Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gastroschisis merupakan kelainan konginental dimana terjadi herniasi
isi abdomen pada umbilicus. Pada gastroschisis organ visera yang biasanya
mengalami herniasi adalah usus. Usus yang mengalami herniasi atau keluar
dari rongga abdomen akan berisiko mengalami infeksi. Gastroschisis hampir
sama dengan omfalokel yang membedakan adalah gastroschisis sebagian
besar terletak disebelah kanan abdomen dan tidak ada hubungannya dengan
abnormalitas kromoson.
Menurut T. W. Sadler, 1997 kelainan gastroschicis terjadi pada
1:10.000 kelahiran , sedangkan omfalokel terjadi pada 2,5:10.000 kelahiran
disertai dengan angka kematian yang tinggi (25 %) dan malformasi berat.
Angka hidup pada pasien gastroschicis lebih tinggi dibanding dengan
omfalokel.
Kondisi kelainan konginental dimana terdapat defek pada abdomen
seperti pada gastroschisis dan omfalokel ini dapat dideteksi lebih dini melalui
pemeriksaan kehamilan.
Penatalaksanaan untuk gastroschis dan omfalokel adalah tindakan
pembedahaan untuk mengembalikan kembali organ visera yang berada pada
luar rongga abdomen ke dalam rongga abdomen. Pembedahan ini dilakukan
setelah persalilanan. Keberhasilan pembedahan bergantung pada ukuran
derajat herniasi yang terjadi dan kondisi jaringan karena terkadang terjadi
nekrosis usus.
Berdasarkan hal tersebut maka kelompok kami akan membahas tentang
asuhan keperawatan pada pasien gastroschisis. Dalam makalah ini
pembahasan meliputi anatomi fisiologi sistem pencernaan, definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan medis,
penatalaksanaan diet, pengkajian, diagnose dan intervensi untuk pasien
dengan gastroschisis.

32
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anatomi pencernaan?
2. Apa definisi dari penyakit Gastroschisis?

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan kebidanan dengan
Gastroschisis.
b. Tujuan Khusus
1) Memaparkan konsep penyakit Gastroschisis yang meliputi anatomi
fisiologi sistem pencernaan, definisi, etiologi dan faktor risiko,
patofisiologis, manifestasi klinis, komplikasi yang terjadi,
penatalaksanaan medis dan diet serta asuhan kebidanan dengan
Gastroschisis
2) Memahami asuhan kebidanan dengan Gastroschisis dengan
metodologi asuhan kebidanan yang benar.

33
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan fisiologi


1. Antomi Pencernaan
a. Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran percernaan. Dinding
kavum oris memiliki struktur untuk mastikasi di mana makanan akan
di potong, di hancurkan oleh gigi, dan di lembapkan oleh saliva.
Selanjutnya makanan tersebut akan membentuk bolus di mana massa
terlapisi salivasi.
b. Lidah
Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya di
lapisi dengan membran mukosa. Lidah menempati kavum oris dan
melekat secara langsung pada epiglotis dalam faring. Tiga ruang mirip
celah membentuk struktur dalam mulut, yang memungkinkan cairan
untuk melintas ke dalam faring. Pada permukaan atas dekat pangkal
lidah terdapat alur berbentuk V yaitu sulkus terminalis yang
memisahkan lidah bagian anterior dan posterior. Permukaan atas lidah
dipenuhi banyak tonjolan kecil yang di sebut sebagai papil lidah.
c. Gigi
Gigi mempunyai ukuran dan bentuk berbeda beda. Setiap gigi
memiliki tiga bagian, yaitu mahkota yang terlihat di atas gusi, leher
yang di tutupi oleh gusi dan akar yang di tahan dalam soket tulang.
Bagian dalam gigi adalah rongga pulpa yang mengandung saraf dan
pembuluh darah.
d. Esofagus
Esofagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari kartilago
krikoid sampai bagian kardia lambung. Panjangnya bertambah selama
3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan pertumbuhan lebih
lambat mencapai panjang dewasa yaitu 23-30 cm. Esofagus turun dan
memasuki kavum abdomen melalui suatu apertura dalam diafragma.

34
Setelah berkisar 1,25 cm, membuka kedalam lambung melalui
orifisium kardiak.
e. Lambung
Lambung berbentuk lebar dan merupakan bagian yang dapat
berdilatasi dari saluran cerna. Bentuk lambung bervariasi bergantung
dari jumlah makanan di dalamnya, adanya gelombang peristaltik,
tekanan dari organ lain, respirasi, dan postur tubuh. Posisi dan bentuk
lambung juga sangat bervariasi, biasanya memiliki bentuk J terletak di
kuadran kiri atas abdomen.
f. Usus kecil
Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Usus kecil
memiliki panjang 300 – 350 cm saat lahir, mengalami peningkatan
sekitar 50 % selama tahun pertama kehidupan, dan berukuran ± 6 m
saat dewasa. Deudenum merupakan bagian terpendek dari usus kecil
yaitu sekitar 7,5 – 20 cm dengan diameter 1 – 1,5 cm. Dinding usus
terbagi menjadi empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskuler,
dan serosa ( peritonial).
g. Usus besar
Usus besar berjalan dari katup ileosaekal ke anus. Usus besar dibagi
menjadi bagian sekum, kolon asedens, kolon transversun, kolon
desendens, dan kolon sigmoid. Panjang usus besar bervariasi, berkisar
sekitar ± 180 cm.
h. Hepar ( hati )
Glandula paling besar dalam tubuh dan memiliki berat ± 1.300 –
1.550 gram. Hepar berwarna merah coklat, sangat vascular, dan lunak
berbentuk baji dengan dasar pada sisi kanan dan apeks pada sisi kiri.
Organ ini terletak pada kuadran kanan atas abdomen dan dilindungi
oleh kartilago koskalis.

i. Pankreas

35
Pankreas terletak transversal di perut bagian atas, antara duodenum
dan limpa dalam retroperitonium. Kaput pankreas, yang bersandar
pada vena kava dan vena renalis, melekat pada lengkungan C
deudenum dan melingkari di sekat duktus koledokus.
j. Peritonium
Merupakan membran serosa yang tipis, licin dan lembab yang
melapisi rongga peritonium dan banyak organ perut seperti cavum
abdomen dan pelvis. Peritonium menutupi visera, walaupun beberapa
hanya ditutupi pada permukaan abdominal dan pelvis. Peritoneum
seperti pleura tersusun dari dua lapisan yang berkotak yaitu lapisan
parietal dan visceral.

2. Fisiologi pencernaan
Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan
(ingesti) dan sekresi getah pencernaan ke sistem pencernaan. Getah
pencernaan membantu pencernaan atau digesti pencernaan, hasil
pencernaan akan diserap (diabsorpsi) kedalam tubuh berupa zat gizi.
Proses sekresi, digesti, dan absorbsi terjadi secara berkesinambungan pada
saluran pencernaan, mulai dari atas yaitu mulut sampai ke rektum. Secara
bertahap, massa hasil campuran makanan dan getah pencernaan (bolus)
yang telah di cerna, di dorong (di gerakkan) ke arah anus (motilitas). Sisa
massa yang tidak di absorpsi di keluarkan melalui anus (defekasi) berupa
feses.

2.2 Definisi
Gastroschisis adalah defek dinding abdomen ketebalan penuh yang
ukurannya bervariasi dan biasanya terjadi di sebelah kanan tali pusat. Isi
abdomen yang hernaisi (misalnya usus, lambung, kandung kemih, hepar)
terpajan penuh pada cairan amnion in utero yang menyebabkna tampak tebal
dan kesat.

36
Gastroschicis adalah keluarnya usus dari titik terlemah di kanan
umbilikus dimana usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus
peritoneum dan amnion.
Gastroschicis adalah penonjolan kulit melalui suatu defek dinding
abdomen (biasanya disebelah kanan tali pusat yang sehat). Usus tidak tertutup
sehingga berisiko infeksi dan trauma. Gastroschicis biasanya tidak
berhubungan dengan abnormalitas kromoson.
Gastroschicis adalah herniasi isi perut melalui dinding badan,
langsung ke dalam rongga amnion. Cacat ini terjadi disebelah lateral pusat,
biasanya disisi kanan, melaui suatu daerah yang lemah karena regresi vena
umbilicus kanan, yang normalnya menghilang. Visera tidak terbungkus oleh
peritoneum atau amnion, dan usus bias rusak karena terpajan pada cairan
amnion.
Gastroschicis adalah suatu kondisi yang mirip dengan omfalokel,
kecuali bahwa defek dinding abdomen jauh dari umbilicus dan organ
abdomen tidak dilapisi oleh lapisan peritoneum tetapi lebih tertumpah
abdomen secara bebas.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
gastroschisis adalah kelainan konginental yang terjadi karena adanya defek
pada abdomen yang biasanya terletak disebelah kanan yang menyebabkan
organ visera terletak disebelah luar rongga abdomen tanpa dibungkus
peritoneum dan amnion.

2.3 Etiologi
Gastroschisis kemungkinan disebabkan oleh rupture dasar tali pusat
didaerah yang telah mengalami kelemahan akibat involusi vena umbilikalis
kanan sehingga memudahkan isi abdomen herniasi ke rongga amnion.
Pada awalnya terdapat sepasang vena umbilikalis, yaitu vena
umbilikalis kanan dan kiri. Ruptur tersebut terjadi in-utero pada daerah lemah
yang sebelumnya terjadi herniasi fisiologis akibat involusi dari vena
umbilikalis kanan. Keadaan ini menerangkan mengapa gastroschisis hampir
selalu terjadi di lateral kanan dari umbiliks. Teori ini didukung oleh

37
pemeriksaan USG secara serial , dimana pada usia 27 minggu terjadi hernia
umbilikalis dan menjadi nyata gastroschisis pada usia 34,5 minggu. Setelah
dilahirkan pada usia 35 minggu, memang tampak gastroschisis yang nyata.
Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalocel atau gastroschizis
adalah resiko tinggi kehamilan seperti:
1. Kehamilan berisiko tinggi seperti komplikasi dari infeksi
2. Hamil usia muda
3. Paritas tinggi (semakin banyak kelahiran pada satu ibu semakin tinggi
kemungkinan terkena gastroschisis).
4. Kekurangan asupan gizi pada ibu hamil
5. Merokok
6. Pengguna obat-obatan
7. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan anak BBLR dapat meningkatkan
risiko terjadinya gastroschisis, dan lebih sering pada bayi SGA.

2.4 Patofisiologi
Menurut Suriadi & Yuliani.R patofisiologi dari gastroschizis atau
omphalocele yaitu selama perkembangan embrio ada suatu kelemahan yang
terjadi didalam dinding abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan
herniasi pada isi usus pada salah satu samping umbilicus (yang biasanya
pada samping kanan), ini menyebabkan organ visera abdomen keluar dari
kapasitas abdomen dan tidak tertutup oleh kantong. Terjadi malrotasi dan
menurunnya kapasitas abdomen yang dianggap sebagai anomaly.
Gastroschicis pada janin usia 6 minggu isi abdomen terletak di luar
embrio di rongga selon. Pada usia 10 minggu akan terjadi pengembangan
lumen abdomen sehingga usus dari ekstra peritoneum akan masuk ke
rongga perut. Bila proses ini terhambat akan terbentuk kantong di pangkal
umbilikus yang berisi usus, lambung, dan kadang hati. Dindingnya tipis,
terdiri atas lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening
sehingga isi kantong tampak dari luar. Keadaan ini di sebut omfalokel. Bila
usus keluar dari titik lemah di lateral umbilikus baik sisi kanan atau kiri,

38
usus akan berada di luar rongga perut tanpa di bungkus peritoneum dan
amnion. Keadaan ini di sebut gastroschisis.
Gastroschicis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam
pembentukan dinding abdomen sehingga dinding abdomen sebagian
terbuka. Letak defek umumnya disebelah kanan umbilicus yang berbentuk
normal. Usus sebagian besar berkembang diluar rongga abdomen janin,
akibatnya usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan iritasi
cairan amnion dalam kehidupan intra uterin, usus juga tampak pendek,
rongga abdomen janin sempit. Usus – usus, visera, dan seluruh rongga
abdomen berhubungan dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan
pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan
hipotermi, kontaminasi usus dengan kuman juga dapat terjadi dan
menyebabkan sepsis, aerologi menyebabkan usus – usus distensi sehingga
mempersulit koreksi pemasukan kerongga abdomen sewaktu pembedahan.

2.5 Manifestasi Klinis


Gastroschisis merupakan suatu kelainan ketebalan dinding perut yang
lokasinya biasanya disebelaj umbilicus. Usus yang keluar dari lubang
abdomen memperlihatkan tanda-tanda peritonitis kimia sebagai akibat
pengeluaran cairan amnion. Usus menjadi tebal, pendek dan kaku dengan
edema yang jelas di dinding usus. Karena pengendapan dan iritasi cairan
amnion dalam kehidupan intrauterine. Peristaltic tidak ada, kadang-kadang
terjadi iskemik karena puntiran kelainan fascia. Usus tampak pendek, rongga
abdomen janin menjadi sempit.pada anak memperlihatkan gambaran udara
sebagai hasil dilatasi perut dan usus kecil bagian proksimal, isi intra abdomen
normal jelas terlihat dengan kelainan, yang mana herniasi terjadi pada periode
post natal.

2.6 Komplikasi
1. Komplikasi dini adalah infeksi yang mudah terjadi pada permukaan yang
telanjang.

39
2. Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balance cairan dan
nutrisi yang adekuat misalnya: dengan nutrisi parenteral
3. Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan
ventilator yang lama
4. Nekrosis
Kelainan congenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan
lain yang memperburuk prognosis.
5. Penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga
terjadi dehidrasi dan hipotermi.
6. Distress pernapasan (kesalahan peletakan isis abdomen akan
menyebabkan gangguan perkembangan paru)
7. Komplikasi dari operasi abdomen adalah peritonitis dan paralisis usus
sementara
8. Bentuk pusar dapat mengalami bentuk yang tidak normal walaupun
dengan bekas luka yang tipis
9. Bila kerusakan usus terlalu banyak, bayi mungkin akan mengalami short
bowel syndrome dan mengalami gangguan pencernaan dan penyerapan.

2.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
kelainan-kelainan pada janin menurut Dr. Greg Agung H. SpOG adalah
1. Pemeriksaan Dalam
Bersamaan dengan pemeriksaan in spekulo, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan dalam atau colok vaginal. Dikatakan colok vaginal karena
dilakukan dengan cara perabaan memakai dua jari dokter yang
dimasukkan ke dalam vagina. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
besar rahim atau ukurannya, serta untuk mendeteksi adanya kelainan
bawaan rahim. “Selain itu, juga bisa teraba kalau ada benjolan tumor
ataupun polip.”
2. In Spekulo
Dilakukan pada ibu hamil muda atau ibu yang pertama kali datang untuk
memeriksakan diri ke dokter ahli kebidanan dan kandungan. Karena itu

40
in spekulo dikatakan sebagai pemeriksaan dasar. Pemeriksaan ini
menggunakan spekulum cocor bebek yang dimasukkan ke vagina.
Gunanya untuk melihat keadaan permukaan di leher rahim. Dari
pemeriksaan ini, dokter akan mengetahui apakah ibu yang datang sedang
hamil muda atau tidak. Sebab, kala hamil muda rahim akan berubah
warna agak keunguan. Dari pemeriksaan ini pula dokter akan mengetahui
apakah di permukaan leher rahim ada infeksi, jengger ayam/kandiloma,
varises, ataupun bila ada keganasan atau kanker leher rahim. Dengan
demikian, bila dari hasil pemeriksaan ditemukan hal-hal tersebut dokter
bisa segera menentukan langkah-langkah pengobatannya.
3. Pemeriksaan USG
USG juga bisa melihat jumlah bayinya, apakah bayinya terletak di dalam
atau di luar kandungan, serta lokalisasi plasenta. Bahkan USG serial
mampu menilai perkembangan siklus dari telur tiap harinya. Juga untuk
memantau masa subur si wanita. Tidak hanya di trimester I, USG juga
perlu dilakukan di usia kehamilan trimester II dan III. “USG yang
dilakukan pada trimester II gunanya untuk skrining bayi. Sedangkan di
trimester III dilakukan untuk memantau proses persalinan
4. Pemeriksaan Luar
Dilakukan dengan meraba rahim dari luar untuk melihat pembesaran
rahim, letak janin, gerakan janin, serta kontraksi rahim. Dari pemeriksaan
ini pula akan diketahui apabila pembesaran rahim tak sesuai usia
kehamilannya. Kalau rahimnya besar, tapi tak sesuai dengan usia
kehamilannya, maka dokter perlu mencari tahu, apakah janinnya besar
atau tidak. Di trimester III, pemeriksaan luar akan dibantu dengan
doppler atau CTG/Cardiotokografi untuk merekam denyut jantung
bayinya.
5. Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan-kelainan yang
ada di leher rahim atau untuk menilai sel-sel leher rahim. Mengapa
demikian? Karena sel-sel leher rahim selalu berubah sesuai siklus.
Bukankah pengaruh hormon estrogen dan progesteron menyebabkan

41
perubahan pada sel-sel selaput lendir vagina? Sehingga secara tak
langsung pemeriksaan ini juga berguna untuk mengetahui fungsi
hormonal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil getah
serviks kemudian diperiksa di laboratorium.
6. Kolposkopi
Dilakukan bila ada kecurigaan di daerah leher rahim dengan cara
diteropong. Alat kolposkopi terdiri atas dua alat pembesaran optik yang
ditempatkan pada penyangga yang terbuat dari besi. “Dengan teropong
kolposkopi, kita bisa membesarkan hal-hal yang dicurigai didaerah leher
rahim hingga 20 kali lebih besar.” Bukan hanya peneropongan, alat ini
juga sekaligus bisa langsung memberikan tes. Artinya, dengan
disemprotkan obat tertentu, maka daerah yang dicurigai itu akan berubah
warna menjadi putih atau warna lain.
7. Biopsi
Adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan dari leher rahim untuk
tujuan diagnosa. “Kalau pada pemeriksaan pap smear dilakukan dengan
cara mengambil hapusan cairan leher rahim. Kalau biopsi, jaringannya
yang diambil dengan semacam alat atau jepitan.” Selanjutnya, jaringan
yang telah diambil itu dikirim ke laboratorium. “Biasanya biopsi
dilakukan bila ada kecurigaan berupa benjolan asing atau ada perubahan
anatomi. Karena itu harus dilakukan pengambilan jaringan untuk melihat
apakah benjolan asing itu adalah polip, tumor, atau kanker.

8. Kuret D/C atau Diagnostik Kuretase


Diagnostik kuretase dilakukan untuk mengambil sel-sel dari jalan lahir.
“Biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan diluar
haid. Apalagi bagi yang sudah menopause.” Gunanya untuk mendeteksi
kelainan-kelainan di jalan lahir atau di dalam rahim atau bila ada
keganasan. Waktu pemeriksaan bisa dilakukan kapan saja bila ada
perdarahan.

42
9. Pemeriksaan BV (Bakterial Vaginosis) atau SWAB vagina
Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena infeksi berulang. Misalnya,
keputihan yang berulang atau radang panggul yang tak kunjung
sembuh.Bila ada gejala seperti di atas, maka dokter akan mengambil
cairan di vaginanya untuk dilihat di laboratorium. Kuman-kuman apakah
yang ada di dalamnya. “Dari situ kita bisa memberi obat sesuai kuman
yang didapat di daerah itu. Biasanya obatnya berupa antibiotik disertai
cairan pembersih vagina untuk memanipulasi pH vagina agar menjadi
asam
10. HSG/Histero Salvingografi
Seperti halnya hidrotubasi, HSG dilakukan untuk menilai saluran tuba
dan tumor-tumor yang ada di sekitarnya. “Saluran tuba ini bisa
terbelokkan oleh adanya tumor. Karena itu diperlukan pemeriksaan
HSG.” Pemeriksaan HSG juga dilakukan pada hari ke-7 hingga ke-11
siklus haid. “Karena saat itu dinding dalam rahim paling tipis, juga sel
telur tidak ada, sehingga paling pas untuk dilakukan pemeriksaan HSG
ataupun hidrotubasi.
11. Hycosy/Histero Salvingo Sonografi
Sama seperti halnya HSG, pemeriksaan ini digunakan untuk menilai
saluran tuba. “Jika HSG menggunakan zat radioaktif, maka hycosy
memakai bantuan USG vaginal.” Hycosy merupakan pencanggihan dari
hidrotubasi. Jadi, bisa dilakukan sekaligus dengan hidrotubasi.
12. Histeroskopi
Suatu alat yang masuk ke dalam rahim yang dilengkapi dengan kamera,
sehingga visualisasi yang dicapai lebih baik. “Sementara kalau HSG
tidak bisa melihat permukaan dalam rahim, seperti kalau ada polip, maka
dengan histeroskopi akan terlihat permukaan dalam rahim dan saluran
tuba.” Histeroskopi juga sekaligus bisa untuk diagnosis dan terapi. “Jadi,
kalau ditemukan polip di rahim, kita bisa langsung melasernya. Pun
kalau ada kelainan lainnya bisa langsung diambil. Bahkan kalau ada
sekat dalam rahim, bisa langsung dilakukan pemotongan sekat tersebut.

43
13. Laparoskopi
Pemeriksaan untuk melihat bagian dalam rahim secara keseluruhan. Jadi,
semuanya akan kelihatan. Dalam pemeriksaan ini akan dimasukkan suatu
alat teropong yang ditembuskan melalui perut. Itulah mengapa,
pemeriksaan laparoskopi termasuk dalam tindakan operatif.

2.8 Penatalaksanaan
Bila usus atau organ intra abdomen terletak diluar abdomen, maka akan
meningkatkan resiko kerusakan bila melewati kelahiran normal. Banyak ahli
menganjurkan diberlakukan seksio sesaria untuk semua kasus Gastroschisis.
Kondisi gastroschisis ini diperbaiki setelah persalinan melui pembedahan.
1. Penatalaksanaan medis
a. Perawatan prabedah
1) Terpeliharanya suhu tubuh, kehilangan panas dapat berlebihan
karena usus yang mengalami prolaps sangat meningkatkan area
permukaan
2) Pemasangan NGT dan pengisapan yang kontinu untuk mencegah
distensi usus – usus yang mempersulit pembedahan
3) Penggunaan bahan sintetik dengan lapisan tipis yang tidak
melengket seperti xeroform, kemudian dengan pembungkus untuk
menutup usus atau menutup dengan kasa lembab dengan cairan
NaCl steril untuk mencegah kontaminasi
4) Terapi intravena untuk dehidrasi
5) Antiseptic dengan spectrum luas secara intravena, besarnya
kantong serta luasnya cacat dinding perut dan ada tidaknya hepar
didalam kantong, akan menentukan cara pengelolaan.
6) Terapi oksigen untuk membantu pernafasan.
b. Pembedahan
Dilakukan secara bertahap tergantung besar kecilnya lubang pada
dinding abdomen. Tujuan pembedahan adalah untuk mengembalikan
visera kedalam kavum abdomen dan menutup lubang abdomen.

44
Operasi ini harus dikerjakan secepat mungkin sebab tidak ada
perlindungan infeksi. Operasi dua tahap :
1) Tahap I
Permukaan luar kantong disiapkan bersama-sama dengan kulit
seluruh badan. Pangkal umbilikus direamputasi dan diikat dekat
batasnya dengan kantong. Kulit diiris melingkar 1 cm dari tepi
kantong yang tidak boleh dibuka. Kulit dan jaringan subkutan
dinding abdomen dan panggul secara ekstensif dilepaskan dari
lapisan aponeurosis untuk memungkinkan masa ekstra abdomen
ditutup dengan potongan kulit yang viabel. Diseksi toraks harus
dibatasi sesedikit mungkin sesuai dengan penutupan kulit yang
diberikan. Potongan kulit diangkat dengan forsep jaringan dan
penutupan dilakukan dengan memakai jahitan kasur simpul.
2) Tahap II
Tahap ini ditunda sampai ronga perut berkembang dan telah
dimungkinkan mereduksi hernia ventral jika anak berbaring dengan
tenang. Pada waktu operasi kulit dan kantong yang berlebihan
dieksisi dan peritoneum, lapisan-lapisan fasia serta kulit didekatkan
seperti pada reparasi tahap I.
c. Pasca bedah
1) Perawatan pasca bedah neonates rutin
2) Terapi oksigen maupun ventilasi mekanik kemungkinan diperlukan
3) Dilakukan aspirasi setiap jam pada tuba nasogastrik
4) Pemberian antibiotika
5) Terapi intravena diperlukan untuk perbaikan cairan
6) Pada sekitar 7-12 hari pasca pembedahan anak akan kembali
mengalimi pembedahan untuk menjalani perbaikan cacat, namun
ini tergantung kondisi bayi (lemah atau tidak).

45
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

3.1 PENGUMPULAN DATA


Pada tanggal :7 Maret 2022
Pukul :11.30 WIB

A. ANAMNESA(DATA SUBJETIF)
1. Identitas
Nama Bayi :By Ny “A”
Umur Bayi :11 jam
Tgl/Jam Lahir :7 Maret 2022/ 00.00
Jenis Kelamin :Laki-laki
BB :3.500 kg
PB :48 cm

Nama ibu: Ny”A” Nama ayah :Tn”P”


Umur : 31 Tahun Umur :35 Tahun
Suku/Bangsa : Melayu/ Indonesia Suku/Bangsa :Melayu/Indonesia
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan :SMA Pendidikan :SMA
Pekerjaan: IRT Pekerjaan :Wiraswasta
Alamat Rumah: Pelayang Alamat Rumah:Pelayang
Telepon :- Telepon :-

2. Riwayat Penyakit Kehamilan


a. Perdarahan :Tidak Ada
b. Pre Eklamsi : Tidak Ada
c. Eklamsi : Tidak Ada
d. Penyakit Kelamin : Tidak Ada
e. IUGR : Tidak Ada
f. Polihidramnion/ Oligohidramnion : Tidak Ada
g. Gameli : Tidak Ada
h. Lain-lain : Tidak Ada
3. Kebiasaan Waktu Hamil
a. Makanan : Tidak Ada
b. Obat-Obatan/Jamu : Tidak Ada
c. Merokok : Tidak Ada
d. Lain-lain : Tidak Ada

46
4. Riwayat Persalinan Sekarang
a. Jenis Persalinan :Normal
b. Ditolong Oleh :Bidan
c. Tempat persalian :Puskesmas
d. Ketuban pecah
Spontan :Iya
Warna :Jernih
Bau :Amis
Jumlah
e. Komplikasi persalinan
Ibu
Bayi
f. Keadaan bayi baru lahir :bayi lahir dengan Gastroschisis
g. Nilai APGAR SCORE :7/9
h. Resusitasi
Pengisapan lendir :Ada
Rangsangan :Ada
Oksigen :1-2 L/i
Terapi :IVFD D 10% 20 cc 8 tetes
Pycin 2x 175 mg/IV
Gentamicin 17,5/36 jam
Melakukan Kompres dengan NaCl yang Dibaluti
dengan kassa steril

A. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBJEKTIF)


1. Pemeriksaan Umun
Keadaan umum :Baik
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 36 0C
RR : 54 x/ menit
Nadi : 138 x/ menit
BB : 3.500 kg
2. Pemeriksaan khusus secara sistematis
a. Kepala : Simetris, bentuk lonjong, rambut tersebar merata.
b. Mata : Simetris, kornea normal, reflek pupil +/+, sklera putih.
c. Telinga : Simetris.
d. Mulut : Mukosa bibir lembab dan mulut bersih.
e. Leher : Simetris, tidah ada pembesaran vena jugularis

47
f. Abdomen : di bagian perut bayi disebelah pusat terlihat usus bayi
Keluar dibagin kiri
g. Ekstremitas : - Atas :Aktif dan tidak ada kelainan
Terpasang infus di tangan kiri
- Bawah : Aktif dan tidak ada kelainan
h. Genetalia : Terdapat 2 skrotom,1 penis dalam keadaan normal .
i. Anus : (+)
3. Reflek
a. Reflek Moro : (+)
b. Reflek Rooting : (+)
c. Reflek Walking/Steping : (+)
d. Reflek Grasping : (+)
e. Reflek Sucking : (+)
f. Reflek Tonic neck : (+)
g. Reflek Blinking : (+)
h. Reflek Babinski : (+)

4. Antropometri
a. Lingkar Kepala : 33 cm
b. Lingkar dada : 35 cm
c. LILA : 9 cm
5. Eliminasi
a. Miksi : 30
b. Mekonium : 20

A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Hematologi pada tanggal 7 Maret 2022
No Pemeriksaan Hasil

1 Swab Antigen Negatif

2 PCR Negatif

3 Pemeriksaan Lab Baik

3.2 ASSESMENT
A. Diagnosa Kebidanan
By Ny “A” K/U lemah umur 11 jam dengan gastroschisis

48
B. Masalah
Bayi dengan Gastroschisis
C. Kebutuhan
1. Melakuka informand consent
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan terapi yang diberikan kepada
bayi
3. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa bayi harus dilakukan
tindakan bedah
4. Lakukan Rujukan
D. Diagnosa Potensial
Necrotizing Enterocolitis (NEC)
E. Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien
Segera melakukan rujukan untuk dilakukannya tindakan bedah pada bayi

