Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian person (2016) di swedia sebanyak 43,223 ibu hamil dengan

komplikasi pre-eklamsi menyatakan bahwa tariff pre-eklamsi lebih tinggi pada usia

muda yakni usia lebih dari 24 tahun yaitu sebanyak 7602, wanita nulipara sebanyak

28,966 orang dan ibu dengan obesitas dimana meningkatnya IMT ibu besar dari 25

kg/m sebanyak 11,340.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ogawan (2017) di jepang dengan

meliputi sebanyak 365,417 ibu hamil yang digolongkan melalui usia untuk meneliti

komplikasi pada kehamilan menurut usia. Pada penelitian ini ditemukan komplikasi

kehamilan pre-eklamasi yang ditunjukan bahwa ibu hamil dengan usia dengan usia 45

tahun yang mengalami pre-eklamsi sebanyak 53 dari 924 orang sehingga usia lebih

dari 45 tahun jauh lebih berisiko dibandingkan dengan wanita yang berusia 30-34

tahun karena yang mengalami pre-eklamsi sebanyak 5034 dari 204,181.

2.2 Kehamilan

2.2.1 Pengertian Kehamilan


Kehamilan adalah msa ketika seorang wanita membawa embrio didalam

tubuhnya. Awal kehamilan terjadi pada saat sel telur perempuan lepas dan masuk

kedalam saluran sel telur. Pada saat berhubungan berjuta-juta cairan sel mania atau
sperma dipancarkan oleh laki-laki dan masuk ke rongga Rahim. Salah satu sperma

akan menembus sel telur dan peristiwa ini yang disebut dengan fertilisasi atau

kosepsi, setelah itu dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (nuke devi indrawati,

S.SiT,M.Kes dkk 2016).

Menurut federasi obstetric ginekologi internasional, kehamilan didefinisikan

sebagai fertilisasi atau penyatuan dan spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan

dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9

bulan menurut kalender internasional. Jadi, dapat disimbulkan bahwa kehamilan

adalah bertemunya sel telur dan sperma di dalam atau diluar Rahim dan berakhir

dengan keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir. (Fatimah S.S,M.Keb, 2016)

2.2.2 Kebutuhan dasar ibu hamil

1. Kebutuhan Nutrisi

a. Kalori (Energi)

Seorang wanita selam kehamilan memiliki kebutuhan energy yang

meningkat. Energy ini digunakan untuk pertumbuhan janin,

pembentukan plasenta, pembuluh darah, dan jaringan yang baru. Selain

itu, tambahan kalori dibutuhkan sebagai tenaga untuk proses

metabolisme jaringan baru.

b. Protein
Sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan dan pemeliharaan

jaringandan sebagai pengatur kelangsungan proses didalam tubuh.

Tambahan protein diperlukan selama kehamilan untuk persediaan

nitrogen esensial guna memenuhi tuntutan pertumbuhan jaringan ibu

dan janin. Asupan yang dianjurkan adalah 60 gr per hari.

c. Asam Folat

Asam folat merupakan vitamin B yang memegang peranan penting

dalam perkembangan embrio.asam folat diperlukan oleh tubuh untuk

membentuk tenidin yang menjadi kompenen DNA. Asam folat juga

dapat mencegah mencegah cacat pada otak dan tulang belakang.

d. Zat Besi

Bisa mencegah anemia pada ibu serta bisa menurunkan risiko terjadinya

kelelahan pada ibu hamil serta juga berfungsi sebagai memperkuat daya

tahan tubuh ibu hamil.

e. Zink

Kadar zink ibu yang rendah dikaitkan dengan banyak komplikasi pada

masa perinatal intrapartum.

f. Kalsium

Berfungsi untuk membentuk matriks tulang bersama fosfor

menghidaridari kerusakan gigi serta dapat membantu proses

pengumpalan darah.

g. Vitamin larut dalam lemak


Vitamin yang karut dalam lemak yaitu vitamin A,D,E,dan K dibutuhkan

untuk memperbaiki penglihatan, sistem kekebalan tubuh, membantu

penyerapan kalsium serta dapat mencegah oksidasi vitamin A dalam

saluran cerna sehingga lebih banyak terserap.

h. Vitamin larut dalam air

Fungsi tiamin,riboflavin, piridoksin, dan kobalamin yang penting adalah

sebagai koenzim dalam metabolism energi. Kebutuhan vitamin ini

meningkat pada kehamilan trimester kedua dan ketiga ketika asupan

energi meningkat. Peningkatan kebutuhan ini mudah dipenuhi dengan

mengonsumsi beraneka makanan padi-padian, daging, produk susu, dan

sayuran berdaun hijau.

i. Natrium

Metabolism natrium berubah karena banyak interaksi hormonal yang

terjadi selama kehamilan. Seiring dengan peningkatan volume cairan

tubuh ibi, kecepatan filterasi glomerulus ginjal meningkat untuk

mengatasi volume cairan yang lebih besar.

2. Oksigen

Kebutuhan oksigen meningkat sebagai respons tubuh terhadap akselerasi

laju metabolisme, untuk menambah massa jaringan pada payudara, hasil

konsepsi dan massa uterus, dan lainnya.

3. Hygiene personal
Ibu hamil harus melakukan gerakan membersihkan dari depan ke belakang

ketika selesai berkemih dan defaksi dan harus mengguanakan tisu yang

bersih, lembut, menyerap air, berwarna putih, dan tidak mengandung

parfum, mengelap dengan tisu dari depan belakang.

4. Pakaian

Setiap ibu hamil pasti mengalami perubahan pada ukuran tubuhnya oleh

sebab itu kita sebagai bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang pakaian

yang sesuai untuk kehamilannya, agar membuat ibu lebih nyaman.

