Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

APENDISITIS DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS


PALANGKA RAYA

DI SUSUN OLEH :

NAMA : DANTINI

NIM : 2018.C.10a.0963

TINGKAT : III B

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosa Medis
Apendisitis Di Ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus”. Laporan pendahuluan ini
disusun guna melengkapi tugas (PPK 2).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian laporan ini
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 17 September 2020

Penyusun
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi

Apendisitis peradangan pada apendiks vermiformis yang dikenal oleh


orang awam sebagai penyakit usus buntu yang di tandai dengan nyeri abdomen
periumbilikal, mual, muntah, lokalisasi nyeri ke fosa iliaka kanan, nyeri tekan saat
dilepas di sepanjang titik McBurney, nyeri tekan pelvis pada sisi kanan ketika
pemeriksaan per rectal.(Thomas,2016).

Apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering


ditemukan dan memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya, (Sandi C, 2011). Penyakit ini dapat
dijumpai disemua usia, namun paling sering pada usia antara 20 sampai 30 tahun.
Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita,
(Nasution, 2013).

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm


(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel,
2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah


peradangan pada usus yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.histolytica.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Secara
histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan
mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah
dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang
berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak
apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior
dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri


tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per
hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir
ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT
(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.3 Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. Histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

2.1.4 Klasifikasi

Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,


yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu
sudah bertumpuk nanah.

Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,


setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu
apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

2.1.5 Patofisiologi ( Pathway )

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang


disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah.

Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi


mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam


lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi.
WOC APENDISITIS IDIOPATIK
2. infeksi kuma dari kolon (E. Coli
dan streptococuc)
Faktor predisposisi :
3. infeksi kuman
1. Obstruksi lumen :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid 4. jenis kelamin
b. Fekalit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing (biji-bijian) 5. bentuk dari appendiks
d. Striktura lumen

Tersumbat fekolit atau benda asing Inflamasi apendiks Edema Meningkatnya tekanan intraluminal Nyeri abdomen

APPENDISITIS

B1 ( BREATH) B2 (BRAIN) B3 ( BLOOD) B4 ( BLADDER) B5 ( BOWEL) B6 ( BONE)

ansietas Kuman menetap Anatomi ujung Infeksi epigastrium Pergerakan menurun


di dinding usus appendiks dekat akibat nyeri
dengan ureter
MK : kurang Inflamasi dan
pengetahuan Radang pada perforasi pada MK: intoleransi
dinding usus appendiks aktivitas
Nyeri saat BAK

MK : hipertermi Mual dan muntah MK: volume


MK : nyeri MK : nutrisi cairan kurang
kurang dari dari kebutuhan
anoreksia
2.1.6 Manifestasi Klinis (tanda dan gejala)

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah.

Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan


berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung


oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks
tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing
karena rangsangan dindingnya.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa


perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus.

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,


obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur
intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka,
abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula
tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan


jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
(kehamilan diluar kandungan).

Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)


dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)
didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa
membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit
lainnya di daerah rongga panggul.

Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis


apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya
dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan
orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya
lebih agresif dalam bertindak.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah


meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai
6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas
daerah apendiks.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
perlu dilakukan sebelum pembedahan.

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan
appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih
lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut
diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter
sehingga secara kosmetik lebih baik.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

2.3.1.1 Anamnesa, Indentitas pasien, riwayat penyakit,keluhan utama


2.3.1.2 Aktivitas Dan istirahat
Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise
- ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernapas
- ketidakmampuan untuk tidur dalam posisi duduk tinggi
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap beraktivitas atau
latihan

Tanda : Kelelahan, gelisah, kelemahan umum atau kehilangan masa otot

2.3.1.3 Sirkulasi
Gejala : adanya nyeri
Tanda :
- peningkatan frekuensi jantung atau takikardi
- distensi vena leher atau penyakit berat
2.3.1.4 Eliminasi

