Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN OPERASI URETEROLITHIASIS a/i TINDAKAN


OPERASI URETEROLITHOTOMY

Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Pelatihan Perawat Bedah Kamar Operasi

DI SUSUN OLEH :

NONA TUNJUNG SATRIA WATI

PELATIHAN BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PENATALAKSANAAN OPERASI URETEROLITHIASIS a/i TINDAKAN OPERASI
URETEROLITHOTOMY

I. TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Urolithiasis adalah adanya batu atau kulkulus dalam sistem urinarius atau saluran
perkemihan (Barbara M. Nettina, 2008). Ureterolithiasis adalah batu yang terdapat di
ureter.

Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter .Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat
lewatsampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga
bisasampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung
kemihyang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkanobstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak
jarang terjadihematuria yang didahului oleh serangan kolik (R. Sjamsuhidajat, 2010).

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi(batu


ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada didalam
saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulaidengan
kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yangtumbuh
sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokusmikroskopik
sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masukdalam pelvis ginjal.
Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah,demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah (Brunner and Suddarth, 2008).

Ureterolithotomy Suatu tindakan pembedahan untuk mengambil batu ureter,


Semua penderita yang datang dengan keluhan kolik atau nyeri pinggang sebagai akibat dari
adanya sumbatan batu (opaque maupun non opaque) disepanjang ureter. Batu ureter adalah
adanya batu (opaque maupun non opaque) di ureter (proksimal, tengah dan distal).
B. ETIOLOGI
Penyebab secara pasti belum diketahui (idiopatik), namun ada beberapa faktor
precipitasi terbentuknya batu, yaitu : (R. Sjamsuhidajat, 2010)

1. Makanan yang banyak mengandung purin


2. Dehidrasi
3. Hiperparatiroidisme
4. Immobilisasi
5. Obstruksi kronik oleh benda asing didalam traktus urinarius
Menurut Soeparman, 2007 penyebab urolithiasis dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Faktor intrinsik

a. herediter

b. usia : 30 – 50 tahun

c. pria tiga kali lebih banyak dibandingkan wanita

2. Faktor ekstrinsik

a. faktor geografis : daerah berkapur

b. pemasukan cairan kurang dan peningkatan kalsium, terutama berasal dari fastfood

c. diet purin, oksalat, dan kalsium

Teori pembentukan batu menurut Mansjoer Arif, (2009) meliputi :

1. Teori inti (nukleus) : kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal
pada urin yang sudah mengalami supersaturasi.

2. Teori matriks : matrik organik yang berasal dari serum atau protein- protein urin
memberikan kemungkinan pengendapan kristal.

3. Teori inhibitor kristalisasi : beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya


kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi itu tergantung
pada PH urin, kekuatan ion, konsentrasi cairan, dan pembentukan kompleks :

1. Batu kalsium disebabkan oleh :


a. Hiperkalsiuria absorptif : gangguan metabolisme yang menyebabkan absorsi usus
yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
b. Hiperkalsiuria renalis : kebocoran pada ginjal.
2. Batu oksalat disebabkan oleh :
a. Primer auto somal resesif.

b. Ingesti, inhalasi : vitamin C, ethilen glycol, methoxyflurane, anestesi

c. Hiperoksalouria entenik : inflamasi saluran pencernaan, reseksi usus halus, bypass


jejunoileal, sindrom malabsorpsi.

3. Batu asam urat disebabkan oleh :


a. Makanan yang banyak mengandung purin.

b. Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma.

c. Dehidrasi kronis.

