Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT CAMPAK PADA ANAK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Tugas Praktik Klinik Keperawatan
Maternitas Anak I

Dosen Pembimbing :
Ibu Tunjung SY, Ns., M.Kes.,

Disusun Oleh :
Renate Anna Casimira
D3A2021.072

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI KOSALA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan
Penyakit Campak Pada Anak”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik
Klinik Keperawatan Dasar BLOKPK 018.
Penulisan makalah ini tidak mungkin selesai tanpa adanya dukungan dan
partisipasi dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1. Ibu Ratna Indriati, A., M.Kes., selaku Ketua STIKES Panti Kosala
2. Ibu Tunjung SY, Ns., M.Kes., Selaku dosen pembimbing
3. Teman teman serta semua pihak yang sudah membantu penulis untuk
menyelesaikan penulisan makalah ini,
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu kritik dan saran pembaca sangat dibutuhkan untuk
kesempurnaan makalah ini dikesempatan yang akan datang. Atas dan kritik dan saran
pembaca, penulis mengucapkan terimakasih.

Sukoharjo, Mei 2022

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan judul “Penyakit Campak Pada Anak”


Nama : Renate Anna Casimira
NIM : D3A2021.072

Laporan pendahuluan ini telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing pada :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing

(Ibu Tunjung SY, Ns., M.Kes.,)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
LAPORAN PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
PENYAKIT CAMPAK PADA ANAK ........................................................................... 1
A. Konsep KDM ..................................................................................................... 1
1. Definisi ........................................................................................................... 1
2. Anatomi Fisiologi ............................................................................................ 1
3. Proses Oksigenasi ......................................................................................... 4
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi. .......................... 5
5. Klasifikasi Gangguan ..................................................................................... 7
6. Pengkajian Keperawatan ............................................................................... 9
7. Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 14
8. Perencanaan................................................................................................ 17
B. Konsep Penyakit .............................................................................................. 20
1. Pengertian.................................................................................................... 20
2. Penyebab ..................................................................................................... 20
3. Patofisiologis ................................................................................................ 20
4. Tanda dan gejala ......................................................................................... 21
5. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................... 21
6. Penatalaksanaan ......................................................................................... 22
7. Komplikasi.................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT CAMPAK PADA ANAK

A. Konsep KDM
1. Definisi
Menurut Vaughans Bennita W. (2013 : 234), Oksigen adalah gas untuk
bertahan hidup yang diedarkan ke sel-sel dalam tubuh melalui sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskuler (peredaran darah) Dalam keadaan
normal, proses oksigenasi terjadi tanpa disertai pemikiran serius mengenai
apa yang terjadi. Namun, ketika tubuh kekurangan oksigen seseorang dapat
segera merasakan efeknya.
Menurut Wahit, Lilis dan Joko (2015 : 159), Oksigenasi adalah proses
penambahan O2 ke dalam sistem (Kimia atau fisika) Oksigen (O2) merupakan
gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan
air. akan tetapi, penambah CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivias sel.
Hidayat dan Uliyah (2014 : 32) Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan
dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagi organ atau sel.
Kesimpulan yaitu O2 merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak
memiliki bau, O2 di butuhkan oleh tubuh sebagai kebutuhan dasar tubuh untuk
berlangsungnya metabolism sel-sel, ketika seseorang kekurangan O2 maka
seseorang itu segera mendapatkan efeknya.

2. Anatomi Fisiologi
Menurut Wahit, Lilis & Joko (2015),anatomi fisiologi dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
1) Hidung bagian luar (eksternal)
Bagian hidung yang terlihat. Dibentuk oleh dua tulang nasal dan tulang
rawan. Keduanya dibungkus dan dilapisi oleh kulit dan sebelah
dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu mencegah
benda-benda asing masuk ke dalam hidung. Kavum nasalis (nasal
cavity) adalah suatu lubang besar yang dipisahkan oleh septum.
2) Faring
Saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas
nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi
menangkap dan menghancurkan kuman patogen yang masuk bersama
udara. Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang
sfenoidalis dan sebelah dalamnya berhubungan langsung dengan
esofagus. Pada bagian belakang faring dipisankan dari vertebra
servikalis oleh jaringan penghubung, sedangkan dinding depannya
tidak sempurna dan berhubungan dengan hidung. mulut, dan laring.
Faring dibagi ke dalam tiga bagian, nasofaring yang terletak di belakang

1
2

hidung, orofaring yang terletak di belakang multut, dan laringofaring


yang terletak di belakang laring.
3) Laring (Pangkal Tenggorokan)
Struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut jakun. Selain
berperan dalam menghasilkan suara, laring juga berfungsi
mempertahankan kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas
bawah dari air dan makanan yang masuk. Laring merupakan lanjutan
bagian bawah orofaring dan bagian atas trakea.
4) Epiglotis
Penutup kedap udara (airtight) yang terdiri atas tulang rawan dan
membran lendir (mukosa), Tujuannya adalah untuk menutup batang
tenggorokan (trakea) dan pangkal tenggorokan (laring). Biasanya saat
menahan napas dengan menutup epiglotis setelah mengisi paru-paru.
Cara memeriksa epiglotis dengan menahan napas dengan mulut
terbuka, dengan membuat beberapa tekanan perlahan pada paru-paru.

Saluran pernapasan bagian atas (Sumber:http://anatomypic.com/respiratory-system-diagram)


b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
1) Trakea (Tenggorokan)
Pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dengan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam
paru, bronkus utama terbagi menjadi bronkus-bronkus yang lebih kecil
dan berakhir di bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut
membentuk pohon bronkus. Trakea dimulai dari bagian bawah laring
dan melewati bagian depan hidung menuju dada. Trakea dibagi atas
bagian kiri dan kanan bronkus utama yang sejajar dengan vertrebrae
thoraciae yang ke lima. Esofagus terletak di belakang trakea,
memisahkan dari badan vertreba torasik.
2) Bronkus dan bronkiolus
Tersusun atas lapisan jaringan ikat, lapisan jaringan otot polos dan
cincin tulang rawan serta lapisan epitel. Perbedaannya adalah bahwa
dinding trakea lebih tebal dan cincin ulang rawan serta pada brongkus
tidak berbentuk lingkaran sempurna. Ujung tenggorokan bercabang dua
disebut bronkus kiri dan bronkus kanan.
3

Saluran Pernafasan bagian Bawah (sumber:http://www.sehatq.com/artikel/mengenali-


organ-pernapasan-manusia)
3) Paru-paru
Terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-
paru ada dua buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing masing
paru-paru terdiri atas beberapa lobus (paru-paru kanan tiga lobus dan
paru-paru kiri dua lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan paru-
paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan napas yang bercabang-
cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis.
Permukaan luar paru-paru dilapisi oleh kantung tertutup berdinding
ganda yang disebut pleura.

Paru-Paru
(sumber:http://www /search?q=anatomi+paru-paru&tbm)
4) Alveoli Parenkim paru-paru
Alveolus merupakan tempat kantong udara yang berukuran sangat kecil
dan merupakan akhir dari bronkiolus respiratoris sehingga
memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Dinding alveoli tipis, lembap,
setebal selapis sel dan berlekat erat dengan kapiler darah bagian
alveolus, dindingnya terbuka sehingga mempermudah hubunganya
dengan kapiler darah. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran
oksigen dan uadara bebas ke sel-sel darah dan CO2, dari sel-sel darah
ke udara bebas.

Alveoli di ujung Akhir Jalan Napas Bagian Bawah


(sumber:http://www /alveoli+diujung+akhir+jalan+nafas+bagian+bawah)
4

3. Proses Oksigenasi
Menurut Wahit, Lilis dan Joko (2015 : 172-173), proses oksigenasi terdiri
dari tiga tahap yaitu :
a. Ventilasi
1). Proses Oksigenasi
a). Ventilasi
Merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut.
(1). Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat, tekanan udara
semakin tinggi.
(2). adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang-kempis.
(3). adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi
vasodilatasi kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontraksi sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi atau proses penyempitan .
(4). Adanya reflek batuk dan muntah.
(5). adanya peran muskulus siliaris sebagai penangkal benda asing
yang mengandung interveron dan dapat mengikat virus.
(6). Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah compliance dan
recoil. Compliance yaitu kemampuan paru untuk mengembang
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu adanya surfaktan
pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan toraks.
Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan
disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya
paru.
(7). Pusat pernapasan yaitu medulla oblongata dan pons, dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2
dalam batas 60 mmHg dapat dengan baik merangsang pusat
pernapasan dan bila PaCO2 kurang dari sama dengan 80
mmHg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
b). Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru
dan CO2 dikapiler dengan alveoli. Proses masuknya, udara yaitu
5

dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah


dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Oleh karena dinding
alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah
kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membrane
respirasi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan
darah yang memasuki kapiler pulmonal 40 mmHg. Proses
pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai
berikut.
(1). Luasnya permukaan paru.
(2). Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial keduanya ini dapat mempengaruhi proses
difusi apaibila terjadi proses penebalan.
(3). Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini sebagaimana O2
dari alveoli masuk ke dalam darah karena tekanan O2 dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis, (masuk dalam darah secara berdifusi) dan PaCO2
dalam arteri pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli.
(4). Waktu adanya udara di alveoli.
c). Transport gas
Merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akaan
berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut
dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb
membentuk karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma
(50%), dan sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi.


Menurut Vaughans, Bennita W. (2013 : 235-238), faktor-faktor yang
mempengaruhi oksigenasi adalah sebagai berikut:
a. Faktor fisiologis
Beberapa sistem bekeja sama untuk memungkinkan oksigenasi normal.
Kita telah mendeskripsikan peran yang dilakukan paru-paru dan jantung
dalam oksigenasi, namun penting juga untuk mengenali bahwa proses lain
juga secara langsung memengaruhi fungsi paru-paru dan jantung yang
tepat. Diafragma, otot besar yang terletak tepat di bawah paru-pabikru,
membantu dengan inhalasi dan ekshalasi gas ke paru-paru. Kontraksi dan
relaksasi otot jantung memampukan jantung untuk memompa darah secara
efisien. Kontraksi dan relaksasi pada diafragma dan otot-otot jantung
tergantung pada pensinyalan yang tepat dari sistem saraf.
b. Lingkungan
Beberapa variabel di lingkungan memengaruhi kemampuan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan oksigennya. Polutan dan alergen di udara
(misal serbuk sari, kabut asap, zat kimia beracun) dan juga asap rokok
6

