Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ERITRODERMA DI RUANG

LONTARA 3 ATAS BELAKANG RUMAH SAKIT


DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH :

CINDY INDRIYANI

19.04.036

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
T.A 2019/2020
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI
Eritroderma (dermatitis eksfoliativa) adalah kelainan kulit yang
ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya
disertai skuama ( Arief Mansjoer )
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup permukaan
tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada
eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratumkorneum yang
terlepas dari kulit. Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksoliatativa
generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda.
Kata ‘eksfolias’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun
kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan
berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.
Adapun definisi lainnya terkait endoderma atau dermatitis eksfoliatifa
generalisata anatara lain :
a. Eritriderma adalah istilah untuk segala keadaan klinis dimana terjadi
keradangan kulit yang sangat luas, yang mencapai lebih dari 90 % luas
permukaan kulit tubuh. (Agusni, Indropo dkk )
b. Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang
ditandai dengan eritema dan skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh.
Prosesnya dapat primer ataupun idiopatik, tanpa didahului penyakit kulit
atau sistemik sebelumnya.
c. Endoderma juga dikenal sebagai exfoliative dermatitis atau pitriasis rubra.
Endoderma adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologis
berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90% area kulit.
B. ETIOLOGI
1. Penyakit kulit sebelumnya
Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang
telah ada sebelumnya, diantaranya yang paling sering menimbulkan
eritroderma anatar lain ;
a. Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik
dan residif, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan.
b. Dermatitis atopic
Dermatitis atopic adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang
mempunyai riwayat atropi, ditandai dengan adanya reaksi yang
berlebihan terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya, seperti
bahan iritan, allergen, dan kecenderungan untuk memproduksi IgE.
Karakteristiknya adalah adanya rasa gatal, eritema dan adanya
perubahan histologik dengan sel radang yang bulat, dan ada epidermal
spongiotik.
c. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan
muka, kronik dan superficial.
2. Reaksi hipersensitivitas Obat
Beberapa obat seperti golongan calcium channel blocker, antiepilepsi,
antibiotic (seperti penicili, sulfonamis, dan vancomicin), allopurinol, gold,
lithium quinidine, simetidin dan dapsone yang paling sering mencetuskan
terjadinya eritrodermaderma.

3. Penyakit Keganasan
Penyakit keganasan yang dapat menimbulkan eritroderma adalah
limfoma dan leukemia.
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya eritroderma adalah mulai timbul bercak eritema
yang meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus
dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai
membrane mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala
sudah terkena dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas.
Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6
hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan
kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning.
Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh
kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga
sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien
menggigil untuk menimbulkan panas metabolic.
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat
sekarang semua eritroderma ada penyebabanya, jadi eritroderma selalu
sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis
yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut
dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritema saja, setelah
penyembuhan barulah timbul skuama.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan
dermatitis seboroik bayi. Psoriosis dapat menjadi eritroderma karena dua hal
yaitu; karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.
Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada
eritroderma et causa psoriasi, merupakan aritroderma yang disebabakan oleh
penyakit psoriasis atau pengobatannya yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topical, komplikasi fototerapi, stres emosional yang berat, penyakit terdahulu
misalnya infeksi.
Ptiriasis rubra piliaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat
pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit
kepala diikuti perluasan ke dahi dan telinga, pada saat ini akan menyerupai
gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis
palmoplantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis di
sekeliling tangan dan menyambar ke kulit berambut.
Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel atau bula berukuran kecil,
berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang
khas adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar,
sedangkan bula kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan
menjadi bau busuk.
Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papul, vesikel sampai erosi
dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat. Permulaan
timbulnya liken planus dapat mendadak atau berlahan-lahan, dapat langsung
berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh lagi. Kadang-
kadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan, puncak
mengkilat, polygonal, papula mungkin terjadi pada bekas garukan (fenomena
koebner). Bila dilihat dari kaca pembesar , papul mempunya pola garis-garis
putih (whickham’s striae). Lesi simetrik, biasanya pada permukaan fleksor
pergelangan tangan, menyebar ke punggung dan tungkai. Mukosa mulut
terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis dan mukosa
vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku menipis dan berlubang-lubang.
Anak-anak jarang terkena tetapi terdapat bercak kemerahan mungkin tidak
khas dan dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal dan cenderung
menyembuh dengan sendirinya.
( Brunner & Suddarth vol 3 )

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul
secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh ,
sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah
psoriasis dan dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).
3. Eritroderma karena psoriasis Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada
tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih
eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang
lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.
4. Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum ) Usia pasien antara 4 -20
minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit
berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.
5. Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat
ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi
fokal. (Arif Masjoor , )

