R
SOEHARSONO BANJARMASIN
NAMA : JUWANTO
NIM : 11409719019
PEMBIMBING AKADEMIK :
BANJARMASIN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
DENGAN ILEUS DI RUANGAN OK DR.R.SOEHARSONO BANJARMASIN, TELAH
DISETUJUI OLEH PEMBIMBING AKADEMIK.
Mahasiswa
Juwanto
NIM. 11409719019
Menyetujui
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk
oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal.
Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga
peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu
mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas
yang menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan
memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Omentum majus merupakan
lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva tura mayor lambung
dan berjalan turun kedepan visera abdomen. Omentum biasanya
mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi
peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum
yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum menuju
ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale .
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut
sirkuler. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus.
Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa
bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar
yang berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa
membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang disebut sebgai valvula coniventes
atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai
sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari
yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus,
dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang
menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan luar
setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2
2. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan
makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim
dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan
lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghindrolisis karbohidrat,
lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mucus memberikan
perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu proses
pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan
permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.
Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum.
Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin D, larut dalam lemak (A,D,E,K)
diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-garam empedu. Sebagian
besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas.
Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme
transport usus yang membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian asam
empedu yang dikeluarkan kantung empedu kedalam duodenum untuk
membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis dan
masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic
garam empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan
empedu.
Sumber: https://healthlifemedia.com
C. Etiologi
D. Manifestasi Klinis
1. Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi
muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
2. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
3. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2007)
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada
(Winslet,2002; Sabiston,1995).
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus)
E. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada
obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna
setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen
usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga
terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas
dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila
akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan
elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan
terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di
bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi
abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan
kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun,
terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami
nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan
toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan
menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi
usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen
secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic
sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani
dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang
dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi
dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan
meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi
pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila
terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di
tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di
nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan
penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan
usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
G. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan ileus obstruksi adalah kkoreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi,mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelansungan dan fungsi usus Kembali normal.
1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda
vital, dehidrasi dan syok.Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dengan gangguan keseimbangan elektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan monitor tanda-tanda vital dan jumlah urin yang
keluar.selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT).NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
2. Farmakologis
Pemberian obat-obat antibiotic spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
3. Operatif
4. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparatomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk
dilakukan operasi : jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi
obstruksi strangulasi maka reseksi intestina sangat diperlukan. Pada
umumnya dikenal 4 macam cara/Tindakan bedah yang dilakukan pada
obstruksi ileus :
a. Koreksi sederhana (simple correction), yaitu Tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarcerate non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau
volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru
yang melewati bagian usus yang tersumba, misalnya pada tumor
intralurlinal, Crhon disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi , misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus unuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon,invaginasi,strangulate dan
sebagainya.pada beberapa obstruksi ileus , kadang-kadang dilakukan
Tindakan operatif bertahap,baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada CA sigmoid
obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomis.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis, kelamin, agama,suku
dan gaya hidup .
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST:
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan
Q :Bagaimana keluhan dirasakan oleh klien,apakah hilang, timbul atau
terus menerus (menetap).
R : di daerah mana gejala dirasakan
S :Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d
10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan
c. Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada system
pencernaan atau adanya riwayat operasi pada system
pencernaan.Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah ada anggota keluarga
yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum,ekspresi wajah psien selama dilakukan anamnesa,sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas.
b. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal.
c. Sistem kardiovaskuler
Takikardi,pucat,hipotensi(tanda syok)
d. Sitem persarafan
Tidak ada gangguan pada system persyarafan
e. Sistem perkemihan
Retensio urinakibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
f. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada
kemampuan defekasi dan flatus.
g. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
h. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membrane mukosa pecah-pecah (syok).
i. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada system endokrin
j. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada system reproduksi
C. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidak efektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhancairan dan elektrolit terpenuhi Kriteria hasil :
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien pasien
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Perubahan yang drastis pada
3. Observasi tingkat kesadaran tanda-tanda vital merupakan
dan tanda-tanda syok indikasikekurangan cairan
4. Observasi bising usus 3. kekurangan cairan dan
pasien tiap 1-2 jam elektrolit dapatmempengaruhi
5. Monitor intake dan output tingkat kesadaran
secara ketat danmengakibatkan syok
6. Pantau hasil laboratorium 4. Menilai fungsi usus
serumelektrolit, hematokrit 5. Menilai keseimbangan cairan.
7. Beri penjelasan kepada 6. Menilai keseimbangan cairan
pasien dan keluarga tentang danelektrolit
tindakan yang dilakukan: 7. Meningkatkan pengetahuan
pemasangan NGT dan pasien dankeluarga serta
puasa kerjasama antaraperawat-
8. Kolaborasi dengan medik pasien-keluarg
untuk pemberian terapi 8. Memenuhi kebutuhan cairan
intravena danelektrolit pasien.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi teratasi Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
b. Berat badan stabil
c. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor 1. Mempengaruhi
individual yang mempengaruhi pilihan intervensi
kemampuan untuk mencerna makanan, 2. Menentukan
mis : status puasa,mual, ileus paralitik kembalinya
setelah selang dilepas peristaltik ( biasan
2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen;c ya dalam 2-4 hari )
atat pasase flatus 3. Meningkatkan
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan kerjasama
dietdari pasien. Anjurkan pilihan pasiendengan
makanantinggi protein dan vitamin C aturan diet.
4. Observasi terhadap terjadinya Protein/vitamin
diare;makanan bau busuk dan berminyak Cadalah
5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan kontributor utuma
sesuai indikasi: Antimetik, untuk pemeliharaa
mis:proklorperazin (Compazine). Antasida n jaringan dan
dan inhibitor histamin, mis: simetidin perbaikan.Malnutri
(tagamet) si adalah fator
dalammenurunkan
pertahanan
terhadapinfeksi
4. Sindrom
malabsorbsi dapat
terjadi setelah
pembedahan usus
halus,memerlukan
evaluasi lanjut dan
perubahan diet,
mis: diet rendah
serat
5. Mencegah
muntah.
Menetralkan
ataumenurunkan
pembentukan
asam untuk
mencegah erosi
mukosa dan
kemungkinan
ulserasi.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas
2. Kaji status pernafasan: pola, akibat adanya distensi
frekuensi,kedalaman abdomen dapat mempengaruhi
3. Kaji bising usus pasien peningkatan hasilTTV
4. Tinggikan kepala tempat tidur 2. Adanya distensi pada abdomen
40-60derajat dapat menyebabkan
5. Observasi adanya tanda-tanda perubahan pola nafas
hipoksia jaringan perifer: 3. Berkurangnya/hilangnya bising
cyanosis usus menyebabkan terjadi
6. Monitor hasil AGD distensi abdomen sehingga
7. Berikan penjelasan kepada mempengaruhi pola nafas
keluarga pasien tentang 4. Mengurangi penekanan pada
penyebab terjadinya distensi paru akibat distensi abdomen
abdomen yang dialami oleh 5. Perubahan pola nafas akibat
pasien adanya distensi abdomen
8. Laksanakan program medic dapat menyebabkan
pemberian terapi oksigen oksigenasi perifer terganggu
yang dimanifestasikan dengan
adanya sianosis
6. Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik
7. Meningkatkan pengetahuan
dan kerjasama dengan
keluarga pasien
8. Memenuhi kebutuhan
oksigenasi pasien
Daftar Pustaka
Anselmus Serin, B. S. (2017). Karakteristik Penderita Ileus Obstruksi . Jurnal Kedokteran
Methodist, vol.10 No.1, 31.