TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sumatera
Utara
partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum( zollinger’s, Mainggot’s, R sjamsuhidajat)
2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
a. Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi
sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume
tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh
nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin
b. Fungsi mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi
lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik dasar.
c. Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang
dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta
oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf
dan hormonal, seperti kolesistokinin.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini; pencernaan karbohidrat dan
lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. Pepsin berfungsi
memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). Asam garam (HCL)
berfungsi mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat
suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
b. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan
antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal.
d. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai
barier dari asam lumen dan pepsin.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan intestinal.
Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat,
mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf
vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik
berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan
melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk
menyekresi
HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi
lambung normal yang berhubungan dengan makanan (Mansjoer arif et all, Sylvia A price,R
sjamsuhidajat).
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum juga
dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding
lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke
lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara
langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan
kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi.
Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama
oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus lambung
mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam.
Setelah makan, gastrin dapat bereaksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam
dan juga dapat merangsang pelepasan histamin dari mukosa untuk sekresi asam
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total setelah
makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah
sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pilorus,
sebab disinilah pembentukan gastrin.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi
lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian
dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang
menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.
Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar
(Sylvia A price)
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus
mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung.
Adanya asam (PH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan
lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesitokinin, dan peptida penghambat gastrik
(Gastric-inhibiting peptide, GIP), semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada pencernaan
dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5
mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basal acid output, BAO) dan dapat
diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung
normal selama periode ini terutama terdiri dari mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam.
Tetapi, rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis
(vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum( R
Sjamsuhidajat,De jong, Sylvia A.Price)
B. Patofisologi
Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya ulkus peptikum. Walau telah
diyakini bahwa ulkus gaster dan duodenum disebabkan oleh infeksi H. pylori dan
penggunaan OAINS, jalur akhir dari pembentukan ulkus ialah perlukaan karena asam yang
dihasilkan terhadap barier mukosa gastroduodenum.
Eliminasi infeksi H. pylori atau penggunaan OAINS penting untuk penyembuhan
ulkus yang optimal dan mungkin bahkan lebih penting untuk mencegah ulkus berulang
dan/atau komplikasi yang ditimbulkannya. Beberapa penyakit lain yang dipercaya
menimbulkan ulkus peptikum antara lain sindroma Zollinger Ellison (gastrinoma),
hiperfungsi sel G antrum dan/atau hiperplasia, mastositosis sistemik, trauma, luka bakar, dan
stress psikologis berat. Faktor penyebab lain termasuk obat-obatan (OAINS, aspirin, dan
kokain), merokok, alkohol
dan stres psikologis (Mansjoer Arif,Sylvia A.Price).
3. Sekresi Asam
Pada pasien dengan masalah saluran cerna atas, terjadi perubahan dalam sekresi asam
lambung. Kecepatan sekresi asam lambung normalnya 1 – 8 mmol/jam dan respon
terhadap pentagastrin berkisar 6 – 40 mmol/jam. Pada penyakit seperti anemia
pernisiosa, atrofi gaster, dan keganasan gaster, baik kecepatan sekresi basal dan
pentagastrin menurun. Sebaliknya, kecepatan sekresi asam lambung meningkat pada
pasien dengan ulkus duodenum dan gastrinoma. Untuk ulkus gaster tipe I dan IV yang
tidak berhubungan dengan sekresi asam yang banyak, asam bekerja sebagai kofaktor
yang penting, memperparah kerusakan ulkus dan menurunkan kemampuan gaster untuk
sembuh sendiri. Pada pasien dengan ulkus gaster tipe II atau tipe III, hipersekresi asam
lambung lebih sering terjadi. Ulkus juga dapat disebabkan oleh kelainan non-asam
lambung seperti penyakit Crohn, sifilis, infeksi Candida maupun keganasan (Jurg
Metzgera et all).
4. Keganasan lambung
Insidensi terjadinya kanker gaster didunia sangat bervariasi. Jumlah kasus per 100.000
penduduk bervariasi mulai dari 8 di USA sampai 18 di Inggris,49 di Chile, lebih dari 50 di
Jepang dan Rusia dan 78 di Kostarika. Di USA 50 tahun yang lalu kanker gaster
menyebabkan 20% - 30% kematian tetapi saat ini hanya 3 %. Hal ini dapat menjelaskan
sebagian, kehidupan dengan standar tinggi,perubahan perilaku diet,dan kemungkinan
menurunnya infeksi H.pylori akibat penggunaan antibiotik ,hasil peningkatan sanitasi dan
pengolahan makanan yang baik.
Secara makroskopis terdapat 4 gambaran kanker lambung
1. Malignant ulcer
2. Polypoid tumor yang berkembang kedalam lumen
3. Colloid tumor,berupa gelatinous dan dengan pertumbuhan yang massif
4. Linitis Plastica,kanker scirrous yang menginfiltrasi submukosa yang memberi
gambaran “ leather-bottle stomach”.
Pada karsinoma gaster lanjut terdapat invasi dengan penetrasi pada muscularis
propria. Lebih kurang 80% dari seluruh karsinoma gaster didiagnosis pada stadium ini di
amerika serikat
.
Gambar 2.6 Histopatologi Adenocarcinoma Gaster
Limfoma gaster muncul dari mucosa-associated lymfoid tissue( MALT ) dan biasanya
berupa non-Hodgkin’s lymfoma dari B-cell type. Gejala sama dengan karsinoma termasuk
nyeri perut,anoreksia,dan penurunan berat badan. 40% timbul dengan komplikasi
perdarahan,perforasi, atau obstruksi.
Gambar 2.7 Anatomi histopatologi limfoma gaster
D. Gejala klinik
Manifestasi ulkus gaster muncul dalam bentuk nyeri, perdarahan dan obstruksi serta
perforasi. Pembedahan dibutuhkan pada 8% hingga 20% dari pasien-pasien dengan
komplikasi ulkus gaster. Sekitar 90% pasien dengan ulkus peptikum mengeluhkan nyeri
abdomen. Nyeri yang khas dirasakan ialah nyeri yang tidak menjalar, rasa seperti terbakar
dan terlokalisasi pada epigastrium. Mekanisme nyeri ini masih belum jelas. Nyeri sering
dirasakan saat makan dan jarang membuat pasien terbangun sewaktu tidur.
Perdarahan terjadi sekitar 35 – 40 % pada seluruh ulserasi gaster. Biasanya pasien
yang mengalami perdarahan yang signifikan dari ulkus gaster ialah pasien lanjut usia dan
sulit untuk berhenti berdarah. Perdarahan sering terjadi pada ulkus gaster tipe II dan III, dan
pasien
dengan ulkus gaster tipe IV.
Komplikasi tersering dari ulkus gaster ialah perforasi. Kebanyakan perforasi terjadi
sepanjang aspek anterior dari kurvatura minor.Secara umum, pasien lansia lebih sering
mengalami perforasi, dan ulkus berukuran besar diasosiasikan dengan angka kesakitan dan
kematian yang lebih tinggi.
Obstruksi outlet gaster dapat terjadi pada pasien dengan ulkus gaster tipe II atau III.
Obstruksi jinak dengan obstruksi sekunder karena karsinoma antrum harus dibedakan.
Riwayat ulkus peptikum dan penggunaan OAINS, memperkuat kemungkinan ulkus
peptikum. Gejala lain yang dapat terjadi antara lain mual, muntah, berat badan turun, buang
air besar hitam, dan anemia.
Ulkus peptikum yang mengalami perforasi biasanya bermanifestasi sebagai suatu akut
abdomen. Pasien dapat mengalami nyeri abdomen yang luar biasa. Awalnya peritonitis kimia
terjadi dari keluarnya sekresi gaster ke rongga abdomen, kemudian dalam beberapa jam
terjadi pula peritonitis bakterial. Sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dari peritoneum yang
mengalami inflamasi dapat terjadi dan resusitasi cairan menjadi sangat penting.
Pasien dengan perforasi gaster muncul dan keadaan umum yang sakit berat, dan
pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya tanda rangsang peritoneal. Biasanya ditandai
dengan defans muskulare dan rebound tenderness yang dicetuskan dengan penekanan yang
lembut pada abdomen. Pekak hati bisa hilang akibat adanya udara bebas di bawah diafragma.
Peristalsis usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Rangsangan peritoneum menimbulkan rasa nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan saat
bergerak, bernafas, menggerakkan badan, batuk dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
ketika digerakkan seperti
pada palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas dan tes obturator.
Pemeriksaan Chest X-Ray menunjukkan udara bebas pada lebih dari 80%
pasien.Ketika diagnosis telah ditegakkan dapat diberikan analgesia dan antibiotik, resusitasi
dengan cairan isotonik, dan dibawa ke ruang operasi. Terkadang, perforasi telah tertutup
secara spontan begitu terjadi, dan pembedahan dapat dihindari.Terapi nonoperatif hanya tepat
apabila ada bukti objektif bahwa kebocoran telah ditutup (dengan pemeriksaan kontras) dan
dengan tidak ditemukannya tanda klinis peritonitis.
E. Diagnosis
Pada pasien dengan perforasi gaster, keadaan umum yang terlihat ialah kesakitan dan
gelisah.Hal yang harus segera dilakukan ialah memeriksa jalan nafas dan tanda-tanda vital.
Pernafasan pasien dangkal dan cepat karena restriksi pergerakan diafragma, sedangkan jalan
nafas biasanya bukan menjadi masalah pada perforasi gaster. Kadang-kadang takikardia
ringan juga dapat terjadi, tetapi hanya pada fase awal perforasi. Hipotensi seharusnya tidak
terjadi, dan bila terjadi, hendaknya diagnosis banding seperti rupturnya aneurisma aorta
abdominalis, pankreatitis akut yang berat, dan gangguan pada pembuluh darah mesenterika
harus diwaspadai. Pemeriksaan awal biasanya juga memperlihatkan tanda-tanda akut
abdomen atau peritonitis dengan rigiditas abdomen dengan tekstur seperti “papan kayu”,
nyeri tekan dan nyeri lepas, serta bising usus yang menurun atau menghilang. Pasien
biasanya berusaha untuk meminimalisir pergerakan dan sering ditemukan dalam posisi
meringkuk. Begitu pemeriksaan awal telah selesai dilakukan, resusitasi cairan intravena dan
pemasangan NGT untuk dekompresi dan mencegah aspirasi harus segera dilakukan (kurang
dari 1 – 2 menit). Kemudian, secondary survey yang termasuk anamnesa lengkap dan
pemeriksaan fisik lengkap harus segera dilakukan. Nyeri yang dirasa pasien biasanya bersifat
tiba-tiba, sangat nyeri, dan bersifat konstan. Penjalaran nyeri ke regio skapular biasa terjadi
dengan pengumpulan isi gaster di subphrenik kanan. Riwayat ulkus peptikum hendaknya
ditanyakan, walaupun tidak semua pasien perforasi gaster datang dengan riwayat ulkus
berulang.
Dalam beberapa kondisi tertentu, tanda-tanda akut abdomen dapat bersifat samar atau
bahkan tidak ada, kondisi-kondisi tersebut antara lain:
1. Pasien yang sangat tua atau sangat muda
2. Pasien yang menerima dosis steroid yang sangat tinggi
3. Pasien-pasien paraplegi, yang mungkin nyeri yang dirasakan hanya pada ujung skapula.
4. Pasien koma, dimana kecurigaan perforasi gaster dapat berdasar pada terjadinya sepsis
5. Pasien yang sedang pemulihan dari operasi di regio abdomen.
Dasar diagnosis pasien dengan perforasi gaster ialah dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik. Pasien mungkin mengalami leukositosis dengan pergeseran hitung jenis ke kiri dan
urinalisis yang normal. Adanya udara bebas intraperitoneal terlihat pada sekitar 75% pasien.
Ketika ada kecurigaan perforasi, tetapi tidak terlihat udara bebas pada peritoneum,
pemeriksaan Gastrografin swallow mungkin berguna. Endoskopi harus dihindari. Diagnosis
banding lain antara lain pankreatitis akut, kolesistitis akut, appendisitis akut, dan bahkan
myocardial infark. Bila serum amylase meningkat pada perforasi ulkus peptikum terjadi,
biasanya peningkatan tersebut tidak melebihi 3 kali dari angka normal. Sedangkan
leukositosis pada pankreatitis akut biasanya lebih tinggi. USG abdomen berguna dalam
menyingkirkan kolesistitis akut sedangkan EKG dan serum enzim (CKMB, Troponin) dapat
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung. Ketika diputuskan bahwa operasi
akan dilakukan, obat-obatan analgesic dan antibiotik spektrum luas untuk profilaksis dapat
segera diberikan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos
abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni
dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas,
sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat
mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh
metode yang disebutkan sebelumnya.
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar
dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan,
dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem
gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara,
jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan.Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20
menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan
ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong
ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu
dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status
kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan
teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia
menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral dekubitus
kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya,
kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil
posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas
dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara
bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi
decubitus lateral kiri.
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi
bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus.
Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah
subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear.
Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun,
paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah
diafragma pada posisi berdiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada
kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini
khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik
kandung
kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.
3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen
murni dinyatakan negatif.Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi
gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens
dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi
masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan
terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak
jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam
mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi
dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk
membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui
pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras
yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu
untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada
keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi
peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai
95%.
G. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya
sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan
pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak
ada, kebijakan non-operatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap
bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1). Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) . Koreksi penyebab peritonitis
3). Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan terdapat peritonitis
purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrectomy
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
H. Komplikasi
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada Gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat
terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi antara lain malnutrisi,
sepsis, uremia, diabetes mellitus, terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berat, hematoma
(dengan atau tanpa infeksi)
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,
seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septicemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut, sepert hilangnya tonus
vasomotor, peningkatan permeabilitas kapiler, depresi myocardial, pemakaian leukosit dan
trombosit, penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin dan prostaglandin,
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, aktivasi komplemen dan kerusakan endotel
kapiler.
c) Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-positif,
mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
6. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem
multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gaster
7. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
8. Delirium post-operatif.
Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium pasca-operatif :
a) Usia lanjut
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
f) Riwayat delirium sebelumnya
g) Hipoksia
h) Hipotensi Intraoperatif/postoperative
I. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka
prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik
terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1. Usia lanjut
2. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3. Malnutrisi
4. Timbulnya komplikasi
J. Kerangka Teori
Tukak peptik
PERFORASI
HISTOPATOLOGI
NON -
MALIGNANCY MALIGNANCY