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Klinis
a. Keadaan umum penderita (terutama bila penderita tua atau balita) perlu
diperhatikan apakah ada tanda-tanda dehidrasi, mengigil dan
sebgainya.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
c. Luasanya eritema (%permukaan tubuh), bentuk skuama tebal dan
transparan, adakah daerah yang basah atau erosi.
d. Pemeriksaan keadaan kulit kepala rabut dan kuku.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan gama globulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase
akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan. Selain itu
pemeriksaan laboratorium yang juga dapat dilakukan anatara lain
pemeriksaan BJ plasma (bila ada kecurigaan deficit cairan tubuh),
pemeriksaan elektrolit (bila ada kelainan dalam pernapasan), pemeriksaan
hapusan darah untuk meningkirkan kemungkinan adanya leukemia,
pemeriksaan KOH jika ada scabies.
3. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada samapai dengan
50% kasus, biopsy kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi,
tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut , spongiosis
dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis
dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrsi bisa menjadi semakin
plemorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostic specific,
seperti bandlike limfod infiltrate di dermis-dermis, dengan sel cerebriform
mononuclear atipikal dan pautrier’s microabscesses.
Pada pasien dengan sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang
disebut dengan sel sezary. Biopsi pada kulit juga member kelainan yang
agak khas, yakni terdapat infiltrate pada dermis bagian atas dan
terdapatnya sel Sezary. Disebut sezary syndrome bila jumlah sel yang
beredar 1000/mm3 atau melebihi 10 % sel yang beredar.
F. KOMPLIKASI
Menurut Ruseppo Hasan ( 2005 ) terdapat beberapa komplikasi
Eritroderma diantaranya:
1. Abses        
2. Furunkulosis                  
3. Konjungtivitis                
4. Stomatitis
5. Limfadenopati 
6.  Hepatomegali
7. Rinitis
8. Bronkitis
G. PENATALAKSANAAN
1. Perbaiki cairan tubuh
2. Eliminasi factor-faktor pencetus anatara lain;
a. Diet pantang ikan laut
b. Hindari sinar matahari
c. Mandi tanpa sabun/ dengan sabun PH netral
3. Terapi medis
a. Pada eritroderma golongan I (akibat alergi obat), obat tersangka
sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan
eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan
oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednisolon 4 x10 mg.
Penyebuhan terjadi cepat umumnya dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu.
b. Pada golongan II akibat penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.
Dosis mula prednisone 4x 10 mg sampai 15 mg per hari. Jika setelah
beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah
tampak perbaikan , dosis diurunkan perlahanlahan. Jika eritroderma
terjadi akibat pengobatan dengan terkena psoriasis, maka obat
tersebuy harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula
diobati dengan asetretin. Lama penyebuhan golongan II ini bervariasi
beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak seperti golong I.
c. Pada pengobatan dengen kortikosteroid jangka lama (long term), yakni
jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisoslon daripada
perdnison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
d. Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatka kehinlangan proten. Kelainan kulit
juga perl diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasidilatasi
oleh eritema misalnya salep lanolin 10% atau krim urea 10%.
e. Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat
infeksi sekunder baik yang bersifat local maupun sistemik. Pemberian
antibiotic sistemik pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi
sekunder juga memberikan keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat
menyebabakan eksaserbasi eritroderma.
4. Perawatan Topical
a. Bila masih menggigil penderita tidak boleh mandi dulu
b. Setiap pagi seluruh tubuh diolesi oleum cocos
c. Untuk kulit yang terlalu kering dapat digunakan krim hidrokortison 1
%
H. PROGNOSIS
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah
penggunaan obat dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan
golongan ini tercepat dari golongan lain. Pada eritroderma yang belum
diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi
gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid. Eritroderma
disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin
akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga.
Dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai dengan kondisi
yang lemah. Sindrom sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fokus
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk
mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta
basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi
mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik ,
yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil
kultur dan sensitivitas.
2. Biodata
Biasnya laki – lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien
planus, psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus ,
dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama 
kulit.
4. Pola Fungsi Gordon
a. Pola Nutrisi dan metabolisme
Terjadinya kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh
pasien ( dehidrasi ).
b. Pola persepsi dan konsep diri
Konsep diri : Adanya eritema, pengelupasan kulit , sisik halus berupa
kepingan / lembaran zat tanduk yang besr – besar seperti keras
selafon , pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.
c. Pemeriksaan fisik
- KU : lemah
- TTV : suhu naik atau turun.
- Kepala : Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
- Mulut: Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang
disebabkan oleh obat.
- Abdomen : Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
- Ekstremitas : Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
- Kulit: Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga
terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan
pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama. ( Marwali Harahap , 2017).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko kerusakan integritas kulit b/d perubahan fungsi barier  kulit.
2. Gangguan citra tubuh b/d penampakan kulit yang tidak bagus.
3. Gangguan pola tidur b/d pruritus.
4. Gangguan rasa nyaman : gatal b/d adanya bakteri / virus di kulit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1. Risiko Tujuan : a. Observasi tanda- a. Indikator
kerusakan Setelah dilakukan tanda vital, keadequatan status
integritas tindakan membrane hidrasi
kulit b/d keperawatan selama mukosa, turgor b. Klien tidak
perubahan 1x24 jam diharapkan kulit. mengkonsumsi
fungsi klien dapat b. Observasi input cairan sama sekali
barier  kulit. menunukkan status dan output dan mengakibatkan
hidarasi yang IWL dehidrasi atau
adekuat dengan c. Berikan cairan per mengganti cairan
KH: oral dan IV sesuai untuk masukan
- menunjukkan indikasi kalori yang
peningkatan integritas d. Monitor hasil berdampak pada
kulit laboratorium. keseimbangan
- menghindari cidera elektrolit atau
kulit balance cairan
c. Menggantikan
kehilangan cairan
dan memperbaiki
keseimbangan cairan
dan elektrolit
d. Memberikan
Informasi status
hidrasi klien