5. Seksual

Melakukan hubungan seks aman selam tidak menimbulkan rasa tidak

nyaman.

6. Mobilisasi

Aktivitas fisik meningkatkan rasa sejahtera ibu hamil. Aktivitas fisik

meningkatkan sirkulasi, membantu relaksasi dan istirahat, dan mengatasi

kebosanan yang juga dialami oleh wanita tidak hamil.

7. Istirahat dan tidur

Pada saat hamil, ibu hamil akan merasa letih pada beberapa minggu

kehamilan atau beberapa minggu terakhir ketika ibu hamil memerlukan

istirahat dan tidur semakin banyak dan sering.

8. Imunisasi vaksi toksoid tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh racun bakteri colostridium

tetani. Tetanus disebutkan juga kockjaw karena penderitaannya kerap


mengalami kejang pada otot rahang. Bakteri tetanus masuk kedalam tubuh

manusia melalui luka.jika terinfeksi bakteri tersebut selama proses

persalinan infeksi dapat terjadi pada Rahim ibu dan pusat bayi yang baru

lahir (tetanus neonatorum).

2.2.3 Kebutuhan gizi ibu hamil

Untuk kesehatan ibu selama kehamilan maupun pertumbuhan dan

aktivitas diferensiasi janin, maka ibu dalam keadaan harus cukup mendapat makanan

bagi dirinya sendiri maupun bagi janinnya. Demi suksesnya kehamilan, keadaan gizi

ibu pada waktu konsepsi harus dalam keadaan baik, dan selama hamil harus

mendapat tambahan protein, mineral, vitamin, energi.

1. Protein

Kebutuhan tambahan protein tergantung kecepatan

pertumbuhan janinnya. Trimester pertama kurang dari 6 gram tiap hari

sampai trimester dua. Trimester terakhir akhir pada waktu

pertumbuhan janin sangat cepat sampai 10 gram/hari. Bila bayi sudah

dilahirkan protein dinaikkan menjadi 15 gram/hari. Menurut WHO

tambahan protein ibu hamil adalah 0,75 gram/kg berat badan.

2. Energi

Tambahan energy selama hamil diperlukan baik bagi

komponen fetus maupun perubahan yang terdapat pada dirinya sendiri.

Kurang labih 27.000 Kkal atau 100 Kkal/hari bagi wanita berumur 25-
50 tahun, dengan tambahan 300 Kkal bagi mereka yang sedang

mengandung.

3. Vitamin dan Mineral

Bagi pertumbuhan janin yang baik dibutuhkan berbagai

vitamin dan mineral seperti vitamin C, asam folat, zat besi, kalsium,

zink, angka kecukupan yang dianjurkan oleh National Research

Council, US National Academy of Sciences (1980), menunjukan

persentasi penambahan gizi ibu hamil ialah energy 15%, protein 68%,

vitamin A 25%, vitamin D 100%, vitamin E 25%, vitamin C 33%,

untuk vitamin kelompok B-kompleks 40%, tiamin 25%, riboflamin

15%, niasin 30%, vitamin B6 100%, asam folat 33% dan vitamin B12,

kalsium, fosfar dan magnesium 50%, zat besi 300%, zink 33% dan

iodium 16%.

Tambahan vitamn dan mineral pada iibu hamil tidak melebihi

100% terkecuali zat besi. Tambahan makanan lebih baik dikonsumsi

dalam bentuk cairan seperti formula dengan kandungan zat gizinya

telah sesuai dengan kebutuhan ibu hamil. Makanan yang harus

dihindari ibu hamil adalah yang mengandung zat warna, pengawet, dan

penyedap makanan, minum alcohol, kafein karena mempunyai

pengaruh buruk terhadap anak ynag dikandungnya.

(fitri Respati Ambarawati,SKM,M.Kes, 2015).


2.2.4 Definisi kehamilan resiko tinggi

Resiko adalah suatu ukuran statistic dari peluang atau kemungkinan untuk

terjadinya suatu keadaan gawat darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang,

yaitu kemungkinan terjadinya komplikasi obstetric pada saat persalinan yang dapat

menyebabkan kematian, kesakitan, kecatatan, ketidaknyamanan atau ketidakpuasan

pada ibu dan bayi.

2.2.5 Diet ibu hamil dengan Pre-Eklamsi dan Eklamsi

Tujuan pemberian diet ini untuk mengganti protein yang hilang karena

proteinuria, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air, menjaga agar

penambahan berat badan tidak melebihi normal, dan memberika gizi yang

secukupnya sesuai dengan kemampuan pasien.

1. Diet Pre-Eklamsi I

Diet Pre-Eklamsi I diberikan pada pasien Pre-Eklamsi Berat. Makanan

hanya terdiri dari susu dan buah-buahan, kurangi kalori, dan semua zat

gizi, kecuali kalsium, vitamin A, dan Vitamin C, diberikan hanya 1-2

hari. Nilai gizi sehari diet ini adalah 1032bkalori, 20 gram protein, 19

gram lemak, 211 gram karbohidrat, 0,6 gram kalsium, 2475 SI vitamin

A, 246 mg vitamin C, dan 228 mg natrium. Jumlah cairan diberikan

minimal ml/hari per oral, kekuranggannya secara pariental.

2. Diet Pre-Eklamsi II
Diet pre-Eklamsi II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet

Pre-Eklamsi I atau untukpasien dengan Pre-Eklamsi yang tidak begitu

berat. Makanan berbentuk lunak dan diberikan swbagai diet rendah

garam I. makanan ini rendah kalori, kalsium dan cukup zat gizi lain.

Nilai gizi sehari diet ini adalah 1600 kalori,56 gram protein, 44 gram

lemak, 261 gram karbohidrat, 0,5 gram kalsium, 9227 SI vitamin A,

212 mg vitamin C, dan 248 mg natrium.

3. Diet Pre-Eklamsi III

Diet Pre-Eklamsi III diberikan sebagai perpindahan dari diet Pre-

Eklamsi II atau untuk pasien dengan Pre-Eklamsi ringan. Makanan

diberikan dengan cukup semua zat gizi, sehari diet ini adalah 2128

kalori, 80 gram protein, 63 gram lemak, 305 gram karbohidrat, 0,8

gram kalsium, 10016 SI vitamin A, 213 mg vitamin C, dan 403 mg

natrium. Jumlah kalori harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan

yang tidak boleh lebih dari 1 kg/bulan.

2.3 Pre-Eklamsi

2.3.1. Definisi

Pre-Eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odema dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya timbul pada triwulan

ke-3 kehamilan tapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada mola hidatosa.(Nuke

Devi Indrawati,S,SiT,M.Kes,dkk, 2016).


Pre eklamsia adalah kondisi pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah

lebih dari 140/90 mmHg, umumnya pre eklamsia terjadi di usia kehamilan lebih dari

20 minggu. Pre eklamsia sangat berbahaya bagi ibu, seperti otak, ginjal, paru-paru

dan jantung. Oleh karena itu, ibu hamil dengan pre eklamsia harus berhati-hati dalam

menjaga kondissi tubuhnya agar tidak membahayakan dirinya dan janin yang

dikandungnya karena mempengaruhi plasenta yang digunakan sebagai penyalur

asupan makanan bagi janin.(Irawati, S.Si.,Apt, 2016).

Pre-eklamsi adalah sekumpulan gejala atau sindrom yang meliputi hipertensi

disertai dengan gangguan organ multisystem yang terjadi hanya pada kehamilan

dengan etiologi pasti sampai saat ini masih belum diketahui.(Adhi Pribadi,2019).

Pre-Eklamsi adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi

penyebab kematian ibu. Kelainan terjadi selama masa kehamilan, persaliann dan

masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.(dainty

Maternity,S.ST.,M.Keb.dkk,2021)

2.3.2. Patofisiologi

Mochtar (1999;199) menjelaskan bahwa pada Pre-Eklamsi terjadi pada

spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi

ginjal ditemukan spasme hebat Arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen

Arteriol sedemikian sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi

jika semua Ateriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah akan
naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan parifer agar oksigen jaringan

dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema disebabkan oleh penimbunan air

yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum diketahui sebabya, mungkin karena

retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebablan oleh spasme Arteriola sehingga

terjadinya perubahan pada Glomerulus.

Pre-eklamsi merupakan salah satu contributor utama morbiditas dan

mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini masih belum jelas

dan masih dalam tahap penelitian. Konsep bahwa contributor utama penyebab pre-

eklmasi adalah plasenta banyak diterima oleh berbagai kalangan dan telah terbukti

disebagian penelitian. Meskipun plasenta memegang peranan penting, faktor ibu

masih berperan terutamamemegang peranan penting, faktor ibu masih berperan

terutamahubungan dengan tingkat gejala klinik yang timbul lebih lambat.

Pre-eklamsi mempunyai gambaran klinik bervariasi dan komplikasinya sangat

berbahaya pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Gambaran klinis yang

utama adalah hipertensi dan proteinuria karena organ target yang utama terpengaruh

adalah ginjal (glomerular endoteliosis).

1. Pre-Eklamsi Awitan Dini (PEAD)

Mencerminkan etiologi berasal dari plasent. Insidensi berkisar 5-20%

dari seluruh kasus pre-eklamsi. Berhubungan dengan gejala klinis yang berat

bagi ibu maupun janin.

2. Pre-Eklamsi Awitan Lambat (PEAL)


Mencerminkan etiologi dipengaruhi oleh faktor maternal dan bukan

dari plasenta. Insidensi sekitar 80% dari kasus pre-eklamsi. Terdapat beberapa

gambaran awitan lambat.

3. Invasi Trofoblas Kondisi Normal dan Pre-Eklamsi

bila invasi trofoblas tidak terjadi atau kurang sempurna, maka akan

terjadi kegagalan remodeling a.spiralis. hal ini mengakibatkan darah menuju

lacuna hemokrorioendotel mengalir kurang optimal dan bila dalam jangka

waktu lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia

kronis menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menanmbah berat

hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutnya akan terlepas dan

memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis pre-eklamsi.

Pre-eklamsi bila melihat tingkat invasi trofoblas dan stress oksidatif

yang terjadi menunjukan kondisi sedang.bila terjadi kegagalan invasi trofoblas

di awal kehamilan dengan berakibat stress oksiddatif yang tinggi akan

mengakibatkan abortus. Sebaliknya bila invasi trofoblas berlangsung normal

dan stress oksidatif terjadi minima, kehamilan akan berlangsung normal.l

4. Kondisi Patologis pada Plasenta

Telah dikenal lebih dari 100 tahun bahwa pre-eklamsi merupakan

akibat terdapatnya keadaan plasenta yang tidak normal atau patologis. Pada

saat ini kesimpulan tersebut terjadi menjadi lebih jelas dengan dikenalnya

teori yang telah dibuktikan dengan penelitian bahwa terdapat insufisiensi


sirkulasi maternal-fetal,sehingga terbentuk hipoksia, timbulnya stress

oksidatif dan berujung pada kondisi yang lebih berat adalah infark plasenta.

Peneliti lain mengemukakan teori bahwa pre-eklamsi (asimtomatik)

terjadi karena reaksi imunologi sejak proses implantasi. Reaksi imunologi

terutama terjadi sejak bertemunya permukaan sel ibu dengan sel janin yang

merupakan sel semiaalogenik. Disfungsi primer plasenta pada pre-eklamsi

didahului proses imunilogi dan berlanjut dengan rangkaian pertumbuhan

patologi plasenta. (Adhi Pribadi,2019).

2.3.3. Faktor Risiko Pre-Eklamsi

1. Faktor Keluarga

Pre-eklamsi adalah kelainan kompleks, yang terlihat diwariskan dalam

pola keluarga. Plasenta memainkan peran sentral dalam patogenesis pre-

eklamsi, dengan demikian menyiratkan bahwa gen janin yang diturunkan baik

dari ibu maupun dari ayah dapat memainkan peran dalam perkembangan

penyakit. Pre-eklamsi yang terjadi pada seorang ibu hamil merupakan faktor

risiko yang signifikan untuk diturunkan dan merupakan faktor risiko pada

kehamilan anak perempuannya kelak. Laporan chesley dan cooper

melaporkan bahwa untuk wanita yang mengalami pre-eklamsi, tingkat

penyakit lebih tinggi pada suara perempuan (37%),anak perempuan (26%)

dan cucu perempuan (16%) bila dibandingkan dengan manantu perempuan


(6%). Seorang anak perempuan yang memliki riwayat keluarga pre-eklamsi

berada pada risiko yang meningkat untuk terjadi keadaan patologis.

2. Umur

Umur ekstrim ibu telah dikaitkan dengan risiko

pre-eklamsi/eklamsi .usia ibu lebih dari 40 tahun telah dikaitkan dengan

peningkatan risiko. Survei dibeberapa Negara oleh WHO melaporkan bahwa

wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko tinggi untuk mengalami pre-

eklmasi meskipun tidak sampai terjadi eklamsi.

3. Etnik

Wanita yang berasal dari Afro-Karibia atau etnis Asia selatan telah

terbukti resiko lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kaukasia. Wanita Afrika

Amarika dengan pre-eklmasi yang lebih parah menunjukan tekanan darah

yang lebih tinggi dan membutuhkan perawatan yang lebih antihipertensi

sementara wanita Kaukasia memiliki insiden HELLP (hemolysis yang lebih

tinggi,peningkatan enzim hati, dan trombosit rendah).

4. Berat lahir ibu

Wanita dengan berat badan lahir rendah (<2.500 gr) telah terbukti

memiliki risiko dua kali lipat mengalami pre-eklamsi bila dibandingkan

dengan wanita yang memiliki berat 2500-2999 gr saat lahir.selanjutnya, risiko

meningkat empat kali lipat untuk wanita yang beratnya <2500 gr pada saat

lahir dan berlanjut mengalami kelebihan berat badan sebagaiorang dewasa.

5. Perawakan dan indeks massa tubuh pra-kehamilan


Sebuah studi berbasis populasi yang besar melaporkan bahwa

perawakan pendek wanita membuat mereka cendrung mengalami peningkatan

risiko pre-eklamsi yang berat.wanita yang kelebihan berat badan atau obesitas

diketahui berisiko lebih tinggi mengalami pre-eklamsi.sebuah metaanalisis

menyimpulkan bahwa kelebihan berat badan/obesitas serta adipositas ibu

dikaitkan dengan peningkatan risiko pre-eklamsi.

6. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya

Diabetes pra-kehamilan (tipe 1 dan tipe 2) dikaitkan dengan

peningkatan risiko pre-eklamsi dua hingga empqat kali lipat. Selain itu,

diabetes pra-kehamilan dapat menjadi konributor signifikan terhadap pre-

eklamsi postpartum lambat. Wanita dengan hipertensi kronis dan diabetes pra-

kehamilan delapan kali lebih mungkin untuk didiagnosa dengan pre-eklamsi

bila dibandingkan dengan wanita tanpa kedua kondisi.pre-eklamsi dapat

sering terjadi pada wanita hanil dengan penyakit ginjal kronis, lupus nefropati

serta nefropati diabetic.

7. Hiperetensi dalam kehamilan sebelumnya

Wanita dengan riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya

memiliki peningkatan resiko pre-eklamsi pada kehamilan saat ini

dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan tanpa pre-eklamsi sebelumnya

.pada wanita dengan pre-eklamsi sebelumnya, risiko pre-eklamsi berulang

adalah 12%, dan meningkat menjadi 40% untuk mereka yang melahirkan

sebelumusia kehamilan 28 minggu. Meskipun kehamilan multiple, perubahan


pasangan, interval antar kehamilan yang panjang, dan IMT tinggi dianggap

sebagai penanda risiko untuk terjadinya pre-eklamsi. Pre-eklamsi pada

kehamilan sebelumnya dapat muncul dalam bentuk hipertensi gestasional

pada kehamilan berikutnya, demikian sebaliknya hipertensi gestasional pada

kehamilan sebelumnya dapat kambuh sebagai pre-eklamsi pada kehamilan

berikutnya.

8. Kehamilan ganda

Kehamilan multiple merupakan faktor risiko pre-eklamsi. Sebuah studi

melaporkan bahwa wanita dengan kehamilan kembar memiliki tingkat

hipertensi gestasional yang lebih tinggi dan pre eklamsi peningkatan massa

plasenta selama kehamilan kembar dapat menyebabkan peningkatan tingkat

sirkulasi fms seperti tirosin kinase-1 (sFlt1), yang merupakan penanada

antiangiogenetik yang bersirkulasi dari asal plasenta, dan dapat memainkan

peran penting dalam patofisiologi terutama pre-eklamsi awitan dini.