C. ANATOMI FISIOLOGI
Ureter merupakan bagian dari sistem urinarius yaitu sistem tubuh yang berperan
dalam proses pembentukan dan pembuangan sisa metabolisme dan kelebihan cairan dalam
bentuk urin disebut juga sistem perkemihan. Sebelum mengetahui fungsi ureter, sebaiknya
kita mengetahui embriologi serta anatomi ureter. Secara embriologi sistem urinarius
berasal dari metanefros yang terdiri dari bagian dorsal mesonefros dan tonjol ureter.
Metanefros ini kemudian membentuk kaliks ginjal, jaringan parenkim ginjal, pielum, dan
ureter. Struktur ini kemudian naik ke arah dorsokranial selama perkembangannya pada saat
minggu ke delapan dan menyatu dengan blastema dan mengalami rotasi sehinga akhirnya
pielum dan hilus ginjal akan terletak di sebelah medial.
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder atau pipa yang
menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan dari pelvis
renalis yang berjalan dari hillus ginjal menuju distal dan kemudian bermuara pada kandung
kemih. Ureter terdiri dari 2 saluran pipa di sebelah kanan dan kiri yang menghubungkan
ginjal kanan dan kiri dengan kandung kemih. Ureter memiliki panjang sekitar 20 – 30 cm
dengan diameter rata – rata sekitar 0,5 cm dan diameter maksimal sekitar 1,7 cm yang
berada di dekat kandung kemih. Berdasarakan letak anatomisnya ureter ini dibagi menjadi
ureter pars abdominalis yang berada di dalam rongga abdomen dan ureter pars pelvis yang
berada di dalam rongga pelvis. Ureter memiliki tiga lapisan dinding yang terdiri dari
Jaringan ikat (jaringan fibrosa) pada lapisan luar, otot polos sirkuler dan longitudinal pada
lapisan tengah, sel – sel transisional pada lapisan mukosa sebelah dalam Pada pria ureter
terdapat di dalam visura seminalis atas yang disilangi oleh duktus deferens dan dikelilingi
oleh pleksus vesikalis. kemudian ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding
kandung kemih pada sudut lateral dari trigonum vesika. Pada wanita ureter terdapat di
belakang fossa ovarika yang berjalan ke bagian medial dan ke depan ke bagian lateral
serviks uteri di bagian atas vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam
perjalanannya, ureter ini didampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya
arteri ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Sistem
perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh darah arteri renalis, arteri
spermatika interna, arteri hipogastrika, arteri vesikalis inferior dengan hubungan kolateral
yang kaya perdarahan, sehingga umumnya perdarahan pada tindak bedah ureter tidak
begitu mengancam. Persyarafan ureter bersifat otonom yaitu oleh plexus hypogastricus
inferior T11 – L2 melalui neuron simpatis. Apa Fungsi Ureter? Ureter memiliki fungsi
yang penting yaitu menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Lapisan
dinding ureter yang terdiri dari otot – otot polos sirkuler dan longitudinal menimbulkan
gerakan – gerakan peristaltik (berkontraksi) setiap 5 menit sekali guna mendorong air
kemih kemudian disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke
dalam kandung kemih. Sewaktu masuk kandung kemih dinding atas dan dinding bawah
ureter akan tertutup dan pada saat kandung kemih penuh akan terbentuk katup (valvula)
yang mencegah kembalinya urin dari kandung kemih. Selain fungsi ureter tersebut selama
perjalanannya ureter memiliki beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada di banding tempat lainnya Tempat-tempat penyempitan itu antara lain
adalah : Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvico-uretero junction Pada
persilangan ureter dan arteri iliaka di rongga pelvis atau flexura marginalis Pada saat ureter
masuk ke dalam kandung kemih atau uretero-vesico junction Pada ketiga tempat sempit
inilah batu (batu ginjal) atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut
di dalam ureter (R. Sjamsuhidajat, 2010).
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut R. Syamsul Hidayat dan Wim Dejong, (2010). Gejala dan tandanya
tergantung pada lokasi batu, besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini
mempunyai tanda umum yaitu :

1. Hematuria (kencing darah).

2. Disuria : Pada pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri, sakit mendadak yang
disebabkan batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa pegal di CVA (Costovertebra
Angle) atau kolik yang menjalar ke perut bawah sesuai lokasi batu dalam ureter.

3. Pancaran urine terganggu.

Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) manifestasi klinis dari urolithiasis yaitu :

1. Nyeri pinggang : lokasi batu di ginjal, diureter bagian atas.


2. Nyeri pinggang menjalar ke abdomen atau ke skrotum dan testis atau ke vulva : batu di
ureter atau bledder.

3. Nyeri hebat (kolik) biasanya intermiten tetapi sangat berat : bila ureter spasme dan batu
tidak dapat melaluinya.

4. Mual, muntah : timbul sebagai respon sympatis dan parasympatis karena peristaltik dan
spasme ureter.

5. Pucat, diaphoresis

D. PATHOFISIOLOGI

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau urologi belum diketahui secara pasti.
Berbagai faktor mempengaruhi proses pembentukan batu. Faktor utama yaitu supersaturasi
filtrat. Faktor lain yaitu PH urine, stasis urine dan deficiensi faktor penghambat pembentuk
batu.

Batu terbentuk dari calsium, phospat, oxalat, asam urat, struvit dan kristal cystine.
Dan yang paling banyak adalah batu calsium yaitu calsium phopat dan calsium oxalat.
Batu asam urat dibentuk dari pengaruh metabolisme purine, batu struvit terbentuk karena
akibat dari ure splitting bacteri dan mengandung magnesium, phospat dan amonium. Batu
cystine terbentuk dari crystal cystine sebagai akibat dari defek tubulur renal.

Ketika filtrat yang harus diekskresikan semakin meningkat konsentrasinya,


keadaanini sangat mendorong terjadinya keadaan supersaturasi. Contohnya sebagai efek
immobilisasi yang lama dapat menyebabkan mobilisasi calsium dari tulang sehingga kadar
serum kalsium meningkat yang berdampak terhadap beban yang harus diekskresikan. Jika
intake cairan tidak adekuat akan terjadi supersaturasi dan akan terbentuk batu, lebih banyak
batu kalsium.

PH urine dapat meningkatkan atau melarutkan batu saluran kemih. Batu asam urat
cenderung terbentuk pada keadaan urine yang asam. Batu struvit dan kalsium phosfat
cenderung terbentuk pada keadaan urine yang alkali. Batu kalsium oxalat tidak dipengaruhi
oleh PH urine.

Batu dibentuk di ginjal dan menuju ureter dan turun kedalam vesika urinaria. Sering
kali batu tersangkut di sudut uretepelvie ataupun dilekukkan uretero visikal. Bila batu
menyumbat dan menghambat aliran urine menyebabkan dilatasi ureter sehingga terjadi
keadaan hidroureter. Rasa nyeri karena spasme ureter terasa sangat berat dan seperti
diremes atau ditusuk dan dapat menyebabkan shock. Dapat juga klien mengalami
hematuria karena kerusakan lapisan urethelial. Jika obstruksi tidak segera diatasi atau
dihilangkan, urin stasis dapat menyebabkan infeksi dan secara bertahap mengganggu
fungsi ginjal pada bagian yang dipengaruhi. Obstruksi terus menerus dapat menyebabkan
hidroneprosis atau pembesaran ginjal.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Harwono Sapto dan Susanto Fitri (2012) pemeriksaan diagnostik utuk
pasien ureterolithiasis meliputi :

1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan analisis urine yang dilakukan meliputi :

a. Berat jenis urine atau analisa urine : sering ada sel darah merah, putih, crystal,
perubahan PH, kultur sering ada bakteri.

Urine 24 jam study : sering terjadi peningkatan kadar kalsium, phospat, asam urat,
oxalat atau cystine.

b. Darah : kadar kalsium, protein, elektrolit, asam urat, phospat, BUN, creatinin dan
sel darah putih terjadi peningkatan.

2. Foto Rontgen

a. BNO (Buiknier Overziecht / Plan Foto Abdomen)

Pemeriksaan ini digunakan dalam saluran kemih juga menentukan besar, macam
dan lokasi batu.
b. IVP (Intro Vena Pyelographic)

Dari pemeriksaan ini dapat diketahui struktur dan fungsi dari sistim ginjal, ureter
dan buli-buli, kandung kemih.

c. CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan apabila kedua pemeriksaan yang lainnya belum
diketahui batu, macam maupun lokasi batu, CT Scan tampak adanya batu atau
massa.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Masjoer, Arif (2009), penatalaksanaan pada pasien ureterolithiasis dapat
dilakukan dengan cara :

1. Tujuan pengelolaan batu saluran kemih adalah :

a. Menentukan dengan tepat adanya batu, lokasi dan besarnya batu.

b. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih : rasa nyeri, gangguan ginjal,
infeksi..

c. Menghilangkan obstruksi,rasa nyeri dan infeksi.

d. Menganalisa batu dan mencari latar belakang terjadinya batu.

2. Tindakan :

a. Pemberian analgesik, pemberian antibiotik.

b. Pengatur diit, sesuai dengan hasil analisa batu

c. Mengangkat batu dengan cara :

Operasi : Nephrostomy, Pyelolithotomy, Neprhrolithotomy, Cystotomi,


Extracorporeal Shock Wave Lithotomy.
G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini dibedakan komplikasi akut dan
komplikasi jangka panjang :

1. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan
ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang
termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, sepsis, trauma vaskuler,hematuria.
Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.

2. Komplikasi jangka panjang adalah Gagal ginjal akut sampai kronis. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama
yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi
radiografi ( IVP ) pasca operasi (Suparman, et.al. 2003).

Menurut Barbara Engram, (2006) komplikasi dari batu ginjal adalah :

1. Obstruksi ginjal, yang dapat menimbulkan kerusakan permanen bila tidak teratasi

2. Perdarahan

3. Infeksi

H. TEHNIK INSTRUMENT PADA OPERASI URETEROLITHIASIS


1. Pengertian
Suatu cara mengelola instrumen selama proses insisi drainage.
2. Tujuan
 Mengatur alat secara sistematis dimeja mayo
 Memperlancar handling instrument
 Mempertahankan kesterilan alat-alat instrumen
3. Petugas : catat nama petugas
4. Persiapan alat
INSTRUMENT BASIC
1. Handle mes (Knifehandle) no. 3 1
2. Pincet Chirurgie 2
3. Pincet Anatomie 2
4. Gunting Metzembaum panjang / pendek 1/1
5. Gunting Benang (Ligature Scissors) 2
6. Arteri klem lurus/pean lurus 8
7. Arteri klem bengkok/pean bengkok (chrom klem) 8
8. Nald Voerder panjang/pendek 1/1

INSTRUMEN PENUNJANG/PENDUKUNG
1. Pinset bakar 1
2. Gunting jaringan 2
3. Klem allis 4
4. Klem masquito 2
5. Klem pedical 4
6. Klem stanteskey 4
7. Klem babchook besar 2
8. Klem babchook kecil 1
9. Doek klem 5
10. Hak tumpul 3
11. Hak otomatis 2
12. Hak defes kecil 3
13. Hak defes besar 1
14. Hak langen bag 2
15. O hak 2
16. Ureter steen 3
17. Steen long 2
18. Canul section 2
19. Klem desektor 2
20. Kocher besar 2
21. Sponge holder forcep 4
22. Bengkok 1
23. Kom 1
24. Spatel 1
25. Sendok kuret 1

Set linen dan bahan penunjang operasi/bahan habis pakai

a. Linen Set
b. Sarung tangan bermacam-macam ukuran
c. Desinfektan dan Alkohol 70 %, NS 0.9 %
d. Kassa
e. Hand pice cauter
f. Mess no 15 dan 20
g. Alcohol 70 %
h. Bethadine
i. Nacl
j. Sufratulle
k. Selang NGT no 8 dan 18
l. Selang suction
m. Set linen
n. Hand scon berbagai ukuran
o. Spuit 10 cc dan 50 lubang tengah cc
p. Selang kateter ( DC)
q. Urine bag 2
r. Dj sten no 6
s. Benang silkam 2.0 cutting (multifilament non absorbel)
t. Benang safil 4.0 / 1 teper (multifilament absorbel)
u. Benang chromic 2.0 teper (multifilament absorbel)
Alat tidak Steril

1. Mesin ESU
2. Mesin suction
3. Mesin anastesi
4. Lampu operasi
5. Meja Mayo.
6. Meja Instrumen
7. Plad diartermy
8. Plester / hepafik
9. Gunting Verban/ Bandage scissors.
10. Standar Infus.
11. Tempat sampah
12. Botol PA
13. Underped

Persiapan pasien

a. Inform consent
b. Puasa
c. Alat-alat dan obat-obatan.
d. Cek kebutuhan operasi

Setelah penderita dilakukan anaesthesi.

 Mengatur posisi terlentang.


 Memasang plat diatermi di bawah paha penderita
 Memasang folley cathetera (kalau perlu)