Gejala : Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi

2.3.1.5 Integritas Ego


Gejala : peningkatan faktor, perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan makanan atau cairan
2.3.1.5 Makanan atau cairan
Gejala :
- Mual atau muntah
- Nafsu makan berkurang atau anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan karena nyeri
Tanda :
- Mual atau muntah
- Nafsu makan berkurang atau anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan karena nyeri
2.3.1.6 Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
- riwayat reaksi nyeri ketika di tekan dan saat menarik napas
- adanya infeksi

2.3.1.8 Interaksi Sosial

Gejala :
- Hubungan ketergantungan
- Kurang sistem pendukung
Tanda :
- Ketidakmampuan dukungan untuk membuat atau mempertahankan suara
karena nyeri
- Keterbatasan mobilitas fisik
- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
2.3.1.9 Pemeriksaan fisik (B1-B6)

2.3.1.9.1 B1 (Breathing)
a. Inspeksi
Bentuk abdomen simetris, tidak ada lesi, warna kulit kuning langsat
b. Palpasi
Didapatkan nyeri tekan yang terbatas pada regio iliaka kanan, disertai
nyeri lepas. Pengkajian yang didapat terdapat tanda-tanda nyeri nyeri saat
bergerak.
c. Perkusi
Tympani saat diperkusi

d.       Auskultasi

Terdapat bising usus

2.3.1.9.2 B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor peningkatan leukosit, pucat,

2.3.1.9.3 B3 (Brain)

Kesadaran komposmentis, cemas, gelisah, susah tidur.

2.3.1.9.4 B4 (Bladder)

2.3.1.9.5 B5 (Bowel)

Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak


ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney.
Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat.
Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan
kadang-kadang terjadi diare

2.3.1.9.6 B6 (Bone)

Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Pre-op :

1. Ganggan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya perangsangan


pada epigastrium ( D.0074).

Post-op :
1. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
sekunder terhadap luka insisi bedah (D.0142).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan cairan
pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal informasi
tentang kebutuhan  pengobatan/ perawatan pasca pembedahan

2.3.3 Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. : Ganggan rasa nyaman (nyeri) berhubungan


dengan adanya perangsangan pada epigastrium

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan nyeri pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/
istirahat selama 7-9 jam dalam sehari
Intervensi 1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala
0-10)
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
3. Dorong ambulasi dini
4. Berikan aktifitas hiburan
5. Kolaborasi pemberian analgetik

Diagnosa Keperawatan 2. : Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan


diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


klien tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
Kriteria Hasil Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase
purulen, tidak ada eritema dan tidak ada demam. Tidak ada
tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka  bersih dan kering
Intervensi 1. Awasi TTV. Perhatikan demam menggigil,
berkeringat, perubahan mental.
2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan
perawatan luka aseptic
3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase
luka
4. Berikan informasi yang tepat pada  pasien/ keluarga
pasien
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi

Diagnosa Keperawatan 3. : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan


pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan  pasien dapat mempertahankan keseimbangan
cairan
Kriteria Hasil Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa
lembab, turgor kulit baik (< 2 detik), TTV stabil (TD :
110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N : 60,
100x/menit; S : 36,5- 37,50 C), haluaran urin adekuat.
Intervensi 1. Observasi TTV
2. Observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan
pengisian kapiler
3. Awasi intake dan output, catat warna
urine/konsentrasi, berat jenis
4. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus dan,
gerakan usus
5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih  bila
pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan
diet sesuai toleransi

Diagnosa Keperawatan 4. : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak


mengenal informasi tentang kebutuhan  pengobatan/ perawatan pasca
pembedahan

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam


diharapkan  pasien dan keluarga mampu memahami dan
mengerti tentang proses penyakit dan  pengobatannya.
Kriteria Hasil Berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi 1. Kaji ulang pembatasan aktifitas  pascaoperasi
2. Anjurkan menggunakan laksatif/  pelembek feses
ringan bila perlu dan hindari enema
3. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti
balutan,  pembatasan mandi, dan kembali ke
dokter untuk mengangkat  jahitan/pengikat

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang


pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawat


adalah :

1. Klien mengungkapkan masalah teratasi


2. Klien dapat melakukan aktivitas
3. Pengetahuan klien bertambah

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Seorang wanita, bernama Ny. A Usia 49 Tahun, di rawat di ruang Bougenvile RS
Doris Sylvanus, dengan Keluhan Nyeri di bagian Perut , Klien ada Muntah
Sebanyak 3 kali. Ny. A Sering merasa pusing dan nyeri Perut Kanan Bawah di
rumah sehingga ia sering mengkonsumsi obat pereda nyeri, Pasien merasa lemas,
dan tidak ada nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik tampak konjungtiva anemis,
Hasil Palpasi Abdomen menunjukan ada nya distensi abdomen, dan hasil perkusi
menunjukan bawah ada udara bebas di rongga perut, Nyeri Tekan dan Nyeri
Lepas (+) di Titik MC burney.

1.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. A

Umur : 49 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Ibu rumah tangg

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Tamiang Layang

Tgl MRS : 20 - 09 - 2020

Diagnosa Medis : Apendisitis

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan

3.1.2.1 Keluhan Utama :

Pasien mengatakan nyeri di bagian perut kanan bawah.

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan dari Puskesmas Hayaping dengan keluhan nyeri di


bagian perut kanan, muntah sebanyak 3 kali, pasien sering merasa pusing
dan nyeri Perut Kanan Bawah di rumah sehingga ia sering mengkonsumsi
obat pereda nyeri, pasien merasa lemas, dan tidak ada nafsu makan Karena
nyeri bertambah hebat, pasien dirujuk ke UGD RSUD Tamiang Layang dan
setelah di sana kurang lebih 2 jam pasien dirujuk ke RS dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya karena di RSUD Tamiang Layang semua ruang rawat inap
telah penuh.

1.2.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) :


Pasien Mengatakan tidak pernah berobat kerumah sakit dan melakukan
Operasi sebelumnya.
1.2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga seperti
penyakit keturunan., DM, Hivertensi, sroke dan penyakit menular lainnya,
HIV/AIDS, Hepatitis.

1.2.2.5 Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal

: Klien
3.1.3 Pemeriksaan Fisik

3.1.3.1 Keadaan Umum :

Klien tampak lemah, nyeri perut di kanan bawah saat beraktivitas, pucat,
nafsu makan berkurang, konjungtiva anemis,

3.1.3.2 Status Mental

Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk


badan sedang, suasana hati sedih, berbicara lancar, fungsi kognitif orientasi
waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang
pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat
pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.

3.1.3.3 Tanda-Tanda Vital

Saat pengkajian TTV klien tanggal 20 September 2020 pukul 15:00 WIB,
suhu tubuh klien/ S = °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = x/menit dan
pernapasan/ RR = x/menit, tekanan darah TD = mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)

Bentuk dada simetris, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak batuk,


tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak sesak nafas, pernapasan tampak
menggunakan perut, irama pernapasan teratur dan suara napas vesikuler tidak ada
suara nafas tambahan.

Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.3.5 Cardiovaskuler ( Bleeding )

Klien tidak merasakan nyeri dada, tidak ada merasakan kram di kaki, tidak
pucat, pasien merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis,
pasien merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill
klien saat di tekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat
oedema, lingkar perut klien 90 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir
klien tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak
ada mengalami kelainan.
Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.3.6 Persyarafan ( Brain )

Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal


baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien
merasakan nyeri perut di kanan bawah, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak
aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan
tidak mengalami kejang.

Uji Syaraf Kranial :

3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olfaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan


seperti : minyak kayu putih atau alcohol.

3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.

3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.

3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya


ke atas dan ke bawah.

3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan


seperti : nasi, kue, buah.

3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri


ataupun kanan.

3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.

3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Klien dapat mendengar perkataaan


dokter, perawat dan keluarganya.

3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa


pahit dan manis.

3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.

3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.


3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.

Uji Koordinasi :

Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki,
kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik
skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skala 1, brakioradialis kanan dan
kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skala 1, dan akhiles
kanan dan kiri klien baik skala 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien
baik skala 1.

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)

Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.

Keluhan lainnya : tidak ada.

Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.8 Eliminasi Alvi ( Bowel )

Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien
tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada
peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari
warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem tidak konstipasi, tidak
kembung, kembung, bising usus klien terdengar normal 15 x/hari, dan terdapat
nyeri tekan ataupun benjolan.

Tidak masalah keperawatan yang muncul.

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di bagian
bahu sebelah kiri, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas,
tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot
ekstermitas atas = 5/2 dan ektermitas bawah = 5/5 (normal).

Tidak ada masalah keperawatan muncul

3.1.10 Kulit-Kulit Rambut

Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan
lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit coklat tua, turgor kurang,
tekstur kasar, tidak ada tampak terdapat lesi, tampak terdapat jaringan parut di
punggung sebelah kanan, tangan kanan, pantat, kaki kiri dan kaki kanan klien,
tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.11 Sistem Penginderaan

3.1.3.11.1 Mata/Penglihatan

Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata kiri
(VOS) = 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis, kornea
bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat adanya
nyeri.

3.1.3.11.2 Telinga / Pendengaran

Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.

3.1.3.11.3 Hidung / Penciuman

Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.

Keluhan lainnya : tidak ada.


Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe

Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi

3.1.3.13.1 Reproduksi Wanita

Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak ada perdarahan, flour albus/ normal, clitoris/ normal, labia/normal,
uretra/normal, kebersihan cukup baik, tidak ada kehamilan dan tafsiran partus,
payudara simetris, puting menonjol, warna aerola/normal.

Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :

Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada muntah,
tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.

3.4.1.2 Nutrisi dan Metabolisme

Klien tidak ada program diet, klien merasa mual, klien ada muntah,
tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.

TB : 150 Cm

BB sekarang : 50 Kg

BB Sebelum sakit : 50 Kg

IMT = BB

(TB)²

= 50

(150)²

= 22,2 ( normal)
Keluhan lainnya : tidak ada.

Masalah Keperawatan : tidak ada

Keluhan lainnya : tidak ada.

Masalah Keperawatan : tidak ada

Pola Makan Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Sehari-hari
Frekeunsi/hari 2x1/hari 3x1/hari
Porsi 2 sedang 2 Sedang
Nafsu makan Menurun Baik
Jenis Makanan Nasi,sayur,sop,lauk pauk, dan Nasi, sayur, dan lauk
buah-buah pauk
Jenis Minuman Air putih Air Putih
Jumlah 1500/cc/24 jam 1600/cc/24 jam
minuman/cc/24
jam
Kebiasaan Makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah

3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur

Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam
sedangkan pada siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 6-7 jam dan siang hari
½ - 1 jam.

3.1.4.4 Kognitif

Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan
ingin cepat beraktivitas seperti biasanya”. Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.4.5 Konsep Diri ( Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)

Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang istri, klien orang
yang ramah, klien adalah seorang ibu”. Tidak ada masalah keperawatan.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari

Sebelum sakit :Pasien dapat beraktivitas secara mandiri

Saat sakit : pasien masih mampu melakukan aktivitas

Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress

Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan
kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Nn.A. Tidak ada masalah
keperawatan.

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan

Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan


keyakinan yang di anut. Tidak masalah keperawatan.

3.1.5 Sosial - Spiritual

3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi

Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan


keluhan yang dirasakan kepada perawat.