9. Jenis kelamin janin

Sebuah studi kohort norwegia melaporkan bahwa pre-eklamsi lebih

sering terjadi pada janin laki-laki bagi mereka yang melahirkan pada usia 40

minggu atau lebih. Untuk kelahiran premature (minggu kehamilan 25-36),

proporsi anak perempuan dalam kehamilan yang dipersulit oleh pre-eklamsi

jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki.


10. Penggunaan teknologi produksi berbantu

Tinjauan sistematis terbaru melaporkan bahwa teknologi reproduksi

berbantu (ART) (khususnya fertilisasi in vitro) dikaitakan dengan risiko

hipertensi kehamialn dan pre-eklamsi yang lebih tinggi bila dibandingkan

dengan kehamilan non-ART. Hasil dari studi kohort CoNARTaS malaporkan

bahwa gangguan hipertensi terjadi pada 5,9% dari tunggal dan 12,6%

kehamilan ART kembar dibandingkan dengan 4,7% dari pasangan tunggal

dan 10,4% dari kehamilan kembar pada kehamilannya yang dikandung secara

spontan.

11. Infeksi

Sebuah studi kampus-kontrol bersarang dari inggrismelaporkkan

bahwa resep antibiotic (termasuk sebagai proksi untuk infeksi akut) dan

infeksi saluran kemih dalam kehamilan dikaitkan dengan oeningkatan risiko

pre-eklamsi setelah mengendalikan perancu seperti usia ibu, penyakit ginjal

yang sudah ada, diabetes dan kehamilan multipel.sebuah meta-analisi dari 40

studi melaporkan bahwa wanita dengan ISK dan mereka yang menderita

penyakit periodontal mempunyai kecendrungan berkembang menjadi pre-

eklamsi disbanding dengan ibu hamil tanpa kondisi patologi tersebut tidak ada

hubungan antara infeksi ibu lainnya seperti klamidia, malaria HIV yang

diobati atau tidak diobati dan kolonisasi streptokokus grup B denagan risiko

pre-eklamsi.
12. Malformasi kongenital

Sebuah studi retrospektif dengan jumlah sampel besar yang diambil

dari laporan perinatal menunjukan bahwa malformasi janin dikaitkan dengan

peningkatan risiko pre-eklamasi. Anomali kongenital juga telah dilaporkan

lebih kuat terkait dengan pre-eklamsi awitan dini.

13. Faktor ayah

Studi epidemologi menunjukan bahwa risiko pre-eklamsi berlipat

ganda jika wanita tersebut memiliki pasangan berusia >45 tahun, mungkin

akibat spermatozoa yang rusak karena mutasi genetik yang terjadi karena

penuaan atau faktor lingkungan seperti paparan radiasi dan panas. Robillard

dkk, pada tahun 1994 menunjukan bahwa konsepsi dalam 4 bulan pertama

kontak seksual dengan pasangan tetap meningkatkan risiko tinggi untuk

terjadinya hipertensi yang mempersulit kehamilan. Eisiko ini menurun acara

seksual sebelum konsepsi.

14. Merokok

Merokok sigaret diketahui memiliki efek buruk pada semua sistem

organ.namun, tinjauan sistematis terhadap 48 studi epidemiologis melaporkan

bahwa merokok selama kehamilan kira-kira mengurangi risisko risiko pre-

eklamsi. Efek perlindungan ini secara konsisten terlihat terlepas dari paritas

dan keparahan penyakit.


15. Aktivitas fisik

Olahraga dan aktivitas fisik dianjurkan selama kehamilan untuk

meningkatkan kesehatan ibu. Dalam tinjauan sistematis sistematis mereka,

kasawara dkk, melaporkan bahwa aktivitas fisik memiliki efek perlindungan

pada perkembangan pre-eklamsi,sementara efek ini tidak terlihat dalam studi

kohor, namun meta-analisis baru-baru ini dilakukan oleh aune

dkk.melaporkan bahwa wanita yang terlibat dalam aktivitas fisik tingkat tinggi

pra-kehamilan dan terus melakukannya selama awal kehamilan, lebih kecil

kemungkinannya (masing-masing sebesar 35% dan 21%) untuk terjadinya

pre-eklamsi, dibandingkan dengan mereka yang berpatisipasi dalam tingkat

aktivitas fisik lebih rendah.

16. Defisiensi mikronutrien

Kekurangan vitamin D umunya dilaporkan pada wanita dan telah

dilakukan penelitian untuk menilai hubungan nya dengan pre-eklamsi terdapat

hasil yang bertentangan mengenai konsentrasi serum 25 hidroksi vitamin D

dan risiko selanjutnya berkembang menjadi pre-eklamsi terutama karena

ukuran sampel yang kecil dari studi ini. Sebuah studi kasus control besar baru-

baruini melaporkan bahwa kekurangan vitamin D ibu, didefinisikan sebagai

25 hidroksi vitamin D <30nmol/I dikaitkan dengan dua kali lipat risiko pre-

eklamsi bila dibantingkan dengannya konsentrasi >50 nmol/I.


Uji vitamin dalam pre-eklamsi melaporkan bahwa supplement vitamin

C (1000 mg) dan vitamin E (400 IU) yang diberikan secara profilaksis sejak

trimester kedua kehamilan tidak memiliki efek pada penurunan tingkat pre-

eklamsi pda wanita yang berisiko.

17. Status social ekonomi

Penduduk pedesaan Negara berkembang mempunyai dua kali lebih

mungkin berkembang menjadi pre-eklamsi dibandingkan dengan mereka yang

tinggal didaerah perkotaan.asupan buah-buahan dan sayuran yang buruk

memiliki risiko pre-eklmasi yang lebih tinggi.oleh sebab itu status ekonomi

menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan Pre-Eklamsi. Beda

dengan halnya wanita yang memiliki status Ekonomi baik mereka juga akan

mengonsumsi makanan yang baik bagi kehamilannya.Kurangnya perawatan

antenatal dan kurang dari pendidikan tingkat menengah merupakan faktor

resiko yang relevan untuk risiko pre-eklamsi. (Adhi Pribadi,2019).

2.3.4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-Eklamsi

1. Faktor Predisposisi/Presdiposing

a. Mola Hidatidosa

b. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kadar gula darah

(glukosa darah).kadar gula darah pada diabetes mellitus karena kehamilan


yang tidakk terkontrol dengan baik akan berpotensi menimbulkan banyak

permasalahan, baik bagi ibu maupun bayi dalam kandungan, salah satu

komplikasi yang akan terjadi yaitu ibu dapat mengalami pre-Eklamsi, bayi

lahir mati, dan kadar gula rendah.(Dr. Sugianto, 2016).

c. Kehamilan Ganda

Kehamilan multiple merupakan faktor risiko pre-eklamsi. Sebuah studi

melaporkan bahwa wanita dengan kehamilan kembar memiliki tingkat

hipertensi gestasional yang lebih tinggi dan pre eklamsi peningkatan massa

plasenta selama kehamilan kembar dapat menyebabkan peningkatan tingkat

sirkulasi fms seperti tirosin kinase-1 (sFlt1), yang merupakan penanada

antiangiogenetik yang bersirkulasi dari asal plasenta, dan dapat memainkan

peran penting dalam patofisiologi terutama pre-eklamsi awitan dini.(Adhi

Pribadi,2019).

d. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan berat badan dari berat badan normal.

Seseorang dapat dikatakan mengalami obesitas apabila memiliki kelebihan

berat badan diatas 120% dari pada berat badan idealnya.resiko yang dapat

terjadi pada ibu hamil dengan obesitas adalah kelainan pada janin, Pre-

Eklamsi, Diabetes, dan Keguguran.

e. Umur

Umur ekstrim ibu telah dikaitkan dengan risiko

pre-eklamsi/eklamsi .usia ibu lebih dari 40 tahun telah dikaitkan dengan


peningkatan risiko. Survei dibeberapa Negara oleh WHO melaporkan bahwa

wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko tinggi untuk mengalami pre-

eklmasi meskipun tidak sampai terjadi eklamsi.(Adhi Pribadi,2019).

2. Faktor Pendorong/Eigbling

a. Status Ekonomi

Penduduk pedesaan Negara berkembang mempunyai dua kali lebih

mungkin berkembang menjadi pre-eklamsi dibandingkan dengan mereka yang

tinggal didaerah perkotaan.asupan buah-buahan dan sayuran yang buruk

memiliki risiko pre-eklmasi yang lebih tinggi.oleh sebab itu status ekonomi

menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan Pre-Eklamsi. Beda

dengan halnya wanita yang memiliki status Ekonomi baik mereka juga akan

mengonsumsi makanan yang baik bagi kehamilannya.Kurangnya perawatan

antenatal dan kurang dari pendidikan tingkat menengah merupakan faktor

resiko yang relevan untuk risiko pre-eklamsi.(Adhi Pribadi,2019).

b. Aktifitas Fisik

Olahraga dan aktivitas fisik dianjurkan selama kehamilan untuk

meningkatkan kesehatan ibu. Dalam tinjauan sistematis sistematis mereka,

kasawara dkk, melaporkan bahwa aktivitas fisik memiliki efek perlindungan

pada perkembangan pre-eklamsi,sementara efek ini tidak terlihat dalam studi

kohor, namun meta-analisis baru-baru ini dilakukan oleh aune

dkk.melaporkan bahwa wanita yang terlibat dalam aktivitas fisik tingkat

tinggi pra-kehamilan dan terus melakukannya selama awal kehamilan, lebih


kecil kemungkinannya (masing-masing sebesar 35% dan 21%) untuk

terjadinya pre-eklamsi, dibandingkan dengan mereka yang berpatisipasi dalam

tingkat aktivitas fisik lebih rendah.(Adhi Pribadi,2019).

c. Faktor Keluarga

Pre-eklamsi adalah kelainan kompleks, yang terlihat diwariskan

dalam pola keluarga. Plasenta memainkan peran sentral dalam patogenesis

pre-eklamsi, dengan demikian menyiratkan bahwa gen janin yang

diturunkan baik dari ibu maupun dari ayah dapat memainkan peran dalam

perkembangan penyakit. Pre-eklamsi yang terjadi pada seorang ibu hamil

merupakan faktor risiko yang signifikan untuk diturunkan dan merupakan

faktor risiko pada kehamilan anak perempuannya kelak. Laporan chesley

dan cooper melaporkan bahwa untuk wanita yang mengalami pre-eklamsi,

tingkat penyakit lebih tinggi pada suara perempuan (37%),anak perempuan

(26%) dan cucu perempuan (16%) bila dibandingkan dengan manantu

perempuan (6%). Seorang anak perempuan yang memliki riwayat keluarga

pre-eklamsi berada pada risiko yang meningkat untuk terjadi keadaan

patologis.(Adhi Pribadi,2019).

3. Faktor Pendukung

a. Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya

Wanita dengan riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya

memiliki peningkatan resiko pre-eklamsi pada kehamilan saat ini

dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan tanpa pre-eklamsi sebelumnya


.pada wanita dengan pre-eklamsi sebelumnya, risiko pre-eklamsi berulang

adalah 12%, dan meningkat menjadi 40% untuk mereka yang melahirkan

sebelumusia kehamilan 28 minggu. Meskipun kehamilan multiple, perubahan

pasangan, interval antar kehamilan yang panjang, dan IMT tinggi dianggap

sebagai penanda risiko untuk terjadinya pre-eklamsi. Pre-eklamsi pada

kehamilan sebelumnya dapat muncul dalam bentuk hipertensi gestasional

pada kehamilan berikutnya, demikian sebaliknya hipertensi gestasional pada

kehamilan sebelumnya dapat kambuh sebagai pre-eklamsi pada kehamilan

berikutnya.(Adhi Pribadi,2019).

b. Jenis Kelamin

Sebuah studi kohort norwegia melaporkan bahwa pre-eklamsi lebih

sering terjadi pada janin laki-laki bagi mereka yang melahirkan pada usia 40

minggu atau lebih. Untuk kelahiran premature (minggu kehamilan 25-36),

proporsi anak perempuan dalam kehamilan yang dipersulit oleh pre-eklamsi

jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

2.3.5. Klasifikasi Pre- Eklamsi

1. Pre-Eklamsi Ringan

a. Pengertian

Pre-eklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan odema

pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih bisa juga terjadi pada masa nifas.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit

trofoblas.

b. Pemeriksaan dan diagnosis

1) Kehamilan20 minggu atau lebih

2) Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali

selang 6 jam dalam keadaan istirahat ( untuk pemeriksaan pertama dilakukan

2 kali setelah istirahat 10 menit).

3) Edema pada tungkai (pretibal), dinding perut lumbosacral, wajah atau tungkai.

4) Proteinuria positif 1 atau 2 (0,3 gr/liter dalam 24 jam).

(Nuke Devi Indrawati,S,SiT,M.Kes,dkk, 2016).

2. Pre-Eklamsi Berat

a. Pengertian

Pre-Eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema

pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

b. Kriteria diagnostik

1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg atau lebih

tekanan darah ini tidak menurun meski ibu hamil sudah rawat baring dirumah

sakit.

2) Proteinuria positing 3 atau 4 (5 gr,liter dalam 24 jam).


3) Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500cc per 24 jam disertai dengan

kenaikan kreatinin plasma .

4) Gangguan visus dan cerebral.

5) Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen.

6) Edema paru, cyanosis.

7) Pertumbuhan janin intra uterin terlambat.

8) Adanya HELLP (Hemolisis, elevated liver function test and low platelet

count). (Nuke Devi Indrawati,S,SiT,M.Kes,dkk, 2016).

2.3.6. Etiologi

Penyebab pre-eklamsi secara pasti belum diketahui, namun pre-eklamsi sering

terjadi pada ibu Primigravida, Tuanya kehamilan, Kehamilan ganda, Hidramnion, dan

mola hidatidosa. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian

janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan ini sering

dikenal sebagai the diseases of theory.adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran faktor imunologis, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivitas

system komplemen pda pre-eklamsi/Eklamsi.

2. Peran faktor ginetik/familial, terdapatnya kecendrungan meningkatnya

frekuensi pre-eklamsi/Eklamsi pada anak-anak dari ibu yang menderita pre-

eklamsi/Eklamsi dan anak cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklamsi dan

bukan pada ipar mereka. (Anan Ratnawati,S.Kep.,Ns,,M.Kes, dkk, 2021)


2.3.7. Pencegahan pre-Eklamsi

1. Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda sedini

mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang adekuat supaya

penyakit tidak menjadi lebih berat.

2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklamsi kalau ada

faktor-faktor predisposisi.(Dainty Maternity,S.St.,M.Keb. dkk, 2021)

2.3.8. Penanganan Pre-Eklamsi

1. Penanganan pada Pre-Eklamsi Ringan

a. Rawat Jalan

1) Banyak istirahat (tidur mirinf)

2) Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam

3) Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat) tablet Febobabital 3x30 mg peroral

selama 2 hari

4) Roboransia

5) Kunjungan ulang setiap 1 minggu

b. Dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit

1) Pada kehamilan preterm (kurang dari 37 minggu)

a) Jika tekanan darah mencapai normotensive selam perawatan persalinan

ditunggu sampai aterm


b) Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensive selama

perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37

minggu.

2) Pada kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu)

Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi

persalinan pada taksiran tanggal persalinan.

c. Cara persalinan

Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kala 2 dengan

bantuan bedah obstetrik.

2. Penanganan pada Pre-Eklamsi Berat

a. Perawatan Aktif

1) Indikasi

a. Ibu

 Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

 Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsi

 Kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medikamentosa

terjadi kenaikan tekanan darah atau setelah 24 jam terapi medikamentosa tidak

ada perbaikan.

b. Janin

 Adanaya tanda-tanda Fetaldistres


 Adanya tanda-tanda IUFD

c. Laboratorium

 Adanya “HELLP syndrome” (hemolysis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia).

2) Pengobatan Medikamentosa

a) Segera masuk rumah sakit

b) Tidur baring, miring ke satu sisi (sabaiknya kiri), tanda vital diperiksa setiap

30 menit, reflex patella setiap jam.

c) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL

(60-125cc/jam) 500cc.

d) Antasida

e) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

f) Pemberian obat anti kejang: Diazepam 20 mg IV dilanjutkan dengan 40 mg

dalam Dekstrose 10% selam 4-6 jam. atau MgSO4 40% 5 gram dalam RL

500cc untuk 6 jam.

g) Diuretik tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongesif atu edema anasarka. Diberikan furosemide injeksi 40 mg/IV.

h) Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik 180 mmHg, diatolik 110

mmHg atau lebih 125 mmHg. Dapat diberikan catapres ½ -1 ampul IM dapat

diulangi tiap 4 jam atau alfametildopa 3x250 mg dan nifedipin sublingual 5-

10 mg.
i) Kardiotonika, indikasinya bila ada tanda-tanda payah jantung, diberikan

digitalisasi cepat dengan cedilanid.

3) Pengobatan Obstetrik

a) Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu

 Induksi persalinan : tetesan oksitoksin dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih

dengan fetal heart monitoring.

 Seksio sesaria bila : fetal assessment jelek, syarat tetesan oksitoksin tidak

terpenuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan

oksitoksin, 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitoksin belum masuk fase aktif,

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio

sesaria.

b) Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu

Kala 1 :

 pada fase laten: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

 Pada fase aktif : amniotomi saja bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi

pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan

tetesan oksitoksin)

Kala 2 :

 Pada [ersalinan pervaginam, maka kala 2 diselesaikan dengan partus buatan.

Amniotomi dan tetesan oksitoksin dilakuakan sekurang-kurangnya 3 menit

setelah pemberian terapi medikamentosa. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang


, bila keadaan memungkinkan terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan

kortikosteroid.

b. Perawatan Konservatif

1) Indikasi

Bila kehamilan pretem kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending

eklamsi dengan keadaan janin baik.

2) Terapi medikamentosa

Terapi ini dilakukan sama dengan terapi medikamentosa pada pengelolaan

aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup

intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong

kanan.

3) Pengobatan obstetric

a) Selama perawatan konservatif observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre-eklamsi

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap terapi

medikamentosa gagal dan harus terminasi.

d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu

MgSO4 20% 2 gram intravena.

4) Penderita dipulangkan bila


a) Penderita kembali kegejala-gejala atau tanda-tanda pre-eklamsi ringan

dan telah dirawat selama 3 hari.

b) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre-eklamsi ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre-eklamsi ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu). (Nuke Devi

Indrawati,S,SiT,M.Kes,dkk, 2016).

2.4 Umur
Usia ekstrim ibu telah dikaitkan dengan risiko pre-eklamsi/eklamsi .usia ibu

lebih dari 40 tahun telah dikaitkan dengan peningkatan risiko. Survei dibeberapa

Negara oleh WHO melaporkan bahwa wanita yang berusia lebih dari 35 tahun

berisiko tinggi untuk mengalami pre-eklmasi meskipun tidak sampai terjadi eklamsi. (

Adhi Pribadi, 2019)

2.5 Riwayat Hipertensi Pada Kehamilan Sebelumnya

Wanita dengan riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya memiliki

peningkatan resiko pre-eklamsi pada kehamilan saat ini dibandingkan dengan wanita

dengan kehamilan tanpa pre-eklamsi sebelumnya .pada wanita dengan pre-eklamsi

sebelumnya, risiko pre-eklamsi berulang adalah 12%, dan meningkat menjadi 40%

untuk mereka yang melahirkan sebelumusia kehamilan 28 minggu. Meskipun

kehamilan multiple, perubahan pasangan, interval antar kehamilan yang panjang, dan

IMT tinggi dianggap sebagai penanda risiko untuk terjadinya pre-eklamsi. Pre-
eklamsi pada kehamilan sebelumnya dapat muncul dalam bentuk hipertensi

gestasional pada kehamilan berikutnya, demikian sebaliknya hipertensi gestasional

pada kehamilan sebelumnya dapat kambuh sebagai pre-eklamsi pada kehamilan

berikutnya.( Adhi Pribadi, 2019).

2.6 Riwayat Keluarga/Genetik

Pre-eklamsi adalah kelainan kompleks, yang terlihat diwariskan dalam pola

keluarga. Plasenta memainkan peran sentral dalam patogenesis pre-eklamsi, dengan

demikian menyiratkan bahwa gen janin yang diturunkan baik dari ibu maupun dari

ayah dapat memainkan peran dalam perkembangan penyakit. Pre-eklamsi yang

terjadi pada seorang ibu hamil merupakan faktor risiko yang signifikan untuk

diturunkan dan merupakan faktor risiko pada kehamilan anak perempuannya kelak.

Laporan chesley dan cooper melaporkan bahwa untuk wanita yang mengalami pre-

eklamsi, tingkat penyakit lebih tinggi pada suara perempuan (37%),anak perempuan

(26%) dan cucu perempuan (16%) bila dibandingkan dengan manantu perempuan

(6%). Seorang anak perempuan yang memliki riwayat keluarga pre-eklamsi berada

pada risiko yang meningkat untuk terjadi keadaan patologis.( Adhi Pribadi, 2019)
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori

Faktor
Predisposisi/predisposing
1. molahidatidosa
2. Diabetes Mellitus
3. Kehamilan Ganda
4. Obesitas
5. Umur

Faktor Pendorong/Eigbling

1. Status Ekonomi Pre-Eklamsi


2. Aktivitas Fisik
3. Faktor Keluarga
Faktor pendukung

1. Hipertensi pada
kehamilan
2. Jenis kelamin

Sumber :Adhi Pribadi,(2019)

2.8 Hopotesis Penelitian


Hipotesis penelitian merupakan predksi mengenai kemungkinan hasil dari
suatu penelitian atau jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan
yang diajukan dalam penelitian, hipotesis yang diajukan berupa hipotesis
kerja.

Anda mungkin juga menyukai