2. Gangguan Tujuan :
a. Kaji adanya a. Gangguan citra diri
citra tubuh setelah dilakukan
gangguan citra diri akan menyertai
b/d intervensi maka pasien
(menghindari setiap
penampakan dapat meningkatkan
kontak penyakit/keadaan
kulit yang integritas diri
mata,ucapan yang  tampak nyata
tidak bagus. KH: merendahkan diri bagi klien, kesan
mengungkapkan sendiri. orang terhadap
peningkatan rasa percaya b. Identifikasi dirinya berpengaruh
diri dalam menghadapi stadium terhadap konsep diri.
penyakit psikososial b. Terdapat hubungan
terhadap antara stadium
perkembangan. perkembangan, citra
c. Berikan diri dan reaksi  serta
kesempatan pemahaman klien
pengungkapan terhadap kondisi
perasaan. kulitnya.
d. Mendorong c. lien membutuhkan
sosialisasi dengan pengalaman
orang lain. didengarkan dan
dipahami.
d. membantu
meningkatkan
penerimaan diri dan
sosialisasi.

a. Udara yang kering


Gangguan
3. Tujuan : a. Nasihati klien membuat kulit terasa
pola tidur b/d
setelah dilakukan untuk menjaga gatal, lingkungan
pruritus.
intervensi maka pasien kamar tidur agar yang nyaman
mampu untuk tetap memiliki meningkatkan
mentoleransi pruritusnya. ventilasi dan relaksasi.
KH: kelembaban yang b. Tindakan ini
- pasien melaporkan baik. mencegah
dapat beristirahat b. Menjaga agar kulit kehilangan air, kulit
dengan cukup selalu lembab. yang kering dan
- mengurangi atau c. Mandi hanya gatal biasanya tidak
menghilangkan rasa diperlukan, dapat disembuhkan
gatal gunakan sabun tetapi bisa
lembut, oleskan dikendalikan.
krim setelah c. Memelihara
mandi. kelembaban kulit
d. Melaksanakan d. Memberikan efek
gerak badan secara menguntungkan bila
teratur. dilaksanakan di sore
hari.

a. Mengurangi

Gangguan Tujuan: pelebaran area yang


4. a. Berikan bedak
rasa nyaman : setelah dilakuakn asuhan gatal
pada area yang
gatal b/d keperawatan diharapkan b. Mencegah terjadinya
gatal
adanya tidak terjadi luka pada b. Beritahu luka akibat garukan
pasien
bakteri / virus kulit karena gatal c. Makanan dapat
untuk tidak
di kulit KH: memperparah gatal
menggaruk area
tidak terjadi lecet di d. Untuk lebih
- yang gatal
kulit mempermudah
c. Beritahu pasien
pasien berkurang dalam proses
- untuk menghindari
pengobatan
gatalnya makanan yang
dapat
menimbulkan
alergi
d. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2010.DermatosisEritroskuamosa.Dalam :IlmuPenyakitKulit Dan


Kelamin. EdisiKelima. CetakanKetiga. Editor :Djuanda A, Hamzah
M, dkk.Jakarta: FakultasKedokteranUniversitas Indonesia.
Hal.197-200.

Sigurdsson V, Steegmans PH, van Vloten WA. 2011. The incidence of


erythroderma: a survey among all dermatologists in The
Netherlands. J Am AcadDermatol. 45(5): 675-8.

Wolff, K and Johnson, R.A. 2013. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of
General Dermatology 6th Edition.New York : McGraw-Hill.

Zalman, S. Agus, MD. 2009. ICD: Idiopathic Erythroderma May Signal


Undiagnosed Cancer. Diaksestanggal 10 Januari 2011
(http://www.medpagetoday.com/erythroderma/)

Hidayat, A. 2009.Eritroderma.Diaksestanggal 10 Januari 2011


(http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/05/askep-eritroderma/)

Lasimpala, N. 2011.Eritroderma.Makassar :UniversitasHasanudin.. (Online);


Diaksestanggal 10 Januari 2011
(http://www.scribd.com/doc/47726198/ERITRODERMA)

Bandyopadhyay, D., et al. 2010. Erythroderma.;.Dept. of Dermatology, R G


Kar Medical College, Calcutta, India.

Sanusi, H Umar, MD, et al. 20012. Erythroderma (Generalized Exfoliative


Dermatitis. (Online); Diaksestanggal 10 Januari 2011
(http://emedicine.medscape.com/article/762236-overview)
Smeltzer, Suzanne C. 2011. Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah Brunner
&Suddarth.Edisi 8.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai