Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN S DENGAN

DIAGNOSA MEDIS GERD DI RUANG KENCANA RUMAH


SAKIT CIREMAI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners


Departemen/Stase Keperawatan Dasar

Disusun Oleh:
MIA SYLVIAWATI
JNR0230129

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2023-2024
LAPORAN PENDAHULUAN

GERD

A. Pengertian GERD
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu masalah
pencernaan dimana asam lambung naik secara terus menerus sampai esofagus
sehingga mengakibatkan iritasi (Kuswono, Yuriza & Akbar, 2021). Gastroesophageal
reflux disease (GERD) yaitu sebuah kondisi akibat naiknya asam lambung sampai
esofagus disertai beberapa tanda gejala yang dirasakan (Syadiyah, Dewi, Adwitiya,
Putra & Noviana, 2022).
B. Anatomi & Fisiologi
a. Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk-J,
dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung
adalah 1-2 liter. Secara anatomi lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum
pilorikum atau pylorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura
minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada
kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke
dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali.
Darah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran
balik isi usus ke dalam lambung (Wijaya & Putri, 2020).
Bagian-bagian dari lambung yaitu : (Mutaqqin & Sari, 2020)
a) Esophagus adalah untuk mengangkat makanan, cair dan air dari mulut ke
lambung, lapisan otot esopagus yang terjepit bersama-sama di bagian atas
bawah esofagus. Bagian-bagian dari esopagus dikenal sebagai spingter. Ketika
seseorang yang menelan, spingter ini secara otomatis relaksasi dan
memungkinkan makanan dan cairang untuk melewati esophagus.
b) Fundus merupakan bagian tengah dari lambung. Pada bagian ini makanan
akan tersimpan selama kurang lebih 1 jam didalam fundus, gas-gas akan
terakumulasi ketika proses pencernaan kimia terjadi didalam lambung.
c) Korpus/bodi merupakan wilayah pusat dari organ lambung. Dibagian
korpuslah proses pencernaan kimia akan terjadi. Pada korpus terdapat kelenjar
yang tersusun atas:
• Sel parietal yang berperan menghasilkan HCI.
• Sel peptik yang berperan menghasilkan pepsinogen.
• Sel lendir yang berperan menghasilkan lendir.
d) Antrum, bagian yang berfungsi untuk menampung bubur makanan yang sudah
menjadi kimus
e) Piorus merupakan bagian lambung yang berhubungan dengan usu dua belas
jari, pada bagian ini makanan akan terkumpul dan mengalami prose
pencernaan sebelum masuk kebagian usus dua belas jari. Pilorus akan bekerja
dengan dipengaruhi pH dari makanan.
f) Lambung mengandung HCI, pepsin dan renin
• Pepsin untuk mengubah makanan menjadi lebih kecil.
• Renin untuk mengubah keseinogen menjadi kasein.
• HCI untuk membunuh kuman dan bakteri.
Kedua ujung lambung di lindungi oleh spingter yang mengatur
pemasukan dan pengeluaran. Spingter kardia atau spingter esophagus
bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah
refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan spingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia.
Berdasarkan histologi lambung, lambung terdiri atas 4 lapisan yaitu:
a) Lapisan mukosa adalah lapisan pada dinding lambung yang akan
mengeluarkan berbagai jenis cairan. Cairan yang dimaksud seperti
enzim, asam lambung, dan juga hormon.Lapisan mukosa berbentuk
seperti palung. Bentuk tersebut bermanfaat untuk memperbesar
perbandingan antara luar dan volume, sehingga volume getah lambung
yang dikeluarkan menjadi lebih banyak. Pada lapisan mukosa terdapat
empat jenis sel yang bermanfaat dalam proses pencernaan, yaitu sel
goblet, sel parietal, sel chief, dan sel duodenal.
• Sel goblet Untuk memproduksi mukus. Mukus adalah lendir yang
berguna untuk menjaga lapisan terluar dari sel lambung agar tidak
terluka dan tidak mengalami kerusakan bila terkena dari berbagai
jenis-jenis enzim seperti enzim pepsin dan juga asam lambung.
• Sel parietal Untuk menghasilkan asam lambung atau yang sering
disebut getah lambung. Asam lambung tersebut berguna untuk
mengaktifkan enzim pepsin.
• Sel chief Untuk menghasilkan pepsinogen. Pepsinogen adalah
bentuk enzim pepsin yang tidak aktif. Enzim pepsin yang aktif
tersebut berfungsi agar enzim tidak mencerna protein di dalam
lambung.
• Sel duodenal adalah bagian dari sistem pencernaan dimana sel
duodenal terletak setelah lambung dan menghubungkan ke usus
kosong (jejenum), penghasil sekresi bikarbonat yang berfungsi
sebagai penetral asam.
b) Lapisan submukosa pada lambung merupakan tempat dimana pembuluh
darah vena, arteri dan sistem saraf ditemukan. Sistem saraf enterik
sebagai pengatur fungsi dari lambung, pembuluh darah vena dan arteri
tersebut bermanfaat untuk menyalurkan berbagai nutrisi makanan dan
oksigen ke sel-sel dalam perut.
c) Lapisan muskularis merupakan lapisan otot lambung yang membantu
proses pencernaan secara mekanis. Lapisan muskularis terbagi atas tiga
bagian yaitu lapisan otot melingkar, memanjang, dan menyerong.
Ketiga otot tersebut akan menghasilkan kontraksi pada lapisan lambung
yang disebut dengan gerakan peristaltik. Gerakan peristaltic tersebut
akan membuat makanan yang ada di lambung di aduk-aduk.
d) Lapisan serosa merupakan lapisan terluar dari lambung. Lapisan serosa
bermanfaat untuk melindungi lambung dari gesekan. Lapisan serosa
melindungi perut dari gesekan dengan anggota tubuh yang lain
b. Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti
kantung dapat berdilatasi dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asma
klorida (HCI) dan enzim-enzim seperti pepsin, renini dan lipase. Lambung
memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi
motorik terdiri atas penyimpanan, pencampuran dan pengosongan cairan lambung
(kimus/makanan yang bercampur dengan sekret lambung) ke duodenum.
Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin
dan HCI, sintensis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, akan mensekresi mukus yang membentuk selubang dan melindungi
lambung serta sebagian pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi
barrier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas
penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum,
pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus
dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang
sesuai untuk pencernaan dan absorbs dalam usus halus (Price, 2021)
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCI) atau asam lambung dan
enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusu untuk
gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk
membentuk cairan padat dan dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke
duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan
lambung yang mengandung berbagai zt, diantaranya adalah HCI dan pepsinogen.
HCI membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membentuk pencernaan
protein, menghasilakn pH yang diperlukan pasien untuk mencerna protein, serta
merangsang empedu dan cairan pancreas. Asam lambung cukup pekat untuk
menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normalmukosa lambung tidak
mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung
muskus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Wahyuningsih, 2020).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf
yang bekerja yaitu saraf pusat dan saraf otonomi, yakni saraf simpatis dan
parasimpatis. Adapun hormone yang bekerja antara lain adalah hormone gastrin,
asetilkolin dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam
lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan
masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam
lambung terjadi krtiga makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung
akan tetapi berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang
teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut
memudahkan lambung mengenali waktu makanan sehingga produksi lambung
terkontrol (Wahyuningsih, 2020).

C. Manifestasi Klinis
Ardhan dkk (2022), mengemukakan terdapat beberapa tanda gejala pada
penderita GERD seperti dada terasa panas dan terbakar (heartburn), perut kembung,
mengalami mual, muntah. Penderita juga biasanya mengeluh karena adanya rasa cepat
kenyang, sering bersendawa dan juga mengalami kesulitan menelan dikarenakan
adanya rasa nyeri pada saat menelan, nyeri di belakang tulang payudara atau persis di
bawahnya, bahkan menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
D. Etiologi
Ada banyak hal yang mempercepat terjadinya GERD meliputi obesitas atau
kegemukan di usia lebih dari 40 tahun, biasanya dialami oleh perempuan, ras tertentu
juga dapat menjadi faktor risiko GERD, merokok, asma, hiatal hernia, diabetes,
riwayat keluarga dengan GERD, kehamilan, tingkat perekonomian, makanan,
beberapa obat-obatan dan scleroderma, mengonsumsi makanan berasam, coklat,
minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan
yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk apa
yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai antihistamin dan beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat, Alergi makanan
atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks, tetapi hal ini adalah
penyebab yang kurang sering terjadi. (Tarigan & Pratomo, 2019).
E. Patofisiologi
Kunci dari patofisiologi GERD adalah terjadinya refluks lambung yang
abnormal dari perut sampai esofagus. Pada beberapa kasus, adanya refluks isi
lambung sering dirasa normal, tetapi bisa menjadi suatu tanda gejala GERD. Dalam
kondisi yang normal, pada saat terjadi refluks bisa dicegah oleh barrier antirefluks,
yang dinamai dengan zona anatomi kompleks, terdapat beberapa komponen antara
lain sfingter esofagus
bagian bawah atau lower esophageal sphincter (LES), diagfragma kural ekstrinsik
serta struktur pendukung katup yang menutup gastroesogafus (Pusmarani, 2019).
Jika terjadi masalah di komponen itu, menyebabkan refluks dapat lebih sering
terjadi dan mengakibatkan esofagus lebih sering terpapar oleh asam lambung. Jika
terjadi berulang kali, maka menyebabkan masalah yang lebih serius seperti erosi
esofagus, inflamasi bahkan perforasi (Surya, 2020).
Masalah yang ada pada lower esophageal sphincter (LES) biasanya menjadi
pemicu utama GERD. Walaupun masih ada faktor penyebab GERD yang lain, akan
tetapi yang paling sering terjadi yaitu adanya relaksasi di bagian bawah LES atau
transient lower esophageal Sphincter Relaxations (TSLERs) (Surya, 2020).
Lower esophageal sphincter (LES) adalah lapisan otot di bagian distal
esofagus untuk melindungi tekanan yang ada di atas esofagus agar lebih tinggi
dibanding tekanan pada intraabdominal, maka dapat mencegah adanya refluks isi
lambung. Pada fase postprandial dapat meningkatkan frekuensi refluks asam
lambung. Selain itu faktor fisiologis juga dapat meningkatkan refluks seperti masalah
pada saat mekanisme pengosongan esofagus, hiatal hernia dan tertundanya
pengosongan isi lambung (Surya, 2020).
Pada saat refluks tanda gejala serta luka terjadi karena dipengaruhi oleh lama
terpaparnya esofagus karena isi lambung dan tingginya keasaman isi lambung.
Lamanya paparan pada esofagus karena isi lambung juga dipengaruhi karena
efektivitas pembersihan esofagus yang melibatkan proses peristaltik, serta hiatus
hernia. Lamanya paparan mukosa esofagus karena cairan isi lambung disebut reflux
exposure time or bolus contact time. Terjadinya paparan itu menyebabkan adanya
iritasi serta luka atau bahkan inflamasi. Skala sensasi nyeri serta inflamasi
dipengaruhi integritas pada epitel setiap individu. Sehingga, cara pertama yang dapat
dilakukan pada saat terjadi refluks fokus terhadap penyesuaian pH dalam cairan
lambung (Surya, 2020).
Masalah pada saat pengosongan di esofagus bisa disebabkan karena proses
peristaltik tidak seperti semestinya, maka kembalinya isi lambung karena naik akibat
refluks menjadi terhalang. Sedangkan, apabila bikarbonat dan growth factor yang
terkandung dalam saliva berkurang maka akan menyebabkan terganggunya fungsi
penetralisir pH dan pengosongan esofagus, biasanya terjadi pada saat tidur di malam
hari (Surya, 2020).
F. Pathway

G. Komplikasi
Menurut Ardhan dkk (2022), komplikasi yang sering muncul akibat GERD
antara lain :
a) Esophagitis
b) Striktur esophagus
c) Barrett’s esophagus mempunyai potensi tumbuh kembang menjadi kanker
esophagus
d) Penyempitan kerongkongan
e) Luka pada kerongkongan
f) Ulkus esophagus
g) Pneumonia aspirasi
H. Pemeriksaan Diagnostik
Rafsanjani, Hanifa, Mustofa dan Mulyanto (2021), mengatakan terdapat
berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita GERD, meliputi:
a. Pemeriksaan EKG
b. Proton Pump Inhibitor (PPI) untuk menegakkan diagnosa tanpa adanya tanda
bahaya esofagus Barret.
c. Endoskopi Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus
(esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD). Endoskopi untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya esophagitis refluks.
d. Kadar Hb dan Ht, Kadar hemoglobin dan hematokrit rendah jika pasien
mengalami perdarahan signifikan.
e. Uji darah fekal tersembunyi Mendeteksi darah yang tersembunyi dalam vimotus
dan tinja pasien yang mengalami perdarahan gastrik.
f. Hemoglobin, leukosit, ertrosit, haematokrit, thrombosit, gelukosa darah sewaktu,
ureum, creatinin, rontgen, radiologi, darah rutin.
g. Hitung jenis DIFF (Basophil, eosinifil, neutrophil batang, neutrophil segment,
limfosit, monosit)
h. Barium esophagogram untuk mengevaluasi saluran pencernaan demi kepentingan
diagnosis.
I. Pengobatan
a. Antacid golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala
GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap
HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.
b. Antagonis reseptor H2 Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin,
ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat
ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis
2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif
pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
c. Omeprazole inj @10 vial
d. Ondasteron 4 mg inj @10amp
e. Rl sp sanbe
J. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kebutuhan
a. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin dan sering terjadi pada perempuan,
alamat, pendidikan, nama penanggung jawab, pekerjaan, dll
b) Keluhan Utama
Pasien dengan gastritis datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di
bagian epigastrium , mual, muntah dan nafsu makan menurun atau hilang.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien gastritis biasanya mengalami nyeri epigastrium.Mual
muntah dan perdarahan terselubung maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat
mukosa lambung yang hyperemia dan udema, mungkin juga ditemukan erosi
dan perdarahan aktif. Bila pasien mengalami penyakit gastritis kronik akan
mengalami keluhan nyeri epigastrium yang menetap, muntah berlebih, nafsu
makan berkurang, keluhan lebih berkaitan dengan komplikasi gastritis
antropik, seperti tukak lambung, defiensi zat besi dan anemia.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat keluarga yang mengonsumsi alkohol,penggunaan obat-
obatan seperti NSAID (obat untuk mengurangi nyeri mual muntah serta
mengurangi peradangan), mengidap gastritis, kelebihan diet, ditambah jenis
diet yang baru dimakan selama 72 jam, juga akan membantu dalam melakukan
diagnostik.
e) Riwayat kesehatan masa lalu
Pada kesehatan masa lalu ini dikaji faktor tentang resiko penyebab
masalah kesehatan sekarang. Pada klien gastritis perlu dikaji pola
makan,stress, apakah ada riwayat penyakit lambung sebelumnya.
f) Riwayat psikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi
masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima
keadaannya.
g) Pola kebiasaan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, gangguan pola tidur saat istirahat.
Tanda : nyeri ulu hati pada saat istirahat, takipnea, takikardi (respon
terhadap aktivitas)
b. Makanan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah (muntah berkepanjangan disebabkan
obstruksi pylorik bagia luar, berhubungan dengan luka duodenal), masalah
menelan, cegukan, nyeri ulu hati, sendewa bau asam, penurunan berat
badan.
c. Pola makan
Gejala : faktor makanan, pola makan yang tidak teratur, diet yang salah,
gaya hidup yang salah , dan penurunan berat badan 10% dibawah rentang
ideal.
d. Tanda tanda vital
1. Tekanan darah mengalami hipoksia (termasuk postural)
2. Takikardia,disritmia,(hypovolemia/hipoksemia),kelemahan/nadi
perifer lemah.
3. Pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi)
4. Pada respirasi tidak mengalami gangguan.
5. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien menurun walaupun hanya dalam
kondisi apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau
gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan).
e. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan muka
Wajah pucat dan sayu (kekurangan nutrisi), wajah berkerut
b. Mata cekung
(penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan oksigen ke jaringan),
konjungtiva pucat dan kering.
c. Mulut dan paring
Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir pecah-
pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi bibir dan
personal hygient).
d. Abdomen
1. Inspeksi : Keadaan kulit : warna kulit, elastisitas, kering, lembab,
besar dan bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat
lutut sampai dada sering merubah posisi, menandakan pasien nyeri.
2. Auskultasi : Distensi bunyi usus sering hiperaktif.
3. Perkusi : Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan
hypertimpani (bising usus meningkat)
4. Palpasi : Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat
nyeri tekan pada regio epigastik (terjado karena distraksi asam
lambung)
e. Integument
Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah,
kelemahan kulit/membrane mukosa kekeringan (menunjukkan status
syok, nyeri akut, respon psikologi).

h) Pemeriksaan penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Haemaglobin 14,9/dl Pria 12,0 – 16,5 g/dl
Leukosit 14,4 ribu/mm3 4,0 – 10,0 ribu/mm3
Erytrosit 4,79 juta/mm3 Pria 4,5 – 5,5 juta
Haematokrit 43,5% Pria 40- 48%
Trombosit 257 ribu,mm3 150 – 390 ribu/mm3
Hitungan Jenis/DIFF
Basofil 0% 0 -1 %
Eosinophil 1% 0-3%
Neutrophil Batang 2% 2-4%
Neutrophil Segment 72% 40-70%
Limfosit 18% 20-40%
Monisif 7% 2-8%
Kimia
Gelukosa darah sewaktu 123,6 mg/dl <150,0 mg/dl
Ureum 31,5 mg/ 10-50 mg
Cratinin 1,88 mg/dl Pria 0,9 – 13 mg/dl

b. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Deficit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (Keengganna Untuk
Makan)
b. Intoleansi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan
c. Perencanaan (Berdasarkan 3 diagnosa)
No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Deficit nutrisi Setelah Manajemen nutrisi 1. Mengidentifi
berhubungan dilakukan : observasi : kasi status
dengan faktor itervensi 1. Identifikasi nutrisi
Psikologis keperawatan status nutrisi 2. Untuk
(Keenganan selama 3 hari 2. Identifikasi menambah
untuk makan) diharapkan makanna yang nafsu makan
status nutrisi di sukai pasien
membaik 3. Monitor 3. Mengawasi
ditandai dengan asupan makann penurunan
kriteria hasil : 4. Monitor berat berat badan
1. Berat badan badan atau
membaik Traupetik : efektifitas
2. Indeks masa 1. Lakukan oral intervensi
tubuh hygine sebelum sendiri
membaik makan 4. Mengawasi
3. Frekuensi 2. Berikan penurunan
makan makanan yang berat badan
membaik tinggi serat dan atau
4. Nafsu makan tinggi kalori efektifitas.
membaik 3. Berikan diet 5. Memberikan
exstra pisang vitamin
Edukasi : penambah
1. Ajarkan diet nafsu makan
yang 6. Meningkatka
diprogram n nafsu
2. Berikan diet makan dan
exstra pisang pemasukan
Kolaborasi : oral
1. Kolaborasi menurunkan
pemberian pertumbuhan
medikasi bakteri dan
sebelum makan meminimalk
an
pertumbuhan
infeksi
7. Untuk
meningkatka
n nafsu
makan
8. Membantu
menambah
nafsu makan
pada pasien
2. Intoleransi Setelah Manajemen energy Mengidentifikasi
aktivitas dilakukan Observasi : memudahkan
berhubungan tindakan 1. Identifikasi perawat untuk
dengan keperawatan gangguan menemukan
kelemahan selama 3 hari fungsi tubuh penyebab rasa
fisik diharapkan yang lemas dan
kondisi pasien menyebabkan memberi tindakan
membaik kelelahan sesuai dengan
dengan kriteria 2. Monitor masalah pasien
hasil : kelelahan fisik
1. Keluhan dan emosional
lemas 3. Monitor pola
menurun dan jam tidur
2. Perasaan Traupetik :
lemas 1. Sediakan
enurun lingkungan
yang nyaman
dan rendah
stimulus
2. Lakukan
latihan rentan
gerak
3. Berikan
aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitasi
duduk di sisi
tempat tidur
jika tidak dapat
berpindah atau
bergerak
Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baringan
2. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Ajarkan
strategi koping
untuk
mengurangi
kelemasan atau
kelemahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
dengan ahli
gizi tentang
meningkatkan
asupan
makanan
3. Gangguan pola Setelah Dukungan tidur Membantu pasien
tidur dilakukan Observasi : untuk mengkaji
berhubungan tindakan 1. Identifikasi pola lebih dalampada
dengan keperawatan aktivitas dan permasalahan
ketidaknyaman selama 3 hari di tidru tidru pada pasien
an harapkan 2. Identifikasi dan memberikan
kondisi pasien faktor tindakan yang
membaik pengganggu sesuai dalam
dengan kriteria tidur (fisik atau menangani dan
hasil : pisiologis) membantu pasien
1. Keluhan sulit 3. Identifikasi
tidur menurun maknan dan
2. Keluhan tidak minuman yang
puas tidur mengganggu
menurun tidur
3. Keluhan pola Traupetik :
tidur berubah 1. Modifikasi
4. Kemampuan Lingkungan
beraktifitas 2. Fasilitas
meningkat menghilangkan
stress sebelum
tidur
3. Trapi jadwal
tidur rutin
4. Lakukan
prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
Edukasi :
1. Jelaskan
pentingnya tidur
saat sakit
d. Implementasi Keperawatan
Dalam proses keperawatan, implementasi merupakan fase tindakan diman
perawat melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
Implementasi terdiri dari tindakan pelaksanaan dan pendokumentasian kegiatan
yang merupakan tindakan keperawatan spesifik yang diperlukan untuk
melaksanakan intervensi. Perawat melakukan aktivitas keperawatan yang
dikembangkan dari langkah perencanaan dan kemudian menyimpulkan langkah
implementasi dengan mencatat aktivitas keperawatan serta respon pasien terhadap
tindakan yang telah diberikan (Potter & Perry, 2019).

e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dari proses keperawatan. Dalam konteks ini,
evaluasi adalah aktivitas terencana, berkelanjutan yang tujuannya menentukan
kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil tertentu dan menilai efektivitas
rencana asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan aspek penting dari proses
keperawatan karena kesimpulan yang diambil dari evaluasi menentukan apakah
intervensi keperawatan harus dihentikan, dilanjutkan, atau diubah. Evaluasi yang
digunakan berbentuk S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisis), P (Perencanaan
terhadap analisis).
Melalui evaluasi, perawat menunjukkan tanggung jawab dan akuntabilitas
atas tindakan mereka, menunjukkan keberhasilan atas kegiatan keperawatan dan
menunjukkan rencana untuk tidak melanjutkan tindakan yang tidak efektif yang
kemudian digantikan dengan tindakan yang lebih efektif (Potter& Perry, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Syadiyah, Dewi, Adwitiya Putra dan Novian. "Asuhan Keperawatan Pemenuhan


Kebutuhan Nutrisi pada Pasien Gastritis di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa." Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
11.1 (2022): 120-123.
Price , (2022). Tehnik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikai Kebutuhan Dasar
Nutrisi, Jakarta: Salemba Medika
Tarigan & Pratomo (2019). Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Surya, (2020). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien
Gastritis Di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa." Jurnal Media
Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar 11.01 2020
Muttaqin & Sari, (2020). Gangguan Gastrointestinal. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah, Jakarta: Salemba Medika
Wahyuningsih. 2020 Anatomi Fisiologi Lambung Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Mustofa dan Mulyanti ,(2021).Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta : Elsevier
Pasmarani, (2019). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan.Yogyakarta
: Graha Ilmu
Wijaya & Putri ,(2020).Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Jakarta : Elsevier
Kuswono & Yurita, Akbar. (2021). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ardkhan dkk Gastritis. Jakarta : EGC ni, Lymbran Tina & Nur Nashriana Jufri,
(2022). Pustaka Peslajar : Jakarta World Health Organization. Data
Kesehatan Dunia." Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan
Makassar

Anda mungkin juga menyukai