sekunder dapat merusak jaringan paru-paru dan mengarah pada dampak


jangka panjang seperti kanker paru-paru dan penyakit pulmonari (COLD).
c. Makanan
Dampak makanan yang buruk di dokumentasikan dengan baik. Kandungan
makanan dan juga jumlah makanan yang dicerna dapat menyebabkan
masalah yang secara langsung memengaruhi oksigenasi Kandungan
d. Makanan Kandungan
Makanan berlemak tinggi dan berkolestrol tinggi terkait dengan munculnya
plak yang lersusun di pembuluh darah, juga disebut aterosklerosis.
Pertambahan plak dapat lerjadi di pembuluh darah apa saja. Jika terjadi di
arteri koronet.
e. Jumlah Makanan
Obesitas meningkatkan beban kerja jantung, yang dapat menganggu
aktifitas jantung untuk memompa dan pada akhimya mengakibatkan gagal
jantung. Obesitas Juga dapat membatasi gerakan dada, yang pada gilranya
mengurangi gerak paru-paru mengembang dan membatasi inhalası
oksigen. Ketidakaktifan dapat mengganggu kekuatan otot, termasuk otot
yang membantu pernapasan dan otot jantung.
f. Gaya Hidup
Bagaimana seseorang memilih cara hidupnya juga dapat berkontribusi
pada gangguan oksigenasi. Beberapa contoh pilihan gaya hidup dan
dampak terkaitnya di antaranya:
1) Gaya hidup konstan meningkatkan beban kerja jantung karena ini
memicu obesitas dan mengurangi kekuatan otot (misal diafragma dan
jantung).
2) Merokok terkait dengan kelainan pernapasan kronis dan kanker. Selain
itu, nikotin menyebabkan penyumbatan arteri koroner dan meningkatkan
tekanan darah. Pada saat yang sama, nikotin meningkatkan jumlah
karbon monoksida dalam darah, yang menyebabkan kekurangan jumlah
oksigen yang tersedia untuk sirkulasi ke jaringan tubuh.
3) Obat dan kecanduan alkohol terkait risiko berikut:
a) Narkotika dan jumlah alkohol yang banyak dapat menyebabkan
depresi pernapasan.
b) Aspirasi dapat terjadi akibat intoksikasi alokohol
c) Pengguna obat IV mempunyai resiko septicemia (infeksi darah) dan
kerusakan pembuluh darah akibat penggunaan jarum suntik berulang
d) Berhentinya jantung dijumpai terjadi pada beberapa orang yang
kecanduan kokain.
Menurut Sutanto dan Fitriana (2017:7), faktor-faktor yang mempengaruhi
oksigenasi adalah sebagai berikut :
a. Latihan Fisik
Peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan respirasi
rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.
b. Emosi
7

Gejolak dalam jiwa yang biasanya diluapkan atau diaplikasikan dalam


bentuk perbuatan yang tidak terkendali. Saat seseorang mengalami
emosi, misalnya timbul rasa takut, cemas, dan marah, akan mempercepat
denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
c. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi status oksigenasi, misalnya pada seorang
perokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah
arteri. Nikotin yangterkandung dalam rokok dapat menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner.
Akibatnya, suplai daraj ke jaringan menurun.
d. Status Kesehatan
Pada orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit
pernapasan, dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh. Sebaliknya, pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan
sistem respirasi berfungsi dengan baik, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat.

5. Klasifikasi Gangguan
Menurut Wahit, Lilis dan Joko (2015 : 182-184) faktor-faktor yang
mempengaruhi oksigenasi adalah sebagai berikut :
a. Takipnea
Frekuensi pernapasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi
demam, asidosis metabolik, nyeri, dan pada kasus hiperkupnia atau
hipoksemia. Taikipnea merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi
melebihi 24 kali per menit. Proses ini terjadi karena paru dalarn keadaan
ateleltasis atau terjadi emboli.
b. Bradipnea
Bradipnea adalah frekuensi pernapasan yang lambat kurang lebih sepuluah
kali permenit abnormal. Biasanya ini terlihat pada orang yang
menggunakan obat-obat seperti morfrin, pada kasus alkalosis metabolik,
atau peningatan TIK.
c. Hiperventilasi
Hiperventilasi merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan
jumlan oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Kondisi
ini terjadi saat kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk
pembuangan CO2. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut
nadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2 dan
lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan karena adanya infeksi,
ketidakseimbangan asam-basa atau gangguan pisikologis/kecemasan.
d. Hipoventilasi
Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarikan karbon dioksida
dengancukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar, serta tidak
cukupnya dalam penggunaan oksigen dengan ditandai adanya nyeri
kepala. Penurunan kesadaran, disorientasi atau ketidakseimbangan
8

elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, otot-otot pernapasan lumpuh,


obat-obatan, anestesia, tahanan jaringan paru dan toraks menurun, serta
compliance paru dan toraks menurun.
e. Pernapasan Kussmaul
Salah satu jenis Hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolik.
Pernapasan ini merupakan upaya tubuh untuk mengompensasi asidosis
dengan mengeluarkan karbon dioksida melalui pernapasan yang cepat dan
dangkal.
f. Ortopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau berdiri.
Pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
g. Dispnea
Perasaan sesak dan berat saat pernapasan atau ketidaknyamanan saat
bernapas. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam
darah/jaringan, kerja berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.
h. Cheyne stokes
Siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik kemudian menurun
dan berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
i. Pernapasan paradoksal
Pernapasan yakni dinding paru bergerak berlawanan arah dari keadaan
normal. Sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
j. Hipoksia
Kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel) tidak adekuat akibat kurang
penggunaan atau pengikatan O2 pada tingkat sel. Kondisi ini ditandai
dengan kelel kecemasan, pusing, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
konsentrasi, kelemah peningkatan tanda tanda vital, disritmia, picat,
sianosis, clubbing, dan dispnea. Penyebab antara lain penurunan Hb dan
kapasitas angkut O2 dalam darah, penurunan konsentras O2 inspirasi,
ketidakmampuan sel mengikat O2 penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam
dank dan penurunan perfusi jaringan.
k. Obstruksi Jalan Napas
Pengertian Obstruksi jalan napas, baik total ataupun sebagian, dapat terjadi
di seluruh tempat & sepanjang jalan napas atas atau bawah. Obstruksi jalan
napas atas (hidung, faring, laring) merupakan suatu kondisi individu
mengalami ancaman pada kondisi pernapasannya terka dengan
ketidakmampuan batuk secara efektif, yang dapat disebabkan oleh benda
asing sepert makanan, akumulasi sekret, atau oleh lidah yang menyumbat
orofaring pada orang yang tidak sadar karena penyakit persarafan seperti
CVA (cerebro vascular accident), akibat efek pengobatan sedatif, dan lain-
lain.
l. Pertukaran Gas
Pengertian Pertukaran gas merupakan suatu kondisi individu mengalami
penurunan gas baik oksig maupun karbon dioksida antara alveoli paru dan
sistem vaskular, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau imobilisasi
9

akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat. atau penyakit
radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukkan
penurunan kapasitas difusi, yang antara lain disebabkan oleh menurunnya
luas permukaan difusi, menebalnya membran alveolar kapiler, rasio
ventilasi perfasi tidak baik dan dapit menyebabkan pengangkutan O2 dari
paru ke jaringan terganggu, anemia dengan segala macam bentuknya,
keracunan CO2, dan terganggunya aliran darah. Tanda klinisnya antara lain
dispnea pada usaha napas, napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang
panjang, agitasi, lelah, meningkatnya tahanan vaskular paru, menurunnya
saturasi oksigen, meningkatnya PaCO2 dan sianosis.

6. Pengkajian Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 146-147), pengkajian keperawatan
masalah oksigenasi sebagai berikut:
a. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigenasi
meliputi ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan
hidung dan tenggorokan), seperti epitaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan,
hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah, dan kanker) dan
keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap
pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan
nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5oC, sakit
kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-anak), faring
berwarna merah, dan adanya edema.
b. Anamesa
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien, dimana aspek biograi yang
sangat erat hubungannya dengan gangguan oksigen mencakup usia, jenis
kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat
kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi
tempat tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau dengan orang lain
nantinya berguna bagi perencanaan pulang.
c. Keluhan Utama
Keluhan Utama akan membantu perawat dalam menentukan prioritas
masalah dan intervensi pada klien. Keluhan utama biasanya muncul pada
gangguan kebutuhan oksigen dan karbon dioksida antara lain : batuk,
peningkatan produksi sputum, dispena, hemoptisis, wheezing, stridor, dan
chest pain.
1). Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit system
pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misalnya 1 minggu, 3
bulan). Tanyakan juga apakah batuknya timbul pada waktu yang
spesifik (missal pada malam hari atau ketika bangun tidur) dan atau
ada hubungan dengan aktivitas fisik.
10

2). Peningkatan produksi sputum


Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan
batuk atau bersihan tenggorok. Trakeobonkial tree secara normal
memproduksi sekitar tiga ons mucus setiap harisebagai bagian dari
mekanisme pembersihan normal (normal cleansing mechanism). Akan
tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Jika yang
terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum yang
normal mungkin jernih, putih atau kelabu.
3). Dispena
Suatu persepsi (perasan subjektif) klien yang merasa kesulitan untuk
bernafas/nafas pendek. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien
untuk melakukan aktivitas. Kaji juga kemiungkinan timbulnya
paroksimal nocturnal l dispena serta ortopnoe, yang berhubungan
dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
4). Cest pain
Chest pain berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran
yang lengkap dari nyeri pada pleura, muskuloskelal, cardiac dan
gastrointestinal. Paru paru tidak tidak mempunyai saraf yang sensitive
terhadap nyeri. Hal ini berbeda dengan iga, otot, pleura parietal, dan
trakeobronkial tree yang mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri yang berhubungan dengan masalah dan penyebab
timbulnya nyeri.
5). Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Perawat menayakan tentang
riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum pertanyaan yang
dapat diajukan pada klien adalah sebagai berikut.
(1) Riwayat merokok
(2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
(3) Alergi
(4) Tempat tinggal
b) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan social pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurang nya ada tiga yaitu:
(1) Penyakit infeksi tertentu
(2) Kelainan alergis
(3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang
polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan
bronchitis bronchitis kronik, hanya mempeerburuk penyakit
tersebut.
c) Riwayat Psikososial
Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan
berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respirasi
timbul akibat setres.
6) Pemeriksaan Fisik
11

Menurut Wahit, Lilis dan Joko (2015 : 185-186),pemeriksaan fisik


masalah oksigenasi sebagai berikut:
Untuk menilai status oksigenasi klien, perawat menggunakan keempat
teknik pemeriksaan fisik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
a) Inspeksi
Perawat mengamati tingkat kesadaran klien penampilan umum, postur
tubuh, kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga
interkosta, diameter anteroposterior (AP), struktur toraks, pergerakan
dinding dada), pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan,
durasi inspirasi dan ekspirasi ekspansi dada secara umum, adanya
sianosis dan adanya deformitas pada dada.
b) Palpasi
Dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di
atas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil
pada dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan
"tujuh-tujuh secara berulang. Normalnya, fremitus taktil akan terasa
pada individe yang sehat, dan akan meningkat pada kondisi
konsolidasi.
c) Perkusi
Dilakukan dengan menekankan jari tengah (tangan nondominan
pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Kemudian jari tersebut
diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari telunjuk
tangan sebelahnya. Normalnya dada menghasilkan bunyi resonan atau
gaung perkusi. Pada penyakit tertentu (misal pneumotoraks, emfisema)
adanya udara pada dada atau paru-paru menimbulkan bunyi
hipersonan. Sementara bunyi pekak atau kempis terdengar apabila
perkusi dilakukan di atas area yang mengalami atelektasis.
d) Auskultasi
Proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam tubuh.
Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan
stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada,
intensitas, durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk
mendengarkan bunyi napas vesikular, bronkial, bronkovesikular, rales,
ronki, juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi napas serta
lokasi dan waktu terjadinya.
7) Tes Diagnostik
Menurut Zuriati, Melti Suriya, Yuanita Ananda. 2017. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi Aplikasi Nanda NIC & NOC.
Padang : Sinar Ultima Indah
a) Pengkajian Diagnostik
Prosedur diagnostik ini membantu dalam pengkajian klien dengan
gangguan respirasi. Pengkajian diagnostik ini terdiri dari :
12

(1) Kultur, Prosedur diagnostic ini membantu dalam mengidentifikasi


organisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan.
(2) Biopsi
Dibagi atas dua jenis:
(a) Biopsi Paru
Ada tiga jenis biopsy paru non bedah dengan angka kesakitan
yang rendah yaitu:
1. Penyakit bronchial transkateter Prosedur ini berguna untuk
evaluasi sitologi lesi paru dan untuk identifikasi organism
patogenik.
2. Biopsi jarum perkutan Aspirasi menggunakan jarum jenis
spinal yang memberikan specimen jaringan untuk
pemeriksaan histology.
3. Biopsi paru tranbronkial Menggunakan forcep pemotong
yang dimasukan dengan bronkoskop serat optic. Biopsi
diindikasikan jika di duga lesi paru, pemeriksaan sputum rutin
dan pencucian bronkoskop menunjukan negatif.
4. Biopsi Nodus Limfe Biopsi ini dilakukan untuk mendeteksi
penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus limfe.
8) Pemeriksaan untuk mengevaluasi struktur anatomi paru.
a) Pemeriksaan radiologi thoraks dan paru
Pemeriksaan radiologi memberikan informasi tentang:
(1) Status sangkar iga (tulang rusuk, pleura, kontur diagragma dan
jalan nafas atas)
(2) Ukuran, kontur, dan posisi mediastinum dan hilus paru (Jantung,
aorta, nodus limfe dan percabangan bronchial)
(3) Tekstur dan tingkat penyebarab udara dari parenkim paru
(4) Ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal (kavitasi, area
fibrosis dan daerah konsolidasi).
Pemeriksaan ini diindikasikan untuk :
(1) Mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses
patologis(tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara)
(2) Menentukan terapi yang sesuai
(3) Mengevaluasi pengobatan
(4) Memberikan gambaran tentang suatu progresif dari penyakit
paru.
b) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi thoraks dapat memberikan informasi tentang efusi
pleural pada paru.
c) EKG
Pulmonary HT (Hypertension) tampak pada EKG, P tinggi di II dan
III dan AVF dan biasanya pada Right Ventricular Hypertropy.
Iskemia dan aritmia sering di jumpai pada gangguan dan oksigenasi.
13

d) Computed Tomograph (CT)


CT digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpindahan
struktur yang disebabkan oleh kista, neopplasma, lesi inflamasi, dan
abses.
e) Pemeriksaan Fluoroskopi
Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang dinamika dada
seperti gerakan diagragmatis, ekspansi dan ventilasi paru. Fungsi
lain dari fluoroskopi untuk:
(1). Mengamati diafragma saat inspirasi dan ekspirasi
(2). Mendeteksi gerakan mediastinal selama nafas dalam
(3). Mendeteksi massa mediastenal
f) Pemeriksaan Angiografi Pulmonal
Pemeriksaan ini digunakan untuk memdeteksi embolisme pulmonal
dan berbagai lesi congenital pada pembululuh pulmonal.
g) Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan ini memberikan visualisasi binocular lebih baik.
h) Pemeriksaan Bronkoskopi
Dilakukan dengan cara memasukan bronkoskop ke dalam trakea
dan bronki, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengamati cabang
trakeobronkial terhadap abnormalitas, biopsy jaringan dan aspirasi
sputum.
i) Pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi pernafasan
(1) Uji Fungsi Pulmonal (UFP)
Pemeriksaan ini menggunakan spirometer dan memberikan
informasi tentang manisfestasi pasien dengan mengukur volume
paru, mekanisme paru, dan kemampuan difusi paru.Fungsi UFP
yaitu :
(a) Skrining penyakit pulmonal
(b) Evaluasi preoperative
(c) Mengevaluasi kondisi untuk melakukan penyapihan dari
ventilator
(d) Pemeriksaan Angiografi Pulmonal
(e) Mengobservasi efek terapi
Menurut Wahit, Lilis dan Joko (2015 : 186) Pemeriksaan diagnostic
dilakukan untuk mengkaji status fungsi, dan oksigenasi pernapasan
pasien. Beberapajenis pemeriksaan diagnostic antara lain sebagai berikut:
a) Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri.oksimetri ,pemeriksaan darah lengkap, dan lain-lain.
b) Tes struktur sistem pernafasan :sinar-X ray, bronkoskopi, scan paru.
c) Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan:kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit, torakosentesis.
14

7. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2018-2020 : 207) dalam Nanda
Internasional Keperawatan pada pasien gangguan oksigenasi yang dapat di
tegakkan gangguan yaitu
Diagnosa 1 : Hambatan pertukaran gas
a. Definisi : Kelebihan atau deficit oksigen dan/atau eliminasi karbon dioksida
pada membran avioler-kapiler.
b. Batasan karakteristik
1). Gas darah abnormal
2). pH arteri abnormal
3). warna kulit abnormal
4). konfungsi
5). penurunan karbon dioksida (CO2)
6). Diafores
7). Dispena
8). Sakit kepala
9). Hiperkapnia
10). Hipoksemia
11). Hipoksia
12). Iritabilitas
13). Napas cuping hidung
14). Gelisah
15). Somnolen
16). Takikardia
17). Gangguan pengelihatan
c. Faktor yang berhubungan
1). Akan dikembangkan
d. Kondisi terkait
1). Perubahan membran kapiler
2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018 : 26) SDKI (Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia) yang dapat ditegakkan yaitu :
1. SDKI : Pola Napas Tidak Efektif,
a. Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
b. Penyebab :
1). Depresi pusat pernapasan
2). Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3). Deformitas dinding dada
4). Deformitas tulang dada
5). Gangguan neuromuskular
15

6). Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EEG] positif, cedera


kepala, gangguan kejang)
7). Imaturitas neurologi
8). Penurunan energi
9). Obesitas
10). Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11). Sindrom hipoventilasi
12). Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13). Cedera pada medulla spinalis
14). Efek agen farmakologis
15). kecemasan
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1). Dipsnea
Objektif
1). Penggunan otot bantu pernapasan
2). Fase ekspirasi memanjang
3). Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
Objektif
1). Gelisah
2). Sianosis
3). Bunyi napas menurun
4). Frekuensi napas berubah
5). Pola napas berubah
e. Kondisi klinis terkait
1). Gullian barre syndrome
2). Sklerosis multiple
3). Myasthenia gravis
4). Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal
echocardiography [ETT])
5). Depresi sistem saraf pusat
6). Cedera kepala
7). Stroke
8). Kuadriplegia
9). Sindrom aspirasi mekonium
10). Infeksi saluran napas
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
16

a. Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas


untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
b. Penyebab
Fisiologis
1). Spasme jalan napas
2). Hipersekresi jalan napas
3). Disfungsi neuromuskuler
4). Benda asing dalam jalan napas
5). Adanya jalan napas buatan
6). Sekresi yang tertahan
7). Hiperplasia dinding jalan napas
8). Proses infeksi
9). Respon alergi
10). Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
Situasional
1). Merokok aktif
2). Merokok pasif
3). Terpajan polutan
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1). Batuk tidak efektif
2). Tidak mampu batuk
3). Sputum berlebih
4). Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
5). Mekonium di jalan napass (pada neonatus)
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1). Dispnea
2). Sulit bicara
3). Ortopnea
Objektif
1). Gelisah
2). Sianosis
3). Buny napas menurun
4). Frekuensi napas berubah
5). Pola napas berubah
e. Kondisi Klinis Terkait
1). Gullian barre syndrome
2). Sklerosis multipel
3). Myasthenia gravis
4). Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophagea,
echocardiography (TEE)
17

5). Depresi sistem saraf pusat


6). Cedera kepalaa
7). Stroke
8). Kuadriplegla
9). Sindrom aspirasi mekoniurn
10). Infeksi saluran napas

8. Perencanaan
Menurut Moorhead et. al., (2018 : 636) NOC (Nursing Outcomes
Classification) yang dapat ditegakkan yaitu:
a) Status pernapasan: pertukaran gas
b) Definisi:pertukaran karbondioksida dan oksigen di alveoli untuk
mempertahankan konsentrasi darah arteri.
No Indicator 1 2 3 4 5
1 Dispnea saat istirahat
2 Dyspnea saat aktivitas ringan
3 Sianosis
4 Mengantuk
5 Gangguan kesadaran
Keterangan :
1). Deviasi berat dari kisaran normal
2). Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3). Deviasi sedang dari kisaran normal
4). Deviasi ringan dari kisaran normal
5). Tidak ada deviasi
Menurut Bulechek et. al., (2018 : 186) NIC (Nursing Interventrons
Classification) yang dapat ditegakkan yaitu:
a) NIC 1 : Manajemen jalan nafas
1) Monitor status pernapasan dan oksigenasi
2) Posisikan untuk meringankan jalan nafas
3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4) Gunakan teknik yang menyenangkan untuk memotivasi bernafas
dalam pada anak-anak.
5) Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
6) Buang skret dengan memotivasi pasien untuk melakukan
batuk/menyedot lendir.
7) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk.
8) Kelola pengobatan aerosol
9) Kelola nebulizer atau oksigen yang dilembabkan
10) Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan
b) NIC 2 : Fisioterapi dada
1) Monitor status respirasi pasien
2) Memposisikan segmen para yang akan dilakukan fisioterapi dada
3) Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan
18

4) Gunakan bantal untuk menopang posisi pasien


5) Lakukan getaran setelah fisioterapi dada
6) Anjurkan untuk batuk setelah tindakan
7) Kenali ada tidaknya kontra indikasi dilakukan fisioterapi dada
8) Intruksikan pasien agar mengeluarkan nafas teknik nafas dalam
9) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
10) Kolaborasikan dengan dokter tindakan suction.
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018 : 95) SLKI (Standar Luaran
Keperawatan Indonesia) yang dapat ditegakkan yaitu :
a) Pola Napas
1) Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi
adekuat.
2) Tujuan : Pasien mampu menunjukkan pola pernapasan yang membaik.
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tekanan ekspansi
2 Tekanan inspirasi
3 Dispena
4 Ortopena
5 Frekuensi pola napas
Skala :
1) : Deviasi berat dari kisaran normal
2) : Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3) : Deviasi sedang dari kisaran normal
4) : Deviasi ringan dari kisaran normal
5) : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
b) Bersihan Jalan Nafas
1) Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi
adekuat.
2) Tujuan : Pasien mampu menunjukkan pola pernapasan yang membaik.
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Batuk Efektif
2 Produksi sputum
3 Dispena
4 Frekuensi pola napas
5 Pola napas
Skala :
1) : Deviasi berat dari kisaran normal
2) : Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3) : Deviasi sedang dari kisaran normal
4) : Deviasi ringan dari kisaran normal
5) : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018 : 186 ) SIKI (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia) yang dapat ditegakkan yaitu :
a) Menejemen Jalan Napas
19

1) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola jalan napas


2) Tindakan :
Observasi
a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
c. Monitor sputum (jumlah, wama, aroma)
Terapeutik
a. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan fisloterapi dada, jika perlu
d. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
b) Pemantauan Respirasi
1) Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.
2) Tindakan :
Observeasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Auskultasi bunyi napas.
g. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
a. Atur interval perantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
c) Latihan Batuk Efektif
1) Definisi : Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif untuk membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret atau
benda asing di jalan napas.
2) Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum
20

c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas


d. Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
a. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke-3
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.

B. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Campak merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh virus dan sangat
menular. Pada tahun 1963 belum adanya vaksinasi yang meluas sehingga
epidemi terjadi setiap 2-3 tahun dan menyebabkan 2,6 juta kematian setiap
tahun. Pada tahun 2018 dilaporkan lebih dari 140.000 orang meninggal karena
campak terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun, meskipun vaksin sudah
tersedia secara aman dan efektif (World Health Organization, 2019).
2. Penyebab
Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai tunggal negatif,
berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam genus Morbillivirus di famili
Paramyxoviridae. Memiliki genom sekitar 16.000 nukleotida yang
mengkodekan enam protein struktural, nukleoprotein, fosfoprotein,
hemaglutinin, matriks, fusi, dan dua protein non-struktural V dan C yang
dikodekan dalam fosfoprotein gen. Protein hemaglutinin merupakan salah satu
dari dua glikoprotein trans membran pada permukaan virion dan berikatan
dengan reseptor seluler seperti limfosit, monosit, makrofag, sel dendritik, dan
nectin-4. Kekebalan tubuh disebabkan oleh penetralan antibodi IgG terhadap
protein haemaglutinin yang menghalangi pengikatan ke sel inang Reseptor.
Protein fusi, virus kedua glikoprotein yang terpapar permukaan virus. Protein
fusi bertugas untuk fusi amplop virus dengan sel inang membran,
ribonukleoprotein virus masuk ke dalam sitoplasma (Moss, 2017).

3. Patofisiologis
Menurut Maryati Sutarno & Noka Ayu Putri Liana (2019), virus campak
menular melalui droplet atau partikel aerosol pada mulanya menginfeksi
limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di saluran pernapasan. Selama
masa inkubasi, virus bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke
jaringan limfoid kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit
yang terinfeksi. Sel dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus
campak ke sel epitel saluran pernapasan menggunakan reseptor nectin-4.
21

Permukaan epitel yang rusak memungkinkan transmisi menuju inang yang


rentan. Masa infeksi campak meluas beberapa hari sebelum maupun setelah
dimulainya ruam. RNA virus campak dapat terdeteksi 3 bulan setelah onset
ruam. RNA virus campak tetap terdeteksi di limfoid jaringan meskipun sudah
tidak terdeteksi dalam darah.

4. Tanda dan gejala


Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:
1. Panas bodan
2. Nyeri tenggorokan
1. pilek Coryza
4. Batik (Cough)
5. Bercak Koplik
6. Nyeri not
7. Mata merah (conjuctivitis)
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik
Koplik), Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari
setelah timbulnya gejala di atas Ruam ini bisa berbentuk makula (nam
kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang
menonjol), Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaima di depan dan di bawah
telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar
ke hatang rubuh, lengan dan kaki, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas
serta sahu tubuhnya mencapai 40°Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya
turun penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama
beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada maka dan
merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Serologi
Pada kasus atopik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk
memastikannya. Tenk pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi
complement, inhibisi hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak
langsung.
b) Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijumpai hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak
yang tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim
inklusi dalam stoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak).
Pada bercak koplik dijumpai nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c) Darah tepi
Jumlah leukosa normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri.
d) Pemeriksaan antibody IgM anti campak
22

e) Pemeriksaan untuk komplikasi


Ensefalopati ensefalitis (dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darab), enteritis (feces lengkap),
bronkopneumonia (dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas
darah).

6. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien campak terdiri dari terapi suportif untuk
memperbaiki atau mencegah dehidrasi dan defisiensi nutrisi, penyediaan
vitamin A, pengenalan dan pengobatan infeksi bakteri sekunder (Moss,
2017). Vitamin A harus diberikan pada kasus akut. Vitamin A dosis oral
harus diberikan segera setelah diagnosis dan diulang keesokan harinya
1) 50.000 IU pada bayi < 6 bulan
2) 100.000 IU untuk bayi usia 6-11 bulan
3) 200.000 IU untuk anak 12 bulan
Jika anak memiliki tanda-tanda oftalmik klinis defisiensi vitamin A
seperti: bintik bitot, berikan dosis ketiga dalam waktu 4-6 minggu kemudian.
Kasus berat campak, seperti pneumonia berat, dehidrasi atau kejang,
memerlukan perawatan khusus (antibiotik, rehidrasi, antikonvulsan). Kasus
campak yang tidak dirawat di rumah sakit harus diisolasi di rumah sampai
empat hari setelah onset ruam (World Health Organization, 2018).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular.
Selain it sering menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan
girinya bunik sehingga mudah sekali mendapatkan komplikasi terutama
bronkopneumonia Pasien campak dengan broskopimonia perlu dirawat di
rumah saka karena memerikan perawatan yang yang memadai (kadang
perlu infase atau oksigen). Masalah yang perlu diperhatikan ialah
kebutuhan nutrisi, gangguan sahu tubuh, gangguan rasa aman yaman,
risiko terjadinya komplikasi.

7. Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.
Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
f) Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi selinga tengah
g) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga
penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
h) Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dan 1,000-2.000 kasus.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat Aziz. 2021. Keperawatan Dasar 1 : Untuk Pendidikan Nuers.


Surabaya : Health Books Publishing.

Alimul, Hidayat Aziz dan Musrifatul Uliyah. 2015. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Pendekatan Kulikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Surabaya : Health Books
Publishing.

Hasan R.2015. Buku Kulish 2 thu Kesehatan Anak Jakarta Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Universitas Indonesia.

Henderman,T Heather dan Shigemi Kamitsuru. NANDA-1 Internasional Nursing


Diagnosis : Definitions and Classification. 2018-2020. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz All A. 2018. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Jakarta: Salemba
Medika

Maryati Sutarno, & Noka Ayu Putri Liana. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Campak. Jurnal Antara Keperawatan, 2(2), 44–50.
https://doi.org/10.37063/antaraperawat.v2i2.76

Moorheat, Sue, et al. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi VII. Ahli
Bahasa Intansari Nurjannah, SKp., MNSc.,PhD. Elsevier Singapore.

Moorheat, Sue, et al. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi VII. Ahli
Bahasa Intansari Nurjannah, SKp., MNSc.,PhD. Elsevier Singapore.

Moss, W. J. (2017). Measles. The Lancet, 390(10111), 2490–2502.


https://doi.org/10.1016/S0140- 6736(17)31463-0.

Iqbal, Mubarak Wahit, Lilis Indrawati dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta : Salemba Merdeka.

Ranuh, I.G.N,Dkk. 2014. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi


Ikatan Dokter Anak Indonesia

Rodolfh.D. 2016. Buku Ajar Padian Rodolfh Edisi 20 Volum 1. Jakarta EGC Santosa
B. 2015. Pandian Diagnosa Keperawatan Nanda 2018. Jakarta: Prima Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018 SDKI Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018 SIKI Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018 SLKI Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Vauhans, Bennita W. 2013. Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Vita, Andina Susanto dan Yuni Fitriana. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

World Health Organization. (2018). Measles - Vaccine-Preventable Diseases. In


Www.Immunize.Ca.http://www.phacaspc.gc.ca/im/vpd-mev/measles-
rougeole eng.php

Zuriati, Melti Suriya, Yuanita Ananda. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Sistem Respirasi Aplikasi Nanda NIC & NOC. Padang : Sinar Ultima Indah

23

Anda mungkin juga menyukai