Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

ISTIRAHAT DAN TIDUR

A. Konsep Kebutuhan Istirahat dan Tidur


1. Defenisi Kebutuhan Tidur dan Istirahat
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi
secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap
individu. Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan
emosional, dan bebas dari perasaan gelisah. Jadi, beristirahat bukan berarti tidak
melakukan aktivitas sama sekali. Terkadang, berjalan-jalan di taman juga bisa
dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat.
Sedangkan tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik
yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fsiologis tubuh,
dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga dari waktu kita,
kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat
memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi
stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsenterasi saat
hendak melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Fisiologi Tidur dan Istirahat
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat
otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem
pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan
kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat
pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons
(Potter & Perry, 2005).
Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberi rangsangan
visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron
dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada
saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada
di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR),
sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak
dan system limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus
atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Potter & Perry, 2005).
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer,
endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal. Tiap kejadian tersebut dapat
diidentifikasi atau direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas
listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan electromiogram (EMG) dan
electroculogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata (Tarwoto & Wartonah,
2006).
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme
selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan
bangun. Reticular activating system (RAS) di bagian batang otak atas diyakini
mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS
memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri, dan sensori raba. Juga menerima
stimulus dari korteks serebri (emosi, proses pikir) (Tarwoto & Wartonah, 2006). Pada
keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS melepaskan katekolamin,
misalnya norepineprine. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan serum
serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbur
synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor sensori perifer misalnya
bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbiks seperti emosi (Tarwoto & Wartonah,
2006). Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha
dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat
itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto & Wartonah, 2006).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tidur dan Istirahat
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
tidur yaitu :
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau
tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti
asma, bronkitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persyarafan.
b. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak
adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat
upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang
buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu
bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
c. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin
lelah seseorang,semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah
beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
d. Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa
tidur pada waktu yang tepat.

e. Stress emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. kondisi ansietas
dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi system saraf
simapatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV
dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulant dan alcohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP
sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alcohol yang
berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alcohol telah
hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk.
g. Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnyaterjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan
dengan peningkatan ttal tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
h. Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh.
Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di
malam hari.
i. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hipnotik
dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat menyebabkan
insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan
morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga
di malam hari.
j. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga
sering kali dapat mendatangkan kantuk.
4. Macam-Macam Gangguan yang Mungkin Terjadi pada Tidur dan Istirahat
Klarifikasi gangguan tidur menurut Potter & Perry (2005), yaitu:
a. Insomnia
Insomnia adalah suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang
adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan tidur yang hanya sebentar atau
susah tidur. Insomnia ini terbagi menjadi dua jenis yaitu: pertama initial insomnia
yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur, karena
selalu terbangun pada malam hari dan ketiga terminal insomnia merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari
(Alimul, 2012).
b. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur
(Potter & Perry, 2005). Ada tiga jenis apnea tidur: apnea sentral, obstruktif, dan
campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif, dan
campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif. Bentuk yang
paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea/OSA),
terjadi pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorokan rileks pada saat
tidur. Jalan napas atas menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran
udara pada hidung berkurang (hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik
(Guilleminault, 1994). The National Commission on Sleep Disorders Research
(1993), memperkirakan bahwa 18 juta orang di Amerika Serikat memenuhi
kriteria diagnostik untuk OSA. Klien yang mengalami apnea tidur seringkali
tidak memiliki tidur dalam yang signifikan. Selain itu banyak juga terjadi keluhan
mengantuk yang berlebihan di siang hari, serangan tidur, keletihan, sakit kepala
di pagi hari, dan menurunnya gairah seksual.
c. Narkolepsi
Keadaan yang tidak dapat dikendalikan untuk tidur seperti seseorang dapat tidur
dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, dan lain-lain (Alimul, 2012).
d. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat
insomnia. Penyebabnya dapat mencakup penyakit (misalnya, demam, sulit
bernapas, atau nyeri), stres emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan
(misalnya asuhan keperawatan yang sering dilakukan) dan keanekaragaman
waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja. Deprivasi tidur melibatkan
penurunan kuantitas dan kualitas tidur serta ketidak konsistenan waktu tidur.
Apabila tidur mengalami gangguan atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan
urutan siklus tidur normal dant terjadi deprivasi tidur kumulatif.
e. Parasomnia
Parasomnia adalah kumpulan dari penyakit yang dapat mengganggu pola tidur
seperti somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada
anak-anak dalam tahap III dan IV dari tidur REM (Alimul, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Alimul & Auliyah. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Health Books.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: ECG

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi ke-
3. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai