SOLUSIO PLASENTA
Oleh :
NIM : 1490122062
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
SOLOSIO PLASENTA
A. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus
uteri sebelum janin lahir (Rukiyah & Yulianti 2010). Biasanya terjadi trismeter 3
kehamilan, walaupun dapat pula terjadi setiap saat kehamilan, plasenta dapat terlepas
selurunya (solusio plasenta totalis), Sebagian (solusio plasenta parsialis) atau hanya
sebagain kecil pinggir plasenta (rupture sinus marginalis). Solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin di
lahirkan. Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implementasi normal sbelum
waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu,
Solution plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable. Dimana plasenta
yang tempat implantasinya normal (pada fundus tau korpus uteri) terkelupas atau terlepas
sebelum kala III. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantsasinya
seblum janin lahir diberi beragam sebutan: abruptio plasenta, accidental haemorage,
beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput
ketuban dan uterus dan kemudia lolos keluar menyebabkan perdarahan ekternal. Yang
lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas
dari uterus serta menyebabkan perdarahan yang tersembunyi.
C. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang menjadi predisposisi (Jannah,2021)
a. Faktro kardiorenovaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat
terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
b. Akibat turunya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari ateri yang menuju ke
ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum
ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili,
namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah,
sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepas plasenta dari rahim. Darah yang
terkumpul dibelakang plasenta tersebut hematoma retroplasenter.
c. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi diantara lain:
1. Dekompresi uterus (pengecilan yang tiba-tiba) pada hidroamnion dan gemelli.
2. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau Tindakan pertolongan persalinan.
3. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
d. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa
dari 83 kasus solusio plasenta yang di teliti di jumpai 45 kasus terjadi pada wanita
multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukan
peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini
dapat diterangkan karena makin tinggi paritas inu makin kurang baik keadaan
endometrium.
D. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah
yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga
sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup
di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke
dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot
uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan
berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang
dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka
banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan
intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.
Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk
hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau
perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas
karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya
lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya
syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga
berasal dari anak.
inkomplit. keras/tegang.
hipertensi.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta
dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
F. Penatalaksanaan medis
a. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio
plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan
intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki
hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih
berimplementasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus dianggap kontrak indikasi pada
solusio plasenta yang nyata secara klinis.
b. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio
sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hypovolemia berat dan
koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga
menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervagina kecuali apabila
perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan
penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi
persalinan pervagina. Seksiosesarea merupakan indikasi jika persalinan diperkirakan
akan berlansung lama lebi dari 6 jam, jika persalinan tidak memeberi respon terhadap
amniotomy dam pemberian oksitosin encer secara hati-hati, dan jika terjadi gawat
janin dini tidak berkepanjangan dan janin mungkin hidup. Histerektomi jarang
diperlukan. Uterus Couvelaire sekalipun akan berkontraksi, dan perdarahan hampir
akan selalu berhenti jika defekkoagulasi sudah diperbaiki. Penanganan kasus-kasus
solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis yaitu:
1. Solusio Plasenta Ringan :
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketet, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah
luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomy
disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
2. Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan
di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika
perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan mengurangi masuknya tromboplasin kedalam sirkulasi ibu
yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimanamana.
Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang
bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah
mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tergolong dengan penanganan yang baik.
Bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali.
Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh
klarena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran
urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio
plasenta sedang dan berta, apalagi yang disertai hipetensi menahun dan
preeklamsia.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang,
pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hypovolemia,
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah.
Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena
itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat
memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan
secepatnya dan trasfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan di harapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.
G. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian Keperawtan
1. Keadaan umum
Kesadaran : compos metis
Postur tubuh : biasanya gemuk
Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
Raut wajah : biasanya pucat
2. Tanda-tanda vital
Tensi : normal sampai turun (syok)
Nadi : normal sampai meningkat (>90x/menit)
Suhu : normal/meningkat (>37c)
RR : normal/meningkat (>24x/m)
3. Pemeriksaan cepalo caudal
Kepala : kulit kepala biasanya normal/tidak mudah mengelupas rambut
biasanya rontok/ tidak rontok
Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
Mata : conjungtiva anemis
Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nifas cepat da dangkal,
hiperpegmentasi aerola.
Abdomen : Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea alba dan ligra. Palpasi Rahim keras, fundus uteri naik .
Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
Genetalia : Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah/ keluar darah
yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha/femur.
Ekstimitas : Akral dingin, tonus otot menurun
Bagi kondisi pendarahan pada kehamilan tua, beberapa pengkajian keperawatan harus
dilakukan segera dan yang lainnya dapat ditunda sampai intervensi awal telah diambil
untuk menstabilkan status kardiovaskular dari ibu hamil. Prioritas pengkajian
keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Jumlah dan sifat perdarahan (waktu serangan, perkiraan kehilangan darah
sebelum datang kerumah sakit, dan keterangan tentang jaringan yang terlepas).
Wanita hamil harus diajarkan untuk menyimpan linen jika berada di rumah sakit,
sehingga darah dapat didekteksi secara akurat.
2. Sakit
a). jenisnya:menetap, intermiten, tajam tumpul, keras.
b). serangan:berangsur-angsur,mendadak
c). lokasinya:menyeluruh pada abdomen,lokal.
3. Uterus, apakah terus terasa lembut dengan palpasi yang lembut
4. Tanda-tanda vital ibu hamil apakah dalam rentang normal atau terjadi hipotensi,
takikardi atau keduanya. Hipertensi mungkin dapat terjadi pada awal abruption
plasenta. Pemantauan kondid janin secara elektronik dapat menentukan denyut
jantung janin, adanya percepatan, dan respon janin terhadap aktivitas uterus.
5. Kontraksi uterus: penggunaan monitor eksterna dan menentukan frekuensi dan
lamanya kontraksi. Tekanan intrauterus dapat mengidentifikasi kontraksi
hipertonik dan meningkatkan hubungan irama istirahat dengan obruptio plasenta.
Palpasi dapat mengidentifikasi apakah uterus mengalami relaksasi antara
kontraksinya atau tidak.
6. Riwayat kehamilan(gravid,para,Riwayat aborsi, dan melahirkan bayi premature).
7. Lamanya usia kehamilan (HTHP, tinggi fundus, hubungan tinggi fundus dengan
usia kehamilan) jika terjadi perdarahan kedalam myometrium,fundus akan
membesar sesuai dengan perdarahan. Perawat mengobservasi dan melaporkan
ukuran tinggi fundus yang menunjukan bahwa perdarahan kedalam otot uterus
sedang terjadi.
8. Data laboratorium (Hb,Ht,golongan darah, pembekuan darah). Data laboratorium
diperboleh untuk mempersiapkan transfuse darah yang diperlukan.
Disamping pengkajian fisik, respon emosi ibu hamil dan pasangan juga
harus diperhatikan. Mereka sering merasa cemas, sedih, ragu, dan aktifitas
berlebihan. Mereka mungkin memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai
manajemen kesehatan yang tidak menyadari bahwa janin akan segera lahir,
sehingga penjelasan prosedur operasi merupakan hal yang penting. Mereka
mungkin merasa takut dan khawatir tentang kehidupan ibu dan janin.
b. Analisa Data
Daftar Pustaka