Prosedur

1. Lakukan Sign in
2. Pasien di lakukan anasthesi dengan general anasthesi
3. Atur posisi pasien dengan lumbotomi dan posisi meja operasi head up.
4. Memasang plad diartermy di paha pasien.
5. Tim operasi (instrumentator, asisten dan operator) melakukan cuci tangan (scubbing),
memakai baju operasi (gaunning), memakai hand scon steril (glowing).
6. Instrumentator menata instrument di meja mayo dan menghitung jumlah instrument serta
kassa yang akan di gunakan.
7. Lakukan disinfektan area operasi menggunakan popidon iodine 10% dan alcohol 70 %.
8. Lakukan drepping medan operasi dan fiksasi dengan doek klem.
9. Dekatkan instrument di meja operasi dan Pasang selang suction dan hand piece kauter.
10. Memulai time out dan berdoa di pimpin oleh operator.
11. Berikan mess ukuran 20 kepada operator untuk melakukan Insisi kulit dimulai dari tepi bawah
arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus, diperdalam lapis demi lapis mengunakan kauter
dari dermis, subkutis kemudian fasia eksterna di insisi menggunakan mess, klem kedua sisi
fasia kemudian perlebar menggunakan gunting mestzembung, kemudian berikan klem kepada
operator untuk meyeplit otot muskulus interkostalis dibelakang dan muskulus oblikus
abdominis depan sampai didapatkan fasia abdominis internus. Fascia abdominis internus di
insisi menggunakan mess kemudian klem kedua sisi fasia kemudian perlebar menggunakan
gunting mestzembung , kemudian peritoneum disisihkan penempelannya pada fascia
abdominis internus menggunakan stil dep.
12. Sebelum mengindentifikasi rongga retroperitonial jika masih ada perdarahan mulai dari
dermis, subkutis dan otot atasi dengan dep kassa kemudian di kauter sampai benar-benar
perdarahan berhenti.
13. Kemudian berikan ke pada operator retractor atau hak otomatis untuk mempermudah melihat
medan operasi.
14. Kemudian operator mengidetentifikasi ureter dengan cara membuka fascia gerota yang
terletak di depan muskulus ileopsoas dengan ciri-ciri: berupa saluran warna putih, tidak
berdenyut, berjalan bersama-sama dengan arteri spermatika interna pada laki-laki atau arteri
ovarika pada wanita, kemudian operator membebaskan ureter dari fascia gerota
menggunakan mess, klem kedua sisi fascia kemudian perlebar menggunakan gunting
mestzembung dan operator membebaskan ureter menggunakan klem desektor.
15. Setelah ureter terbebaskan kemudian ureter di tegel menggunakan selang ngt no 8 tepat di
proksimal batu ureter kemudian selang ngt di klem,
16. Kemudian operator meraba batu ureter dan membersikan ureter menggunakan nacl, kemudian
berikan mess no 15 , operator memulai insisi di ureter dari proksimal ke distal sesuai dengan
panjangya batu, kemudian operator mengambil batu menggunakan ston tang, kemudian
operator mengevaluasi cairan yang keluar dari ureter.
17. Berikan operator spuit 50 cc dan selang ngt no 8 untuk dilakukan sondage ke ureter distal
dan proksimal, jika sondage lancar kemudian operator melakukan spoeling menggunakan nacl
dan bethadine/metelinblue di ureter distal kemudian di lihat selang kateterya keluar cairan
atau tidak, kemudian spoling kearah proksimal kemudian di lihat ureter yang di insisi tadi
keluar cairan ya atau tidak, kemudian di bilas menggunakan nacl.
18. Setelah itu operator akan memasang dj stan, sebelum memasang dj stan operator mengisi
cairan nacl ke muara ureter sebanyak 100-150 cc kemudian selang kateter di klem. Berikan
rangkaian dj sten yaitu dj sten no 6 dan wier, kemudian masukan dj sten ke ureter distal
kemudian masukan dj sten kea rah proksimal.
19. Kemudian berikan operator benang safil 4.0 untuk menjahit ureter dengan tehnik kontinyu,
jahit fascia gerota menggunakan benang safil 4.0 dengan tehnik jahitan kontinyu.
20. Kemudian bersikan rongga retroperitoneal menggunakan nacl sampai benar-benar bersih dan
di suction, berikan selang ngt no 18 untuk di pasang drine, jahit drine menggunakan benang
silkam 2.0 cutting.
21. Lakukan sight out.
22. Tutup luka operasi lapis demi lapis, berikan operator klem kecil 4 buah dan pinset anatomis
serta benang safil 1 teper untuk menjahit otot dan fasia dengan tehnik jahitan kontinyu, berikan
benang cromik 2.0 untuk menjahit lemak dengan tehnik jahitan simpul dalam, berikan
operator benang silkam 2.0 untuk menjahit kulit dengan tehnik jahitan simple.
23. Setelah itu kemudian bersihkan luka yang sudah di jahit dengan kassa basah setelah itu di
keringkan dengan kasa kering kemudian berikan sedikit betadine dan di beri supratul, tutup
dengan kasa steril dan fiksasi dengan hepafik.
24. Operasi selesai.
25. Hitung semua bahan habis pakai dan mencucui instrument dan menghitung kembali
instrument.
Evaluasi

1. Kelengkapan instrument
2. Proses operasi
3. Bahan pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA

Anderton, J. L. 2007. Atlas Bantu Nefrologi. Jakarta : Hipokrates.

Bilal, Habib. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, Alih Bahasa Indonesia Budi Santosa.
Jakarta : Prima Medika.

Doenges, Marilynn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hartono, Andry. 2012. Prinsip Diet Penyakit Ginjal. Jakarta : Arcan.

Japaries, willie. 2008. Penyakit Ginjal. Jakarta : Arcan.

Mansjoer, A. Supra Haita, Wardani Setiawan. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Edidi 3, Jilid 2.
Jakarta : FKUI.

Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne, C. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3. Jakarta
: EGC.

Anda mungkin juga menyukai