3.3 PLANNING
1. Melakukan informant consent
Informand consent dilakukan untuk menjelaskan kondisi yang dialami
oleh bayi sehingga diperlukan tindakan segera untuk mengatasinya
dengan demikian kita sebagai tenaga kesehatan meminta persetujuan dari
pihak keluarga.
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan terapi yang diberikan kepada bayi
Senin, 7 Maret 2022
Pukul 03.30 WIB
a. Mengobservasi KU pasien
b. Mengukur tanda-tanda vital
S : 36 0C
RR: 84x/ menit
N: 154 x/ menit
c. Pasien tampak lemah, kesadaran Composmentis.
d. Keluarga bayi kooperatif
e. Jumlah Cairan yang dikeluarkan BAB dan BAK adalah (2/32)

Pukul 11.00 WIB


a. Kolaborasi pemberian
• Pycin 2x 175 mg/IV
• Gentamicin 17,5/36 jam
• IVFD D 10% 20 cc 8 tetes
• O2 1-2 L/i
b. Kaloborasi dengan dokter anak
c. Kalaborasi dengan staf di ruaangan perinatologi

Pukul 16.00 WIB


a. Tanda-tanda vital

49
S : 36 0C
RR: 56x/ menit
N: 138 x/ menit
Spo2 : 96%
b. Pemberian
• O2 L/i
• IVFD D 10% 20 cc 8 tetes
• Pycin 2x 175 mg/IV
• Gentamicin 17,5/36 jam
• Melakukan Kompres dengan NaCl yang Dibaluti dengan kassa
steril

Pukul 22.00 WIB


a. Memberikan Terapi
• O2 L/i
• IVFD D 10% 20 cc 8 tetes
• Pycin 2x 175 mg/IV
• Gentamicin 17,5/36 jam

Selasa, 8 Maret 2022


Pukul 05.00 WIB
a. Mengobservasi KU pasien lemah
b. Tanda-tanda Vital
S : 36,4 0C
RR: 48x/ menit
N: 131 x/ menit
Spo2 :96%

Pukul 12.00 WIB


a. Mengobservasi KU pasien lemah
b. Tanda-tanda Vital
S : 36 0C
RR: 48x/ menit
N: 142 x/ menit
Spo2:94%

Pukul 16.00 WIB


a. Mengobservasi KU pasien lemah
b. Mempersiapkan karna bayi akan dirujuk ke jambi untuk melakukan
penanganan selanjutnya
c. Tanda-tanda Vital
S : 36,4 0C
RR: 46x/ menit

50
N: 125 x/ menit
Spo2:95%
d. Memberikan Terapi
• O2 L/i
• IVFD D 10% 20 cc 8 tetes
• Pycin 2x 175 mg/IV
• Gentamicin 17,5/36 jam
3. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa bayi harus dilakukan
tindakan bedah
Menjelasakan kepada pihak keluarga bahwa tindakan yang harus
dilakukan yaitu adalah pembedahan untuk memasukkan kembali usus
bayi kedalam perut bayi.
4. Lakukan Rujukan
Menganjurkan rujukan kepada keluaraga untuk melakukan proses ke RS
yang memiliki dokter bedah anak dan keluarga mau mengikuti anjuran
untuk melakukan rujukan

51
BAB IV
PERBEDAAN TEORI DAN PRAKTEK LAPANGAN

Menurut pernyataan dari keluarga bayi pada tanggal 7 maret 2022 jam
00.00 WIB bayi lahir dipuskesmas yang ditolong oleh bidan, bayi lahir sama
seperti kelahiran bayi pada umumnya tidak ada kendala apapun pada saat bayi
keluar bidan mengira usus bayi yang keluar itu adalah plasenta tetapi pada saat
bayi lahir secara keseluruhan baru terlihat bahwa usus bayi keluar dibagian
sebelah kiri abdomen bayi, lalu bayi dirujuk ke RSUD H.HANAFIE Muara
Bungo dan masuk ke IGD setelah ditangani di IGD lalu bayi dimasukkan ke
ruangan PERINATOLOGI (Nicu) pada jam 03.30 WIB, bayi dirawat selama 1x24
jam sebelum dirujuk kerumah sakit yang memiliki dokter bedah anak pada saat
diwawancara keluarga bayi mengatakan bahwa ibu 2kali melakukan USG tapi
pada saat USG tidak ada tanda-tanda bayi mengalami Gastroschisis yaitu pada
Trimester 1 sekali dan Trimester 3 sekali, keluarga juga mengatakan bayi
merupakan anak ke-4 tapi ibu tidak mempunyai riwayat melahirkan bayi
Gastroschisis sebelumnya tetapi ibu pernah mengalami keguguran pada kehamilan
ke-3 nya pada saat bayi masuk ke ruangan bayi langsung diberi tindakan dan
terapi seperti memasang O2, Infus dan monitor untuk memantau keadaan bayi.
Bayi diberikan obat pycyn dan Gentamicin yaitu Pycyn sekitar 175 mg dan
Gentamicin sekitar17,5x36 jam.
Menurut teori apabila pada bayi yang baru lahir dengan Gastroschisis pada
umunya tindakan yang akan dilakukan adalah operasi/Bedah yang akan langsung
dilakukan oleh dokter bedah anak dan jika lubang kecil dan hanya sebagian kecil
organ yang keluar dari perut, operasi akan dilakukan segera setelah bayi lahir.
Dokter akan memasukan usus kedalam perut kemudian akan menutupi dengan
jahitan.sedangkan jika ukuran lubang lebih besar dan sebagian besar organ keluar
dari perut, operasi biasanya dilakukan lebih dari satu kali. Organ yang keluar dari
perut akan dilapisi dengan bahan khusus dadn secara bertahap dimasukan kembali
keperut, setelah selesai dokter akan menutupinya dengan jahitan.
Setelah itu dokter akan membarikan terapi seperti memantau suhu tubuh
bayi karena sebab organ tubuh yang berada diluar perut membuat panas tubuh

52
bantak keluar, memberikan nutrisi melalui cairan infus dan memberikan antibiotic
untuk mencegah infeksi.
Tetapi kita tidak melakukan penanganan tersebut dikarenakan di RSUD
H.HANAFIE muara bungo belum mempunyai dokter bedah anak oleh sebab itu
kita melakukan tidakn rujuk bayi ke RS yang memiliki dokter bedah anak salah
satunya RS yang berda di jambi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan tidak bayak terdapat perbedaaan
teori dan praktek secara landsung dilapangan, disini hanya dijelasakan tindakan
terapi yang kamimerikan selama 1x24 jam selama dirawat RSUD H.HANAFI
sebelum dilakukan rujuk RS jambi untuk tindakan lebih lanjut kami tidak
memaparkannya secara langsung dikarenakan keterbatasan jarak.

53
BAB V
PENUTUP

4.1. Simpulan
Gastroschisis adalah kelainan konginental yang terjadi karena adanya
defek pada abdomen yang biasanya terletak disebelah kanan yang
menyebabkan organ visera terletak disebelah luar rongga abdomen tanpa
dibungkus peritoneum dan amnion. Gastroschisis kemungkinan disebabkan
oleh rupture dasar tali pusat didaerah yang telah mengalami kelemahan akibat
involusi vena umbilikalis kanan sehingga memudahkan isi abdomen herniasi
ke rongga amnion. Komplikasi dini dari gastroschicis adalah infeksi yang
mudah terjadi pada permukaan usus yang telanjang. Kondisi gastroschisis ini
diperbaiki setelah persalinan melui pembedahan. Pembedahan dilakukan 2
tahap dengan tujuan untuk mengembalikan visera kedalam kavum abdomen
dan menutup lubang abdomen. Diagnosa keperawatan untuk kasus
gastroschicis adalah
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan
gangguan aliran darah
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan isi abdomen yang keluar.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
4. Ketidakefektifan Termoregulasi berhubungan dengan hipotermi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis, prosedur
pembedahan menutup abdomen.
6. Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasive

4.2. Saran
Dari penjelasan diatas penulis memiliki beberapa saran diantaranya:
a. Pada penderita gastroschicis dapat dilakukan pembedahan setelah
persalinan untuk mengembalikan organ visera ke dalam ronggan abdomen
b. Batasi penggunaan obat, rokok, hamil di usia muda dan jaga asupan nutrisi
saat hamil untuk mengurangi risiko janin lahir cacat

54
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Herman. 2013. “Diagnosa Keperawatan NANDA”. (Online), (http://daftar-


diagnosa-keperawatan-nanda-noc.html, diakses pada 14 Februari)
Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan : persalinan dan kelahiran. Jakarta :
EGC.
Cunningham, F.G et all. 2005. Obstretri Williams. Jakarta : EGC.
H, Greg Agung.”Pemeriksaan Kehamilan”, (Online), (http://greg-spog. com/
pelayanan/pemeriksaan-kehamilan/ , diakses pada 14 Februari 2018 )
Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus. Jakarta : EGC.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC.
Idris, Ishawati Nur.2011. ”Gastrochisis”, (Online), (http://iisidris.blogspot.com/
2011/01/gastroschisis.html, diakses pada 14 Februari 2018)
Mahyudin, Oden. 2011. “Gastroschisis”, (Online), (http://asromedika.blogspot.
com/2011/10/gastroschisis.html, diakses pada 14 Februari 2018)
Nn. 2009. “Gastroschicis”, (Online), (http://tentangkedokteran .wordpress, com/
2009/03/14/gastroschicis/, diakses pada 14 Februari 2018)
Nn. 2011. “Askep Anak dengan Gastroschizis”, (Online), (http://nayyara09
habib10.blogspot.com/2011/03/askep-anak-dengan-gastroschizis.html,
diakses pada 14 Februari 2018)
Sadler, T. W.1997. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta : EGC.
Septiawan, Bayu. 2013. “Askep Gastrochisis”, (online),
(https://www.scribd.com/document/191065191/ASKEP-gastritis, diakses
pada 14 Februari 2018 )
Sharon J. Reeder et all. 2011. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi,
& Keluarga. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat,R. et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong.
Jakarta: EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M dan Nancy R. Ahern. 201. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta : EGC.

55

Anda mungkin juga menyukai