Anda di halaman 1dari 75

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST SECTIO CAESAREA DENGAN


RESIKO PERLAMBATAN PEMULIHAN PASCA BEDAH MENGGUNAKAN
INTERVENSI DUKUNGAN MOBILISASI DI KOTA SOLOK
TAHUN 2020

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Program DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai


Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma DIII Keperawatan
Politeknik Kesehatan Padang

DISUSUN OLEH :

NOVITA SARI
NIM : 173210333

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SOLOK POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2020

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST SECTIO CAESAREA DENGAN


RESIKO PERLAMBATAN PEMULIHAN PASCA BEDAH MENGGUNAKAN
INTERVENSI DUKUNGAN MOBILISASI DI KOTA SOLOK
TAHUN 2020

Oleh:
NOVITA SARI
173210333

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa, disetujui oleh pembimbing TA Program Studi DIII
Keperawatan Solok Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan telah siap
untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji TA
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Solok, Januari 2020


Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. SRI DEWI Sp. Kep. Mat Ns. ZULHARMASWITA, Sp. Kep.An
NIP. 19810904 200212 2 001 NIP. 19791020 200212 2 001

Ketua Program Studi DIII Keperawatan Solok

Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang

Ns. DEHARNITA, S. ST, M.Kes

NIP. 19691205 198903 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Proposal

Penelitian ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST

SECTIO CAESAREA DENGAN RESIKO PERLAMBATAN PEMULIHAN

PASCA BEDAH MENGGUNAKAN INTERVENSI DUKUNGAN MOBILISASI DI

KOTA SOLOK TAHUN 2020”.

Penulisan Proposal Penelitian ini diajukan untuk memenuhi salah satu

syarat menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan, pada Program Studi

Keperawatan Solok Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih pada kedua orang tua

yang telah memberikan dukungan secara moril dan materil . Selanjutnya kepada

ibu Ns. SRI DEWI, Sp.Kep.Mat selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ns.

ZULHARMASWITA, Sp.Kep.An selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan pengarahan, masukan dan bimbingan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Proposal Penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Bapak Dr. Burhan Muslim,SKM,Msi selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI padang.

2. Ibu Ns. Sila Dewi Anggreni, S.Pd, M.Kep, Sp, KMB selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.

iii
3. Ibu Ns. Deharnita, S. Kep, M.Kes selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan

Solok.

4. Bapak dan Ibu Dosen Prodi DIII Keperawatan Solok yang telah

memberikan ilmu selama mengikuti pendidikan di Prodi DIII Keperawatan

Solok.

5. Rekan-rekan angkatan XX yang telah memberikan dukungan serta saran-

saran yang bermanfaat dan membangun.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini penulis telah berusaha sebaik-

baiknya. Namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan

Proposal Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan penyusunan Proposal Penelitian ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala bantuan dari semua

pihak yang terlibat dalam penulisan ini. Mudah-mudahan Proposal Penelitian ini

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Solok, Januari 2020

NOVITA SARI

iv
DAFTAR ISI

BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Studi Kasus.................................................................................................5
1. Tujuan Umum.....................................................................................................5
2. Tujuan Khusus....................................................................................................5
D. Manfaat Studi Kasus...............................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................8
A. KONSEP SECTIO CAESAREA.....................................................................................8
B. KONSEP PENYEMBUHAN LUKA.............................................................................18
C. KONSEP MOBILISASI DINI.........................................................................................34
D. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS SECTIO CAESREA...............................................43
BAB III...............................................................................................................................59
METODE PENELITIAN.......................................................................................................59
A. Metode.................................................................................................................59
B. Tempat dan waktu penelitian...............................................................................59
C. Subjek Penelitian..................................................................................................59
D. Fokus studi...........................................................................................................60
E. Definisi operasional..............................................................................................60
F. Metode Pengumpulan Data.................................................................................61
G. Penyajian data......................................................................................................64
H. Etika studi kasus...................................................................................................64

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sectio caesarea adalah prosedur operatif yang dilakukan dibawah

anastesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi

dinding abdomen dan uterus serta dilakukan setelah viabilitas tercapai

(Cooper, 2009). Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan

bayi per abdominal dengan melalui insisi pada dinding abdomen dan

dinding uterus interior, biasanya yang sering dilakukan insisi segmen

bawah tranversal (Farrer, 2005).

Angka kejadian di Amerika serikat antara tahun 1965-1988 secara

progresif dari 4,5% per semua persalinan sampai hampir 25% . Di Inggris

insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun 1973 menjadi 10% pada

tahun 1986. dari hasil penelitian dunia pada tahun 2009 didapatkan Sectio

caesarea dengan indikasi sebanyak 58,17% sedangkan Sectio caesarea

non indikasi sebanyak 41,83% . Di Asia Tenggara jumlah yang melakukan

tindakan Sectio caesarea sebanyak 9.550 kasus per 100.000 kasus pada

tahun 2005 (Depkes RI dalam Nurak, 2013).

Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan.

Pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea 47,22%,

tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003

1
sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%,

dan tahun 2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang

signifikan (Depkes RI, 2012).

Survei Nasional pada tahun 2009, 921.000 persalinan dengan

sectio dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan.

jumlah kematian ibu tahun 2018 sebanyak 111 orang, menurun

dibandingkan dengan tahun 2017 yang berjumlah 113, namun meningkat

dibandingkan dengan tahun 2016 yang berjumlah 108, dengan penyebab

kematian akibat pendarahan dan hipertensi dalam kehamilan, angka

kematian ibu untuk sumatra barat pada tahun 2018 111/93.935 kali

100.000 adalah 119,44 (Profil Kesehatan Sumatra Barat, 2018).

Dari data Rumah Sakit M.Natsir kota solok tahun 2019 didapatkan

62% ibu post partum dengan post sectio caesarea 406 orang, persalinan

normal didapatkan 30% sebanyak 193 orang, vacum ekstraksi 8%

sebanyak 54 orang (RSUD M.Natsir, 2019). Berdasarkan survei awal

yang dilakukan oleh penulis di RSUD M.Natsir terhadap 6 orang ibu post

operasi sectio caesarea yang seluruhnya melakukan mobilisasi dini tetapi

hanya beberapa tahap. Hal ini disebabkan rasa takut ibu untuk bergerak

dikarenakan khawatir jahitan luka operasi akan terbuka serta ketakutan ibu

akan rasa sakit/nyeri dan hal tersebut memperlambat pemulihan area

pascabedah.

2
Seorang yang baru menjalani operasi karena adanya nyeri akan

cenderung untuk bergerak lebih lambat. rasa sakit atau nyeri yang masih

terasa 2-3 hari setelah operasi caesar umumnya membuat ibu enggan

menggerakkan badan, apalagi turun dari tempat tidur. Hal ini terjadi

karena kemampuan ibu nifas dalam melakukan perawatan nifas tidak

optimal, khususnya dalam melakukan mobilisasi dini (Saifuddin, 2006).

Banyak faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, akan

tetapi pelaksanaan luka sangat cermat merupakan bagian paling penting

dalam mengendalikan terjadinya komplikasi pada luka post operasi. salah

satu komplikasi yang sering ditemukan di Rumah sakit adalah infeksi.

infeksi luka operasi merupakan infeksi yang disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain yaitu mobilisasi dini post sectio caesarea (Lina, 2017).

Mobilisasi pasca sectio caesarea dapat dilakukan setelah <1 jam

pertama pasca bedah. mobilisasi bertujuan untuk mempercepat

penyembuhan luka, memperbaiki sirkulasi, mencegah vstatis vena,

menunjang fungsi pernafasan optimal, meningkatkan fungsi pencernaan,

mengurangi komplikasi pasca bedah mengembalikan fungsi pasien

semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan konsep

diri pasien, dan mempersiapkan pasien pulang (Jitiwiyono dalam tri septi

pujirahayu, 2016).

Manfaat mobilisasi dini bagi ibu post operasi sectio caesarea

adalah mampu memperlancar pengeluaran lokea dan mengurangi infeksi

3
puerperium, mempercepat involusi alat kandungan, memperlancar fungsi

alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan kelancaran

peredaran darah sehingga nutrisi yang dibutuhkan luka terpenuhi dan

mempercepat kesembuhan luka, mempercepat fungsi pengeluaran ASI dan

pengeluaran sisa metabolisme.

Jika mobilisasi tidak dilakukan pada pasien post sectio caesarea

maka akan menyebabkan bahaya fisiologis dan psikologis. Bahaya

fisiologis mempengaruhi fungsi metabolisme normal, menurunkan laju

metabolisme, menganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

menyebabkan gangguan gastroinstestinal seperti nafsu makan dan

penurunan peristaltik dengan konstipasi dan impaksi (Perry dalam sri septi

pujirahayu, 2016). keterlambatan mobilisasi ini akan menjadikan kondisi

ibu semakin memburuk dan menjadikan pemulihan pasca section

caesarea menjadi terlambat (Marfuah, 2015).

B. Rumusan Masalah

Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan

ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku

yang menimbulkan respon fisik dan psikis dengan adanya nyeri luka

operasi caesarea menimbulkan nyeri pada ibu sehingga pasien cenderung

untuk berbaring saja untuk mempertahankan seluruh tubuh kaku dan tidak

mengindahkan daerah pembedahan. Akibatnya dapat menimbulkan kaku

persendian, postur yang buruk, kontraktur otot, nyeri tekan dan dapat

4
menyebabkan pendarahan. intervensi keperawatan untuk meningkatkan

pengembalian fungsi tubuh dan mengurangi nyeri adalah pasien

dianjurkan melakukan mobilisasi dini.

Untuk itu, rumusan masalah penelitian tersebut adalah

bagaimanakah asuhan keperawatan pada ibu nifas post sectio caesarea

dengan resiko perlambatan pemulihan pascabedah menggunakan

intervensi dukungan mobilisasi di Kota Solok tahun 2020.

C. Tujuan Studi Kasus

Dalam studi kasus ini memiliki tujuan yaitu :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mendeskripsikan proses asuhan

keperawatan pada ibu nifas post sectio caesarea dengan gangguan

mobilitas fisik menggunakan intervensi dukungan mobilisasi di Kota

Solok tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian pada ibu nifas post sectio

caesarea dengan resiko perlambatan pemulihan pasca bedah

menggunakan intervensi dukungan mobilisasi di kota solok tahun

2020.

b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa pada ibu nifas post sectio

caesarea dengan Resiko Perlambatan Pemulihan Pasca Bedah

5
menggunakan intervensi dukungan mobilisasi di kota solok tahun

2020.

c. Mendeskripsikan perencanaan pada ibu nifas post sectio caesarea

dengan resiko perlambatan pemulihan pasca bedah menggunakan

intervensi dukungan mobilisasi di kota solok tahun 2020.

d. Mendeskripsikan pelaksanaan keperawatan pada ibu nifas post

sectio caesarea dengan resiko perlambatan pemulihan pasca bedah

menggunakan intervensi dukungan mobilisasi di kota solok tahun

2020.

e. Mendeskripsikan hasil evaluasi pada ibu nifas post sectio caesarea

dengan resiko perlambatan pemulihan pasca bedah menggunakan

intervensi dukungan mobilisasi di kota solok tahun 2020.

D. Manfaat Studi Kasus

Manfaat dari studi kasus ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam

pengembangan ilmu yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien

dengan masalah resiko perlambatan pemulihan pasca bedah menggunakan

intervensi Dukungan Mobilisasi.

2. Manfaat Praktisi

Studi kasus ini, diharapkan memberi manfaat bagi :

6
1) Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi bagi

perawat dan pemberi asuhan keperawatan kepada pasien dalam upaya

percepat proses mobilisasi dengan mengaplikasikan intervensi Dukungan

Mobilisasi pada ibu post sectio caesarea.

2) Bagian Rumah Sakit

Dapat memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit sebagai

pemberi pelayanan kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan

terkait dengan upaya mengatasi resiko perlambatan pemulihan pasca

bedah pada ibu post sectio caesarea. Aplikasi implementasi keperawatan

yaitu Dukungan Mobilisasi diharapkan benar – benar bisa dilaksanakan.

3) Bagi institusi pendidikan

Sebagai konstribusi untuk pertimbangan institusi pendidikan untuk

menambah pustaka kepada mahasiswa tentang Mobilisasi Dini post sectio

caesarea.

4) Bagi pasien

Hasil dari penelitian dapat menambah pengetahuan serta wawasan

pasien dan keluarga tentang cara memenuhi kebutuhan klien khususnya

kebutuhan mobilisasi.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP SECTIO CAESAREA

1. Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi per

abdominal dengan melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus

interior, biasanya yang sering dilakukan insisi segmen bawah tranversal

(Farrer, 2005). Sectio caesarea juga didefenisikan sebagai suatu persalinan

buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut rahim dengan

saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram (Mitayani, 2009).

Tindakan sectio caesarea digunakan bilamana diyakini bahwa penundaan

persalinan pervagina tidak mungkin dilangsungkan secara aman

(Cunningham, 2006). anestesi spinal terbaik bagi sectio caesarea, tetapi

anestesi spinal juga memiliki kekurangan. Teknik anestesi spinal memiliki

kekurangan seperti terjadinya hipotensi, bradikardi, apnoe, pernafasan tidak

adekuat, nausea/ mual dan muntah, pusing kepala pasca pungsi lumbal, blok

spinal tinggi atau spinal total (Majid, 2011).

2. Tipe-tipe caesarea

Tipe-tipe caesarea adalah :

a. Segmen bawah : insisi melintang

8
Pada bagian segmen bawah uterus dibuat insisi melintang yang kecil, luka

ini dilebarkan ke samping dengan jari-jari tangan dan berhenti didekat daerah

pembuluh-pembuluh darah uterus. Kepala janin yang pada sebagian besar

kasus terletak dibalik insisi diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian

tubuh lainnya dan kemudian plasenta serta selaput ketuban.

b. Segmen bawah : insisi membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada

insisi melintang. Insisi membujur dibuat dengan skapel dan dilebarkan dengan

gunting tumpul untuk menghindari cidera pada bayi.

c. Sectio caesarea klasik

Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan skapel ke dalam dinding

anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung

tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi dilahirkan dengan

presentasi bokong dahulu, janin atau plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup

dengan jahitan tiga lapis.

d. Sectio caesarea ekstra peritoneal

Pembedahan ekstra peritoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya

histerektomi pada kasus kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah

peritonitis generalisasi yang bersifat fatal (Farrer, 2006).

3. Etiologi

9
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,

pendarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin

adalah fetal distress dan janin besar melebihi 4.000 gram. Penyebab sectio

caesarea sebagai berikut:

a. Chepalo pelvik disproportion / CPD

CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

kepala janin yang menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.

Tulang tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk

rongga panggul yang merupakan jalan harus dilalui oleh janin ketika akan

lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul

patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami

sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut

menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran ukuran

bidang panggul menjadi abnormal.

b. Preeklamsia berat/PEB

Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

pendarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab

kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena

itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati

agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

c. Ketuban pecah dini / KPD

10
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu 1 jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban

pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan di bawah 36

minggu.

d. Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sesar. Hal ini karena

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami

sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara

normal.

e. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada

jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Manuaba, 2003).

1) Kelainan letak janin

2) Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba

ubun-ubun besar yang paling rendah. Etiologi nya kelainan panggul,

kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar

panggul.

11
b) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak

paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5%.

c) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dan berada pada posisi terendah

dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan

sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak kepala belakang

kepala.

d) Letak sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum

uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,

presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna

dan presentasi kaki.

f. Patofisiologi

Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat

diatas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh titik

indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus

distosia jaringan lunak plasenta previa untuk ibu. Sedangkan untuk janin

adalah gawat janin. Janin besar dan letak lantang setelah dilakukan sectio

caesarea ibu akan mengalami adaptasi postpartum baik dari aspek kognitif

12
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek

fisiologis yaitu produk oksitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan asi

yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi port de entris bagi

kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan

prinsip steril.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anastesi bisa bersifat

regional dan umum. Namun anastesi umum lebih banyak pengaruhnya

terhadap janin maupun ibu anastesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir

dalam keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya

janin bisa mati sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu

terhadap tonus uteri bagian atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.

Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat

sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup titik

anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan

mobilitas usus.

Seperti yang diketahui setelah makanan masuk ke lambung akan terjadi

proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap

untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortalitas

yang menurun maka peristaltik juga menurun titik makanan yang ada di

lambung akan menumpuk dan karena refleksi untuk batuk juga menurun.

Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa

endotrakeal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan

pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifudin, mansjoer & prawirohardjo, 2002).

13
g. Komplikasi sectio caesarea

1) Nyeri pada daerah insisi,

2) Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan

mencapaihomeostatis karena insisi rahim atau akibat atonia

uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan,

3) Sepsis setelah pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini lebih

besar bila sectio caesarea dilaksanakan selama persalinan atau

bila terdapat infeksi dalam rahim,

4) Cidera pada sekeliling struktur usus besar, kandung kemih

yang lebar dan ureter

5) Infeksi akibat luka pasca operasi,

6) Bengkak pada ekstremitas bawah

7) Gangguan laktasi,

8) Penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul

9) Potensi terjadinya penurunan kemampuan fungsional (Farrer,

2006).

h. Tekhnik Penatalaksanaan

1) Bedah Caesar Klasik / Corporal.

a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah

korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan

gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting

lindungi janin dengan dua jari operator.

14
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan

dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.

c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat ) dan

dipotong diantara kedua klem tersebut.

d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan

uterotonika kedalam miometrium dan intravena

e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

a) Lapisan I Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara

silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2

b) Lapisan II Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur

horizontal ( lambert ) dengan benang yang sama.

c) Lapisan III Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum

dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2

f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa

darah dan air ketuban.

g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

1. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda

a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara

melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan

samping.

b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim

kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian

15
diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat

menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.

c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan

dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.

d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.

e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat )

dan dipotong diantara kedua klem tersebut.

f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan

uterotonika kedalam miometrium dan intravena.

g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

1) Lapisan I Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara

silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2

2) Lapisan II Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur

horizontal (lambert) dengan benang yang sama.

3) Lapisan III Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur

menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2

h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa

darah dan air ketuban.

i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2. Bedah Caesar Ekstraperitoneal

a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum

kemudian digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika

urinaria.

16
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar

transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.

3. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy)

a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik / corporal

demikian juga cara melahirkan janinnya.

b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan

menggunakan klem secukupnya.

c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.

d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem

pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas

kedua klem tersebut.

e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.

Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.

f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem menggunakan benang sutera.

g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic

catgut no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.

h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul

serviks.

i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan

visera abdominis.

j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

17
B. KONSEP PENYEMBUHAN LUKA

1. Definisi

Luka adalah rusaknya kesatuan / komponen jaringan, dimana secara

spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.Keadaan ini dapat

disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah

penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi,

proliferasi, dan remodeling jaringan.

2. Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka

itu dan menunjukkan derajat luka. Terminologi luka yang dihubungkan

dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi :

18
a. Luka akut

Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis

Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen atau endogen.

Berdasarkan tingkat kontaminasi :

a. Clean Wounds ( Luka bersih )

Yaitu luka bedah tidak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses

peradangan ( inflamasi ) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,

genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka

yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b. Clean-contamined Wounds ( Luka bersih terkontaminasi )

Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,

genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu

terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c. Contamined Wounds ( Luka terkontaminasi )

Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi

dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari

19
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi non-

purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d. Dirty or Infected Wounds ( Luka kotor atau infeksi )

Yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. Berdasarkan kedalaman

dan luasnya luka :

1. Stadium I : Luka Superfisial

Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : Luka Partial Thickness

Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan

bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya

tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

3. Stadium III : Luka Full Thickness

Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau

nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi

tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada

lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.

Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan

atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV : Luka Full Thickness

Yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan

adanya destruksi / kerusakan yang luas.

a. Luka insisi (Incised Wound)

20
Terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Misal yang

terjadi akibat pembedahan.

b. Luka memar (Contusion Wound)

Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan diklasifikasikan

oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound)

Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang

biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound)

Terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke

dalam kulit dengan diameter yang kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound)

Terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh

kawat.

f. Luka tembus (Penetrating Wound)

Yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian

awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung

biasanya lukanya akan melebar.

g. Luka bakar (Combustio)

Yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari,

listrik, maupun bahan kimia.

3. Fase Penyembuhan Luka

21
Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan

mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut

dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan

sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses

regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor

endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan,

kondisi metabolic).

Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya

proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik.

Dari penelitian diketahui bahwa proses anabolik telah dimulai sesaat

setelah terjadi perlukaan dan akan terus berlanjut pada keadaan dimana

dominasi proses katabolisme selesai. tubuh yang sehat mempunyai

kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.

Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan

benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses

penyembuhan.

Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,

walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung

proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas

dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan

penyembuhan jaringan.

a. Fase Inflamasi

22
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak

dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari

benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya

proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan

menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi

“vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup

pembuluh darah.

Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan

terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve

ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin,

serotonin dan sitokin. Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga

mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma

darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara

klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut

asidosis.

Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit ( terutama

netrofil ) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis

benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan

digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding

dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.

23
Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:

a. Sintesa kolagen.

b. Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas.

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi.

d. Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis.

Dengan adanya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman

serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai

sebagai parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema,

hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3

atau hari ke-4.

b. Fase Proliferasi

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki

dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran

fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab

pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan

selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan

penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari

jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang

(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

24
hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam

membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk bakal

jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya

subtrat oleh fibroblas, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh

darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki

kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di

dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan

proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia.

Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:

a. Proliferasi

b. Migrasi

c. Deposit jaringan matriks

d. Kontraksi luka Angiogenesis

Suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,

mempunyai arti penting pada tahap proses penyembuhan luka. Kegagalan

vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat

(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena

terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi

kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan

nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka

terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini

25
fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan

dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag

(grwth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

“keratinocyte growth factor” (KGF) yang berperan dalam stimulasi

mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan

akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan luka. Dengan

sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan

disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan

granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup

luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang

mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.

Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas

dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir

jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses

kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk

oleh makrofag dan platelet.

c. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir

sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan

26
garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena

pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak

untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan

mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa

kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada

fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan

kolagen oleh enzim kolagenase.

Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase

proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih

kuat dan struktur yang lebih baik (proses remodellin). Untuk mencapai

penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang

diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi

penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang

berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu

terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan

kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan

aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi

setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi

biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita

muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan

kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes mellitus).

27
Klasifikasi Penyembuhan luka Penyembuhan luka kulit tanpa

pertolongan dari luar berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan

granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut

penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem ( Latin:

sanatio = penyembuhan, per = melalui, secundus = kedua, intendere = cara

menuju kepada ). Cara ini biasanya cukup lama dan meninggalkan parut

yang kurang baik, terutama kalau lukanya lebar.

Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio

per primam intentionem, yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut,

biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus

dan kecil. Namun penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada

luka yang terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak

beraturan atau luka tembak, misalnya, sering meninggalkan jaringan yang

tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal.

Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka

langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi

( debridement ) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari.

Selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini

umumnya disebut penyembuhan primer tertunda. Jika setelah dilakukan

debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan

primer.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

28
a. Usia Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada

orang tua.

Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan

fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan

darah.

b. Nutrisi Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada

tubuh.

Pasien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin

C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan

waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan

jika mungkin. Pasien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka

dan penyembuhan lama karena suplai darah jaringan adipose tidak

adekuat.

c. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab

infeksi.

d. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak ( yang

memiliki sedikit pembuluh darah) Pada orang yang gemuk

penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,

lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat

29
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita

gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.

Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau

gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah

akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan

oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

e. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka

secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi

jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk

dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan

luka.

f. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan

terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini

timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit ( sel darah

merah ), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut

dengan nanah (pus).

g. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan

suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah.

30
Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat

juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada

pembuluh darah itu sendiri.

h. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan

peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat

hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

i. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas

penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

j. Obat

Obat anti inflamasi ( seperti steroid dan aspirin ) heparin dan anti

neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik

yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

1) Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh

terhadap cedera.

2) Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

3) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk

bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah

luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi

intravaskular.

31
5. Komplikasi

a. Komplikasi Dini

1) Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma,

selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari

infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan.

Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,

peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di

sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel

darah putih.

2) Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan,

sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari

pembuluh darah oleh benda asing ( seperti drain). Hipovolemia

mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan ( dan luka di

bawah balutan ) jika mungkin harus sering dilihat selama 48

jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.

Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan

balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan

intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3) Dehiscence dan Eviscerasi

32
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang

paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka

partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh

melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,

kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk

yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko

klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat

terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di

daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus

segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres

dengan normal saline. Pasien disiapkan untuk segera dilakukan

perbaikan pada daerah luka.

b. Komplikasi Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat

kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat

kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan

melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung

kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya

berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang

menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri.

Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka

setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak. Keloid dapat

33
ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan

kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang

bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di

bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan.

Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat

tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6

bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan

dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari

kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.

C. KONSEP MOBILISASI DINI

1. Pengertian

Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi

fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. dari

defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu

upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara

membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. konsep

mobilisasi mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan

pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya

untuk mencegah komplikasi (Carpenito, 2009).

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan bebas dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang

34
untuk bergerak dengan bebas. mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu

rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial. beberapa klien

mengalami kemunduran dan selanjutnya berada diantara rentang

mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi

imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas.

Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan

mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya

dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi

darah dan pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun

berkemih sering kali dengan keluhan nyeri, klien tidak mau melakukan

mobilisasi ataupun tidak berani merubah posisi. disinilah peran perawat

sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak

mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan.

2. Tujuan Mobilisasi

Adapun tujuan dari mobilisasi yaitu :

a. Mempertahankan fungsi tubuh

b. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat

penyumbuhan luka

c. Membantu pernafasan menjadi lebih baik

d. Mempertahankan tonus otot

e. Memperlancar eliminasi alvi dan urin

f. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali

normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.

35
g. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau

berkomunikasi (Susan, 2004).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi

a. Penyakit tertentu dan cidera

Penyakit-penyakit tertentu dan cidera berpengaruh terhadap mobilitas

misalnya penderita multipe aklerosis dan cidera pada urat saraf tulang

belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang mengalami

nyeri, cenderung membatasi gerakan.

b. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat individual.

Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi

nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Nyeri

tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah.

Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan

gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan

pada ucapan dan prilaku klien (Perry & Potter, 1993).

Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang

dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat.

Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri tersebut

berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang

lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya

berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi

perubahan kondisi klien.

36
c. Faktor perkembangan

Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas. Paritas adalah

banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur

adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan (Potter, 2006).

d. Tingkat Kecemasan

Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas) Ansietas

merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu

diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan (Asmadi, 2008).

e. Tingkat Pengetahuan

Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal

akan mengalami peningkatkan penanganan. Informasi mengenai apa yang

diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah penenganan dapat

memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam

pengembangan dan penerapan penanganan. Informasi khusus mengenai

antisipasi peralatan misalnya penanganan alat fiksasi eksternal, alat bantu

ambulasi (trapeze, walker, tongkat), latihan dan medikasi harus

didiskusikan dengan pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

f. Ketidakmampuan atau kelemahan fisik dan mental

37
Persalinan merupakan proses yang melelahkan, saat persalinan ibu

mengerahkan seluruh tenaganya untuk melewati proses yang persalinan

yang panjang. Tidak jarang setelah melahirkan ibu lebih sering memilih

tidur dari pada melakukan pergerakan secara bertahap (Chapman, 2006).

g. Depresi

Besar kemungkinan setelah melahirkan ibu akan mengalami depresi.

Biasanya depresi berlangsung sekitar satu sampai dua hari, hal ini dapat

terjadi karena perubahan mendadak dari hormon. Gejalanya berupa mudah

tersinggung , menangis, tanpa sebab, gelisah, takut pada hal yang sepele

(Chapman, 2006).

4. Macam-Macam Mobilisasi

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik

mampu mengontrol seluruh area tubuh. mobilisasi penuh

mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis

mapun psikologis bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan dan

kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran

dalam kehidupan sehari hari.

b. Mobilisasi sebagian

Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya

mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area

tubuh. Mobilisasi dapat dibedakan menjadi:

38
1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma

reversibel pada sistim muskuloskeletal seperti dislokasi

sendi dan tulang.

2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya

sistim syaraf yang reversibel.

5. Pelaksanaan mobilisasi dini

Mobilisasi dini post sectio caesarea harus dilakukan secara bertahap.

Tahap – tahap mobilisasi dini pada pasien post sectio caesarea adalah

pada < 6 jam pertama setelah operasi, pasien harus tirah baring dan hanya

bisa menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan

memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis

serta menekuk dan menggeser kaki. Pasien diharuskan miring kiri dan

kanan setelah 6-10 jam untuk mencegah thrombosis dan thromboemboli.

Setelah 24 jam pasien dianjurkan belajar duduk, kemudian dilanjutkan

dengan belajar berjalan (Kasdu, 2003).

Pelaksanaan Mobilisasi Dini menurut Sumarah (2013) yaitu :

a. Hari ke 1 :

1) Setelah operasi, pasien harus tirah baring dan hanya bisa

menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari

kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,

menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.

39
2) Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat dimulai

kurang dari 6 jam setelah ibu sadar.

3) Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur

terlentang sedini mungkin setelah sadar.

b. Hari ke 2 :

1) Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas

dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batuk –

batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan.

2) Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah

duduk .

3) Selanjutnya searah berturut-turut, hari demi hari ibu

dianjurkan belajar duduk selama sehari.

c. Hari ke 3 dan hari berikutnya.

1) Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri dengan bantuan

perawat/suami pada hari setelah ibu dapat duduk.

2) Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan

istirahat dapat membantu penyembuhan ibu.

6. Manfaat Mobilisasi dan kerugian bila tidak melakukan mobilisasi

a. Manfaat melakukan mobilisasi

Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini mempunyai beberapa

keuntungan sebagai berikut :

1) Dapat melancarkan pengeluaran lochea.

40
Menurut Lia ( 2008 ) dengan melakukan mobilisasi dini post

partum

membantu mengeluarkan darah dari jalan lahir.

2) Mengurangi infeksi post partum yang timbul adanya involusi

uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan

dan menyebabkan infeksi.

3) Mempercepat involusio alat kandungan

Menurut Lia (2008) dengan melakukan mobilisasi dini post partum

bisa mempelancar pengeluaran darah dan sisa plasenta, kontraksi

uterus baik sehingga proses kembalinya rahim kebentuk semula

berjalan dengan baik.

4) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan

Menurut Moechtar (1995) dengan bergerak akan merangsang

peristaltic usus kandung kemih kembali normal. Aktifitas ini juga

membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

5) Meningkatkan kelancaran peredaran darah

Menurut Lia (2008) dengan melakukan mobilisasi dini post partum

bisa mempelancar pengeluaran darah dan sisa plasenta, kontraksi

uterus baik sehingga proses kembalinya rahim kebentuk semula

berjalan dengan baik.

41
6) Mempercepat fungsi ASI (Meningkatkan kelancaran peredaran

darah sehingga mempercepat fungsi ASI) dan pengeluaran sisa

metabolisme.

7) Ibu merasa lebih baik dan lebih kuat

8) Menurunkan banyak frekuensi emboli paru pada postpartum

b. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

1) Dapat menyebabkan aliran darah tersumbat

Menurut Admin (2009) untuk mengurangi pembekuan darah pada

vena dalam ( Deep vein ) ditungkai yang dapat menyebabkan masalah

mobilisasi dini dapat segera dilakukan.

2) Dapat menyebabkan pemulihan kondisi akan lebih lama pulih.

3) Dapat menyebabkan infeksi ( Deep vein thrombosis )

Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah

tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi.

4) Dapat menyebabkan perdarahan

Menurut Laili (2009) Perdarahan yang abnormal dengan mobilisasi

dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka

resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi

membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

5) Peningkatan suhu tubuh

42
Menurut Lailia (2009) peningkatan suhu tubuh karena adanya

involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat

dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi

adalah peningkatan suhu tubuh.

D. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS SECTIO CAESREA

1. Pengkajian

Langkah awal yang dilakukan dalam proses asuhan keperawatan

adalah pengkajian. Di langkah ini perawat akan menerapkan pengetahuan

dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang klien dimulai dari

pemeriksaan dan observasi.

a. Identitas

Meliputi nama, umur, alamat, status perkawinan, agama, suku,

pendidikan, pekerjaan, no.register, diagnosa medis, tanggal persalinan,

tanggal masuk, tanggal keluar. dan identitas penanggung jawab meliputi

nama,umur,jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan

pasien, dan alamat.

b. Alasan masuk ke RS

Klien akan melakukan proses persalinan secara operasi sectio

caesarea.

c. Keluhan utama saat dikaji

43
Pada klien dengan post operasi keluhan utamanya yaitu klien

mengeluh nyeri pada luka bekas operasi, badannya lemah, tidak berani

bergerak, dan rasa haus yang berlebihan.

d. Riwayat kesehatan sekarang

Pada riwayat kesehatan sekarang yang perlu dikaji yaitu keadaan

pasien pasca jam selesai operasi.

e. Riwayat kesehatan terdahulu

Apakah klien pernah mengalami riwayat tindakan operasi

sebelumnya.

f. Riwayat kesehatan keluarga

Peranan keluarga atau keturunan merupakan faktor penyebab penting

yang perlu dikaji yaitu penyakit berat yang pernah diderita salah satu

anggota yang ada hubungan dengan operasi misalnya : TBC, DM, dan

hipertensi.

g. Riwayat obstetric dan ginekologi

1) Riwayat ginekologi

a) Riwayat menstruasi

Perlu ditanyakan kapan datangnya menarche siklus haid,

lamanya haid,siklus hari pertama haid terakhir untuk dapat

diketahui yang keluar darah muda atau darah itu encer atau

44
menggumpal, lamanya nyeri atau tidak, pada sebelum atau sesudah

haid, berbau atau tidak, taksiran persalinan.

b) Riwayat Perkawinan

Meliputi usia perkawinan, lamanya perkawinan, dan

pernikahan yang keberapa.

c) Riwayat Kontrasepsi

Meliputi jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil,

waktu dan lama penggunaan, masalah dalam cara tersebut, jenis

kontrasepsi yang akan digunakan setelah persalinan, jumlah anak

yang akan direncakan kedepan.

d) Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu.

Ditanyakan kelangsungan dan kehamilan pada persalinan serta

nifas yang lalu, bagaimana keadaan bayi yang dilahirkan, apakah

cukup bulan atau tidak, kelahirannya normal atau tidak, siapa yang

menolong persalinan dan dimana melahirkannya, sehingga

mendapatkan gambaran yang jelas tentang riwayat kehamilan,

persalinan yang lalu.

2) Riwayat obsetric

a) Riwayat kehamilan, persalinan, & nifas yang lalu (G,P,A).

45
Menurut saifuddin (2008), anamnesis riwayat obsetri yang lalu

yaitu jumlah persalinan, apakah bayi cukup bulan, jumlah anak

hidup, jumlah keguguran, jumlah aborsi, pendarahan pada

kehamilan,berat bayi <2,5 kg atau >4kg. adanya masalah selama

kehamilan hingga nifas.

Tabel riwayat obsetric

N Tgl Umur Jenis Tempat Jenis BB Masalah Keadaa

o part kehamila part penolon kelamin Ham lah Nif Ba n anak

us n us g il ir as yi

b) Riwayat kehamilan sekarang

Meliputi apakah ada keluhan waktu hamil,gerakan anak

pertama yang dirasakan saat hamil, imunisasi, penambahan BB

selama hamil, apakah ada pemeriksaan kehamilan rutin atau tidak,

tempat pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.

h. Pola kebiasaan sehari – hari

1) Nutrisi

Klien setelah selesai operasi pemenuhan nutrisinya selama puasa

melalui infus dan setelah 6 jam baru diberikan minuman secara

bertahap dan setelah 8 jam baru diberi makan, minum seperti biasanya,

bahkan dianjurkan banyak minum.

46
2) Eliminasi

Meliputi beberapa kali BAB, konstipasi, warna, bau, dan klien

dengan post seksio caesaria, untuk BAK melalui dower cateter yang

sebelumnya telah terpasang.

3) Istirahat/tidur

Pada klien dengan post sectio caesarea mengalami

ketidaknyamanan istirahat tidur karna adanya rasa nyeri pada daerah

operasi.

4) Kebutuhan personal hygiene

Klien dengan post sectio caesarea pada hari pertama dan kedua

sebelum kateter dibuka klien membutuhkan orang lain untuk

membersihkan diri dalam hal ini klien harus dimandikan.

5) Aktivitas

Pola aktivitas dapat terganggu dengan adanya rasa nyeri pada

daerah operasi sehingga klien membatasi gerakan.

2. Pemeriksaan fisik

Meliputi keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda vital pada ibu post

sectio caesarea.

47
a. Sistem pernafasan

Respirasi kemungkinan meningkat respon tubuh terhadap nyeri,

perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan sekret akibat

anastesi.

b. Sistem kardiovaskuler

Keluhan sesak nafas, bentuk, nyeri dada, auskultasi suara jantung,

frekuensi nadi, dan tekanan darah.

c. Sistem persyarafan

Sistem persyarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami

gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anastesi spinal

yang dapat menimbulkan penurunan sensasi pada ekstremitas bawah.

d. Sistem panca indra.

Konjungtiva anemis sebagai akibat kehilangan darah operasi.

e. Sistem pencernaan.

Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi sectio caesarea

biasanya membutuhkan waktu sekitar 1-3 hari agar fungsi saluran cerna

dan nafsu makan dapat kembali normal. dibandingkan ibu yang

melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah

mengeluarkan energi yang begitu banyak pada proses persalinan.

f. Sistem perkemihan.

48
Pada awal postpartum kandung kemih mengalami oedema, kongesti

dan hipotonik, hal ini disebabkan adanya overdistensi pada saat kala II

persalinan dan pengeluaran urin yang tertahan selama proses persalinan.

maka hal ini biasanya diperlukan kateterisasi pada ibu karena kondisi

organ reproduksi ibu belum berfungsi secara optimal pascaoperasi.

g. Sistem reproduksi.

Tampak luka bekas operasi pada bagian abdomen klien dan adanya

pengeluaran lokia.

h. Sistem integumen.

Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien

belum melakukan aktivitas seperti biasa.

i. Sistem muskuloskeletal.

Ligament, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan, dan adanya kekakuan pada otot ekstremitas ibu post sectio

caesarea.

j. Sistem endokrin

Selama kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem

endokrin, terutama pada hormon oksitosin,prolaktin, estrogen dan

progesteron. biasanya payudara membengkak, pengeluaran asi sulit, areola

masuk kedalam.

49
k. Data psikososial spiritual

1) Psikososial

a) Pola pikir dan persepsi

Pengetahuan klien tentang kondisi setelah

melahirkan/setelah sectio caesarea. dan hal apa yang

perlu dilakukan setelah operasi sectio caesarea, kaji

pengetahuan klien tentang perawatan bayi, laktasi,

perawatan payudara.

b) Persepsi diri

Hal yang sangat dipikirkan saat ini, harapan setelah

menjalani perawatan, perubahan yang dirasa setelah

hamil.

c) Konsep diri

Gambaran diri, peran, ideal diri, identitas diri, harga

diri.

d) Hubungan/ komunikasi

Bahasa sehari-hari, kejelasan bicara, relevan, mampu

mengerti orang lain.

e) Kebiasaan seksual

Gangguan hubungan seksual, permasalahan terhadap

fungsi seksual.

50
l. Spiritual.

Sumber kekuatan, Tuhan, agama, kepercayaan, sistem nilai dan

kepercayaan.

m. Data penunjang

Laboraturium, radiologi, pemeriksaan tambahan (USG, amniosintesis).

n. Pengobatan

Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik, dan vitamin.

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan proses menganalisis data subjektif

dan objektif yang sudah diperoleh pada tahap pengkajian untuk

menegakkan diagnosis keperawatan. Diagnosis Keperawatan meliputi

proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,

keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan lainnya (Potter

& Perry, 2005).

51
Tabel diagnosa keperawatan

DIAGNOSA ETIOLOGI BATASAN


KARAKTERISTIK
Nyeri akut b.d agen Agent pencedera fisik Gejala dan tanda mayor
injuri fisik (prosedur operasi). Subjektif :
(pembedahan, trauma 1. Mengeluh nyeri.
jalan lahir, Objektif
episiotomi). 1. Tampak meringis
Kategori :psikologis 2. Bersikap protektif
Subkategori : nyeri (mis. waspada,posisi
dan kenyamanan menghindari nyeri)
Definisi : 3. Gelisah
Pengalaman sensorik 4. Sulit tidur
atau emosional yang Gejala dan tanda minor
berkaitan dengan Subjektif
kerusakan jaringan (tidak tersedia)
aktual atau Objektif
fungsional, dengan 1. Tekanan darah
onset mendadak atau meningkat
lambat dan 2. Pola nafas berubah
berintensitas ringan 3. Nafsu makan
hingga berat yang berubah
berlangsung kurang 4. Proses berpikir
dari 3 bulan. terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis
Gangguan integritas Penurunan mobilitas, Gejala dan tanda mayor
kulit/jaringan kurang terpapar informasi Subjektif
Kategori : lingkungan tentang upaya (Tidak tersedia)
Subkategori : mempertahankan/melindu
keamanan dan ngi integritas jaringan. Objektif
proteksi 1. Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit
Definisi : Gejala dan tanda minor
Kerusakan kulit Subjektif
(dermis dan/atau (Tidak tersedia)
epidermis) atau Objektif
jaringan (membran 1. Nyeri
mukosa, kornea, fasia, 2. Pendarahan
otot, tendon, tulang, 3. Kemerahan
kartilago, kapsul 4. Hematoma
sendi dan/atau
ligamen).

52
Resiko perlambatan Gangguan mobilitas, Gejala dan tanda mayor
pemulihan pasca Trauma pada luka operasi, Subjektif
bedah. Pemanjangan proses 1. Mengeluh tidak
Kategori : operasi nyaman
Lingkungan Objektif
Subkategori : 1. Area luka operasi
Keamanan dan terbuka
Proteksi 2. Waktu penyembuhan
Definisi : yang memanjang
Pemanjangan jumlah Gejala dan tanda minor
hari pascabedah untuk Subjektif
memulai dan 1. Selera makan hilang
melakukan aktivitas Objektif
sehari-hari. 1. Gangguan mobilitas
2. Tidak mampu
melanjutkan
pekerjaan
3. Memulai pekerjaan
tertunda
4. Membutuhkan
bantuan untuk
perawatan diri

Resiko infeksi b.d Efek prosedur invasif, Tidak tersedia


faktor risiko : kerusakan integritas kulit.
Episiotomi, laserasi
jalan lahir, bantun
pertolongan
persalinan.
kategori : lingkungan
subkategori :
keamanan dan
proteksi

Definisi :
Berisiko mengalami
peningkatan terserang
organisme patogenik

53
4. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah semua penanganan (treatment) yang

didasarkan pada penilaian dan keilmuan pada tatanan klinik, dimana

perawat melakukan tindakan untuk meningkatkan hasil atau outcome

pasien atau klien. Perencanaan untuk masalah ibu post sectio caesarea

yaitu sebagai berikut :

Tabel intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi SIKI


keperawatan SLKI
Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Pemberian analgesik
(D.0077) Definisi (I.08243)
Definisi : Pengalaman sensorik atau Observasi
pengalaman emosional yang berkaitan -identifikasi karakteristik nyeri
sensorik atau dengan kerusakan jaringan (mis,
emosional aktual atau fungsional, dengan pencetus,pereda,kualitas,lokasi
yang berkaitan onset mendadak atau lembat ,intensitas,frekuensi,durasi)
dengan dan berintensitas ringan hingga -identifikasi riwayat alergi
kerusakan berat dan konstan. -identifikasi kesesuaian jenis
jaringan aktual Ekspektasi : Menurun analgesik dengan tingkat
atau Kriteria hasil keparahan nyeri.
fungsional, Keluhan nyeri menurun (5) -monitor tanda-tanda vital
dengan onset Meringis menurun (5) sebelum dan sesudah
mendadak atau Sikap protektif menurun (5) pemberian analgesik
lambat dan Gelisah menurun (5) -monitor efektifitas analgesik
berintensitas Kesulitan tidur menurun (5) Terapeutik
ringan hingga Frekuensi nadi membaik (5) -diskusikan jenis analgesik
berat yang yang digunakan untuk
berlangsung mencapai analgesia optimal,
kurang dari 3 jika perlu
bulan. -pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
oploid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
-tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien

54
-dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
-jelaskan efek terapi dan efek
samping obat.
Kolaborasi
-kolaborasi pemberi dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi.
Resiko Pemulihan pasca bedah Dukungan mobilisasi
perlambatan L.14129 (I.05173)
pemulihan Definisi Definisi
pascabedah Proses penyembuhan setelah observasi
(D.0133) pembedahan untuk memulai -identifikasi adanya nyeri atau
Definisi : dan melakukan aktivitas keluhan atau keluhan lainnya.
Pemanjangan sehari-hari -identifikasi toleransi fisik
jumlah hari Ekspektasi : meningkat (5) melakukan pergerakkan
pascabedah Kriteria hasil : -monitor frekuensi jantung dan
untuk memulai Kenyamanan meningkat (5) tekanan darah sebelum
dan Selera makan meningkat (5) memulai mobilisasi
melakukan Mobilitas meningkat (5) -monitor kondisi umum selama
aktivitas Kemampuan melanjutkan melakukan mobilisasi
sehari-hari. pekerjaan meningkat (5) Terapeutik
Kemampuan bekerja -fasilitas aktivitas mobilisasi
meningkat (5) dengan alat bantu (mis.pagar
Waktu penyembuhan tempat tidur)
menurun(5) -fasilitas melakukan
Area lokasi operasi membaik pergerakan, jika perlu
(5) -libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
-jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
-anjurkan melakukan
mobilisasi dini
-ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk ditempat tidur,duduk,di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
Gangguan Integritas kulit dan jaringan Perawatan pasca seksio
L.14125 sesaria (I.14567)
integritas
Definisi Observasi
kulit/jaringan Keutuhan kulit (dermis -identifikasi riwayat kehamilan
dan/atau epidermis) atau dan persalinan

55
(D.0129) jaringan (membran -monitor tanda-tanda vital ibu
mukosa,kornea,fasia,otot,tendo -monitor respon fisiologis
Definisi :
n,tulang,kartilago,kapsul sendi (mis, nyeri, perubahan uterus,
kerusakan dan/atau ligamen). kepatenan jalan nafas dan
Ekspektasi : Meningkat (5) lokia)
kulit (dermis
Kriteria hasil -monitor kondisi luka dan
dan/atau Elastisitas meningkat (5) balutan
Hidrasi meningkat (5) Terapeutik
epidermis)
Perfusi jaringan meningkat (5) -diskusikan perasaan,
atau jaringan pertanyaan, dan perhatian
pasien terkait pembedahan
(membran
-pindahkan pasien ke ruang
mukosa, rawat nifas
-motivasi mobilisasi dini 6 jam
kornea, fasia,
-fasilitasi kontak kulit ke kulit
otot, tendon, dengan bayi
-berikan dukungan menyusui
tulang,
yang memadai, jika
kartilago, memungkinkan
Edukasi
kapsul sendi
-informasikan pada ibu dan
dan/atau keluarga tentang kondisi ibu
dan bayi
ligamen).
-ajak latihan ekstremitas,
perubahan posisi, batuk, dan
napas dalam
-anjurkan ibu cara menyusui,
jika memungkinkan
-anjurkan ibu mengkonsumsi
nutrisi
Resiko infeksi Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (I.14539)
Definisi Observasi
(0142)
Derajat infeksi berdasarkan -monitor tanda dan gejala
Definisi : observasi atau sumber infeksi lokal dan sistemik.
informasi Terapeutik
Berisiko
Ekspektasi : Menurun (5) -batasi jumlah pengunjung
mengalami Kriteria hasil -berikan perawatan kulit pada
Demam menurun (5) area edema
peningkatan
Kemerahan menurun (5) -cuci tangan sebelum dan
terserang Nyeri menurun (5) sesudah kontak dengan pasien
Bengkak (5) dan lingkungan pasien
organisme
-pertahankan teknik aseptik
patogenik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
-jelaskan tanda dan gejala
infeksi

56
-ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
-ajarkan etika batuk
-ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
-anjurkan carameningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
-kolaborasikan pemberian
imunisasi, jika perlu

5. Implementasi

Adapun implementasi yang digunakan untuk mengatasi diagnosa yang

disesuaikan dengan intervensi yang telah dijabarkan dalam tabel yaitu :

a. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan atau keluhan lainnya.

b. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakkan.

c. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi.

d. Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.

e. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.

f. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini.

g. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

pergerakan

h. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.

duduk ditempat tidur,duduk,di sisi tempat tidur, pindah dari tempat

tidur ke kursi).

6. Evaluasi keperawatan

57
Evaluasi keperawatan merupakan hasil perkembangan ibu dengan

berpedoman kepada hasil tujuan yang hendak dicapai. Dalam perumusan

evaluasi keperawatan menggunakan SOAP

Tabel SOAP

No Diagnosa keperawatan Evaluasi


1. Resiko keterlambatan S (Subjektif) : Klien mengatakan selera
pemulihan pascabedah makan meningkat, pasien merasa
nyaman,pasien mengatakan nyeri mulai
berkurang.
O (Objektif) : Area luka operasi
membaik, waktu penyembuhan yang
pendek, klien dapat beraktivitas seperti
kekamar mandi,
A (Assesment) : Tindak lanjut dan
penentuan apakah implementasi akan
dilanjutkan atau sudah terlaksana
dengan baik
P (Planning) : Rencana selanjutnya

58
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode

Jenis penulisan yang digunakan adalah studi kasus sebagai salah satu jenis

pendekatan diskriptif. studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu

permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal, berupa satu

orang yang terkena satu masalah. unit yang menjadi kasus tersebut secara

mendalam di analisa baik dari segi yang berhubungan dengan kasus itu

sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yang

muncul sehubungan dengan kasus, serta penggunaan berbagai teknik secara

integratif.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Jawa.

RT 002/RW 002, Kelurahan Pasar Pandan Airmati, Kecamatan Tanjung

Harapan dilaksanakan selama 3 hari ditahun 2020.

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian akan diambil 1 (satu) pasien dengan masalah

keperawatan yaitu Asuhan Keperawatan pada pasien post operasi sectio

caesarea dengan risiko perlambatan pemulihan pascabedah menggunakan

intervensi dukungan mobilisasi di Kota Solok tahun 2020.

59
1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah :

a. Ibu post operasi sectio caesarea yang dipindah perawatan dirumah.

b. Ibu yang bersedia menjadi responden.

c. Ibu post sectio caesarea pengalaman pertama.

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab :

a. Ibu post operasi sectio caesarea dengan komplikasi (tekanan darah

tinggi, anemia, infeki saluran kemih, diabetes gestasional ).

b. Ibu post operasi sectio caesarea dengan indikasi ketuban pecah dini.

c. Pasien yang tidak kooperatif.

D. Fokus studi

Fokus studi merupakan kajian utama dari permasalahan yang akan menjadi

acuan dalam studi kasus. dalam studi kasus ini yang menjadi fokus studi

adalah memberikan dukungan mobilisasi pada ibu post sectio caesarea dengan

resiko perlambatan pemulihan pasca bedah.

E. Definisi operasional

60
Tabel definisi operasional

No Focus studi Definisi operasional


1. Sectio Caesarea Sectio ceaesarea adalah proses persalinan
yang dilakukan dengan tindakan pembedahan
yang tujuannya untuk mengeluarkan janin
dengan cara melakukan sayatan pada dinding
abdomen dan dinding uterus.

2. Resiko perlambatan Proses penyembuhan setelah menjalani


pemulihan pasca bedah pembedahan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
3. Dukungan Mobilisasi Mobilisasi dini adalah suatu gerakan fisik
dengan menggerakkan lengan tangan,jari
tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat
tumit, menegangkan otot betis serta menekuk
dan menggeser kaki,memiringkan badan
kekiri dan kekanan, belajar duduk, belajar
berjalan.

F. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan

data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari

seseorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan

muka dengan orang tersebut (face to face). Data tersebut diperoleh secara

langsung dari responden melalui suatu pertemuan atau percakapan. wawancara

sebagai pembantu utama dari metode observasi. Gejala-gejala sosial yang

tidak dapat terlihat atau diperoleh melalui observasi dapat digali dari

wawancara.

61
2. Observasi (pengamatan)

Pengamatan adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh

perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. dalam penelitian, pengamatan

adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi

melihat,mendengar,dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu yang

ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan dengan wawancara, yang menjadi

fokus perawat dalam pemeriksaan ini adalah kemampuan fungsional tertentu.

Tujuan dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk menentukan kesehatan pasien,

mengidentifikasi masalah kesehatan dan mengambil data dasar untuk

menentukan rencana tindakan keperawatan.

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan metode atau teknik P.E.

(physical Examination) yang terdiri dari :

a. Inspeksi yaitu : teknik yang dapat dilakukan dengan proses observasi

yang dapat dilaksanakan secara sistematik.

b. Palpasi yaitu : suatu teknik yang dapat dilakukan dengan menggunakan

indera peraba.

c. Perkusi adalah : pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan mengetuk,

dengan tujuan untuk membandingkan kiri-kanan pada setiap

permukaan tubuh dengan menghasilkan suara. perkusi bertujuan untuk

62
mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk, dan konsistensi jaringan.

contoh suara yang dihasilkan : sonor, redup, pekak, timpani.

d. Auskultasi adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan

mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan

stetoskop.

4. Pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan terdiri dari 5 tahap sebagai

berikut :

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber. Data-data yang harus ada adalah : data dasar, data fokus,data

subjektif dan data objektif.

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa merupakan suatu pertanyaan klinis yang menggambarkan

respon manusia sebagai individu atau kelompok terhadap masalah

kesehatan atau proses kehidupan baik aktual maupun potensial. Penulisan

pertanyaan diagnose keperawatan meliputi tiga komponen yaitu

problem,etiologi,dan sympthom.

c. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian dan penilaian

klinis untuk mencapai luaran (outcome).

63
d. Implementasi keperawatan

Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang

dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi

keperawatan.

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :

1) Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.

2) Diagnosa keperawatan.

3) Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk SOAP.

G. Penyajian data

Data yang telah didapatkan dari responden dengan wawancara dan

observasi dan telah diolah kemudian disajikan dalam narasi beserta

interprestasinya. Interprestasinya adalah pengambilan kesimpulan dari suatu

data, data ditulis dalam bentuk narasi atau tekstuler. Narasi atau (tekstuler)

adalah penyajian data hasil penelitian dalam bentuk kalimat.

H. Etika studi kasus

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu

64
mendapat rekomendasi dari institusi untuk mengajukan permohon ijin kepada

institusi/lembaga tempat penelitian. dalam melaksanakan penelitian ini penulis

menekankan masalah etika yang meliputi:

1. Hak untuk selfdetermination

Semua responden dalam penelitian ini diberikaan hak anatomi untuk

menentukan keputusan berpatisipasi atau tidak berpatisipasi dalam penelitian

tampa adanya paksaan dari pihak mana pun. Sebelum intervensi dilakukan

peneliti memberikan penjelasan kepada responden tujuan penelitian, prosedur

serta intervensi yang akan dilakukan. Responden diberikan kesempatan untuk

bertanya tentang hal – hal yang kurang jelas. Selanjutnya respinden diberikan

kesempatan untuk menentukan akan berpatisipasi atau tidak pada penelitian

ini secara sukarela tampa paksaan dengan mentandatangani lembar

persetujuan atau informed consent.

2. Hak untuk privacy dan dignity

Selama penelitian peneliti menjaga privacy responden dengan melakukan

intervensi pada tempat yang nyaman bagi responden.Peneliti mengumpulkan

responden pada salah satu rumah yang telah disepakati oleh semua responden.

Setiap data dalam konteks penelitian yang diberikan oleh responden tidak

dalam bentuk paksaan.

3. Hak anonymity dan confidentiality

Selama penelitian nama responden diisi dalam bentuk inisial oleh

responden.

65
4. Fair treatment responden

Mempunyai hak untuk dilakuakn intervensi yang sama oleh peneliti tampa

diskriminasi.

5. Protection from Discomfort and Harm

Peneliti mempertahankan aspek kenyamanan responden baik fisik,

psikologis maupun social selama proses penelitian.

66
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.

Cooper, Fraser. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: Egc

Cunningham,F.G.et,all.2006.obstetri william edisi 21 vol:1.Jakarta:EGC.

Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

Farrer,H.2005.perawatan maternitas.jakarta:EGC.

Hamilton.2010. Mobilisasi Dini. Jakarta: Salemba Medika.

Heryani Reni,A.2017.Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka

Post Sectio Caesarea.I,109-115.

Kasdu, D.2015.Solusi Problem Persalinan.Jakarta:Puspa Swara

Kasdu, Dini. 2003. Operasi Caesar Masalahdan Solusinya. Jakarta : Puspa

Swara.

Manuaba.2002. Ilmu Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk

Pendidikan Bidan.Jakarta: Rineka Cipta.

Mitayani.2009.asuhan keperawatan maternitas.Jakarta: Salemba Medika.

Perry, G.A & Potter, A.P. 2006. Clinical nursing skills & tecniques. (6 th edition).

USA: Mosby.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

67
LAMPIRAN 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

MOBILISASI DINI

PENGERTIAN Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,


mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat,
dan penting untuk kemandirian. (Barbara Kozier,2000).
Tujuan Mobilisasi. 1. Mempertahankan fungsi tubuh.
2. Memperlancar peredaran darah.
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan tonus otot.
5. Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
6. Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali
normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
7. Memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau
berkomunikasi.

Kebijakan Pasien dengan post sectio caesarea

Petugas Perawat

Peralatan Tempat tidur

Prosedur a. Tahap Pra Interaksi


pelaksanaan 1. Menyiapkan SOP mobilisasi yang akan digunakan
2. Melihat data atau riwayat SC pasien
3. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh
perawat
4. Mengkaji kesiapan ibu untuk melakukan mobilisasi dini
5. Mencuci tangan
b. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan identitas pasien dan menyampaikan kontrak
waktu
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
c. Tahap Kerja
Pada <1 jam pertama post SC
1. Mengucapkan salam

68
2. Menjaga privasi pasien
3. Mengatur posisi senyaman mungkin dan berikan lingkungan
yang tenang
4. Anjurkan pasien distraksi relaksasi nafas dalam dengan tarik
nafas perlahan-lahan lewat hidung dan keluarkan lewat
mulut sambil mengencangkan dinding perut sebanyak 3 kali
kurang lebih selama 1 menit
5. Latihan gerak tangan, lakukan gerakan abduksi dan adduksi
pada jari tangan, lengan dan siku selama setengah menit
6. Tetap dalam posisi berbaring, kedua lengan diluruskan diatas
kepala dengan telapak tangan menghadap ke atas
7. Lakukan gerakan menarik keatas secara bergantian sebanyak
5-10 kali
8. Latihan gerak kaki yaitu dengan menggerakan abduksi dan
adduksi, rotasi pada seluruh bagian kaki

Pada 6-10 jam berikutnya


1. Latihan miring kanan dan kiri
2. Latihan dilakukan dengan miring kesalah satu bagian terlebih
dahulu, bagian lutut fleksi keduanya selama setengah menit,
turunkan salah satu kaki, anjurkan ibu berpegangan pada
pelindung tempat tidur dengan menarik badan kearah
berlawanan kaki yang ditekuk. Tahan selama 1 menit dan
lakukan hal yang sama ke sisi yang lain

Pada 24 jam post SC


1. Posisikan semi fowler 15-45 secara perlahan selama 1-2 jam
sambil mengobservasi nadi, jika mengeluh pusing turunkan
tempat tidur secara perlahan
2. Bila tidak ada keluhan selama waktu yang ditentukan ubah
posisi pasien sampai posisi duduk

Pada hari ke 2 post SC


1. Lakukan latihan duduk secara mandiri jika tidak pusing,
perlahan kaki diturunkan .

Pada hari ke 3 post SC


1. Pasien duduk dan menurunkan kaki kearah lantai
2. Jika pasien merasa kuat dibolehkan berdiri secara mandiri, atau
dengan posisi dipapah dengan kedua tangan pegangan pada
perawat atau keluarga, jika pasien tidak pusing dianjurkan untuk
latihan berjalan disekitar tempat tidur
d. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menganjurkan klien untuk melakukan kembali setiap latihan
dengan pengawasan keluarga

69
3. Mengucapkan salam
4. Mencuci tangan
5. Mencatat dalam lembar catatan keperawatan.

Sumber Yulianti.(2012).Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang


Mobilisasi Post Sectio Caesarea Dengan Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Di Ruang Melati RSUD Saras Husada
Purworejo, Diakses pada 12 januari 2020 dari
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/diskl/30/jtsti
kesmuhgo-gdl-rs38yulh2-1485-1-bab1-1-i.pdf

70

Anda mungkin juga menyukai