Bedah Jantung

Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Medica Hospitalia: Journal Of

Clinical Medicine, 6(1), 44–47.

Rinirahayu, S. (2018). Identifikasi Waktu Pencapaian Penyelesaian

Masalah Gangguan Pertukaran Gas Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Dengan Edema Paru Yang Dilakukan Tindakan Hemodialisis.

Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Rokawie, A. O. N., Sulastri, S., & Anita, A. (2017). Relaksasi Nafas Dalam

Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen. Jurnal

Kesehatan, 8(2), 257–262.

Saanan, R. (2017). Karakteristik Pasien Hemodialisa Di Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Poltekkes Kemenkes

Kendari.

Sari, D. P., Dewi, E., & Others. (2018). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan Sebelum Osca.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Septiwi, C., & Setiaji, W. R. (2020). Penerapan Model Adaptasi Roy Pada

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Penyakit Ginjal Kronis. Jurnal

Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 16(2), 101–111.

Setyowati, A. (2019). Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap

Kecemasan Pada Pasien Pre Spinal Anestesi Di Rs Pku

Muhammadiyah Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Silaen, H. (2018). Hubungan Lamanya Hemodialisis Dengan Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit


Kota Medan. Indonesian Trust Health Journal, 1(1), 421–426.

Silitonga, E., Sari, U., & Indonesia, M. (2019). Progresive Muscle

Relaxation Menurunkan Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum Terapi

Hemodialisis Progresive Erwin.Joy.Silitonga@Gmail.Com/ Phone

Cell: 081265858503 Abstrak. 14–41.

Siregar, C. T. (2020). Buku Ajar Manajemen Komplikasi Pasien

Hemodialisa. Deepublish.

Sugimin, S., & Arum Pratiwi, S. K. (2017). Kecemasan Keluarga Pasien Di

Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Soeradji

Tirtonegoro Klaten. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suryaningsih, T., Nuryani, S., & Martsiningsih, M. A. (2019). Perbedaan

Kadar Natrium (Na+) Sebelum Dan Sesudah Hemodialisis Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rs Panti Rapih Yogyakarta. Poltekkes

Kemenkes Yogyakarta.

Ulfah, S. (2021). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video

Terhadap Penurunan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Di Rsud

Muntilan Kabupaten Magelang. Skripsi, Universitas Muhammadiyah

Magelang.

Verawati, V. (2021). Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation

(Pmr) Terhadap Tanda Dan Gejala Pada Pasien Resikoperilaku

Kekerasan Di Rumah Sakiternaldi Bahar Palembang Tahun 2021. Stik

Bina Husada Palembang.

Wiguna, I. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi

Relaksasi Progresif Untuk Menurunkan Ansietas Pada Pasien Diabetes


Mellitus Tipe Ii (Studi Kasus Di Lakukan Di Ruang Oleg Rsud

Mangusada Badung Tahun 2018). Jurusan Keperawatan 2018.

Wulandari, Y. (2021). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Psikososial Pada

Ny. L Dengan Masalah Kecemasan Di Jalan Amal Luhur.

Yolanda, R. S. (2020). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Coping Stress

Pada Pasien Hemodialisa Di Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida

Medan. Universitas Medan Area.

Yolanda, Y. (2017). Pengaruh Terapi Progressive Relaxation (PMR)

Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

(Pgk) Akibat Lamanya Menjalin Terapi Hemodialisa Di Rst Dr.

Reksodiwiryo Padang Tahun 2016. Menara Ilmu, Xi(75), 168–176.

Anda mungkin juga menyukai