3.1.5.2 Bahasa sehari-hari

Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.

3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga

Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat
selalu memperhatikan dan mendampingi Nn. A selama dirawat di rumah sakit.

3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :

Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi
juga dengan keluarga serta orang lain.

3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :

Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah suami dan anak.

3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :


Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
dirumah

3.1.5.7 Kegiatan beribadah :

Sebelum sakit klien selalu menjalankan, saat sakit klien tetap bisa beribadah.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)

3.1.7 Penatalaksanaan Medis

3.1.7 Hasil Penatalaksanaan Medis pada tanggal 20 September 2020

Tabel 2.2 Hasil Penatalaksanaan Medis pada tanggal 20 September 2020

Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Samping


Cairan Infus 20tpm Mengembalikan Hipematremia Reaksi-reaksi yang
RL keseimbangan , kelainan mungkin terjadi
elektrolit pada ginjal, karena larutannya
keadaan kerusakan sel atau cara
dehidrasi dan hati, asidosis pemberiannya
syok laktat. termasuk timbulnya
hipovolemik. panas, infeksi pada
Ringer laktat tempat
menjadi kurang penyuntikan,
disukai karena trombosis vena atau
menyebabkan flebitis yang
hiperkloremia meluas dari tempat
dan asidosis penyuntikan,
metabolik, ekstravasasi.
karena akan Bila terjadi reaksi
menyebabkan efek samping,
penumpukan pemakaian harus
asam laktat yang dihentikan dan
tinggi akibat lakukan evaluasi
metabolisme terhadap penderita.
anaerob.
Palangka Raya, 06 Mei 2020

DANTINI

3.2 Diagnosa Keperawatan

NO DATA SUBJEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBJEKTIF PENYEBAB
1. DS : klien mengeluh nyeri di Fekalit/masa keras Nyeri
bagian perut bawah, nyeri feses
tekan dan lepas ↓
Obstruksi lumen
DO : klien tampak lemas, apendiks
tidak nafsu makan ↓
Suplai aliran darah
menurun, mukosa
terbendung

Inflamasi
apendik,mengalami
edema

Aliran cairan
limfendan darh
tidak sempurna

Penurunan tekanan
intraluminal

Menghambat aliran
limfe

Nyeri epigastrium
2. DS : Klien mengeluh muntah Fekalit/masa keras Volume cairan
sebanyak 3 kali, pusing. feses kurang dari
↓ kebutuhan
DO :
- Anoreksia Obstruksi lumen
- Penurunan berat apendiks
badan ↓
- Infeksi epigastrium
Suplai aliran darah
menurun, mukosa
terbendung

Inflamasi
apendik,mengalami
edema

Distensi abdomen

Menekan gaster

Peningkatan
produksi HCL

Mual muntah
3. DS : Fekalit/masa keras Nutrisi kurang
feses dari kebutuhan
- Kram abdomen
↓ tubuh
- Nyeri abdomen
- Tidak nafsu makan Obstruksi lumen
DO : apendiks
- Tidak tertarik untuk ↓
makan Suplai aliran darah
- Konjungtiva anemis menurun, mukosa
terbendung

Inflamasi
apendik,mengalami
edema

Distensi abdomen

Menekan gaster

Peningkatan
produksi HCL

Mual muntah
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri berhubungan dengan adanya nyeri tekan dan lepas dibuktikan
dengan fekalit/masa keras feses
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan
muntah dibuktikan dengan pusing
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan
muntah dibuktikan dengan tidak ada nafsu makan
3.3 Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Nn.A

Ruang Rawat : Ruang Bougenvile

Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi karakteristik nyeri. 1. Nyeri merupakan respon subjekstif
berhubunga keperawatan selama 1x7 jam Misalnya: tajam, konstan, ditusuk. yang dapat diukur.
n dengan diharapkan rasa nyeri Selidiki perubahan karakter 2. Memberikan pengetahuan dan
adanya nyeri berkurang dan terkontrol. /lokasi/intensitas nyeri penjelasan tentang penyebab nyeri
tekan dan 2. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri 3. Mengalihkan perhatian terhadap
Kriteria hasil :
lepas 3. Ajarkan penggunaan teknik nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
1. Menyatakan nyeri
dibuktikan manajemen nyeri nyeri yang mungkin berlangsung lama
berkurang atau terkontrol.
dengan 4. Lakukan kolaborasi dengan tim 4. Merupakan tindakan dependent
2. Pasien tampak rileks
fekalit/masa medis dalam pemberian analgesik perawat. Dimana analgesik berfungsi
4. Skala nyeri 0-1 (0-10)
keras feses 5. Observasi TTV untuk memblok stimulasi nyeri.
5. TTV dalam batas normal
5. Untuk mengetahui perkembangan
pasien
2. Volume Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital setiap 1. Takikardi dapat
cairan keperawatan selama 1x7 jam 2 jam atau sesuai kebutuhan mengidentifikasikan kekurangan
kurang dari diharapkan volume cairan sampai stabil volume cairan
kebutuhan dapat terpenuhi. 2. Ukur asupan dan pengeluaran 2. Pengeluaran urin yang rendah
berhubunga tiap 1-4 jam. Catat dan laporkan dan berat jenis urin yang tinggi
Kriteria Hasil :
n dengan perubahan yang signifikan mengidentifikasikan
1. Tanda-tanda vital
mual dan termasuk urin dan feses hipovolemia
stabil
muntah 3. Beri cairan parenteral untuk 3. Cairan merupakan hal yang vital
2. Mempertahankan
dibuktikan mengganti cairan yang hilang supaya sel tidak mengalami lisis
keseimbangan cairan
dengan dan mempermudah pergerakan akibat kekurangan cairan
dibuktikan oleh
pusing cairan ke ruang intravaskuler. 4. Turgor kulit yang baik dan
kelembaban
4. Observasi turgor kulit dan membrane mokusa yang lembab
membran mukosa,
membrane mukosa mulut setiap mengidentifikasikan perbaikan
turgor kulit baik
8 jam volume cairan
3. Secara individual
5. Jelaskan alasan kehilangan 5. Tindakan ini mendorong pasien
haluaran urine
cairan dan ajarkan cara terlibat dalam perawatan
adekuat
memantau volume cairan personal
3. Nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Buat jadwal masukan tiap jam 1. Setelah tindakan dilakukan,
kurang dari keperawatan selama 1x7 jam anjurkan makan dan minum kapasitas gaster menurun,
kebutuhan diharapkan nutrisi pasien sedikit atau makan dengan sehingga perlu makan
berhubunga terpenuhi. perlahan sedikit/sering.
n dengan 2. Tekankan pentingnya menyadari 2. Makan berlebihan dapat
Kriteria Hasil :
terjadinya kenyang dan menghentikan menyebabkan mual/muntah
1. Mengkonsumsi
mual dan masukan. 3. Dapat mempengaruhi nafsu
jumlah nutrisi yang
muntah 3. Tentukan makanan yang makan/pencernaan dan
adekuat untuk
dibuktikan membentuk gas. membatasi masukan nutrisi
memenuhi kebutuhan
dengan tidak 4. Diskusikan yang disukai pasien 4. Dapat meningkatkan masukan
metabolisme tubuh
ada nafsu dan masukan dalam diet murni dan meningkatkan rasa
2. Turgor kulit normal
makan Kolaborasi : berpartisipasi/kontrol.
3. Nafsu makan
1. Berikan diet cair, lebih 5. Memberikan nutrisi tanpa
membaik
lembut, tinggi protein dan menambah kalori
serat, rendah lemak dengan 6. Perlu bantuan dalam
tambahan cairan sesuai perencanaan diet yang
kebutuhan memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi 7. Tambahan dapat diperlukan
3. Berikan tambahan vitamin untuk mencegah anemia karena
seperti B12 injeksi, folat, gangguan absorpsi. Peningkatan
dan kalsium sesuai indikasi. motilitas usus setelah prosedur
bypass merendahkan kadar
kalsium dan meningkatkan
absorpsi oksalat, dimana dapat
menimbulkan pembentukan
batu urine.

3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Nama Pasien : Nn.A

Ruang Rawat : Ruang Bougenvile


Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD
Keperawatan
Senin, 21 September dx.1 1. Melakukan pengkajian nyeri, S: Pasien mengatakan tidak nyeri Dantini
2020, jam 08.00 wib secara komprehensif meliputi lagi
lokasi keparahan
2. Mengobservasi O: Melaporkan berkurangnya
ketidaknyamanan non verbal nyeri: Melaporkan nyeri hilang
3. Menggunakan pendekatan yang atau terkontrol dan Klien tampak
positif terhadap pasien, hadir rileks, mampu tidur/istirahat
dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya A: Masalah teratasi
dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan
P: Intervensi dihentikan
perawatan yang tidak terburu-
buru.
4. Mengendalikan factor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
5. Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan menggunakan
teknik relaksai saat nyeri.
6. Berkolaborasi medis dalam
pemberian analgesic.
Senin, 21 September dx.2 1. Mempertahankan catatan intake S: Pasien mengatakan tidak merasa Dantini
2020, jam 08.30 wib dan output yang akurat. mual/muntah lagi
2. Memonitor vital sign dan status O: Cairan tubuh
hidrasi. seimbang:Mempertahankan urine
3. Memonitor status nutrisi output sesuai dengan usia dan BB,
4. Mengawasi nilai laboratorium, BJ urine normal, HT normal,
seperti Hb/Ht, Na+ albumin Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dan waktu pembekuan. dalam batas normal, Tidak ada
5. Berkolaborasikan pemberian tanda-tanda dehidrasi, elastisitas,
cairan intravena sesuai terapi. turgor kulit, membran mukosa
6. Mengatur kemungkinan lembab.
transfusi darah. A: Masalah teratasi

P: Intervensi di hentikan
Senin, 21 September dx.3 1. Menentukan kemampuan Dantini
2020, jam 09.30 pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
2. Memantau kandungan nutrisi
dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
4. Meminimalkan faktor yang
dapat menimbulkan mual dan
muntah.
5. Mempertahankan higiene mulut
sebelum dan sesudah makan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai


faktor pencetusnya, namun sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai pencetus disamping hyperplasia jaringan limfoid, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat mempengaruhi terjadinya konstipasi
yang mengakibatkan timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

Menurut Nurhayati mengatakan bahwa pola makan yang kurang serat


menyebabkan apendisitis, selain itu bahan makanan yang dikonsumsi dan cara
pengolahan serta waktu makan yang tidak teratur sehingga hal ini dapat
menyebabkan apendisitis. kebiasaan pola makan yang kurang dalam
mengkonsumsi serat yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks
dan meninggkatkan pertumbuhan kuman, sehingga terjadi peradangan pada
appendik.

3.2 Saran

Diharapkan baik laki-laki maupun perempuan agar dapat mengatur pola


makan khususnya asupan serat, karena kejadian apendisitis dapat terjadi pada
laki-laki maupun perempuan.

Sebaiknya lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.


Karena sayuran dan buah-buahan merupakan makanan yang banyak
mengandung serat sebagai pencegahan terhadap apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin/JKLR: Jurnal Kesehatan Luwu Raya Vol.7 No.1 (Juli 2020) Hal. 67-
72

Jurnal Preventif, Volume 8 Nomor 1, April 2017 : 1- 5

Muttaqin A, & Sari K, 2011, Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medical Bedah, Salemba Medika, Jakarta

Notoatmodjo,S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rinekacipta

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.


Syaifuddin.2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai