A. KONSEP HEMODIALISA
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat. Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien. Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih, zat
sisa nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat, dan elektrolit
seperti kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT) (Muttaqin & Sari, 2017).
2. Alasan Hemodialisa
Cuci darah diperlukan untuk menggantikan fungsi ginjal ketika organ ini tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Misalnya karena adanya kondisi medis
tertentu atau cedera. Tanpa proses dialisis, zat sisa yang berbahaya dapat
menumpuk dalam darah, meracuni tubuh, dan merusak organ-organ dalam tubuh
(Muttaqin & Sari, 2017).
3. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialysis
(Muttaqin & Sari, 2017).
Menurut Nurdin (2019), sebagai terapi pengganti kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita
4. Proses Pelaksanaan
a. Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah
dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam
tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan
central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling
direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-
tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani
Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan
jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah
berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan
memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu
akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke
dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat
dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui
mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD
sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD
mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah,
dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital
lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer,
dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari darah.
Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh
ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh (Muttaqin & Sari,
2017)
b. Preskripsi Hemodialisis
Sebelum pasien dilakukan HD, sebelumnya harus direncanakan dahulu hal- hal
sebagai berikut :
1. Lama & frekwensi dialysis
2. Tipe dializer
3. Kecepatan aliran darah
4. Dosis antikoagulan / heparin
5. Banyaknya UF & UFR
6. Vaskulerisasi yang dipakai (Muttaqin & Sari, 2017)
5. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2017) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa, yaitu :
a. Difusi Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b. Osmosis Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga
kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat
c. Ultrafiltrasi Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat
7. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengan dialyzer
dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat
mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu
diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap
lancar. Menurut Muttaqin & Sari (2017), terapi yang digunakan selama proses
hemodialisis, yaitu:
a. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena
mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk disingkirkan
oleh tubuh. Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa yang ditentukan
oleh faktor kebutuhan pasien dan faktor prosedur yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit yang menyediakan hemodialisa, yaitu :
1. Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi
tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai.
Kemudian dilanjutkan 750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis
berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa
selesai.
2. Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit
sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi
tunggal 30-50 U/kg berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
3. Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
ringan sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan lebih
rendah daripada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3 menit
sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500 U/kg/jam selama
proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam
sebelum hemodialisa selesai.
b. Heparin-free dialysis (Saline).
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut
diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan
dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa. Heparin-free dialysis
sangat sulit untuk dipertahankan karena membutuhkan aliran darah arteri yang
baik (>250 ml/menit), dialyzer yang memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan
pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
c. Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak boleh
menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan terjadinya
pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa menggunakan
heparin adalah dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion dalam darah. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang
berhubungan dengan arteri dan menggunakan cairan dialisat yang bebas
kalsium. Namun demikian, akan sangat berbahaya apabila darah yang telah
mengalami proses hemodialisis dan kembali ke tubuh pasien dengan kadar
kalsium yang rendah. Sehingga pada saat pemberian trisodium sitrat dalam
selang yang berhubungan dengan arteri sebaiknya juga diimbangi dengan
pemberian kalsium klorida dalam selang yang berhubungan dengan vena.
KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK dan
PATUH. Diakses pada tanggal 19 September 2021 dari www.depkes.go.id
Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal
Ginjal Kronik. Scribd. Diakses pada 19 September 2021
Mulia, Dewi sari dkk. 2018. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani
Hemodialisis Di Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. [online]. Dari jurnal.
https://media.neliti.com/media/publications/258507-kualitas- hidup-pasien-gagal-
ginjal-kroni-20485f15.pdf. (23 januari 2019)
Permana, Sari, 2012. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney Disease
Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’. [Online] Jurnal. Dari
Jurnal. http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (29 Desember 2018)
Retno, Dwy, 2014. ‘Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan’. [Online] Jurnal. Dari
Jurnal. Media.Neliti.Com/Media/Publications/219966-None.Pdf (19 September
2021)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Satandar Diagnosis Keperwatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarat Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia